Dari Dari hasil hasil analisi analisiss saya saya bahwa bahwa jurnal jurnal ini dibuat dibuat untuk untuk perbai perbaikan kan tentan tentang g Pendid Pendidika ikan n Agama Dan Kewarganegaraan Di Flanders. Dimana di Flanders terdiri dari resmi mengakui dan mensubsidi enam agama aga ma - Katolik, Protestan-Injili, Anglikan, Anglikan, Ortodoks, agama ahudi ahudi dan Islam - serta serta komuni komunitas tas pemiki pemikirr bebas bebas humani humanis. s. Di Flander Flanders, s, keteta ketetapan pan mengena mengenaii pendidi pendidikan kan mengharuskan semua sekolah harus menawarkan setidaknya ! jam dari Pendidikan Keagamaan "#$% dalam kurikulum mereka. &eskipun demikian hal ini menimbulkan beberapa masalah yaitu ada perbedaan antara diakui dan non-diakui agama dan pandangan dunia. Konstitusi hanya memb membut utuh uhka kan n bahw bahwaa pend pendid idik ikan an dala dalam m agam agamaa-ag agam amaa yang yang diak diakui ui dan dan dala dalam m etik etikaa non'on(essional ditawarkan di sekolah umum. Akibatnya, sistem tidak dapat memenuhi hak konstitusional untuk pendidikan agama bagi penganut agama yang dan pandangan dunia nondiakui se'ara akti(. )elain itu, beberapa kelompok agama "mis Protestan dan &uslim% sangat heterogen, yang membuatnya sangat sulit untuk menyelenggarakan kursus pengakuan seragam dalam agama-agama tertentu. Akibatnya, tidak jarang bahwa, misalnya, Protestan menolak untuk menga mengamb mbil il Pendi Pendidi dika kan n Keag Keagam amaan aan "#$% "#$% Prot Protes esta tan n karen karenaa mere mereka ka menol menolak ak isi isi sendi sendiri ri * Pendidikan Keagamaan "#$% silabus mereka. )ekolah umum wajib menawarkan pendidikan dalam agama yang diakui dan etika non pengakuan,meskipun jumlah siswa untuk pendidikan agama tertentu itu jumlahnya sedikit. Ini adalah bentuk demokrasi dalam pendidikan keagamaan. &asalah terakhir adalah bahwa kadangkadang sulit untuk menemukan guru dan pengawas yang diperlukan, karena tidak semua agama yang diakui memiliki program pelatihan guru yang memadai. )elain itu ditemukan juga masalah tentang perubahan pandangan tentang keagaamaan. Perubahan pandangan tentang keagamaan diakernakan ke'enderungan sekularisasi di +elgia Flanders, dikombinasikan dengan penurunan besar pemeluk agama terhadap agama mereka. &eskipun banyak warga +elgia masih berkeyakinan pada beberapa nilai-nilai Kristen dan da n menyebut diri mereka Katolik atau Kristen, semakin banyak orang tidak lagi mengidenti(ikasi diri dengan ereja Katolik #oma dan jumlah gereja-anggota akti( mengalami penurunan sangat besar. )aat ini, sebagian besar *umat Katolik* hanya pergi ke gereja hanya untuk ritual penting. Pada saat yang sama, keper'ayaan kepada uhan telah menurun dan semakin banyak warga +elgia menyebut diri atheis atau agnostik "Dobbelaere et al, !/001. 2ooghe, !/0/%. Akhirnya, pas'a-034/ +elgia ditandai dengan peningkatan keragaman agama. Karena program
migrasi tenaga kerja dari tahun 034/-an dan 035/-an, yang menarik banyak orang dari urki dan &aroko, Islam telah menjadi agama terbesar kedua di +elgia hari ini. )ebagai hasil dari globalisasi dan imigrasi, agama-agama lain meningkat juga. )emua perubahan sosiologis ini membuat bahwa +elgia Flemish tentang pandangan terhadap keagamaan sangat berbeda dari beberapa dekade yang lalu dan meberikan dampak pada pendidikan keagaamaan. Perubahan pandangan keagamaan menantang +elgia Flemish sistem #$ baik se'ara praktis dan dalam 'ara yang lebih substansial. )ehingga orang tua dalam menyekolahkan anaknya sudah tidak peduli lagi terhadap pendidikan keagamaan sebagaimana keagamaan yang mereka yakini. &ereka memilih sekolah berdasarkan lokasi tempat tinggal yang terdekat dan lebih melihat pada pemilihan sekolah berdasarkan kualitas pendidikan umum yang baik. 2al ini mendorong untuk diadakan perubahan pada perubahan kurikulum pada pendidikan keagamaan itu, adanya dialog antar agama yang melibatkan beberapa guru yang memiliki keyakinan agama yang berbeda, namun dalam pelaksanaanya terdapat pengaburan karena ketidak jelasan siapa pengawas dan pengatur dalam pelaksanaan dialog tersebut sehingga akan menimbulkan masalah baru yaitu kemungkinan radikalisasi pun besar karena terdapat pengeksklusi6an dalam meyakini kebenaran agama tertentu. Di +elgia, pluralitas keagamaan, depillari7ation dan sekularisasi merupakan tantangan penting bagi pendidikan keagamaan "#$%. &enurut penulis dari apa yang saya ba'a jika saja Pendidikan Keagamaan "#$% merupakan bagian dari kurikulum sekolah disetujui, itu tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan agama dari tradisi sendiri, tetapi juga memiliki merangsang dialog, toleransi dan saling pengertian dalam konteks pendidikan antar-agama dan keberagaman " Dewan $ropa, !//51 Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di $ropa "O)8$%, !//5%. 9ika kita setuju bahwa #$ harus merangsang kapasitas untuk dialog, saling pengertian, menghormati dan toleransi beragama. Pendidikan kewarganegaraan di +elgia merupakan pendidikan yang diajarkan sebagai pendidikan lintas kurikulum yang artinya sekolah harus membuktikan bahwa sekolahse'ara akti( memasukkan pendidikan kewarganegaraan sebagai bagian dari kurikuler yang diajarkan, tapi pen'apaian dari pendidikan ini tidak untuk die6aluasi bagi sekolah terhadap pen'apaian pemahaman akan pendidikan kewarganegaraan bagi murid itu sendiri. )ehingga pendidikan
kewarganegaraan dalam praktiknya sangat 'o'ok untuk diintegrasikan dengan pendidikan keagaaman. Pendidikan keagamaan "#$% yang bertujuan *belajar tentang agama yang berbeda* adalah rele6ansi publik karena memberikan kontribusi untuk pendidikan kewarganegaraan bagi masyarakat budaya dan agama yang beragam. 9ika #$ diatur dalam *obyekti(, kritis dan pluralistik* dan jika guru terdidik untuk tujuan ini, dapat mengembangkan kompetensi dan sikap yang memungkinkan indi6idu untuk menghormati hak-hak orang lain. )elain itu, dapat mengembangkan keterampilan empati kritis dan dialog dengan orang lain. &urid dengan demikian tidak hanya akan belajar tentang, tetapi juga dari agama. )ingkatnya, jika kita memperhitungkan (akta pluralisme agama dalam masyarakat kontemporer dan kebutuhan berkorelasi dialog hormat dan in(ormasi yang benar tentang pandangan dunia yang berbeda terhadap agama yang diyakini, maka menurut penulis ada hubungan antara pendidikan agama dan kewarganegaraan. :amun, hanya ada hubungan antara pendidikan agama dan kewarganegaraan jika "pendidikan keagamaan% #$ diatur dalam 'ara yang pluralis, integrati( dan non-pengakuan "pengakuan dosa pada gereja%. &eijer "!/00% men'atat, *pendidikan agama yang memberikan kontribusi untuk pendidikan kewarganegaraan bagi demokrasi pluralis itu sendiri harus pluralis* "hlm. !0!%. Oleh karena itu, penulis mengusulkan pengenalan terpisah, integrati(, wajib, non pengakuan dan subjek pluralis tentang agama dan kewarganegaraan di semua sekolah Flemish. )alah satu tujuan dari subjek baru tentang agama dan kewarganegaraan adalah untuk mengin(ormasikan siswa tentang pandangan dunia religius dan non-religius, untuk mengurangi prasangka terhadap "penganut% agama-agama lain "belajar tentang agama% dan untuk mengembangkan sikap hormat dan toleran terhadap budaya dan perbedaan agama "belajar dari agama%. &ata pelajaran #$ "pendidikan keagamaan% pengakuan yang sebenarnya akan tetap sebagai bagian utama dari #$ "pendidikan keagamaan% "tahap pertama%, sebagai subjek 0 jam seminggu "tahap kedua% atau sebagai subjek opsional "tahap ketiga%. 2anya ketika konstitusi diubah "tahap akhir%, #$ "pendidikan keagamaan% dapat menjadi sepenuhnya dipisahkan dari lembaga-lembaga keagamaan. :amun, mengingat kewajiban konstitusional dan pengaruh stakeholder "agama%, sistem ini tidak akan segera dilaksanakan, dan untuk alasan pragmatis, mungkin lebih baik untuk memperbaiki sistem yang sebenarnya se'ara bertahap. &eskipun
demikian, jika kita memilih untuk perbaikan seperti itu, negara harus tidak hanya bertanggung jawab untuk bagian non-pengakuan dari #$ "pendidikan keagamaan%, tetapi ada juga harus lebih kontrol negara ke dalam mata pelajaran #$ "pendidikan keagamaan% pengakuan, sehingga konten mereka tidak berlawanan dengan dasar-dasar demokrasi liberal kami dan untuk tujuan pendidikan kewarganegaraan. idak bertahan pemisahan gereja dan negara "yang bukan merupakan pemisahan mutlak di +elgia%, negara harus memiliki kewenangan lebih untuk mengontrol kelas #$ pengakuan dan mengganggu ketika mendasar didaktik tujuan pendidikan tidak ter'apai atau bahkan bertentangan.
Integrasi Pendidikan Keagamaan Dan Kewarganegaraan Sebagai Solusi Pendidikan Di Belgia
Pengenalan subjek baru di mana pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan tentang agama yang terintegrasi membutuhkan banyak upaya dan kemauan dari para politisi, sta( pendidikan, dan pemangku kepentingan agama. Ketika guru yang diperlukan keterampilan pendidikan untuk mengajar tentang agama dalam, se'ara in(ormal berimbang, integrasi pendidikan agama dan kewarganegaraan dalam satu tunggal, subjek yang terpisah akan surplus dalam masyarakat kontemporer, di mana banyak kon(lik sosial dan politik merupakan hasil dari pengetahuan yang salah, prasangka, dan kesalahpahaman dari keyakinan dan praktik dari kami sesama warga agama. Pengenalan subjek di mana pendidikan tentang agama dan pendidikan kewarganegaraan yang terintegrasi dapat menjadi *alat* penting untuk menyadari hal ini. )elain itu penulis yakin bahwa demokrasi liberal, #$ "pendidikan keagamaan% pengakuan dii7inkan oleh hukum, tetapi tidak diperlukan oleh hukum itu sendiri. Oleh karena itu, negara harus tidak diwajibkan oleh konstitusi untuk mendukung sema'am ini #$ "pendidikan keagamaan% dengan uang pajak kolekti(. Apakah sekolah umum harus mengatur #$ pengakuan atau tidak, dan apakah negara harus membiayai sema'am ini #$ "pendidikan keagamaan% atau tidak harus menjadi masalah musyawarah demokratis, dan tidak diperbaiki dalam hukum konstitusi atau setara. Pendidikan kegamaan disekolah seharusnya adalah pendidikan wajib yang harus ditempuh bagi siswa dengan pilihan sesuai dengan keyakinan yang mereka yakini. Pengenalan #$ "pendidikan keagamaan% tentang pluralistik tidak akan mudah sama sekali. &eskipun kebutuhan sosiologis, kemungkinan hukum dan argumen pendidikan meyakinkan, tentang
pengenalan #$ "pendidikan keagamaan% integrati( non-pengakuan sebagai pelajaran wajib di semua jenis sekolah tidak lain adalah sebuah hipotesis atau harapan.
Integrasi Pendidikan Keagamaan dan Pendidkan Kewarganegaraan Di Indonesia
Konsep integrasi pendidikan kegamaan dengan pendidikan kewarganegaraan pada pendidikan di belgia tidak jauh berbeda dengan pendidikan keagamaan di Indonesia. Indonesia mengusung Pendidikan Karakter, dimana pendidikan karakter erat kaitannya dengan kurikulum pendidikan keagamaan dan kewarganegaraan. Dimana Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai ;the deliberate use o( all dimensions o( s'hool li(e to (oster optimal 'hara'ter de6elopment<. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan akti6itas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolahlingkungan "=ubis, !/0/%. )enada dengan hal tersebut, =a $di "!/0/% menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap uhan ang &aha $sa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsa sehingga menjadi manusia insan kamil. &egawangi "!//5% menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good . akni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kogniti(, emosi, dan (isik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi habit o( the mind, heart, and hands. )istem Pendidikan yang berlaku di Indonesia memilki tujuan yang mulia yakni ter'ermin dalam >> :o.!/!//? tentang )istem Pendidikan :asional ")isdiknas% Pasal ? disebutkan bahwa, Pendidikan nasional ber(ungsi mengembangk an kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka men'erdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada uhan ang &aha $sa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, 'akap, kreati(, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, diharapkan mampu
meningkatkan kualitas moral bangsa Indonesia. )ehingga dapat di(ahami bahwa pendidikan nasional ber(ungsi sebagai proses untuk membentuk moralhidup dan karakter bagi warga negaranya dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermoral dan bermartabat. :amun pada kenyataannya tujuan yang diharapkan dan diinginkan oleh >ndang>ndang tersebut belum sepenuhnya terwujud. 2al ini ditandai dengan banyaknya manusia yang 'erdas namun tidak disertai dengan keimanan dan ketakwaan terhadap uhan ang &aha $sa. idak berakhlak mulia, tidak jujur dan tidak bertanggungjawab, sehingga dengan kepintarannya tersebut ia gunakan untuk hal-hal yang kurang berman(aat. Kondisi bangsa Indonesia saat ini 'ukup memprihatinkan, sehingga membawa bangsa ini semakin terpuruk dalam kemiskinan dan krisis moral yang berkepanjangan. 2al ini menjadi bukti bahwa dalam >ndang->ndang :o. ! hn 03@3 bab II pasal tentang tujuan pendidikan di Indonesia belum terwujud, yang disebabkan karena pendidikan moral yang selama ini diajarkan di sekolah seperti Agama B PPKn biasanya hanya menyentuh aspek pengetahuan saja dan belum sampai pada aspek prilaku. Apalagi proses pembelajaran yang dilakukan oleh para pelajar banyakmenitikberatkan pada segi ha(alan saja sehingga tidak bisa mengubah prilaku seseorang menjadi baik. )ingkatnya, penurunan kualitas moral generasi bangsa ini, disebabkan oleh kurangnya perhatian dalam usaha etika dan moral dalam pelaksanaan pendidikan di negeri ini. idak ada pembentukan program pendidikan karakter sejak dini, sehingga karakter yang terbentuk dari sebagian pelajar Indonesia bukanlah karakter yang men'erminkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaCwa kepada uhan ang &aha $sa. +erdasarkan (enomena di atas, diperlukan sebuah solusi dalam dunia pendidikan untuk menerapkan pendidikan karakter guna membentuk karakter positi( para pelajar, sehingga menghasilkan manusia yang 'erdas, kreati(, serta bermoral dan bermartabat dalam rangka membentuk manusia yang beriman dan bertaCwa kepada uhan ang &aha $sa.
Peran Pendidikan Karakter dalam Meningkatkan Moral Peserta Didik.
)esuai dengan >ndang->ndang :o. !/ ahun !//? tentang sistem Pendidikan :asional
Pada
Pasal
?,
yang
menyebutkan
bahwa
pendidikan
:asional
ber(ungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka men'erdaskan kehidupan bangsa, Pendidikan :asional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada uhan ang &aha $sa, berakhlak &ulia, berilmu, sehat, 'akap, kreati(, mandiri, dan menjadi warga :egara yang demokratis serta bertanggung jawab. :amun, jika kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini, ternyata masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Proses pendidikan belum sepenuhnya berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter positi(. +ahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. )alah satu solusi agar pendidikan moral menjadi e(ekti( adalah dengan menerapkan pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap uhan ang &aha $sa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun ke bangsa sehingga menjadi insan kamil. Dengan penerapan pendidikan karakter, maka karakter dari peserta didik akan terbentuk sejak mereka berada di bangku sekolah dasar, kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka akan menjadi perisai atau kontrol dalam diri seseorang, sehingga akan mengendalikan perilaku orang tersebut. Intinya adalah, jika karakter sudah terbentuk, maka akan sulit untuk mengubah karakter tersebut. Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pen'apaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik se'ara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. &elalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu se'ara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku seharihari. )ebuah buku yang berjudul $motional Intelligen'e and )'hool )u''ess "9oseph, !//0% mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positi( ke'erdasan emosi anak
terhadap keberhasilan di sekolah. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa ada sederet (aktor-(aktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-(aktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada ke'erdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa per'aya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Penerapan pendidikan karakter juga akan membantu menyongsong Indonesia emas !/!. )elain itu, tujuan pendidikan yang ter'antum pada >ndang->ndang :o.!/ tahun !//? pasal ? tentang )istem Pendidikan :asional akan ter'apai dimana penekanan dari pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada uhan ang &aha $sa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, 'akap, kreati(, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika kita menginginkan Indonesia bangkit melalui peningkatan sumber daya manusia yang 'erdas, kreati( dan bermoral, maka dari sekarang harus menerapkan pendidikan karakter dalam sistem pendidikan.
Pengintegrasian Pendidikan Karakter ke dalam Kurikulum Pendidikan.
Di Indonesia ada sebuah lembaga yang bernama Indonesia 2eritage Foundation "I2F% yang telah mengembangkan sebuah model Pendidikan 2olistik +erbasis Karakter, yang mem(okuskan pada pembentukan seluruh aspek dimensi manusia, sehingga dapat menjadi manusia yang berkarakter. Kurikulum 2olistik +erbasis Karakter ini disusun berdasarkan Kurikulum +erbasis Kompetensi "K+K% dan diterapkan dengan menggunakan pendekatan )tudent A'ti6e =earning, Integrated =earning, De6elopmentally Appropriate Pra'ti'es, 8onteEtual =earning, 8ollaborati6e =earning, dan &ultiple Intelligen'es yang semuanya dapat men'iptakan suasana belajar yang e(ekti( dan menyenangkan, serta dapat mengembangkan seluruh aspek dimensi manusia. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. &ateri pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kogniti(, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Kegiatan ekstra kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta didik. Kegiatan $kstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang se'ara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. &elalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat mengemb angkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan prestasi peserta didik. Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter diren'anakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah se'ara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang e(ekti( dalam pendidikan karakter di sekolah. Pengintegrasian Pendidikan karakter ke dalam kurikulum pendidikan, tidak hanya 'ukup dengan diajarkan melalui mata pelajaran di dalam kelas. =ebih dari itu, sekolah dapat menyusun indikator pen'apaian yang akan diwujudkan dengan menerapkan pendidikan karakter melalui kegiatan-kegiatan pembiasaan. Pelaksanaannya dapat dilakukan baik se'ara spontan, terprogram, maupun dengan keteladanan. Kegiatan pembiasaan se'ara spontan dilakukan dengan saling menyapa, baik antarteman, antarguru, maupun antara guru dan murid. Kegiatan terprogram seperti upa'ara setiap hari )enin yang dilanjutkan dengan pemeriksaan kebersihan dan pemeriksaan kuku. erdapat ? tahapan dalam membentuk karakter peserta didik, yaitu 0. &oral Knowing &emahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. &engapa harus berperilaku baik. >ntuk apa berperilaku baik. Dan apa man(aat berperilaku baik.
!. &oral Feeling &embangun ke'intaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. &embentuk karakter adalah dengan 'ara menumbuhkannya. ?. &oral A'tion +agaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. &oral a'tion ini merupakan out'ome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral beha6ior. )e'ara mikro pengembangan nilaikarakter dapat dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya sekolah "s'hool 'ulture%1 kegiatan ko-kurikuler danatau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. a. Kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilaikarakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran "embeded approa'h%. Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, nilaikarakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran "instru'tional e((e'ts% dan juga dampak pengiring "nurturant e((e'ts%. )ementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang se'ara (ormal memiliki misi utama selain pengembangan nilaikarakter, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring berkembangnya nilaikarakter dalam diri peserta didik. b. Kegiatan di lingkungan sekolah dikondisikan agar lingkungan (isik dan sosial-kultural sekolah memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga sekolah lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di sekolah yang men'erminkan perwujudan nilaikarakter. '. Kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra kurikuler, yakni kegiatan sekolah yang bersi(at umum dan tidak terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Ke'il, Palang &erah #emaja, Pe'inta Alam dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan dan penguatan "rein(or'ement% dalam rangka pengembangan nilaikarakter.
d. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tuawali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di sekolah menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing. )e'ara rin'i, upaya untuk menerapkan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dengan 'ara sebagai berikut 0. )e'ara implisit, yakni dengan menyisipkan nilai G nilai moral di setiap proses belajar mengajar. &isal Dalam mata pelajaran Fisika. Pada pembahasan materi 2ukum :ewton I yakni tentang kekonsistenan gerak pada benda, terdapat nilai moral yang dapat disisipkan. 8ontoh Dalam pelajaran Kimia, misal pada materi ikatan kimia dimana atom saling serah terima elektron. :ilai moral yang dapat disampaikan adalah atom yang kelebihan elektron akan berbagi kepada atom yang kekurangan elektron, begitu juga dengan atom yang kekurangan elektron akan menerima sumbangan elektron sesuai dengan yang dibutuhkan saja. !. Dibentuknya kelas moti6asi "moti6ation 'lass%, yang dalam hal ini lebih menekankan pada penggugahan moti6asi internal peserta didik. &engingat bahwa moti6asi internal dari seseorang itu akan berimbas sangat dahsyat pada sistem keyakinan, sedangkan sistem keyakinan akan turut menentukan budaya kerja dari orang tersebut. ang pada akhirnya akan bermuara pada pembentukan karakter . ?. &enambah mata pelajaran tentang pendidikan moral, dan peserta didik dipersyaratkan lulus mata pelajaran tersebut. . &ata pelajaran yang substansinya sudah mengandung nilai-nilai moral hedaknya lebih aplikati(, tidak hanya teEt book semata. )ebagai 'ontoh, pada mata pelajaran biologi, misalnya, siswa bisa diajak langsung menanam tumbuh-tumbuhan, diberi pemahaman tentang man(aatnya, dikaitkan dengan
kerusakan lingkungan dan sebagainya. )eperti halnya yang diterapkan di 9epang, misalnya kegiatan mempelajari pohon dalam pelajaran IPA di sebuah )D, siswa tidak saja diarahkan untuk memahami pohon se'ara ilmiah, tetapi mereka diajak pula untuk menempatkan pohon sebagai bagian dari kehidupan sehari hari. Dengan konsep ini, siswa akan peduli dengan kondisi pohon di sekitarnya. )ebagai dampaknya, tidak ada penebangan liar di 9epang. Ketika mengajarkan dinamika air, guru tidak saja mengajarkan konsep bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ke rendah, atau air mempunyai kekuatan yang bisa menghasilkan energi, tetapi empati siswa untuk menjaga kebersihan sumber-sumber air dan ekosistemnya adalah bentuk pembelajaran yang melengk api inti pembelajaran sains. Dengan demikian, (aktor pendidik jelas menjadi sangat penting serta menentukan. Demi mewujudkan pendidikan karakter, maka dibutuhkan pula pendidik-pendidik yang berkarakter . &enyeimbangkan porsi antara materi belajar akal "'erdas% dan hati "moral%. idak hanya ter(okus pada materi pelajaran yang menunjang kemampuan kogniti( saja, tetapi juga a(ekti( dan psikomotorik. )ehingga akan manghasilkan peserta didik yang tidak hanya unggul se'ara intelektual tetapi juga unggul se'ara moral. &enurut )upriyanto "!/0/%, indikator pen'apaian dalam pendidikan karakter dapat diterapkan melalui metode 3 pilar, )etiap tema Pilar Karakter diatur untuk dapat diterapkan selama ! sampai ? minggu. &asing -masing tema Pilar terdiri dari berbagai ma'am 'ontoh kegiatan praktis bagi para pendidik yang ter(okus pada metode knowing the good, (eeling and lo6ing the good and a'ting the good. 3 pilar tersebut adalah 0. 8inta uhan dan segenap 'iptaan:ya "lo6e Allah, trust, re6eren'e, loyalty% !. anggung jawab, Kedisiplinan dan Kemandirian "responsibility, eE'ellen'e, sel( relian'e, dis'ipline, orderliness% ?. KejujuranAmanah dan Ari( "trustworthines, honesty, and ta't(ul% . 2ormat dan )antun "respe't, 'ourtesy, obedien'e %
. Dermawan, )uka menolong dan otong-royongKerjasama "lo6e, 'ompassion, 'aring, empathy, generousity, moderation, 'ooperation% 4. Per'aya Diri, Kreati( dan Pekerja keras "'on(iden'e, asserti6eness, 'reati6ity, resour'e(ulness, 'ourage, determination, enthusiasm% 5. Kepemimpinan dan Keadilan "justi'e, (airness, mer'y, leadership% @. +aik dan #endah 2ati "kindness, (riendliness, humility, modesty% 3. oleransi, Kedamaian dan Kesatuan "toleran'e, (leEibility, pea'e(ulness, unity
Kualitas Menerapkan Pendidikan Karakter.
#ingkasan dari beberapa penemuan penting mengenai man(aat pendidikan diterbitkan oleh sebuah buletin, 8hara'ter $du'ator, yang diterbitkan oleh 8hara'ter $du'ation Partnership. Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. &ar6in +erkowit7 dari >ni6ersity o( &issouri- )t. =ouis, menunjukan peningkatan moti6asi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang se'ara komprehensi( terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negati( siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Di dunia ini, ada beberapa :egara yang telah menerapkan pendidikan karakter di dalam sistem pendidikannya. Diantaranya 9epang, 8ina, Korea dan Amerika )erikat. 2asil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun se'ara sistematis berdampak positi( pada pen'apaian akademis. 9ika kita melihat keberhasilan +angsa 9epang, semua berawal dari keuletan dan kedisiplinan rakyatnya. )i(at tersebut sudah tertanam kuat dalam diri rakyat 9epang karena sudah dibentuk sejak dini melalui penerapan pendidikan karakter. +agaimana sekolah sekolah di 9epang mengajarkan kedisiplinan dapat kita 'ermati melalui pendidikan moralnya. :orma dalam masyarakat 9epang sangat terkait dengan ajaran )hinto dan +udha, tetapi menariknya kedua
agama ini tidak diajarkan di sekolah dalam bentuk pelajaran wajib, seperti halnya pelajaran agama di Indonesia. :amun nilai nilai agama itu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. )ampai pada hal ke'ilpun, kedisiplinan dari masyarakat 9epang tetap tertanam. &isalnya ketika warga 9epang mengantre masuk ke kereta. idak ada yang berebut, bahkan anak ke'il pun berdiri sabar menunggu giliran. Di Amerika )erikat, Pemerintah sangat mendukung program pendidikan karakter yang diterapkan sejak pendidikan dasar. 2al ini terlihat pada kebijakan pendidikan tiap-tiap negara bagian yang memberikan porsi 'ukup besar dalam peran'angan dan pelaksanaan pendidikan karakter. 2al ini bisa terlihat pada banyaknya sumber pendidikan karakter di Amerika yang bisa diperoleh. Kebanyakan, program-program dalam kurikulum pendidikan karakter tersebut menekankan pada eEperiental study sebagai sarana pengembangan karakter siswa. Di 8ina, akibat #e6olusi Kebudayaan yang dijalankan oleh &ao, menyebabkan negara yang relati( baru bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan budaya, bisa begitu 'epat mengejar ketertinggalannya dan menjadi :egara yang maju. Penurunan tingkat kualitas rakyat Indonesia, bukan semata-mata karena ke'erdasan otaknya yang berbeda dengan rakyat di :egara-negara maju. Pada pembahsan sebelumnya dijelaskan bahwa ada sederet (aktor-(aktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor(aktor resiko yang disebutkan ternyata bukan hanya terletak pada ke'erdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa per'aya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Inilah yang belum dimiliki oleh sebagian rakyat Indonesia terutama generasi mudanya. )ehingga kualitasnya pun berada di bawah kualitas rakyat di negara-negara maju.