MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL
Disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata kuliah: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Dosen pengampu: Sutarti, SE, MM
Disusun oleh: Kelompok 5 1. Tyza Hermawati
(201412132)
2. Nimas Pandanwangi
(201512077)
3. Muhammad Saifuddin Luthfi (201512078) 4. Sri Indah Warni
(201512091)
5. Dito Adi Wijaya
(201512093)
6. Lestari Cahyaning Tyas
(201512166)
Kelas B Semester 5 UNIVERSITAS MURIA KUDUS FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan karunia, rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah “MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN IDENTITAS NASIONAL” NASIONAL ” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menunjukkan partisipasi penulis dalam menyelesaikan tugas kelompok sebagai salah satu penunjang nilai matakuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Selama proses penyusunan makalah ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Sutarti, SE, MM selaku dosen pengampu matakuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2. Orang tua kami yang telah mendoakan yang terbaik untuk penyelesaian tugas ini 3. Serta teman-teman yang telah mendukung hingga makalah ini selesai. Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mohon maaf atas kesalahan dalam makalah ini. Penulis berharap kepada dosen pengampu khususnya dapat memberikan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi perbaikan makalah penulis di masa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan kepada pembaca umumnya. Dan semoga makalah ini dapat menjadi salah satu sumber acuan bagi para pembaca.
Kudus, Oktober 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................................... 1 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2 Tujuan ....................................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan ......................................................... 3 Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ............................................. 4 Landasan Ilmiah dan Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan .................. 8 Pengertian Identitas Nasional ................................................................................... 11 Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional .......................................... 15 Pancasila Sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional ............................................ 18 BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 24
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia saat ini telah memasuki suatu dekade waktu yaitu era globalisasi, dimana semua aspek yang meliputi politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan menitikberatkan pada sebuah kemajuan teknologi. Beragamnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia, merupakan suatu tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnya, terlebih di era globalisasi seperti saat ini. Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Kondisi seperti ini telah menciptakan struktur baru, yaitu struktur global yang sangat mempengaruhi pola pikir dan mentalitas bangsa dalam menghadapi situasi dunia yang seperti ini. Identitas nasional adalah citra diri dari sebuah bangsa yang dilihat oleh Negara lain. Jangan sampai kita tergiur oleh arus global yang menampilkan pesona Negara lain, sehingga kita terlena dan takjub yang pada akhirnya bisa membuat kita untuk melupakan dan tidak mau mengenal identitas bangsa kita sendiri. Untuk itu, sebagai generasi muda Indonesia seharusnya kita sudah mengenal dan mengetahui apa saja identitas nasional bangsa kita. Namun pada kenyataannya banyak generasi muda Indonesia yang belum tahu tentang apa itu identitas nasional dan apa saja wujud dari identitas nasional bangsa Indonesia itu sendiri. Seringkali kita marah ketika aset identitas nasional kita direbut atau ditiru oleh Negara lain, tapi dalam pengaplikasiannya kita sebagai warga Negara Indonesia bersikap pasif dan enggan untuk mengembangkan dan mengoptimalkannya. Oleh karena itu, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Departemen Pertahanan telah membuat suatu orientasi ke arah sana. Salah satunya dengan membekali para siswa dan mahasiswa dengan kurikulum mengenai pendidikan kewarganegaraan, yang di dalamnya ditekankan pentingnya kesadaran berbangsa dan bernegara serta diharapkan dapat
1
bermanfaat untuk kita semua dalam memahami, mengoptimalkan dan melestarikan identitas nasional bangsa kita yaitu Indonesia. 1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana latar belakang pendidikan kewarganegaraan dan kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan tersebut? 2) Apa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan dan apa saja tujuan dari pendidikan kewarganegaraan tersebut? 3) Apa
yang
dimaksud
landasan
ilmiah
dan
landasan
hukum
pendidikan
kewarganegaraan? 4) Apa yang dimaksud identitas nasional? 5) Apa saja faktor-faktor pendukung kelahiran identitas pancasila? 6) Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai kepribadian dan identitas nasional?
1.3. Tujuan
1) Agar mahasiswa dapat memahami latar belakang pendidikan kewarganegaraan dan kompetensi yang diharapkan dari pendidikan kewarganegaraan tersebut. 2) Agar
mahasisiwa
mampu
memahami
pengertian
dan
tujuan
pendidikan
kewarganegaraan. 3) Agar mahasiswa dapat memahami mengenai landasan ilmiah dan landasan hukum pendidikan kewarganegaraan. 4) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian identitas nasional. 5) Agar mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor pendukung kelahiran identitas Pancasila. 6) Agar mahasiswa mampu memahami Pancasila sebagai kepribadian dan identitas nasional.
2
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
Negara Indonesia terlahir sebagai bangsa yang besar, terdiri dari berbagai macam suku, agama, ras dan budaya. Indonesia adalah Negara paling heterogen di dunia. Terdapat 14 (empat belas) etnis utama dan 300 kelompok etnik. Bentang alam geografis dan topografisnya yang terpisah dan terisolasi dengan satu pulau dan yang lainnya, ini adalah kondisi yang mendorong bertumbuhnya ciri – ciri suku bangsa, bahasa dan kebudayaan yang beraneka ragam sesuai dengan wilayahnya masing-masing. Dengan sifat yang plural ini, negara Indonesia sangat rawan timbul sebuah konflik karena lebih sulit menjaganya dari pada ketentraman dan keamanan masyarakat yang homogeny sehingga sering terjadi konflik di beberapa daerah. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah pendidikan yang dapat membekali para siswa dan mahasiswa dimana di dalamnya diajarkan bagaimana bernegara yang baik dan benar. Selain itu, Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh Bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai – nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai – nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah Nusantara. Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai – nilai perjuangan Bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Tetapi semangat perjuangan itu kini telah mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa 3
telah mengalami penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh pengaruh globalisasi. Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan global. Disamping itu, isu global yang meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Hingga membuat dunia menjadi transparan seolah-olah tanpa mengenal batas negara. Semangat perjuangan bangsa ynag merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam masa perjuangan fisik. Sedangkan dalam era globalisasi dan masa yang akan datang kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang profesi masing-masing. Perjuangan non fisik ini memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga Negara Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon cendikiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan Kewarganegaraan. 2.2. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan
kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai
pemahaman untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama. Mata kuliah tersebut sering disebut sebagai civic education, citizenship education, dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy eduation. Mata kuliah ini memiliki peran yang strategis dalam mempersiapkan warganegara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Berdasarkan rumusan “Civic International ” (1995), disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting untuk 4
pertumbuhan
civic
culture,
untuk
keberhasilan
pengembangan
dan
pemeliharaan
pemerintahan demokrasi ( Mansoer, 2005). Perilaku-perilaku yang dimaksudkan di atas adalah seperti yang tercantum di dalam penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2), yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta surat keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departeman Pendidikan Nasional Nomor 43/DIKTI/Kep/2006, tentang Ramu-rambu Pelaksanaan Kelompok mata kulaih Pengembangan Kepribadian di Perguruuan Tinggi terdiri atas mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasan Indonesia.berdasarkan ketentuan tersebut maka kelompok matakuliah pengembangan kepribadian tersebut wajib diberikaan di semua fakultas dan jurusan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Dengan adanya penyempurnaan kurikulum mata kuliah pengembangan kepribadian tersebut
maka
pendidikan
kewarganegaraan
memiliki
paradigma
baru,yaitu
PendidikanKewarganegaraan berbaisi Pancasila. Kiranya akan menjadi sangat relevan jikalua pendidikan kewarganegraan di perguruan tinggi dewasa ini sebagai sistesis antara “civil education”, “democracy education”, serta “citizenship education” yang berlandasakan nasional Indonesia, serta muatan makna pendidikan pendahuluan bela negara (Mansoer, 2005). Hal ini berdasarkan kenyataan di seluruh duna, bahwa kesadaran demokrasi serta implikasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basisi filsafat berupa identitas nasioal, kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut serta dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban. Oleh karena itu, dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan intelektual Indonesia mimiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religius, berkemanusiaan dan berkeadaban.
5
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan memahami, mengahayati dan meyakini nilai-nilai pancasila sebagai pedoman beperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan serta memberi bekal kemampuan untuk belajar lebih lanjut. Selain itu, Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan memberikan kompetensi sebagai berikut: a) Berfikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b) Berpartisipasi secara mutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan
tujuan
diadakannya
Pendidikan
Kewarganegaraan
untuk
tataran
mahasiswa jika berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi No. 43/DIKTI/Kep/2006, tujuan diadakannya Pendidikan Kewarganegaraan telah dirumuskan dalam visi dan misi sebagai berikut: Visi
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna menghantarkan
mahasiswa
memantapkan
kepribadiannya
sebagai
manusia
seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi, bahwa manusia adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religious, berkeadaban, berkemanusiaan, dan cinta tanah air dan bangsanya.
Misi
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara
konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral. 6
Oleh karena itu, kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis, berkeadaban. Selain itu kompetensi yang diharapkan maahasiswa menjadi warga negara yang memiliki daya saing, bedisiplin, berpartisispasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. Berdasarkan pengertian tersebut maka kompetensi mahasiswa dalam pendidikan tinggi tidak dapat dipisahkan dengan filsafat bangsa. Menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui Pendidikan Kewarganegaraan siswa diharapkan: a) Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideologi, dan pandangan hidup negara RI. b) Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI. c) Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas. d) Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar. Searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan dan dinamika internal bangsa Indonesia, program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi harus mampu mencapai tujuan: a) Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang mengapresiasi nilai-nilai moral-etika dan religius. b) Menjadi warganegara yang cerdas berkarakter, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan c) Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat nasionalisme, dan rasa cinta pada tanah air. d) Mengembangkan sikap demokratik berkeadaban dan bertanggungjawab, serta mengembangkan kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi. 7
e) Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan 2.3. Landasan Ilmiah dan Landsan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan Landasan Ilmiah
Landasan ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Landasan ilmiah dalam pendidikan kewarganegaraan meliputi sebagai berikut: a) Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga negara dengan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk enumbuhkan sikap dan perilaku cintatanah air yang besendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila . Sebagai suatu perbandingan, diberbagai negara ju ga dikembangkan materi Pendidikan Umum ( general education/ humanities) sebagai pembekalan ilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku warganegaranya.
Amerika Serikat : History, Humanity, dan Philosophy
Jepang : Japanese History, Ethics, dan Philosophy
Filipina : Philipino, Famili Planning, Taxation and Land Reform The Philipine New Constituation, dan Study of Human Rights. Di beberapa negara dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dengan Pendidika
Kewarganegraan, yaitu yang dikenal dengan Civics Education.
8
b) Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, system, dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. adapun objek material dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara yang meliputi wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup 2 segi, segi hubungan antara warga negara dan negara dan segi pembelaan negara. Dalam hal ini Pendidikan Kewarganegaraan terarah pada warga negara Indonesia dalam hubungannya dengan negara Indonesia dan pada upaya pembelaan negara Indonesia. c) Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan Civics Education yang dikenal di berbagai negara. Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat
antardisipliner
bukan monodisipliner, karena
kumpulan pengetahuan
yang
membangun ilmu kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu upaya pembahasan dan pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang meliputi ilmu politik, ilmu hukum, ilmu filsafat, ilmu sosiologi, ilmu administrasi negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu budaya. Landasan Hukum
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik tolak. Sedangkan kata hukum adalah sesuatu yang dapat dipandang sebagai aturan baku yang patut ditaati. Hukum atau aturan baku diatas tidak selalu dalm bentuk tertulis. Jadi landasan hukum dapat diartikan sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Adapun landasan hukum pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut: 1) UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945, khususnya pada alinea kedua dan keempat yang memuat cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaannya. 9
b. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujuan negara. Salah satu tujuan negara adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” yang
mengandung
berkewarganegaraan,
makna
pernyataan
ini
yang
dalam.
memberikan
Dalam pesan
kehidupan
kepada
para
penyelenggara negara dan segenap rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. c. Pasal 27 (1) menyatakan bahwa “Segala warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. d. Pasal 30 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. e. Pasal 31 (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran” 2) Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara 3) UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia dalam Lembaran Negara 1982 No. 51, TLN 3234
a. Dalam pasal 18 (a) disebutkan bahwa hak dan kewajiban warga negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tak terpisahkan dalam sistem Pendidikan Nasional. b. Dalam pasal 19 (2) disebutkan bahwa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara bertahap. Tahap awal pada tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan menengah ada dalam gerakan pramuka. Tahap lanjutan pada tingkat pendidikan tinggi ada dalam Pendidikan Kewarganegaraan. 4) Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil belajar Mahasiswa dan Nomor 45/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan. 5) Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam
Keputusan tersebut menetapkan realisasi pendidikan bela negara melalui jalur pengajaran/ pendidikan khususnya pendidikan tinggi. 10
2.4. Pengertian Identitas Nasional
Dipandang dari padanan katanya, identitas nasional yang terdiri dari istilah identitas yang berasal dari istilah identity dan nasional yang berasal dari istilah nation, yang mana identitas (identity) dapat diterjemahkan sebagai karakter, ciri, tanda, jati diri ataupun sifat khas, sementara nasional (nation) yang artinya bangsa; maka identitas nasional itu merupakan sifat khas yang melekat pada suatu bangsa atau yang lebih dikenal sebagai kepribadian atau karakter suatu bangsa. Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain. Berdasarkan perngertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa. Adapun pengertian kepribadian sebagai suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari para pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami manakala ia terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. Namun demikian pada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdiri atas kebiasaan, sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada dalam seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dengan hubungan dengan manusia lain. Jikalau kepribadian sebagai suatu identitas dari suatu bangsa, maka persoalannya adalah bagaimana pengertian suatu bangsa itu. Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya, sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu “kesatuan nasional”. Para tokoh besar ilmu 11
pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat kepribadian bangsa tersebut adalah dari beberapa disiplin ilmu, antara lain antropologi, psikologi dan sosiologi. Tokoh-tokoh tersebut antara lain Margareth Mead, Ruth Benedict, Ralph Linton, Abraham Kardiner, David Riesman. Menurut Mead “ Anthropology Today” (1954) misalnya, bahwa studi tentang “National Character” mencoba untuk menyusun
suatu kerangka pikiran yang merupakan suatu
konstruksi tentang bagaimana sifat-sifat yang dibawa oleh kelahiran dan unsur-unsur ideotyncrotie pada tiap-tiap manusia dan patroon umum serta patroom individu dari proses pendewasaannya diintegrasikan dalam tradisi sosial yang didukung oleh bangsa itu sedemikian rupa sehingga nampak sifat-sifat kebudayaan yang sama, yang menonjol yang menjadi iri khas suatu bangsa tersebut. Demikian pula tokoh antropologi, Ralph Linton bersama dengan pakar psikologi Abraham Kardiner, mengadakan suatu proyek penelitian tenteng watak umum suatu bangsa dan sebagai objek penelitiannya adalah bangsa Maequesesas dan Tanada, yang kemudian hasial penelitiannya ditulis dalam suatu buku yang bertitel “ The Individual and His Society” (1938). Dari hasil penelitian tersebut dirumuskan bahwa sebuah konsepsi tentang basic personality structure. Dengan konsepsi itu dimaksudkan bahwa semua unsur watak sama dimiliki oleh sebagian besar warga suatu masyarakat. Unsur watak yang sama ini disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang sama yang telah dialami oleh warga masyarakat tersebut, karena mereka hidup di bawah pengaruh suatu lingkungan kebudayaan selama masa tumbuh dan berkembangnya bangsa tersebut. Linton juga mengemukakan pengertian tentang status personality, yaitu watak individu yang ditentukan oleh statusnya yang didapatkan dari kelahiran maupun dari segala daya upayanya. Status personality seseorang mengalami perubahan dalam suatu saat, jika seseorang tersebut bertindak dalam kedudukannya yang berbeda-beda, misalnya sebagai ayah, sebagai pegawai, sebagai anak laki-laki, sebagai pedagang dan lain sebagainya. Berdasarkan pengertian tersebut
maka dalam hal basic personality structure dari suatu
masyarakat, seorang peneliti harus memperhatikan unsur-unsur status personality yang kemungkinan mempengaruhinya. Berdasarkan uraian di atas maka pengertian kepribadian sebagai suatu identitas nasional suatu bangsa, adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur yang membentuk bangsa tersebut. Oleh karena itu pengertian identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “ peoples character ”, “national 12
character ” atau “national identity”. Dalam hubungannya dengan identitas nasional Indonesia, kepribadian Indonesia kiranya sangat sulit jikalau hanya dideskripsikan berdasarkan ciri khas fisik. Hal ini mengingat bangsa Indonesia itu terdiri atas berbagai macam unsur etnis, ras, suku, kebudayaan, agama, serta karakter yang sejak asalnya memang memiliki suatu perbedaan. Oleh karena itu kepribadiaan bangsa Indonesia sebagai suatu identitas nasional secara historis berkembang dan menemukan jati dirinya setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Namun identitas nasional suatu bangsa tidak cukup hanya dipahami secara statis mengingat bangsa adalah merupakan kumpulan dari manusia-manusia yang senantiasa berinterkasi dengan bangsa lain di dunia dengan segala hasil budayanya. Oleh karena itu identitas nasional suatu bangsa termasuk identitas nasional Indonesia juga harus dipahami dalam konteks dinamis. Menurut Robert de Ventos sebagaimana dikutip oleh Manuel Castells dalam bukunya, The Power of Identity, dikemukakan bahwa selain faktor etnisitas, teritorial, bahasa, agama serta budaya, ada juga faktor dinamika suatu bangsa dalam proses pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu identitas nasional bangsa Indonesia juga harus dipahami dalam arti dinamis, yaitu bagaimana bangsa itu melakukan akselerasi dalam pembangunan, termasuk proses interaksinya secara global dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional. Dalam hubungan dengan konteks identitas nasional secara dinamis dewasa ini nampaknya bangsa Indonesia tidak merasa bangga dengan bangsa dan negaranya di dunia internasional. Akibatnaya dewasa ini semangat patriotisme, semangat kebangsaan, semangat untuk mempersembahkan karya terbaik bagi bangsa dan negara d ibidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, bangsa Indonesia belum menunjukkan akselerasi yang berarti, padahal jikalau kita lihat sumber daya manusia Indonesia dapat dibanggakan. Sebagai contoh fakta kongkrit, anak-anak kita sering berprestasi internasional dalam Olimpiade Ilmu Pengetahuan. Terlebih lagi dewasa ini muncul budaya “mudah menyalahkan orang lain” tanpa diimbangi dengan ide serta solusi yang realist ik. Oleh karena itu dalam hubungannya dengan identitas nasional secara dinamis, dewasa ini bangsa Indonesia harus memiliki visi yang jelas dalam melakukan reformasi, melalui dasar filosofi bangsa dan negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, yang terkandung dalam filosofi Pancasila. Masyarakat harus semakin terbuka dan dinamis, namun harus berkeadaban serta sadar akan tujuan hidup bersama dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan kesadaran 13
akan kebersamaan dan persatuan tersebut maka insyaallah bangsa Indonesia akan mampu mengukir identitas nasionalnya secara dinamis di dunia internasional. Secara lebih jauh, Sigmund Freud pernah menggariskan bahwa, “Character is striving system with underly behaviour ” yang dapat diartikan bahwa karakter itu adalah kumpulan data nilai yang diwujudkan dalam suatu sistem daya juang (daya dorong) yang melandasi pikiran, sikap, dan prilaku. Artinya identitas nasional tersebut berada pada kedudukan yang luhur dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, oleh karena itu sebagai nilai, asas, norma kehidupan bangsa sudah semestinya untuk dijunjung tinggi oleh warga dari bangsa tersebut. Identitas nasional suatu negara pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kepribadian bangsa yang sesungguhnya untuk mewujudkan kredibilitas, integritas, dan harkat dan martabat bangsa dalam rangka mencapai tujuan negara. Menurut Soemarno Soedarsono, identitas nasional (karakter bangsa ) tersebut tampil dalam tiga fungsi, yaitu : 1) Sebagai penanda keberadaan atau eksistensinya. Bangsa yang tidak mempunyai jadi diri tidak akan eksis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2) Sebagai pencerminan kondisi bangsa yang menampilkan kematangan jiwa, daya juang, dan kekuasaan bangsa ini. Hal ini tercermin dalam kondisi bangsa pada umumnya dan kondisi ketahanan bangsa pada khususnya, dan 3) Sebagai pembeda dengan bangsa lain di dunia. Karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi dibentuk dan dibangun secara sadar dan sengaja, berdasarkan jati diri masing-masing. Telah menjadi suatu kemafhuman bahwa suatu bangsa yang terdiri atas manusia-manusia yang dalam peradabannya senantiasa bergerak dan berinteraksi dengan bangsa lain melalui segala identitasnya masing-masing, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akan tetapi jika suatu bangsa hendak terus berkarakter, maka bangsa tersebu harus dapat mempertahankan identitas nasionalnya sebagai penyanggah untuk kehidupan berbangsa dan bernegara dalam menghadapi kekuatan-kekuatan luar. Sebab kalau tidak, negara itu akan mati. Tanda-tanda suatu negara akan mati, menurut Mahatma Gandhi ( Founding Fathers bangsa India) dalam teori Seven Deadly Sins-nya (tujuh dosa yang dapat mematikan suatu negara), yakni apabila telah bertumbuh-kembangnya budaya, nilai-nilai, dan perilaku: Kekeyaan Tanpa Bekerja (wealth without work ); Kesenangan Tanpa Hati Nurani ( pleasure 14
without conscience); Pengetahuan Tanpa Karakter (knowledge without character); Bisnis Tanpa Moralitas (bussiness without morality); Ilmu Tanpa Kemanusiaan ( science without humanity); Agama Tanpa Pengorbanan (religion without sacrifice); dan Politik Tanpa Prinsif ( politics without principle). 2.5. Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
Kelahiran identitas nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional tersebut. Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi (1) faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis, (2) faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002). Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antarwilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia. Selain itu, faktor historis yang dimiliki Indonesia ikut mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia beserta identitasnya, melalui interaksi berbagai faktor yang ada di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut melahirkan proses pembentukan masyarakat, bangsa dan negara bangsa beserta identitas bangsa Indonesia, yang muncul tatkala nasionalisme berkembang di Indonesia pada awal abad XX. Robert de Ventos, sebagaimana dikutip Manuel Castells dalam bukunya The Power og Identity (Suryo, 2002), mengemukakan teori tentang munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis antara 4 (empat) faktor penting, yaitu faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik dan faktor reaktif. Keempat faktor tersebut pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia, yang telah berkembbang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain. pencarian identitas nasional bangsa Indonesia pada dasarnya melekat er at dengan perjuangan bangsa Indonesia untuk membangun bangsa dan Negara dengan konsep nama Indonesia Bangsa dan negara Indonesia ini dibangun dari unsur-unsur masyarakat lama dan dibangun menjadi suatu kesatuan bangsa dan negara dengan prinsip nasionalisme modern. Oleh kkarena itu pembentukan identitas nasional Indonesia melekat erat dengan unsur-unsur
15
lainnya seperti sosial, ekonomi, buadaya, etnis, agama serta geografis, yang saling berkaitan dan terbentuk melalui suatu proses yang cukup panjang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Identitas Nasional bangsa Indonesia, meliputi primordial, sakral, tokoh, Bhinneka Tunggal Ika, konsep sejarah, perkembangan ekonomi, dan kelembagaan (Surbakti, 1999). a. Primordial
Ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat-istiadat merupakan faktor-faktor primordial yang dapat membentuk negara-bangsa. Primordialisme tidak hanya menimbulkan pola perilaku yang sama, tetapi juga melahirkan persepsi yang sama tentang masyarakat negara yang dicita-citakan. Walaupun ikatan kekerabatan dan kesamaan budaya itu tidak menjamin terbentuknya suatu bangsa (karena mungkin ada faktor yang lain yang lebih menonjol), namun kemajemukan secara budaya mempersulit pembentukan satu nasionalitas baru (negara bangsa) karena perbedaan ini akan melahirkan konflik nilai. b. Sakral
Kesamaan agama yang dianut oleh suatu masyarakat, atau ikatan ideologi yang kuat dalam masyarakat, juga merupakan faktor yang dapat membentuk negara-bangsa. c. Tokoh
Kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani dan dihormati secara luas oleh masyarakat dapat menjadi faktor yang menyatukan suatu bangsa-negara. Pemimpin ini menjadi panutan sebab warga masyarakat mengidentifikasikan diri kepada sang pemimpin, dan ia dianggap sebagai “penyambung lidah” masyarakat. d. Sejarah
Persepsi yang sama tentang asal-usul (nenek moyang) dan tentang pengalaman masa lalu, seperti penderitaan yang sama akibat dari penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan), tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok suku bangsa. Solidaritas, tekad, dan tujuan yang sama itu dapat menjadi identitas yang menyatukan mereka sebagai bangsa, sebab dengan membentuk konsep ke-kita-an dalam masyarakat. 16
e. Bhinneka Tunggal Ika
Prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk bangsa-negara. Bersatu dalam perbedaan artinya kesediaan warga masyarakat untuk bersama dalam suatu lembaga yang disebut Negara, atau pemerintahan walaupun mereka memiliki suku bangsa, adat-istiadat, ras atau agama yang berbeda. f.
Perkembangan Ekonomi
Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan semakin bervarariasi kebutuhan masyarakat, semakin tinggi pula tingkat saling bergantung di antara berbagai jenis pekerjaan. Setiap orang bergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kuat suasana saling bergantung antar anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, maka semakin besar pula solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. g. Kelembagaan
Proses pembentukan bangsa berupa lembaga-lembaga pemerintahan dan politik, seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik. Setidak-tidaknya terdapat dua sumbangan birokrasi pemerintahan (pegawai negeri) bagi proses pembentukan bangsa, yakni mempertemukan berbagai kepentingan dalam instansi pemerintah dengan berbagai kepentingan di kalangan penduduk sehingga tersusun suatu kepentingan nasional, watak kerja, dan pelayanannya yang bersifat impersonal; tidak saling membedakan untuk melayani warga negara. Angkatan bersenjata berideologi nasionalistis karena fungsinya memelihara dan mempertahankan keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, personilnya direkrut dari berbagai etnis dan golongan dalam masyarakat. Selain soal ideologi, mutasi dan kehadirannya di seluruh wilayah negara merupakan sumbangan angkatan bersenjata bagi pembinaan persatuan bangsa Keanggotaan partai politik yang bersifat umum (terbuka bagi warga negara yang berlainan etnis, agama, atau golongan), kehadiran cabang-cabangnya di wilayah negara, dan peranannya dalam menampung dan memadukan berbagai kepentingan masyarakat menjadi suatu alternatif kebijakan umum merupakan kontribusi partai politik dalam proses pembentukan bangsa.
17
2.6. Pancasila Sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat Internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkal bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkanlah prisip prinsip dasar filsafat sebagi suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Para pendiri negara menyadari akan pentingnya dasar filsafat ini, kemudian melakukan suatu penyidikan yang dilakukan oleh badan yang akan meletakkan dasar filsafat bangsa dan negara yaitu BPUPKI. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu Pancasila. Jadi dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber kepada kepribadiannya sendiri. Hal inilah menurut Titus dikemukakan bahwa salah satu fungsi filsafat adalah kedudukannya sebagai suatu pandangan hidup masyarakat (Titus, 1984). Dapat pula dikatakan bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaanyang dimiliki oleh bangsa Indonesiasebagai kepribadian bangsa. Jadi filsafat Pancasila ini bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim atau penguasa melainkan melalui suatu fase historis yang cukup panjang. Pancasila sebelum dirumuskan secara formal yuridis dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar filsafat negara Indonesia, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu pandanagn hisup,sehingga materi Pancasila yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri. Dalam pengertian seperti ini Notonogaro bangsa Indonesia adalah sebagai kausa matrealis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal
oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar negara Republik Indonesia. Proses perumusan materi Pancasila seacra formaltersebut dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang “Panitia 9”, sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disyahkan secara formal yuridis sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar Identitas Nasional
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan kenyataan objektif tersebut maka untuk memahami jati diri bangsa Indonesia serta indentitas nasional bangssa Indonesia maka tidak dapat dilepaskan dengan akar-akar budaya yang mendasari identitas nasional bangsa Indonesia. Kepribadian, jati diri, serta 18
identitas nasional Indonesia yang terumuskan dalam filsafat Pancasila harus dilacak dan dipahami melalui sejarah terbentuknya bangsa Indonesia sejak zaman Kutai, Sriwijaya, Majapahit serta kerajaan lainnya sebelum penjajahan bangsa asing di Indonesia. Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan serta Keadilan, dalam kenyataannya secara objektif telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala sebelm mendirikan negara proses terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV, ke-V kemudian dasar-dasar kebangsaan Indonesia telah mulai nampak pada abad ke-VII, yaitu ketika timbulnya kerajaannSriwijaya dibawah wangsa Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaa-kerajaan lainnya. Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut Yamin diistilahkan sebagai fase terbentuknya nasionalisme lama, dan oleh karena itu secara objektif sebagai dasar identiitas nasionalisme Indonesia. Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para pejuang kemerdekan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh para tokoh pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Akhirnya titik kulminasi sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk menemukan identitas nasionalnya sendiri, membentuk suatu bangsa dan negara Indonesia tercapai pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian diproklamsikan sebagai suatu kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh karena itu akar-akar nasionalisme Indonesia yang berkembang dalam perfektif sejarah sekaligus juga merupakan unsur-unsur identitas nasional, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan berkembaang dalam sejarah terbentuknya bangsa Indonesia. Pancasila sebagai identitas nasional harus mampu mendorong bangsa Indonesia secara keseluruhan agar tetap berjalan dalam koridornya yang bukan berarti menentang arus globalisasi, akan tetapi lebih cermat dan bijak dalam menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang tercipta. Bila menghubungkan kebudayaan sebagai karakteristik bangsa dengan Pancasila sebagai identitas nasional, tentunya kedua hal ini merupakan suatu kesatuan layaknya keseluruhan sila dalam Pancasila yang mampu menggambarkan karakteristik yang membedakan Indonesia dengan negara lain.
19
A. Naskah Pancasila
1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan 5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
B. Penjabaran kelima sila sebagai kepribadian dan identitas nasional adalah sebagai berikut:
1) KeTuhanan Yang Maha Esa Indonesia memiliki 5 agama yang dianut oleh masyarakatnya, antara lain Islam sebagai agama dominan, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tentunya, setiap agama tersebut mengajarkan kebaikan kepadaumat pengikutnya yang membuat mereka menaati aturanNya serta berbakti kepadaNya. Sebagai manusia harus berbuat baik kepada sesama dengan melakukan tindakan sosial dan beramal, bertindak ramah, serta harus menjunjung toleransi antar umat beragama. Pribadi manusia inilah yang kemudian menjadi karakteristik bangsa Indonesia. 2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Perikemanusiaan) Sebagai negara yang berketuhanan, Indonesia memiliki masyarakat yang bersifat peduli terhadap kesukaran dan mau membantu orang lain. Sehingga, dapat dikatakan bahwa peri kemanusiaan adalah dasar hidup bangsa Indonesia untuk turut membantu memajukan umat manusia dan mencapai cita-cita kebahagiaan bagi seluruh dunia. 3) Persatuan (Kebangsaan) Indonesia Persatuan dapat diwujudkan dengan adanya kerjasama dan kebersamaan. Semangat persatuan yang dianut Indonesia direalisasikan dalam bentuk gotong royong sebagai sifat bangsa Indonesia. 4) Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmah
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
20
Sila kerakyatan berakar dalam masyarakat Indonesia dan merupakan suatu unsur kepribadian bangsa Indonesia. Memang, pada saat ini demokrasi Indonesia yang berasal dari barat itu, menduduki peringkat ke-3 tertinggi di Dunia. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, demokrasi ini hanya dijadikan alat bagi para birokrat pemerintah yang saling bertarung bahkan menggunakan cara kotor untuk memenuhi individual-interest nya. Hal ini cukup bertentangan dengan sifat kerakyatan Indonesia yang didasarkanatas kekeluargaan dan keputusannya harus mencapai mufakat. Maka, pengambilan keputusan dengan musyawarah mufakat lah yang harus dilakukan dan menjadi ciri dari bangsa Indonesia sekarang. 5) Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia Kepribadian bangsa Indonesia yaitu keadilan sosial Indonesia yang menuju kepada cita-cita mencapai suatu tata masyarakat yang adil dan makmur. Keadilan harus dirasakan oleh keseluruhan lapisan masyarakat Indonesia agar dapat memajukan kesejahteraan dan kemakmuran Indonesia yang menyeluruh. Oleh karena itu perbuatan luhur yang mencerminkan
sikap
dan
suasana
kekeluargaan
dan
kegotongroyongan
haruslah
dikembangkan.
21
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan kewarganegaraan dilatarbelakangi oleh adanya globalisasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan memahami, mengahayati dan meyakini nilai-nilai pancasila sebagai pedoman beperilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan dapat diandalkan
Landasan hukum dapat diartikan sebagai tempat terpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Adapun landasan hukum pendidikan kewarganegaraan yaitu 1) UUD 1945 2) Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara 3) UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia dalam Lembaran Negara 1982 No. 51, TLN 3234 4) Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil belajar Mahasiswa dan Nomor 45/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan 5) Keputusan Bersama Mendikbud dan Menhankam.
Sedangkan landasan ilmiah adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau
studi
pendidikan.
Adapun
landasan
ilmiah
dalam
pendidikan
kewarganegaraan yaitu dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan, objek pembahasan pendidikan kewarganegaraan, rumpun keilmuan.
Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.
22
Adapun faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi (1) faktor objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis, (2) faktor subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002). Faktor-faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional yaitu primordial, sakral, tokoh, sejarah, Bhinneka Tunggal Ika, perkembangan ekonomi, kelembagaan (Surbakti, 1999).
Pancasila sebagai identitas nasional mampu mendorong bangsa Indonesia agar tetap berjalan dalam koridornya untuk lebih cermat dan bijak dalam menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang tercipta. Bila menghubungkan kebudayaan sebagai karakteristik bangsa dengan Pancasila sebagai identitas nasional, tentunya kedua hal ini merupakan suatu kesatuan layaknya keseluruhan sila dalam Pancasila yang mampu menggambarkan karakteristik yang membedakan Indonesia dengan negara lain.
23
DAFTAR PUSTAKA
Erwin, Hammad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. Kaelan dan Zubaidi, Achmad. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma Sunarso. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Buku Pegangan Mahasiswa. Yogyakarta: PPKP Press https://lathevha.wordpress.com/2016/05/03/kewarganegaraan-identitas-nasional-sebagaikarakter-bangsa-indonesia/ Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017. Pukul 20:05 https://www.scribd.com/doc/41009743/Pancasila-Sebagai-Kepribadian-Dan-Identitas Nasional Diakses pada tanggal 9 Oktober 2017. Pukul 20:50 https://sofiyahfi3.wordpress.com/2013/12/24/pendidikan-kewarganegaraan/
Diakses
pada
tanggal 9 Oktober 2017. Pukul 21:12
24