A. Definisi hiperbilirubin Hiperbilirubinemia merujuk pada tingginya kadar bilirubin terakumulasi dalam darah dan ditandai dengan joundis atau ikterus, suatu pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan temuan biasa pada bayi baru lahir dan pada kebanyakan kasus relatif jinak. Akan tetapi hal ini, bisa menunjukkan keadaan patologis. (Donna L. Wong, 2008) Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995) Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan) (IKA II, 2002). Hiperbilirubin adalah meningginya kadar bilirubin pada jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 1997) Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). B. Klasifikasi Penggolongan Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus: 1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb: Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang kadang-kadang Bakteri) Kadang-kadang Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan: Kadar Bilirubin Serum berkala. Darah tepi lengkap. Golongan darah ibu dan bayi. Test Coombs. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu. 2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir. Biasanya Ikterus fisiologis. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit Eritr osit lain juga masih mungkin. Polisetimia. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll)
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan darah tepi. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
Pemeriksaan lain bila perlu. 3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama. Sepsis. Dehidrasi dan Asidosis. Defisiensi Enzim G6PD. Pengaruh obat-obat. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert. 4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya: Karena ikterus obstruktif. Hipotiroidisme Breast milk Jaundice. Infeksi. Hepatitis Neonatal. Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
Pemeriksaan Bilirubin berkala. Pemeriksaan darah tepi. Skrining Enzim G6PD. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
Macam-macam ikterus
1. Ikterus Fisiologis Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. (Ngastiyah; 2005): - Timbul pada hari kedua-ketiga - Kadar Biluirubin Indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg % untuk neonatus lebih bulan. - Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari - Ikterus hilang pada 10 hari pertama - Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu 2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. 3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. C. Etiologi
1. Peningkatan produksi : - Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. - Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. - Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . - Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ). - Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). - Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah. - Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2.
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
pada
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif D. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia.
Pathway hiperbilirubin
E. Manifestasi Klinis
1. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar 2. Letargik (lemas) 3. Kejang 4. Tidak mau menghisap 5. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental 6. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
(Ngastiyah, 2005) 7. Perut membuncit 8. Pembesaran pada hati 9. Feses berwarna seperti dempul (Ni Luh Gede Y, 1995) 10. Tampak ikterus; sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice pada 24 jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik/infeksi. 11. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap. (Suriadi, 2001) F. Komplikasi
1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. 3. Retardasi mental - Kerusakan neurologis Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf. 4. Gangguan pendengaran dan penglihatan 5. Kematian. (Donna L. Wong ; 2008) G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Test Coomb pada tali pusat bayi baru lahir : hasil + tes ini, indirek menandakan adanya anti body Rh-positif, anti – A, atau anti_B dalam darah ibu. Direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus 2. Golongan darah bayi dan Ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO. 3. Bilirubin total : kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsi. Kadar indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh melebihi 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi preterm. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama bayi preterm.
4. Hitung Darah Lengkap : Hb mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Ht mungkin meningkat (lebih besar 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan. 5. Glukosa: glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila BBL hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak. 6. Daya ikat karbon dioksida : penurunan kadar menunjukkan hemolisis. 7. Smear darah Perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal, eritoblastosis pada penyakit Rh atau sferositis pada inkompatibilitas ABO. H. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan : - Menghilangkan Anemia - Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi - Meningkatkan Badan Serum Albumin - Menurunkan Serum Bilirubin Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, dan Therapi Obat. 1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati. Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Fototerapi “BUKAN SINAR UV” - Panjang gelombang cahaya 450 sampai 460 nm - Gelombang sinar biru: 425 sampai 475 nm - Gelombang sinar putih: 380 sampai 700 nm - Spectral Irradiance: 30 µW/cm2 /nm Macam Unit Terapi Sinar: - Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB - Halogen lamps: quartz or tungsten - Fiberoptic blanket systems - Gallium nitride light emitting diode Fototerapi Intensif : - Sumber cahaya: cahaya alami pagi hari, cahaya putih, cahaya biru, neon fluoresen biru khusus, lampu halogen tungten, selimut serabut optik, dioda yang memancarkan cahaya galium nitrida. - Jarak dari cahaya:cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin (sampai 10 cm dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas berlebihan - Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok juga dapat dilepas. Mata ditutup. - Berkala versus kontinyu - Hidrasi
PENGHENTIAN TERAPI SINAR : - Bayi cukup bulan bilirubin ≤ 12 mg/dL (205 µmol/dL) - Bayi kurang bulan bilirubin ≤ 10 mg/dL (171 µmol/dL) - Bila timbul efek samping EFEK SAMPING TERAPI SINAR : - Enteritis - Hipertermia - Dehidrasi - Kelainan kulit - Gangguan minum
- Bronze baby syndrome - Kerusakan retina 2. Tranfusi Pengganti/Tukar
Transfusi tukar, ketika darah bayi diambil dalam jumlah kecil (biasanya 5 – 10 ml sekali ambil) dan diganti dengan darah kompatibel (seperti darah Rh - ), merupakan cara standar terapi untuk penanganan terpilih hiperbilirubinemia berat. Untuk transfusi tukar, darah lengkap segar ditentukan golongannya dan diuji silang dengan serum ibu. Jumlah darah donor yang digunakan biasanya dua kali dari jumlah darah bayi, ± 85 ml/kg BB, namun dibatasi agar tidak lebih dari 500 ml. Transfusi tukar 2 volume menggantikan sekitar 85 % darah neonatus. Transfusi tukar merupakan prosedur bedah steril. Kateter dipasang ke vena umbilikalis dan didorong ke vena kava inferior. Bergantung pada BB bayi, 5 - 10 ml darah diambil dalam 15 – 20 detik, dan volume yang sama darah donor diinfuskan selama 60 – 90 detik. Bila darah telahdisitratkan (penambahan citrate phosphate dextrose adenine untuk mencegah koagulasi), maka diberikan kalsium glukonat setelah infus setiap 100 ml darah donor untuk mencegah hipokalsemia. Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor : a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu. b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir. c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama. d. Tes Coombs Positif e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama. f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama. g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl. h. Bayi dengan Hidrops saat lahir. i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus. Transfusi Pengganti digunakan untuk : a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal. b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan) c. Menghilangkan Serum Bilirubin d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. Setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua : Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI. 2. Pemeriksaan Fisik : Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. Derajat ikterus berdasarkan Kramer : Derajat
Daerah ikterus
Perkiraan
ikterus
kadar
bilirubin
I
Kepala dan leher
II
Sampai
badan
5,0 mg% atas
(di
atas
9,0 mg%
umbilikus) III
Sampai badan bawah (di bawah 11,4 mg/dl umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)
IV
Sampai lengan, tungkai bawah 12,4 mg/dl lutut
V
Sampai telapak tangan dan kaki
16,0 mg/dl
3. Pengkajian Psikososial : Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak. 4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia. 1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi. 2. Potensial ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar 3. Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare 4. Diare berhubungan dengan efek fototerapi 5. Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi
1. C.
INTERVENSI
Dx 1 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien tidak mengalami komplikasi atau cedera karena fototerapi. NOC : Safety Status : Physical Injury. KH : 1. 2. 3. 4.
Tidak ada iritasi mata. Tidak ada tanda – tanda dehidrasi. Suhu stabil Tidak terjadi kerusakan kulit
NIC : Phototerapi : Neonatus. 1. Letakkan bayi dekat sumber cahaya. 2. Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata dari sumber cahaya. 3. Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam, lakukan inspeksi warna sklera. 4. Pada waktu menutup mata bayi, pastikan bahwa penutup tidak menutupi hidung. 1. Buka penutup mata waktu memberi makan bayi. 2. Ajak bicara bayi selama perawatan.
Dx2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara dalam batas normal NOC : Fluid balance
KH: 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab, tidak ada tasa haus yang berlebihan NIC : fluid Management 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat 2. Monitor vitall sign dan status hidrasi 3. Monitor status nutrisi dan dorong masukan oral, berikan minum dengan frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor kulit. 4. Kolaborasikan pemberian cairan intravena 5. Atur kemungkinan transfusi 6. Kolaborasi dengan Dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk. Dx 3 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit baik/utuh NOC : Pressure Management KH : 1. 2. 3. 4. 5.
Suhu dalam rentang yang diharapkan ( 36 – 37 C ) Hidrasi dalam batas normal. Elastisitas dalam batas normal. Keutuhan kulit. Pigmentasi dalam batas normal
NIC : Pengawasan Kulit 1. Anjurkan pasien untuk menggunkan pakaian yang longgar 1. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering,catat warna kondisi kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan 2. Monitor kulit adanya kemerahan 3. Oleskan lotion atau minyak atau baby oil pada daerah yang tertekan 4. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat 5. Pantau area bokong dan feses Dx 4
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan diare berhenti atau sembuh. NOC :Bowel elimination 1. 2. 3. 4. 5. NIC
Feses berbentuk BAB sehari sekali sampai tiga kali Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi Tidak mengalami diare Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan Mempertahankan turgor kulit : Diarhea Management
1. 2. 3. 4. 5.
Identifikasi faktor penyebab diare, ukur diare atau keluaran BAB Evaluasi intake makanan yang masuk Observasi turgor kulit secara rutin Berikan minum dengan frekuensi sering Instruksikan pada keluarga agar pasien makan rendah serat,tinggi protein dan tinngi kalori jika memungkinkan 6. Monitor persiapan makanan yang aman
Dx 5 Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama proses keperawatan diharapkan suhu badan pasien turun(normal) NOC : Thermolegulation 1. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Tak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing 3. Nadi dan RR dalam rentang normal NIC ; Fever treatment 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Monitur suhu sesering mungkin minimal 2 jam sekali Monitor warna dan suhu kulit Monitor TD, nadi, dan RR Tingkatkan intake cairan dan nutrisi Kompres pasien dengan air hangat pada daerah lipat paha, dan aksila. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, usahakan jangan terlalu tebal. 7. Berikan antipiretik jika perlu.
1. D.
EVALUASI 1. Resiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototerapi.
Skala penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. II.
Ekstrem Berat Sedang Ringan Tidak ada gangguan
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan tranfusi tukar.
Skala Penilaian : 1. 2. 3. 4. 5. III.
Tidak pernah menunjukkan Jarang menunjukkan Kadang menunjukkan Sering menunjukkan Selalu menunjukkan
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan diare.
Skala penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. IV.
Ekstrem Berat Sedang Ringan Tidak ada gangguan Diare berhubungan dengan efek fototerapi.
Skala penilaian: 1. 2. 3. 4. 5. V.
Ekstrem Berat Sedang Ringan Tidak ada gangguan
Hipertermi berhubungan dengan paparan lingkungan panas (efek fototerapi), dehidrasi.
Skala Penilaian : 1. 2. 3. 4.
Tidak pernah menunjukkan Jarang menunjukkan Kadang menunjukkan Sering menunjukkan