Clinical Science Session
INFERTILITAS
Oleh: Poppy Silvia
0910312112
Fatmi Eka Putri
1210313081
Preseptor: dr. H. Ariadi, Sp.OG
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session (CSS) yang berjudul “Infertilitas”. CSS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. H. Ariadi, Sp.OG selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan CSS ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CSS ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga CSS ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Padang, April 2017
Penulis
2
BAB I PENDAHULUAN
Infertilitas merupakan kondisi yang umum ditemukan dan dapat disebabkan oleh faktor perempuan, laki-laki, maupun keduanya. Infertilitas dapat juga tidak diketahui penyebabnya yang dikenal dengan istilah infertilitas idiopatik. Masalah infertilitas dapat memberikan dampak besar bagi pasangan suami-istri yang mengalaminya,
selain
menyebabkan
masalah
medis,
infertilitas
juga
dapat
menyebabkan masalah ekonomi maupun psikologis. Secara garis besar, pasangan yang mengalami infertilitas akan menjalani proses panjang dari evaluasi dan pengobatan, dimana proses ini dapat menjadi beban fisik dan psikologis bagi pasangan infertilitas.1 Bertambahnya umur sangat berpengaruh terhadap fertilitas seorang perempuan, namun pada laki-laki, bertambahnya umur belum memberikan pengaruh yang jelas terhadap kesuburan. Penelitian di Perancis melaporkan 65% perempuan berumur 25 tahun akan mengalami kehamilan pada 6 bulan dan secara akumulasi 85% kehamilan akan didapatkan pada akhir tahun pertama. Ini berarti jika terdapat 100 pasangan yang mencoba untuk hamil, 40 pasangan tidak akan hamil setelah enam bulan, dan 15 pasangan tetap tidak hamil setelah setahun. Untuk pasangan dengan umur 35 tahun atau lebih peluang kehamilan menjadi 60% pada tahun pertama dan 85% pada tahun kedua. Kurang lebih 15 persen tetap belum mendapatkan kehamilan setelah tahun ke-3 perkawinan.1
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Infertilitas
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer. Infertilitas sekunder adalah
ketidakmampuan
seseorang
memiliki
anak
atau
mempertahankan
kehamilannya. Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan. Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal.2,3
2.2 Prevalensi Infertilitas
Di Asia, angka fertilitas tertinggi pada wanita terjadi di Kamboja. Di Indonesia, prevalensi wanita dengan infertilitas dengan angka tertinggi berada pada usia 20-24 tahun yaitu 21.3%, kemudian usia 25-29 yaitu 16.8% dan usia 35-39 tahun yaitu 8.2%.2
4
2.3 Faktor Risiko Infertilitas
Faktor risiko terjadinya infertilitas adalah gaya hidup dan faktor pekerjaan. Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan mengurangi sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran basalis. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hipotalamus dan hipofisis.
Merokok
juga
dapat
menyebabkan
terjadinya
infertilitas.
Rokok
mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran). Selain itu, olah raga dan faktor emosional juga dapat menjadi faktor risiko infertilitas.4
2.4 Faktor Penyebab Infertilitas 1 a. Faktor Perempuan
Faktor yang dapat menjadi penyebab infertilitas pada perempuan adalah gangguan ovulasi, gangguan tuba, dan gangguan uterus. b. Faktor Laki-Laki 1
Faktor yang dapat menjadi penyebab infertilitas pada laki-laki adalah: a. kelainan urogenital kongenital atau didapat b. infeksi saluran urogenital c. suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel) d. kelainan endokrin e. kelainan genetik
5
f. faktor imunologi.
2.5 Pencegahan dan Penanganan1 Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah: 1.
Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki.
2.
Mengobati penyebab infertilitas pada perempuan
3.
Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol
4.
Berperilaku hidup sehat
2.6 Pemeriksaan pada Kasus Infertilitas A. Pemeriksaan pada perempuan 5 a.
Pemeriksaan ovulasi -
Frekuensi dan keteraturan menstuasi
-
Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).
-
Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk melakukan
pemeriksaan
darah
gonadotropin (FSH dan LH).
6
untuk
mengukur
kadar
hormon
-
Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis.
b.
Pemeriksaan Chlamydia trachomatis Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk Chlamydia
trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang sensitive. Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan. c.
Penilaian kelainan uterus Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi,
karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan. d.
Penilaian lendir serviks pasca senggama Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas dibawah
3 tahun. Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan terjadinya kehamilan. e.
Penilaian kelainan tuba Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID),
kehamilan
ektopik
atau
endometriosis,
disarankan
untuk
melakukan
histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi
7
b. Pemeriksaan pada laki-laki 2 a) Anamnesis -
Riwayat penyakit yang bisa berpengaruh buruk terhadap fertilitas, seperti diabetes mellitus, kelainan neurologis yang dapat mengakibatkan gangguan ereksi dan ejakulasi, tuberkulosis, parotitis bersamaan dengan orkitis dapat menyebabkan kerusakan testis, kecanduan alkohol.
-
Riwayat suhu tinggi > 38°C dapat menekan spermatogenesis sampai masa 6 bulan.
-
Riwayat pembedahan seperti hernia, hidrokelektomi, vasektomi, dan prostatektomi dapat mempengaruhi fertilitas pria, abik akibat kerusakan sistem saraf, kerusakan atau obstruksi saluran reproduksi, maupun gangguan imunologi (antibodi antisperma).
-
Infeksi traktus urinarius dengan gejala disuria, ”urethraldischarge”, pyuria, hematuria, frekuensi berkemih meningkat.
-
Penyakit menular seksual (PMS) seperti sifilis, GO, klamidia perlu ditanyakan.
-
Beberapa patologi yang dapat menyebabkan kerusakan testis seperti MUMPS/parotitis dengan orkitis pada masa pubertas, cedera testis, torsi testsis, varikokel, undescencus testiculorum.
-
Fungsi seksual dan ejakulasi.
-
Faktor
lingkungan
dan
kejadian
tertentu
diduga
mempengaruhi
spermatogenesis normal, misal lingkungan yang sangat panas, polusi logam berat (cadmium,Hg, polusi pestisida, herbisida). 8
b) Pemeriksaan fisik umum -
Untuk mendeteksi kelainan yang berhubungan dengan fertilitas pada sistem-sistem
metabolik,
endokrin,
kardiovaskuler,
respiratori,
gastrointestinal dan neurologis. -
Pengukuran tinggi badan dan berat badan, tekanan darah.
-
Untuk mendeteksi obesitas, sindroma Kleinefelter, hipoandrogenisme, perkembangan seks sekunder abnormal (memakai skala perkembangan pubertas dari Tanner) dan ginekomastia.
Pemeriksaan penis -
Dilakukan dengan inspeksi dan palpasi
-
Apakah ada hipospadia, epispadia, sikatriks akibat operasi/cedera, penyakit peyronie, dan ukuran penis.
-
Ulkus untuk identifikasi PMS.
Pemeriksaan testis -
Dilakukan sambil berdiri
-
Dicatat kelainan yang ditemui:testis letaknya tinggi di skrotum (di leher skrotum), di inguinal, atau tidak teraba.
-
Periksa posisi dan aksis testis, volume testis (memakai Prader )
dan konsistensinya.
9
Orchiometer
Pemeriksaan Epididimis -
Secara normal dapat teraba dengan konsistensi lembut dan jalur yang teratur.
-
Pada palpasi yang perlu dicatat: apakah teraba? bagaimana letaknya terhadap testis, apakah ada kista, daerah noduler/indurasi atau kelainan lain? apakah nyeri bila diraba?.
-
Pemeriksaan dengan USG dapat membantu mengkonfirmasi kelainan.
Pemeriksaan vas deferen -
Kedua vas deferen dipalpasi, terutama pada pria dengan azoospermia. Jika tidak
teraba
ada
kemungkinan
terjadi
suatu
kelainan
kongenital
(”congenital absence of vas deferens”). Jika teraba harus dijelaskan apakah normal, menebal, noduler, atau terasa nyeri pada penekanan yang menunjukkan adanya peradangan. Pemeriksaan skrotum -
Perhatikan jika adanya pembengkakan skrotum.
-
Pembekakan skrotum harus dibedakan antara hernia inguinalis, varikokel, hidrokel, sperma-tokel, kista epididimis, epididimitis kronis/akut, TBC epididimis, torsio testis, orkhitis, atau tumor. Hal ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, USG ataupun pemeriksaan darah.
-
Perhatikan jika adanya varikokel. Melalui palpasi dapat diraba adanya varikokel. Pemeriksaan dengan USG dapat membantu diagnosis.
10
Pemeriksaan inguinal -
Waspadai jika ada sikatriks di inguinal karena bisa terjadi dari bekas operasi maldesensus testis atau dari cedera vas deferen saat operasi hernia atau bisa juga menunjukkan adanya infeksi TBC lama atau baru. Pembesaran kelenjar inguinal harus dicatat.
c) Pemeriksaan Khusus Analisis sperma 2 -
Pada pemeriksaan pasangan infertil maka analisis sperma harus dilakukan minimal 1 kali, walaupun pemeriksaan UPS normal.
-
Analisis sperma termasuk penilaian karakteristik sperma dan plasma semen harus dilakukan berdasarkan kriteria WHO : a. Volume: > 2.0 ml b. Liquefaction time : dalam 60 menit c. pH : > 7.2 d. Konsentrasi sperma: > 20 juta spermatozoa per ml e. Jumlah total sperma: > 40 juta spermatozoa per ejakulasi f. Motilitas : > 50% motil (grade a: motilitas progresif dan cepat dan grade b: lambat atau kurang lurus dalam kegesitannya) atau > 25% motililitas yang progresif (grade a) dalam 60 menit ejakulasi. g. Vitalitas: > 75% hidup h. Sel darah putih (lekosit): < 1 juta per ml
11
dengan
i. -
Morfologi: 15% atau 30%
Jika analisis sperma pertama hasilnya normal maka tidak perlu dilakukan analisis ulang. Pada kasus azoospermia dengan volume testis kecil dan riwayat atau tanda fisik adanya abnormalitas kongenital, analisis sperma juga tidak perlu diulang.
-
Jika hasil analisis sperma abnormal harus dilakukan analisis ulang selang 3 minggu kemudian.
2.7 Tatalaksana Infertilitas 1
Penatalaksanaan untuk gangguan ovulasi tergantung pada WHO, yaitu WHO kelas I , II, III atau IV. Penatalaksanaan dapat berupa kombinasi FSH, LH, hMG, dan
hCG. Selain itu dapat dilakukan dengan pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen (klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin. Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer seperti metformin. Pada keadaan dengan gangguan tuba, tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada kasus infertilitas tuba derajat ringan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penanganan. Pada keadaan dengan gangguan endometriosis, terapi medisinalis endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa penggunaan progestin dan agonis GnRH tidak dapat meningkatkan fertilitas pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang.
12
Tabel.1. Pilihan terapi sesuai dengan diagnosa utama infertilitas 6 Kelompok diagnostik
Pilihan terapi
Gangguan ovulasi
Klomifen sitrat (6 siklus) Gonadotropin (3 siklus) Metformin-klomifen (3 siklus)
Laparoscopic ovarian diathermy I n vitro fertilization (3 siklus) Tubal surgery
Gangguan tuba
I n vitro fertilization (3 siklus) Laparoscopic ablations for stages I & I I
Endometriosis
Operasi untuk stadium III & IV Klomifen sitrat dan IUI (6 siklus) Gonadotropin dan IUI (3 siklus)
I n vitro fertilization (3 siklus) Faktor Suami
IUI (6 siklus)
I n vitro fertilizationand I CSI (3 siklus) Unexplained infertili ty
Klomifen sitrat dan IUI (6 siklus) Gonadotropin dan IUI (3 siklus)
I n vitro fertilization (3 siklus)
13
BAB III KESIMPULAN
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi. Faktor risiko terjadinya infertilitas adalah gaya hidup dan faktor pekerjaan. Faktor Penyebab infertilitas Faktor yang dapat menjadi penyebab infertilitas pada perempuan adalah gangguan ovulasi, gangguan tuba, dan gangguan uterus. Faktor yang dapat menjadi penyebab infertilitas pada laki-laki adalah kelainan urogenital kongenital atau didapat, infeksi saluran urogenital, suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel), kelainan endokrin, kelainan genetic, faktor imunologi. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki, mengobati penyebab infertilitas pada perempuan, menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol, berperilaku hidup sehat . Pemeriksaan pada perempuan adalah dengan melakukan pemeriksaan ovulasi, pemeriksaan Chlamydia trachomatis, penilaian kelainan uterus, penilaian lendir
14
serviks pasca senggama, penilaian kelainan tuba. Sedangkan Pada laki-laki dilakukan analisis sperma. Penatalaksanaan dapat berupa kombinasi FSH, LH, hMG, dan hCG. Selain itu dapat dilakukan dengan pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen (klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin. Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer seperti metformin.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. POGI. 2013. Konsensus Penanganan Infertilitas. Jakarta: POGI 2. WHO. Infertility. 2013. 3. Kamath M, Bhattcharya S. 2012. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology. 4. Balen A, Jacobs H. Infertility in Practice. Leeds and UK: Elsevier Science; 2003. 5. RCOG. Fertility: assessment and treatment for people with fertility problems. 2004. 6. Collins JA, Steirteghem AV.Overall prognosis with current treatment of infertility. Human Reproduction Update;Jul 2004;10,4;309-316
16