Definisi Penempatan (Staffing) dan Implementasinya Terhadap Suatu Organisasi Jafar Basalamah
PENDAHULUAN
Penempatan (staffing) menurut Veitzal Rivai, (2009: 211) terdiri dari dua cara; (1). karyawan baru dari luar perusahaan, dan (2). Penugasan di tempat yang baru bagi karyawan lama yang disebut inplacement atau penempatan internal. Penempatan internal sering terjadi tanpa ada orientasi, karena karyawan lama dianggap telah mengetahui segala sesuatu tentang perusahaan. Namun sayangnya, anggapan ini
tidak seluruhnya benar. Karyawan
berpengalaman memang sudah mengetahui perusahaan/tempat kerja dengan baik, tetapi ia tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang baru. Penempatan adalah penugasan kembali seorang
karyawan
kepada pekerjaan
barunya. Keputusan penempatan lebih banyak dibuat oleh manajer lini, biasanya supervisor seorang pegawai dengan berkonsultasi menentukan Penempatan karyawan dimasa datang (Veitzal Rivai, 2009:211). Proses penempatan sumberdaya manusia ini tidak hanya bagi pegawai baru yang diseleksi tetapi juga berlaku bagi pegawai lama yang dimutasikan dan dipromosikan dari jabatannya yang lama. (Sihotang, 2007;149). Perbedaan kedua penempatan sumberdaya manusia itu adalah: penempatan sumberdaya manusia baru adalah setelah mereka lulus dari seleksi penerimaan pegawai dan diangkat pada jabatan dan pangkat baru untuk memulai pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, dan penempatan sumberdaya manusia lama berarti dipindahkan tugas pekerjaannya pada jabatan
baru dan lokasi
kantornya juga bisa jadi kantor yang baru. Hakikat dan sasaran penempatan adalah untuk: mengisi lowongan pekerjaan yang terjadi pada unit-unit organisasi, agar pegawai-pegawai tidak merasa terombang-ambing menunggu penempatan yang diinginkan, menempatkan pagawai yang sesuai pada jabatan pekerjaan yang tepat (the right man on the right job), dan agar perusahaan/organisasi bertindak efektif memanfaatkan tenaga sumberdaya manusia secara berdaya guna dan berhasil guna. Secara umum, ada tiga tantangan dalam proses seleksi penempatan SDM yaitu : (1) Tantangan suplai, makin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat (qualified) maka semakin mudah bagi departemen personalia untuk memperoleh pegawai baru yang
2 berkualitas. Namun pada kenyataannya sulit untuk menemui banyak pelamar yang memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh lowongan jabatan. Oleh karena itu departemen personalia harus mempertimbangkan secara matang, (2) Tantangan ethis, bahwa dalam seleksi pegawai banyak dilakukan sistem keluarga/famili, pemberian komisi atau lebih ekstrem adanya suap menyuap. Ini semua merupakan tantangan bagi pengelola organisasi. Bila standar-standar ini dilanggar, kemungkinan pegawai baru dipilih secara tepat dan (3) Tantangan organisasional. Organisasi menghadapi keterbatasan-keterbatasan seperti: anggaran, strategi, kebijaksanaan, budaya atau sumber daya lainnya yang mungkin akan membatasi proses seleksi (Handoko, 1995). Peranan departemen SDM adalah memberi nasehat kepada manajer lini tentang kebijakan perusahaan dan memberikan konseling kepada para karyawan. Tantangan yang dihadapi dalam analisa dan rancang pekerjaan adalah : Pertama, tantangan suplai, makin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat (qualified) maka semakin mudah bagi departemen personalia untuk memperoleh pegawai baru yang berkualitas. Namun pada kenyataannya sulit untuk menemui banyak pelamar yang memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh lowongan jabatan. Oleh karena itu departemen personalia harus mempertimbangkan secara matang; Kedua, tantangan ethis, bahwa dalam seleksi pegawai banyak dilakukan sistem keluarga/famili, pemberian komisi atau lebih ekstrem adanya suap menyuap. Ini semua merupakan tantangan bagi pengelola organisasi. Bila standar-standar ini dilanggar, kemungkinan pegawai baru dipilih secara tepat, dan Ketiga, tantangan organisasional. Organisasi menghadapi keterbatasan-keterbatasan seperti: anggaran, strategi, kebijaksanaan, budaya atau sumber daya lainnya yang mungkin akan membatasi proses seleksi. Upaya merancang dan mengembangkan perencanaan MSDM yang efektif, terdapat tiga tipe perencanaan yang saling terkait dan merupakan satu kesatuan sistem perencanaan tunggal dalam perencanaan stratejik MSDM, yaitu : Pertama, strategic planning yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan organisasi dalam lingkungan persaingan. Kedua, operational planning, yang menunjukkan demand terhadap SDM, dan Ketiga, human resources planning, yang digunakan untuk memprediksi kualitas dan kuantitas kebutuhan sumber daya manusia dalam jangka pendek dan jangka panjang yang menggabungkan program pengembangan dan kebijaksanaan SDM. Pengenalan, penempatan dan pemberhentian SDM dalam sebuah organisasi, memerlukan analisis Job description dan Job Specification. Menurut Whitmore (2000), Job description atau deskripsi pekerjaan adalah gambaran mengenai tugas-tugas yang
3 dilaksanakan oleh pemangku jabatan. Job description memaparkan standar obyektif untuk pengisian setiap pekerjaan dan merupakan alat mengisi pekerjaan melalui promosi dan pengangkatan. Pengenalan, penempatan dan pemberhentian SDM dalam deskripsi pekerjaan memerlukan kriteria setiap pekerjaan adalah berbeda, menurut pengalaman dan pengetahuan yang berbeda, sebelum pemimpin mulai menganalisis tipe pegawai seperti apa yang dibutuhkan, pimpinan perlu melihat apa yang dituntut dari setiap pekerjaan di dalam organisasi melalui deskripsi pekerjaan yang terinci. Deskripsi pekerjaan merupakan produk yang pertama dan langsung dari proses analisis pekerjaan. Dokumen ini pada dasarnya bersifat deskriptif dan terdiri atas catatan fakta-fakta pekerjaan yang ada dan berkaitan. Fakta-fakta ini haruslah diorganisasikan dalam beberapa cara agar dapat digunakan. Ketetapan dan keterincian adalah dua hal yang sangat penting dalam deskripsi pekerjaan, yang dapat berbeda di antara berbagai organisasi. Tetapi umumnya apabila dilaksanakan dengan hati-hati, maka deskripsi pekerjaan akan menyediakan pemikiran yang jelas bagi pegawai, analisis dan penyelia mengenali apa yang harus dilakukan pegawai untuk memenuhi tuntutan pekerjaan. Seorang pimpinan harus mampu menggunakannya untuk rekrutmen sebagai dasar yang realistis untuk menilai kinerja pegawai, dan sebagai pedoman program pelatihan untuk perencanaan kepegawaian di masa depan (Suroso, 2002). Pengenalan, penempatan dan pemberhentian SDM berdasarkan job description kemungkinan akan lebih baik jika diikuti pedoman-pedoman (Tilaar, 2003) berikut : terfokus pada muatan pekerjaan. Deskripsikan cara kerja sesungguhnya dilakukan oleh pemangku jabatan, menentukan keluaran pekerjaan, memberikan indikator kuantitatif dari hasil yang diharapkan sebagai persyaratan formal, hindari bahasa yang kabur, menggunakan istilah khusus untuk menggambarkan aktivitas, bukannya istilah yang tidak jelas, membuat peringkat komponen-komponen pekerjaan dalam urutan signifikan dan waktu yang dikorbankan, gunakan deskripsi yang terpisah untuk setiap posisi, dan kombinasikan pekerjaan hanya jika deskripsi yang terpisah menunjukkan bahwa mereka sesungguhnya sama dalam isi dan persyaratatannya. Pengenalan, penempatan dan pemberhentian SDM memerlukan proses seleksi, yaitu kegiatan dalam manajemen SDM yang dilakukan setelah proses rekruitmen selesai dilaksanakan. Hal ini berarti bahwa telah terkumpul sejumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk kemudian dipilih mana yang dapat ditetapkan sebagai karyawan dalam suatu perusahaan. Proses pemilihan inilah yang dinamakan seleksi. Proses seleksi merupakan sarana yang digunakan dalam memutuskan pelamar mana yang akan diterima. Proses
4 dimulainya ketika pelamar melamar kerja dan diakhiri dengan keputusan penerimaan (Veithzal Rivai,2009).
PEMBAHASAN
Salah satu tahap penting dalam manajemen personalia adalah pengenalan dan penempatan SDM. Penempatan sumber daya manusia (SDM) dilakukan setelah melalui suatu proses seleksi, untuk menentukan pegawai yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi didalam menduduki jabatan tertentu, Setelah melaksanakan seleksi tenaga kerja dan mengangkat tenaga kerja maka fungsi manajemen yang harus segera dilaksanakan adalah penempatan tenaga kerja. Penempatan Sumber Daya Manusia adalah proses kegiatan yang dilaksanakan manajer Sumber Daya Manusia dalam suatu perusahaan untuk menentukan lokasi dan posisi seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Penempatan Sumber Daya Manusia adalah suatu proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan secara kontinyu dan wewenang serta tanggung jawab yang melekat sebesar porsi dan komposisi yang ditetapkan serta mampu mempertanggung jawabkan segala risiko yang mungkin terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut. Setelah seorang Sumber Daya Manusia lulus seleksi dan memperoleh pengankatan status sebagai karyawan maka yang bersangkutan perlu segera ditempatkan pada posisi yang tepat bukan saja menjadi idaman perusahaan, tetapi juga menjadi keinginan karyawan. Dengan demikian tenaga kerja atau karyawan yang bersangkutan dapat mengetahui ruang lingkup pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut Veithzal Rivai (2009) Seleksi adalah kegiatan dalam manajemen SDM yang dilakukan setelah proses rekruitmen selesai dilaksanakan. Hal ini berarti bahwa telah terkumpul sejumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk kemudian dipilih mana yang dapat ditetapkan sebagai karyawan dalam suatu perusahaan. Proses pemilihan inilah yang dinamakan seleksi. Proses seleksi merupakan sarana yang digunakan dalam memutuskan pelamar mana yang akan diterima. Proses dimulainya ketika pelamar melamar kerja dan diakhiri dengan keputusan penerimaan. Berdasarkan pengertian itu maka kegiatan seleksi ini mempunyai arti yang sangat strategis dan penting bagi perusahaan maupun organisasi pemerintahan. Apabila dilaksanakan sesuai sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen SDM secara wajar, maka proses seleksi akan
5 dapat menghasilkan pilihan karyawan yang dapat diharapkan kelak memberikan kontribusi yang positif dan baik sehingga perusahaan dapat memberikan layanan yang terbaik bagi bagi para pelamar sehingga masing-masing akan akan mendapatkan kepuasan. Sedangkan apabila seleksi dilaksanakan secara tidak baik, maka perusahaan akan memperoleh dampak negatif, keluhan pelanggan yang tidak puas, produk yang dihasilkan berkurang dan tidak berkualitas yang akibatnya perusahaan akan menderita kerugian. Oleh karena itu, seleksi adalah kegiatan yang benar-benar harus disiapkan secara baik melalui proses yang panjang dan memerlukan biaya yang besar, namun hasilnya akan dinikmati untuk jangka panjang dan karyawan tersebut dapat bekerja dengan motivasi yang tinggi serta berkarya secara maksimal. Meskipun keputusan penerimaan akhir dilakukan oleh manajer, departemen SDM mengevaluasi para pelamar mengenai kesesuaian potensi mereka melalui penggunaan prosedur-prosedur yang valid, atau dapat pula dikatakan bahwa proses seleksi merupakan serangkaian kegiatan yang digunakan untuk memutuskan apakah pelamar diterima atau tidak. Proses ini termasuk pemanduan tenaga kebutuhan-kebutuhan tenaga kerja pelamar dan perusahaan. Pendapat lain dikatakan bahwa proses seleksi merupakan proses pengambilan keputusan timbal balik antara calon tenaga kerja dengan dengan perusahaan. Perusahaan memutuskan menawarkan lowongan kerja. Calon pelamar memutuskan apakah perusahaan beserta tawarannya akan memenuhi kebutuhan dan tujuan pribadinya. Dalam keadaan biasa, proses seleksi cenderung ditentukan sepihak, yaitu dominasi pihak perusahaan. Banyak orang berpendapat bahwa penempatan merupakan akhir dari proses rekruitmen atau proses seleksi. Menurut Ardana (2010), jika seluruh proses seleksi telah ditempuh dimana seorang telah dinyatakan lulus sebagai pegawai akhirnya akan mendapatkan penempatan. Hal ini benar jika sepanjang menyangkut pegawai baru, namun manajemen Sumber Daya Manusia yang mutakhir menekankan bahwa penempatan tidak hanya berlaku bagi pegawai baru, melainkan juga bagi pegawai lama yang mengalami tugas dan mutasi. Hal ini menggambarkan bahwa konsep penempatan pegawai mencakup promosi, transfer dan demosi. Sebagaimana halnya pegawai baru, pegawai lama juga direkrut melalui mekanisme internal, perlu dipilih dan biasanya juga menjalani pengenalan dalam melakukan pekerjaan pada tempatnya yang baru. Proses seleksi yang diberlakukan juga menggunakan unsur-unsur yang sama dengan seleksi pegawai baru. Berbagai alasan tersebut sesungguhnya kurang tepat dan ketidaktepatan tersebut dewasa ini semakin didasari oleh semakin banyak satuan organisasi yang mengelola Sumber Daya Manusia. Kesadaran demikian timbul karena relevansinya persepsi bahwa promosi dari
6 dalam, atas berbagai kebijaksanaan organisasi mempunyai dampak motivasional yang sangat kuat. Artinya jika para pegawai melihat dan menilai bahwa prospek kariernya dalam organisasi cerah, mereka akan terdorong untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya sebagai persyaratan penerimaan tugas yang lebih berat dan tanggung jawab yang lebih besar dikemudia hari. Menurut Siagian (2002:134), bahwa dengan keterlibatan bagian kepegawaian dalam perencanaan karier para anggota organisasi semakin bertambah. Disamping itu, tugas bagian kepegawaian dalam mengisi berbagai lowongan menjadi lebih ringan karena tersedianya tenaga kerja dalam organisasi sendiri yang siap dipromosikan. Adalah benar bahwa yang paling berkepentingan dalam perencanaan karier adalah para pegawai yang bersangkutan sendiri. Agar dapat menentukan karier, tujuan dan pengembangan karier yang dapat mereka tempuh, para pegawai perlu mempertimbangkan lima faktor : 1. Perlakuan yang adil dalam berkarier Perlakuan yang adil itu hanya bisa terwujud apabila kriteria promosi didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang objektif, rasional dan diketahui secara luas dikalangan pegawai. 2. Kepedulian para atasan langsung Para pegawai pada umumnya mendambakan keterlibatan atasan langsung mereka dalam perencanaan karier masing-masing, salah satu bentuk kepedulian itu adalah memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan tugas masingmasing sehingga para pegawai tersebut mengetahui potensi yang perlu dikembangkan dan kelemahan perlu diatasi. Pada gilirannya umpan balik itu merupakan bahan penting bagi para pegawai mengenai langkah apa yang perlu diambilnya agar kemungkinannya untuk dipromosikan menjadi lebih besar. 3. Informasi tentang berbagai peluang promosi Para pegawai umumnya mengharapkan bahwa mereka memiliki akses kepada informasi tentang berbagai peluang untuk dipromosikan. Akses ini sangat penting terutama apabila lowongan yang tersedia diisi melalui proses seleksi internal yang sifatnya kompetitif. Jika akses demikian tidak ada atau sangat terbatas para pekerja akan mudah beranggapan bahwa prinsip keadilan dan kesamaan kesempatan untuk dipertimbangkan untuk dipromosikan tidak diterapkan dalam organisasi. 4. Minat untuk dipromosikan Pendekatan yang tepat digunakan dalam ini menumbuhkan minat para pekerja untuk pengembangan karier ialah pendekatan yang fleksibel dan proaktif. Artinya, minat untuk mengembangkan karier sangat individualistik sifatnya. Seorang pekerja memperhitungkan berbagai faktor usia, jenis kelamin, jenis dan sifat pekerjaan sekarang, pendidikan dan pelatihan yang pernah ditempuh, jumlah tanggungan dan berbagai variabel lainnya. Berbagai faktor tersebut dapat berakibat pada besarnya minat seseorang mengembangkan kariernya. Sebaliknya berbagai faktor tersebut tidak mustahil membatasi keinginan mencapai jenjang karier yang lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa jenis informasi yang dibutuhkan pun berbeda dari seorang pekerja kepekerja lain. Disinilah letak pentingya
7 fleksibilitas dan sikap proaktif dimaksud karena dengan pendekatan demikian bagian yang mengelola Sumber Daya Manusia mengetahui keinginan setiap pegawai dan menyesuaikan pengambilan langkah-langkah tertentu berdasarkan keinginan yang individualistik tersebut. 5. Tingkat kepuasan Meskipun secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang ingin meraih kemajuan termasuk dalam meniti karier, ukuran keberhasilan yang digunakan memang berbeda-beda. Perbedaan tersebut merupakan akibat tingkat kepuasan dalam konteks karier tidak selalu berarti keberhasilan mencapai posisi tinggi dalam organisasi, melainkan dapat pula berarti bersedia menerima kenyataan bahwa karena berbagai faktor pembatas yang dihadapi oleh seorang pekerja puas apabila ia dapat mencapai tingkat tertentu dalam kariernya, meskipun tidak banyak anak tangga karier yang berhasil dinaikinya, tegasnya, seseorang bisa puas karena mengetahui bahwa apa yang dicapainya itu sudah merupakan hasil yang maksimal. Pemahaman berbagai faktor diatas, akan memungkinkan SDM berperan aktif dalam perencanaan karier para anggota organisasi. Selain promosi sebagaimana yang dikemukakan diatas, penempatan juga mencakup alih tugas, Menurut Siagian (2003:171), alih tugas dapat mengambil dua bentuk yakni : 1. Penempatan seseorang pada tugas yang baru dengan tanggung jawab, hirarki jabatan dan penghasilan yang relatif sama dengan statusnya yang lama. Dalam hal demikian, seorang pegawai ditempatkan pada satuan kerja baru yang lain dari satuan kerja dimana seseorang selama berkarya. 2. Penempatan berupa alih tempat Jika cara ini yang ditempuh berarti seseorang pekerja melakukan pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah, dan tanggung jawabnya relatif sama, hanya melakukan pekerjaan tersebut pada tempat yang berlainan. Fisik lokasi dipindahkan dari fisik lokasi pekerjaan yang sekarang, dan hanya dimungkinkan berlaku pada organisasi yang memiliki berbagai satuan kerja pada banyak lokasi Dalam manajemen personalia selanjutnya juga dijelaskan
bahwa Penempatan
pegawai dilakukan setelah melalui suatu proses seleksi karyawan/pegawai untuk menentukan pegawai yang layak dan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh organsiasi secara normatif didalam menduduki suatu jabatan tertentu. Secara devenitif penempatan pegawai adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau bagian personalia untuk menentukan seorang pegawai masih tetap atau tidak ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian, keterampilan atau kualifikasi tertentu. (Sulistiani & Rosida :2003). Menurut Tohardi, (2002;220) bahwa yang dimaksud dengan Penempatan pegawai adalah menempatkan seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya dalam organisasi atau perusahaan. Maksud dari pengertian penempatan
8 (staffing) diatas yaitu proses mengetahui karakter atau syarat-syarat yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (tugas) selanjutnya menjadi orang yang cocok dengan pekerjaan yang ada (job spesification). Penempatan (staffing) menurut Veitzal Rivai, (2009: 211) terdiri dari dua cara; (1). karyawan baru dari luar perusahaan, dan (2). Penugasan di tempat yang baru bagi karyawan lama yang disebut inplacement atau penempatan internal. Penempatan internal sering terjadi tanpa ada orientasi, karena karyawan lama dianggap telah mengetahui segala sesuatu tentang perusahaan. Namun sayangnya, anggapan ini
tidak seluruhnya benar. Karyawan
berpengalaman memang sudah mengetahui perusahaan/tempat kerja dengan baik, tetapi ia tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang baru. Lebih lanjut Veitzal Rivai, (2009:211) mengemukakan bahwa penempatan adalah penugasan kembali seorang karyawan kepada pekerjaan barunya. Keputusan penempatan lebih banyak dibuat oleh manajer lini, biasanya supervisor seorang pegawai dengan berkonsultasi menentukan Penempatan karyawan dimasa datang. Peranan departemen SDM adalah memberi nasehat kepada manajer lini tentang kebijakan perusahaan dan memberikan konseling kepada para karyawan. Sjafri Mangkuprawira, (2001;166) menyebutkan kebutuhan penempatan pegawai dapat dipenuhi melalui dua cara yaitu, menyewa dari pihak luar dan penugasan kembali karyawan yang ada atau disebut sebagai penempatan dari dalam. Sering terjadi penugasan kembali yang ada untuk menempati posisi tanpa melalui program orientasi. Penempatan merupakan penugasan kembali dari seorang karyawan pada sebuah pekerjaan baru. Tiga hal pokok keputusan penempatan pegawai adalah; 1. Promosi Sebuah promosi terjadi ketika seorang karyawan dari satu pekerjaan ke posisi lain yang lebih tinggi dalam hal pembayaran gaji, tanggung jawab dan tingkat status keorganisasian. 2. Pengalihan Pengalihan terjadi manakala seorang karyawan dipindahkan dari satu pekerjaan kepekerjaan yang lain. Cara umum pengambilan keputusan untuk merelokasi orang untuk memenuhi tantangan internal dan eksternal adalah pengalihan karyawan. 3. Penurunan pangkat Penurunan pangkat dapat pula dikatakan sebagai penugasan kembali dari seorang karyawan ke posisi pekerjaan yang lebih rendah dengan gaji yang lebih kecil serta kualifikasi pendidikan dan keterampilan yang lebih rendah. Penyebabnya dapat berasal dari karyawan atau pertimbangan perusahaan.
9 Dasar yang digunakan untuk melakukan penempatan adalah analisa jabatan (job analysis) yang tergambar pada deskripsi jabatan (job description). Dari spesifikasi jabatan tergambar persyaratan apa yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Sementara karakteristik pekerjaan tergambar dalam deskripsi jabatan. (Tohardi, 2002;221). Untuk itu berdasarkan deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan itulah selanjutnya kita mencari atau memilih pekerja atau pegawai yang sesuai dengan kriteria yang ada. Kemampuan = ability (keterampilan dan pengetahuan) pekerja harus sesuai
dengan
kebutuhan pekerjaan yang ada. Tentunya akan lebih baik bila kemampuan (keterampilan dan pengetahuan) pekerja sama dengan
kebutuhan yang ada. Selanjutnya yang perlu
dihindari adalah kemampuan (keterampilan dan pengetahuan) pekerja yang dibawah kebutuhan yang ada. (Tohardi, 2002;221). Menurut Saydam (200;222), untuk memperoleh efisiensi, efektif dan kinerja yang tinggi, hal-hal yang harus diperhatikan dalam penempatan sumberdaya manusia adalah sebagai berikut: a. Latar belakang Pendidikan Hubungan latar belakang pendidikan dengan penempatan sumberdaya manusia tidak dapat dipisahkan, karena dengan pendidikan akan membentuk sikap, kemampuan dan pengetahuan sumberdaya manusia yang bersangkutan. Selain itu dengan pendidikan dapat menjadi acuan pemberian beban kerja dan tanggung jawab. Manejer sumberdaya manusia yang cerdik dan bijaksana akan menjadikan latar belakang pendidikan menjadi dasar dalam penempatan, karena pengetahuan yang dimiliki mereka dapat membantu pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukan. b. Keterampilan Keterampilan yang dimiliki seseorang lebih banyak membantunya dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Sedangkan pendidikan biasanya lebih banyak menyentuh pada penambahan pengetahuan dan pemahaman saja. Proses penempatan sumberdaya manusia ini tidak hanya bagi pegawai baru yang diseleksi tetapi juga berlaku bagi pegawai lama yang dimutasikan dan dipromosikan dari jabatannya yang lama. (Sihotang, 2007;149). Perbedaan kedua penempatan sumberdaya manusia itu adalah: a. Penempatan sumberdaya manusia baru adalah setelah mereka lulus dari seleksi penerimaan pegawai dan diangkat pada jabatan dan pangkat baru untuk memulai pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. b. Penempatan sumberdaya manusia lama berarti dipindahkan tugas pekerjaannya pada jabatan baru dan lokasi kantornya juga bisa jadi kantor yang baru. Pada dasarnya hakikat dan sasaran penempatan adalah untuk: a. Mengisi lowongan pekerjaan yang terjadi pada unit-unit organisasi.
10 b. Agar pegawai-pegawai tidak merasa terombang-ambing menunggu penempatan yang diinginkan. c. Menempatkan pagawai yang sesuai pada jabatan pekerjaan yang tepat (the right man on the right job). d. Agar perusahaan/organisasi bertindak efektif memanfaatkan tenaga sumberdaya manusia secara berdaya guna dan berhasil guna. Menurut Handoko ( 1995) ada beberapa tantangan dalam proses seleksi yaitu : 1. Tantangan suplai, makin besar jumlah pelamar yang memenuhi syarat (qualified) maka semakin mudah bagi departemen personalia untuk memperoleh pegawai baru yang berkualitas. Namun pada kenyataannya sulit untuk menemui banyak pelamar yang memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh lowongan jabatan. Oleh karena itu departemen personalia harus mempertimbangkan secara matang. 2. Tantangan ethis, bahwa dalam seleksi pegawai banyak dilakukan sistem keluarga/famili, pemberian komisi atau lebih ekstrem adanya suap menyuap. Ini semua merupakan tantangan bagi pengelola organisasi. Bila standar-standar ini dilanggar, kemungkinan pegawai baru dipilih secara tepat. 3. Tantangan organisasional. Organisasi menghadapi keterbatasan-keterbatasan seperti: anggaran, strategi, kebijaksanaan, budaya atau sumber daya lainnya yang mungkin akan membatasi proses seleksi. Seleksi dan penempatan merupakan langkah yang diambil segera setelah terlaksananya fungsi rekruitmen. Seperti halnya fungsi rekruitmen, proses seleksi dan penempatan merupakan salah satu fungsi terpenting dalam manajemen sumber daya manusia, karena tersedia/tidaknya pekerja dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan organisasi, diterima/tidaknya pelamar yang telah lulus proses rekruitmen, tepat/tidaknya penempatan seorang pekerja pada posisi tertentu, sangat ditentukan oleh fungsi seleksi dan penempatan ini. Jika fungsi ini tidak dilaksanakan dengan baik maka dengan sendirinya akan berakibat fatal terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Rivai (2009) menyatakan bahwa dalam hal system seleksi yang efektif dalam penempatan perlu disadari bahwa proses seleksi karyawan baru, merupakan kegiatan penting bagi perusahaan, maupun bagi calon karyawan itu sendiri. Mempertahankan atau pun mengembangkan suatu system seleksi yang menghasilkan karyawan produktif dan mencari peluang untuk meningkatkan cara kerjanya sangat penting untuk keberhasilan perusahaan. Sistem seleksi yang efektif pada dasarnya, memiliki tiga sasaran, yaitu : a. Keakuratan, artinya kemampuan dari proses seleksi untuk secara tepat dapat memprediksi kinerja pelamar. Pertanyaan berikut ini mungkin dapat dipertimbangkan ketika melakukan seleksi, seperti apa kelemahan dari : (1) Instruktur yang kurang menguasai materi? (2) Proses seleksi yang tidak dapat memprediksi kinerja pelamar di tempat kerja? (3) Perhitungan dengan menggunakan computer yang menghasilkan jawaban yang salah?
11 b. Keadilan, artinya memberikan jaminan bahwa setiap pelamar yang memenuhi persyaratan diberikan kesempatan yang sama di dalam system seleksi. System seleksi yang adil apabila : (1) Didasarkan pada persyaratan-persyaratan yang dijalankan secara konsisten. (2) Menggunakan standar penerimaan yang sama untuk semua pelamar; dan (3) Menyaring pelamar berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang hanya berkaitan dengan pekerjaannya saja. c. Keyakinan, artinya taraf dimana orang-orang yang terlibat dalam proses seleksi yakin akan manfaat yang diperoleh. Pewancara dan calon “yakin” akan suatu system seleksi apabila : (1) Selama proses seleksi pelamar dan pewawancara menggunakan waktu dengan efektif dan baik. (2) Setiap orang memperoleh manfaat dengan mengikuti proses seleksi terlepas dari keputusan penerimaan karyawan yang diambil. (3) Citra perusahaan dan harga diri para pelamar tetap terjaga. Efektivitas fungsi sistem seleksi dalam penempatan sangat ditentukan oleh beberapa syarat penting, dan bahkan tergantung pada informasi-informasi yang diperoleh dari syarat-syarat tersebut. Informasi-informasi yang diperoleh melalui syarat-syarat tersebut akan dijadikan masukan bagi seorang manajer dalam mengambil keputusan penerimaan dan penempatan seorang pekerja. Syarat-syarat yang dimaksud, adalah : 1. Informasi analisis jabatan, yang memberikan diskripsi jabatan, spesifikasi jabatan dan standar-standar prestasi yang disyaratkan pada setiap jabatan. 2. Rencana-rencana sumber daya manusia, yang memberikan informasi kepada manajer tentang tersedia/tidaknya lowongan pekerjaan dalam organisasi. 3. Keberhasilan fungsi rekruitmen, yang akan menjamin manajer bahwa tersedia sekelompok orang yang akan dipilih. Fungsi sistem seleksi dalam penempatan ini juga sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai. Para legislator yang terpilih, dan para eksekutif teras sering memandang birokrasi tidak responsif terhadap pilihan-pilihan perorangan, prioritas program, dan nilai-nilai mereka. Oleh karena itu mereka berusaha menetapkan kriteria seleksi dan penempatan, bahkan promosi, yang sesuai dengan falsafah-falsafah politik dan tujuan-tujuan program dari para pejabat terpilih. Cara pelaksanaan tujuan-tujuan tersebut dapat mengambil berbagai bentuk, mulai dari spoils system dalam mana kebanyakan jabatan diisi berdasarkan political patronage, hingga ke merit system dalam mana kebanyakan para pekerja adalah pegawai-pegawai yang berpengalaman dengan orang-orang yang dipilih secara politik sebagai pimpinan instansi. Secara kontras, para eksekutif pelayanan sipil yang berpengalaman biasanya berusaha menyekat instansi mereka dari kekacauan politik (turmoil) dengan mengesahkan kriteria-kriteria seleksi dan promosi yang menekankan kualifikasi teknis dan kecakapankecakapan. Misalnya, mereka akan mempertahankan standar minimal mengenai pendidikan dan pengalaman, test-test kemampuan secara tertulis, standar-standar kinerja yang obyektif, dan kepercayaan-kepercayaan atau gelar-gelar.sekalipun mereka memerlukan kelonggaran-
12 kelonggaran dalam peraturan-peraturan seleksi yang akan memungkinkan mereka menggunakan pengalamannya dalam menilai potensi diri dari seorang pekerja. Konflik nilai muncul diantara para pejabat terpilih dengan para pegawai pelayanan yang berpengalaman. Sementara keduanya mendukung peningkatan efektifitas pemerintahan, masing-masing cenderung menampilkan perspektif yang berbeda dalam pekerjaan. Para pejabat terpilih menilai suatu program instansi menurut apakah program tersebut, responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan publik, atau efektif dalam pencapaian tujuan-tujuan dari para pejabat terpilih. Para pegawai pelayanan yang berpengalaman juga menekankan responsiveness dan efectiveness, tetapi dalam berbagai tipe dan tingkat pemerintahan (terutama pusat, daerah dan kota-kota besar) pelayan sipil yang eksekutif harus tanggap terhadap tuntutan-tuntutan potensial dari pejabat terpilih yang ditingkat teras dan lembaga legislatif. Berbeda dengan dengan para pejabat terpilih, pegawai pelayanan sipil dituntun oleh keahlian teknis yang diperoleh melalui gabungan dari lamanya kerja dan pengalaman, menekankan lebih banyak kepada efisiensi apakah suatu program menghasilkan jumlah pelayanan yang maksimun dibandingkan dengan sumber daya yang dialokasikan tanpa meperdulikan kaitan antara pelayanan-pelayanan tersebut dengan kebutuhan-kebutuhan dari kelompok-kelompok sasaran atau keinginan badan legislatif. Proses pembuatan keputusan dan implementasi oleh karenanya terus menjadi tempat persaingan nilai-nilai tersebut. Sering terjadi persaingan antara pejabat-pejabat tersebut. Bahkan hubungan sering ditandai dengan ketegangan, bukan karena masing-masing kelompok berusaha menghalangi yang lain, tetapi karena masing-masing kelompok secara khas ingin mewujudkan nilai-nilai yang menjadi pokok perspektif mereka. Pengadaan seleksi dan penempatan SDM perlu melihat metode-metode yang harus ditempuh dalam seleksi dan penempatan. Adapun metode-metode yang harus ditempuh dalam hal ini : a. Menentukan kebutuhan-kebutuhan sumber daya manusia b. Mengupayakan pesetujuan anggaran untuk mengadakan atau mengisi jabatanjabatan c. Mengembangkan kriteria-kriteria seleksi yang valid d. Pengadaan (Rekrutmen) e. Mengadakan test atau sebaliknya mengscreening para pelamar f. Menyiapkan daftar dari pelamar yang berkualitas g. Mengadakan seleksi pelamar yang paling berkualitas Dalam praktek setiap instansi menerapkan metode-metode tersebut secara berbedabeda. Namun yang paling penting diperhatikan adalah menetapkan kualifikasi minimal untuk
13 seorang pegawai atau jabatan tertentu, yang hal ini akan menyangkut pemberian standar perekrutan pegawai yang diinginkan.
KESIMPULAN Pengenalam, penempatan (staffing) dan pemberhentian SDM terdiri dari dua cara; (1). karyawan baru dari luar perusahaan, dan (2). Penugasan di tempat yang baru bagi karyawan lama yang disebut inplacement atau penempatan internal. Penempatan internal sering terjadi tanpa ada orientasi, karena karyawan lama dianggap telah mengetahui segala sesuatu tentang perusahaan. Namun sayangnya, anggapan ini
tidak seluruhnya benar.
Karyawan berpengalaman sudah mengetahui perusahaan/tempat kerja dengan baik, tetapi ia tidak mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang baru. Penempatan adalah penugasan kembali seorang
karyawan
kepada pekerjaan
barunya. Keputusan penempatan lebih banyak dibuat oleh manajer lini, biasanya supervisor seorang pegawai dengan berkonsultasi menentukan Penempatan karyawan dimasa datang. Proses penempatan SDM tidak hanya bagi pegawai baru yang diseleksi tetapi juga berlaku bagi pegawai lama yang dimutasikan dan dipromosikan dari jabatannya yang lama. Hakikat dan sasaran penempatan adalah untuk: mengisi lowongan pekerjaan yang terjadi pada unit-unit organisasi, agar pegawai-pegawai tidak merasa terombang-ambing menunggu penempatan yang diinginkan, menempatkan pagawai yang sesuai pada jabatan pekerjaan yang tepat (the right man on the right job), dan agar perusahaan/organisasi bertindak efektif memanfaatkan tenaga sumberdaya manusia secara berdaya guna dan berhasil guna. Ada tiga tantangan dalam proses seleksi penempatan SDM yaitu : tantangan suplai, tantangan ethis, dan tantangan organisasional.