selama tindakan dan karena itu dianjurkan istirahat di tempat tidur. Bila mungkin harus bangun dari tempat tidur dua kali sehari dan setidak-tidaknya harus melakukan latihan pernafasan teratur dan latihan kaki. Bila dialysis dapat dilakukan di kursi, akan lebih baik. Perhatian pada bagian–bagian yang tertekan adalah vital karena kehilangan protein masuk ke dalam cairan dialysis, pemasukan protein yang cukup harus dipertahankan dan penderita harus didorong untuk makan diet normal. Penambahan vitamin yang larut dalam air juga perlu. Penderita harus ditimbang setiap hari.
Persiapan Peralatan untuk Dialysis Peritoneal
•
Disamping merakit peralatan untuk dialysis peritoneal, perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsentrasi larutan dialisat yang akan digunakan dan obat-obatan yang akan ditambahkan pada dialisat tersebut. Heparin dapat ditambahkan untuk mencegah pembentukan bekuan fibrin yang dapat menyumbat kateter peritoneal. Kalium klorida dapat diresepkan untuk mencegah hipokalemia. Antibiotic dapat diberikan untuk mengobati peritonitis. Sebelum menambahkan obat-obatan ini, larutan dialisat dihangatkan hingga mencapai suhu tubuh untuk mencegah gangguan rasa nyaman nyeri, selain itu tindakan-tindakan ini dapat menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah peritoneum sehingga meningkatkan klierens ureum. Larutan yang terlalu dingin
menyebabkan
nyeri
dan
vasokonstriksi
dan
menurunkan klirens
sedangkan larutan yang terlalu panas dapat membakar peritoneum. Peralatan yang digunakan untuk menghangatkan larutan dialisat harus dipantau dengan cermat untuk menjamin suhu yang diinginkan. Sesaat sebelum dialysis dimulai, peralatan dan selang untuk dialysis dirakit. Selang tersebut diisi dengan larutan dialisat yang sudah dipersiapkan untuk mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam kateter serta kavum peritoneal, yang dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman pada abdomen dan mengganggu penetesan serta pengaliran keluar cairan dialisat t ersebut. Perlengkapan untuk prosedur dialysis peritonial ambulatory kontinous: •
Swabs cairan
•
pembersih
kulit,
misalnya
hibitane dalam alcohol atau iodine
•
lignocaine 1% atau 2%
•
alat suntik 10 ml nos1 dan 25
jarum
•
tiga (kertas) handuk
•
pisau no. 11
•
kassa persegi
•
sarung tangan
•
gunting
•
kantong pengumpulan steril
besar •
trokat atau kateter peritonial
“Brown” dan R611 •
set “Baxter” dari CSSD
•
Cairan Dialysis Cairan dialysis dipersiapkan secara steril dan harus tetap demikian.
Larutan yang biasa dipakai (dialaflex) mengandung eletrolit plasma normal ditambah glukosa 1,36% tetapi tanpa kalium urea fosfat atau sulfat karena semua ini biasanya terdapat berlebihan pada payah ginjal. Semua kantong harus dihangatkan sampai sesuai suhu tubuh kalau tidak dilakukan penderita dapat menjadi sangat dingin. Bila kalium plasma penderita tidak tinggi, dokter akan menambahkan sampai 5 mEq/K+ pada tiap kantong 1 liter (sampai 2,5 ml dari 20 mEq/10 ml larutan). Heparin 500 unit ditambahkan pada tiap kantong 2 liter untuk mencegah pembentukan fibrin dan kateter. Sebelum menambahkan sesuatu pada kantong, ujung atasnya harus dibersihkan dengan baik methanol atau sejenis. Hal ini perlu sebelum memasukkan dalam set dialysis ke kantong. Penambahan harus ditulis dikantong dan kantong harus dibuat sekali setiap waktu dan memakai masker setiap kali membuat. Bila penderita edema akibat kelebihan cairan, payah jantung dan lain-lain air dapat dikeluarkan dari penderita dengan memakai kantung Dialaflex yang mengandung glukosa 6,36%. Larutan yang sangat kuat ini menyedot air dari penderita ke ruang peritonial dan 5, 10, 15 L air atau lebih dapat dikeluarkan. Suatu pengawasan harus dilakukan pada tekanan darah dan nadi tiap jam bila dipakai 2 larutan 6,36%, karena dapat mengakibatkan hipotensi dayok bila cairan dikeluarkan teralu cepat. Gula darah harus diukur selama memakai larutan 6,36%. Larutan ini tidak boleh dipakai sering lebih dari 1:4 penggantian.
•
Pemasangan Kateter untuk Dialysis Peritoneal Idealnya,
kateter
peritoneal dipasang dalam
kamar
operasi
untuk
mempertahankan teknik aseptic dan memperkecil kemungkinan kontaminasi. sebuah kateter stylet dapat digunakan jika diperkirakan dialisi peritoneal akan dilakukan dalam waktu singkat. Sebelum prosedur ini dilakukan, kulit abdomen dibersihkan dengan larutan aseptic lokal untuk mengurangi jumlah bakteri pada kulit dan untuk mengurangi resiko kontaminasi serta infeksi pada lokasi pemasangan kateter. Dokter melakukan penyuntikan infiltrasi anestesi local ke dalam kulit dan jaringan subkutan pasien sebelum prosedur pemasangan keteter dilakukan.Insisi kecil atau sebuah tusukan dilakukan pada abdomen bagian bawah, 3 hingga 5 cm dibawah umbilicus, di daerah ini relative tidak mengandung banyak pembuluh darah besar sehingga perdarahan yang terjadi
tidak begitu besar. sebuah trokar (sebuah alat yang berujung tajam) digunakan untk menusuk peritoneum sementara pasien mengencangkan otot abdomennya dengan cara menganggkat kepalanya. Keteter dimasukkan melalui trokar dan kemudian diatur posisisnya. caiaran yang sudah disiapkan diinfuskan ke dalam cavum peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan peritoneal yang membentang dari organ-organ abdomen) menjauhi kateter. sebuah jahitan dapat dibuat untuk mempertahankan kateter pada t empatnya.
K. Pengakajian a.
Identitas klien
b.
Riwayat Penyakit
c.
Riwayat penyakit infeksi
d.
Riwayat penykit batu/obstruksi
e.
Riwayat pemakaian obat-obatan
f. Riwayat penyakit endokrin g.
Riwayat penyakit vaskuler
h.
Riwayat penyakit jantung
i. Data interdialisis (klien hemodialisis rutin) j. Data interdialisis meliputi : •
Berat badan kering klien atau Dry Weight, yaitu : berat badan di mana
klien merasa enak, tidak ada udema ekstrimitas, tidak merasa melayang dan tidak merasa sesak ataupun berat, nafsu makan baik, tidak anemis. •
Berat badan interdialisis : Berat badan hemodialisis sekarang – Berat
badan post hemodialisis yang lalu (Kg). •
Kapan terakhir hemodialisis.
k.
Keadaan umum klien
•
Data subjektif : lemah badan, cepat lelah, melayang.
•
Data objektif : nampak sakit, pucat keabu-abuan, kurus, kadang – kadang
disertai edema ekstremitas, napas terengah-engah. l. Pemeriksaan Fisik •
Kepala: Retinopati, Konjunktiva anemis, Sclera ikteric dan kadang –
kadang, disertai mata merah (red eye syndrome), rambut ronok, muka tampak sembab, bau mulut amoniak •
Leher: Vena jugularis meningkat/tidak, Pembesaran kelenjar/tidak,
•
Dada:
Gerakkan
napas
kanan/kiri
seimbang/simetris,
Ronckhi
basah/kering, Edema paru, Abdomen: Ketegangan, Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut
•
pada kunjungan berikutnya), Kram perut, Mual/munta •
Kulit: Gatal-gatal, Mudah sekali berdarah (easy bruishing), Kulit kering
dan bersisik, keringat dingin, lembab, perubahan turgor kulit •
Ekstremitas: Kelemahan gerak, Kram, Edema (ekstremitas atas/bawah)
•
Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler
•
System kardiovaskuler
Data subjektif : sesak napas, sembab, batuk dengan dahak/riak, berdarah/tidak. Data objektif : hipertensi, kardiomegali, nampak sembab dan susah bernapas. •
System pernapasan
Data subjektif : merasa susah bernapas, mudah terengah-engah saat beraktifitas. Data objektif : edema paru, dispnea, ortopnea, kusmaul. •
Sistem pencernaan
Data subjektif napsu makan turun, mual/muntah, lidah hilang rasa, cegukan, diare (lender darah, encer) beberapa kali sehari. Data objektif : cegukan, melena/tidak. •
Sistem Neuromuskuler
Data subjektif : tungkai lemah, parestesi, kram otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah, nyeri/sakit kepala. Data objektif : neuropati perifer, asteriksis dan mioklonus, nampak menahan nyeri. •
Sistem genito – urinaria
Data subjektif : libido menurun, noktoria, oliguria/anuria, infertilitas (pada wanita). Data objektif : edema pada system genital. •
System psikososial
Integritas ego Stressor : financial, hubungan dan komunikasi Merasa tidak mampu dan lemah
Denial, cemas, takut, marah, mudah tersinggung Perubahan body image Mekanisme koping klien/keluarga kurang efektif Pemahaman klien dan keluarga terhadap diagnosis, penyakit dan perawatannya, kadang masih kurang. Interaksi social Denial, menarik diri dari lingkungan Perubahan fungsi peran dikeluarga dan masyarakat.
L. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan CAPD adalah: 1.
Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d tidak adekuatnya gradient
osmotik, retensi cairan (malposisi kateter atau terlipat atau adanya bekuen, distensi usus, peritonitis dan jaringan parut peritonium). aatau masukan peroral berlebihan. 2.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d penggunaan dialisat
hipertonik sehingga pembuangan cairan berlebihan. 3.
Resiko tinggi trauma b.d kateter dimasukkan dalam rongga peritoneal.
4.
Nyeri akut b.d pemasangan kateter pada lapisan abdomen
5.
Resiko tinggi infeksi (peritonitis)
b.d kontaminasi kateter selama
pemasangan. 6.
Pola pernapasan tidak efektif b.d penekanan pada abdomen, diafragma.
a.
Rencana Asuhan Keperawata
Dx. 1 Resiko tinggi kelebihan volume cairan b.d tidak adekuatnya gradient osmotik, retensi cairan (malposisi kateter atau terlipat atau adanya bekuen, distensi usus, peritonitis dan jaringan parut peritonium). aatau masukan peroral berlebihan. Tujuan
:
Setelah dilakukan perawatan selama 4-8 jam tidak terjadi kelebihan volume caiaran. Kriteria Hasil 1.
:
Aliran dialisat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
2.
Tidak mengalami peningkatan BB secara cepat, edema dan kongesti
paru. 3.
Terjadi balance cairan antara yang masuk dan keluar.
4.
Tidak terjadi nyeri perut
Intervensi 1. 1. Catat volume cairan yang masuk,
1.
keluar dan kumulasi keseimbangan caiaran.
lebih
Rasional Jumlah aliran harus sama atau dari
yang
dimasukkan.
Keseimbangan positif menunjukkan kebutuhan evaluasi lebih lanjut. 2.
Menimbang
pasien
sebelum
berat dan
badan sesudah
menjalani dialisat
2.
Indikator
akurat
status
keseimbangan cairan. keseimbangan positif
dengan
peningkatan
BB
menunjukakn retensi cairan.
3.
Kaji patensi kateter, kesulitan
drainase,
perhatikan
adanya
lembaran atau plak fibrin.
3.
Melambatnya
aliran/adanya
fibrin
kecepatan menunjukkan
hambatan keteter parsial yang perlu dievaluasi.
4.
Tinggikan kepala tempat tidur,
lakukan
tekanan
perlahan
pada
abdomen. 5.
kateter
dapat meningkatkan aliran bila salah posisi/obstruktif oleh
omentum.
Perhatikan
abdomen
4.
adanya
sehubungan
distensi dengan
penurunan bising usus, perubahan
5.
Distensi
abdomen/konstipasi
dapat mempengaruhi keseimbangan cairan.
konsistensi feses, keluhan konstipasi. 6.
Observati
TTV,
perhatikan
6.
Peningkatan
adanya hipertensi berat, nadi kuat,
menunjukkan
distensi JVD. edema perifer.
Peningkatan
nadi hipovolume.
kelebihan
cairan
berpotensi Gjk./edema paru. 7.
Evaluasi
dispnea,
adanya
takipnea,
peningkatan
upaya
7.
Distensi
abdomen/kompresi
diafragma dapat mengganggu napas.
pernapasan. Kolaborasi: 8.
Perubahan
program
dialisat
8. dalam
perubahan mungkin diperlukan konsentrasi
glukosa
atau
sesuai indikasi
natrium untuk memudahkan efisiensi dialysis. 9.
9.
Awasi natrium serum
Hipernatremia
meskipun
kadar
dapat
terjadi,
serum
dapat
menunjukkan efek pengenceran dari kelebihan cairan. 10. mencegah 10. Tambahkan
heparin
pada
pembentukan
dalam
fibrin
yang
dapat
dialisat awal, bantu irigasi kateter menghambat kateter peritoneal. dengan garam faal heparinasi 11. Pertahankan
11. Pembatasan
pembatasan
cairan sesuai dengan indikasi
dilanjutkan
caiaran
untuk
dapat
menurunkan
kelebihan volume cairan.
Dx. 2 Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d penggunaan dialisat hipertonik sehingga pembuangan cairan berlebihan. Tujuan
:
Setelah dilakukan perawatan selama 4-8 jam tidak terjadi kekurangan volume caiaran. Kriteria Hasil
:
1.
Aliran dialisat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
2.
Tidak mengalami penurunan BB secara cepat.
3.
Terjadi balance cairan antara yang masuk dan keluar (kseimbangan
negatif). 4.
TTV dalam batas normal.
5.
Tidak mengalami tanda-tanda dehidrasi.
1.
Catat
masuk,
Intervensi volume cairan
keluar
dan
yang
kumulasi
keseimbangan caiaran. 2.
1.
Rasional Memberikan
informasi
tentang status keseimbangan cairan pada akhir setip pertukaran.
Berikan jadwal untuk pengaliran
dialisat dari abdomen.
2.
Waktu
tinggal
lama,
khususnya bila menggunakan cairan glukosa
4,5 dapat
menyebabkan
kehilangan cairan berlebihan. 3.
Menimbang berat badan pasien
sebelum dialisat.
dan
sesudah
menjalani
3.
Mendeteksi
pembuangan membandingkan
kecepatan
cairan dengna
dengan berat
badan dasar. 4.
Awasi TD dan nadi. Perhatikan
tingginya pulsasi jugular. 5.
Perhatikan
Penurunan
TD,
hipotensi
postural dan takikardi adalah tanda
keluhan
pusing,
mual, peningkatan rasa haus. 6.
4.
didi hipovolemia. 5.
Inspeksi kelembapan mukosa,
turgor kulit, nadi perifer dan CRT.
Dapat
menunjukkan
hipovolemia. 6.
Indikator
dehidrasi
membutuhkan pemasukan
dan
peningkatan /perubahan
dalam
kekuatan dialisat. 7.
Kolaborasi:
Awasi
7.
pemeriksaan
laboratorium
Caiaran
menyebabkan
hipertonik hipernatremia
dapat dan
sesuai indikasi: natrium serum dan
membuang lebih banyak air daripada
kadar glukosa.
natrium.. Selain itu glukosa dapat diabsorbsi
dri
dialisat
sehingga
meningkatkan glukosa serum. 8. 8.
Kadar kalium serum.
Hipokalemia
dapat
terjadi
dan dapat menyebabkan disritmia jantung.
Dx. 3 Resiko tinggi trauma b.d kateter dimasukkan dalam rongga peritoneal. Tujuan
:
Setelah dilakukan perawatan selama 4-8 jam, tidak terjadi injuri pada rongga peritoneum. Kriteria hasil
:
Tidak ada tanda-tanda terjadi injuri pada rongga peritoneum Klien tidak mengeluh nyeri pada abdomen. Intervensi 1.
Biarkan
kandung
Rasional klien
kemih,
mengosonkan usus
1.
Kandung kemih kososng lebih
untuk jauh dari tempat pemasukan kateter
menghindari penusukan organ interna
dan mlam enurunkan kemungkinan tertusuk saat pemasangan kateter.
2.
Fiksasi keteter dengan plester.
Tekankan menghindari
pentingnya penarikan
pendorongan kateter.
pasien atau
2.
Menurunkan
resiko
dengan manipulasi kateter.
trauma
3.
Perhatikan adanya fekal dalam
3.
Menduga
perforasi
usus
dialisat atau dorongan kuat untuk
dengan percampuran dialisat dan isi
defikasi, disertai diare berat.
usus.
4.
Perhatikan
keluhan tiba-tiba
4.
Menunjukkan
perforasi
ingin berkemih, atau haluaran urine
kandung kemih dengan kebocoran
besar menyertai berjalannya dialysis
dialista dalam kandung kemih. Adanya
awal.
kandungan glukosa dalam dialisat, akan
meninggikan
kadar
glukosa
Tindakan
cepat
akan
urine. 5.
Hentikan dialysis bila terjadi
perforasi Biarkan
usus/kandung kateter
kemih.
dialysis
pada
tempatnya.
5.
mencegah cidera selanjutnya. Bedah perbaikan
segera
dibutuhkan.
Membiarkan kateter pada tempatnya memudahkan
diagnosa
/lokasi
perforasi. Dx. 4 Nyeri akut b.d pemasangan kateter pada lapisan abdomen Tujuan
:
Setelah dilakukan perawatan selama 4-8 jam, keluhan nyeri klien dapat diatasi. Kriteria Hasil
:
1.
Klien menyatakan penurunan keluhan nyeri.
2.
Ekspresi wajah rileks
3.
Klien dapat beristirahat dengan baik. Intervensi
1.
Rasional
Kaji keluhan nyeri klien, ukur
dengan skala nyeri. 2. awal
Jelaskan biasanya
aliran
ketidaknyamanan hilang
setelah
2.
Penjelasan
meningkatkan
berlanjut
selama
fase
3.
dan
ini bila dialim menyebabkan iritasi kimia
sesuai dengan indikasi.
peritoneum.
Perhatikan
ansietas
Nyeri dapat terjadi pada waktu
equilibrasi. lambatkan keceatan infuse
4.
dapat
kenyamanan.
Awasi nyeri yang mulai selama dan
Membantu identifikasi sumber
nyeri dan intervensi yang tepat.
pertukaran pertama 3.
1.
ketidaknyamanan
4.
terhadap
Mungkin
akibat
membrane
distensi
yang
paling
dirasakan
mendekati
abdomen dari dialisat. jumlah infuse
akhir aliran masuk. masukkan tidak
mungkin harus dikurangi pada walnya.
lebih dari 2000ml dalam sekali watu. 5.
Perhatikan keluhan nyeri pada
5.
Masuknya udara yang kurang
hati-hati
ke
dalam
abdomen
area bahu. cegah udara masuk ke
mengiritasi
diafragma
rongga peritoneum selama infuse.
mengakibatkan
nyeri
Pertukaran
lebih
diperlukan
sampai
dan
pada
kecil
bahu.
mungkin
kondisi
klien
membaik. 6. 6.
Perubahan
posisi
dapat
Tinggikan kepala tempat tidur menghilangkan ketidaknyamanan.
pada interval tertentu. Balikkan pasien dari satu sisi ke sisi lain. Berikan perawatan punggung dan masasae ringan . 7.
7.
Hangatkan
dialisat
sebelum
diinfuskan.
Dapat
kecepatan melelui
meningkatakan pembuangan
dialysis
pembuluh
ureum darah.
dialisat yang terlalu dingan dapat menyebabkan
vasokonstriksi,
ketidaknyamanan,
dan
dapat
mencetuskan henti jantung. 8. 8.
Awasi nyeri abdomen hebat
dan peningkatan sushu tubuh. 9.
Dorong
penggunaan
Dapat
mengindikasikan
adanya peritonitis. 9.
Mengurangi ketidaknyamanan.
teknik
relaksasi. Kolaborasi: 10. Pemberian analgesic.
10. Menghilangkan
pada dialisat sesuai indikasi.
dan
ketidaknyamanan. 11. Kadang
11. Tambahkan natrium hidroksida
nyeri
digunakan
untuk
mengubah pH bila klien tidak toleran terhadap keasaman dialisat.
Dx. 5 Resiko tinggi infeksi (peritonitis) b.d kontaminasi kateter selama pemasangan. Tujuan
:
Setelah dilakuakn perawatan selama 4-8 jam, klien tidak mengalami infeksi akibat proses dialysis. Kriteria Hasil
:
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda Infeksi: nyeri, hipertermi, kemerahan terdapat pus 1.
Intervensi Gunakan teknik aseptic saat
1.
Rasional Mencegah introduksi organism
pemasangan kateter. ganti balutan
dan
komtaminasi
yang
kapanpun balutan dibuka dang anti
menyebaban infeksi.
dapat
selang sesuai dengan protocol. 2.
Ganti balutan dengan hati-hati
dan tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan drainase
karater, dari
warna.
sekitar
2.
Perubahan
atau
pergerakan
kateter menyebabkan perdarahan
bau tempat
pemasangan. 3.
Observasi
warna
dan
Berikan
Keluaran keruh diduga infeksi
peritoneal.
kejernihan haluaran. 4.
3.
pelindung
betadine
pada distal, klem bagian kateter bila
4.
Menurunkan resiko masuknya
bakteri melalui kateter.
terapi intermiten digunakan. 5.
Selidiki keluhan mual muntah,
nyeri abdomen, nyeri tekan lepas,
5.
Menunjukkan peritonitis yang
membutuhanintervensi segera.
demam, dan leukositosis. 6.
KIE
pada
pasien
cara
6.
SDP
pada
awal
dapat
menunjukkan respon normal terhadap
pencegahan infeksi
subtsansi asing, namun berlanjutnya peningkatan
menunjukkan
adanya
infeksi. Kolaborasi:
7.
Awsi jumlah SDP dari haluaran
7.
Mengidentifikasi organism dan
intervensi yang tepat. 8.
Ambil specimen darah atau
keluaran
caiarn
untuk
8.
Antibiotik
dan
dosis
dikultur akan dipengaruhi oleh fungsi ginjal.
sensitivitasnya. 9.
Awasi
klirens
ginjal
pilihan
(BUN,
9.
Mengetahui fungsi ginjal
kretinine) 10. Berikan
antibiotic
secara
sistemik atau dalam dialisat sesuai
10. Mengurangi
infeksi
dan
mencegah sepsis.
indikasi. Dx. 6 Pola pernapasan tidak efektif b.d penekanan pada abdomen, diafragma. Tujuan
: Setelah dilakukan perawatan selama 4-8 jam tidak terjadi
gangguan pola napas. Kriteria Hasil 1.
:
Pola napas efektif yang ditunjukkan oleh: bunyi napas jelas dan tidak ada
suara napas tambahan. 2.
GDA dalam batas normal
3.
tidak ada distress napas (takipnea, diaphoresis, gelisah) Intervensi
1.
Kaji
frekuensi
Rasional
napas
dan
kedalaman napas
1.
Gangguan pola napas selam
dialysis
diduga
diafragma,
akibat
distensi
tekanan
abdomen
atau
terjadinya komplikasi. 2.
Auskultasi bunyi napas
2.
Suara napas yang tidak normal
dapat disebabkan peningkatan caiaran dalam paru, tertahannya sekresi atau infeksi. 3.
Tinggikan kepala tempat tidur
3.
Memudahkan ekspansi dada.
4.
Perubahan pada PaO2/PaCO2
dan tingkatkan latihan napas dalam dan batuk.
Kolaborasi 4.
Kaji GDA, oksimetri
dan kongesti pada hasil foto dapat menunjukkan masalah pada paru. 5.
Berikan O2 sesuai indikasi
5.
Memaksimalkan oksigen untuk
penyerapan
vascular,
pencegahan
hiposia. 6. indikasi
Berikan
analgesic
sesuai
6.
Menghilangkan
pernapasan maksimal.
nyaman,
nyeri, upaya
batuk
3.5 Pendidikan Pasien Untuk CAPD Setelah penempatan kateter dialisis peritoneal, yang harus dilakukan perawat antara lain: memberikan petunjuk tentang perawatan dressing dan kapan balutan
•
dapat dilepas melakukan penggantian selang kateter 4-8 minggu sekali atau maksimal
•
6 bulan sekali pada jenis kateter tertentu (sesuai dengan merk). Mengajarkan klien untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan
•
apabila: a.
Nanah atau cairan yang mengalir keluar dari situs exit.
b.
Cairan dialisat yang mengalir dari abdomen terlihat pekat
c.
Tidak ada cairan dialisat mengalir keluar dari perut pasien selama
pertukaran, bahkan setelah mengubah posisi dan menggunakan jarum suntik. d.
Pasien mengalami demam (suhu tubuh tinggi) atau kedinginan.
e.
Pasien mengalami nyeri tumpul di perut Anda saat melakukan pertukaran
dialisis. f.
Ada benjolan baru yang telah tumbuh di perut pasien saat pasien
melakukan pertukaran CAPD. g.
Area di sekitas exit site kemerahan, meradang atau terasa sakit
Sedangkan hal-hal yang harus dilakukan pasien, antara lain: 1. •
Perawatan Kateter Dan Exit Site: Mandi setiap hari untuk menjaga kebersihan kulit, khususnya di sekitar exit
site. Jangan mandi berendam. •
Ganti pakaian dalam maupun pakaian luar setiap hari
•
Jangan gunakan bahan kimia, misalnya alkohol dan bahan yang
mengandung klorida untuk membersihkan exit site atau kateter. Anda hanya boleh menggunakan sabun dan air untuk membersihkan exit site dan keteter •
Gunakan krim antibiotic untuk merawat exit site setiap hari pada saat
mengganti balutan kateter (dilakukan setelah mandi) untuk menghindari resiko infeksi (peritonitis) •
Jangan gunakan krim, salep, atau bedak tabur di sekitar exit site
•
Jaga posisi keteter krim agar tetap berada pada tempatnya (tidak tertarik,
tertekuk, terputar, atau tersangkut) dengan menempelkannya pada kulit dengan bantuan plester. •
Keringkan exit site dengan kassa khusus bukan dengan handuk mandi.
2. Urutan perawatan kateter CAPD: •
Buka balutan lama kateter lalu keringkan tangan. Bersihkan permukaan
tangan dengan antiseptic. •
Buka kemasan balutan yang baru kemudian bersihkan tangan dengan tisu.
•
Bersihakan selang kateter dengan kassa/kapas beralkhohol sebanyak
beberapa kali usapan. Biarkan 30 detik sampai alkhohol mongering •
Oleskan krim antibiotic sebesar biji kacang pada Katter exit site.
•
Tutup kembali dengan balutan baru.
3. Perawatan untuk infeksi pada exit site: •
Menyarankan kepada klien untuk datang ke fasilitas kesehatan untuk
dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengetahui apak terjadi infeksi disana. •
Apabila terjadi infeksi maka klien akan diberri antibiotik. Tanda-tanda
infeksi diantaranya adalah merah, meradang, keluar nanah atau terasa sakit, gatal dan panas. •
Menyarankan kepada klien agar penggunaan antibiotic tidak dihentikan
lebih cepat sebelum waktunya meskipun gejala membaik karena apbila dilakukan penghentian sebelum waktunya maka kuman akan mudah sekali untuk tumbuh lagi
•
Menganjurkan kepada klien agar memberi tahu apabila ada alergi terhadap
antibiotic •
Memberitahu kepada klien bahwa setelah menjalani pengobatan dengan
antibiotic klien akan diminta untuk datang kembali ke unit dialysis untuk doperiksa apakah infeksi sudah teratasi. 4. Yang perlu dilakukan apbila infeksi tidak menjadi lebih baik: •
Beberapa kuman sangat sulit untuk menyingkirkan jika mereka mulai
tumbuh di sekitar situs keluar Anda. •
•
Infeksi pada exit site dapat menimbulkan peritonitis Apabila peritonitis terjdai maka cairan dialisi akan menjdai lebih pekat dank
lien mengalami nyeri perut maka perlu disarankan kepada klien untuk melakukan perawatan di rumah sakit
•
Kateter perlu dilepas jika infeksi tetap tidak sembuh
•
Menyarankan kepada klien Sangat penting untuk memeriksa exit site setiap
hari terhadap terjadinya infeksi •
sesegera mungkin lakukan pengobatan
5. Hal-hal yang dapat pasien lakukan untuk mengurangi resiko infeksi peritonium: •
Selalu mencuci tangan dengan baik sebelum membersihkan exit site dan
mengeringkan exit site dengan benar. •
Pertahankan balutan exit site dalam keadaan kering
•
Bersihkan exit site setiap hari dan selalu mengecek keadaan exit site.
•
Rawat exit site dengan krim yang diresepkan oleh dokter
•
Lakukan perawatan exit site segera setelah pasien mandi.
•
Hindari trauma pada daerah exit site.
•
Berikan pakaian atau wadah khusus untuk meletakkan dan melindingi
kateter. 6. Keadaan yang mengharuskan pasien segera menghubungi tenaga medis: •
Pasien mengalami kesulitan BAB dan gangguan pencernaan
•
Pasien mengalami sakit perut, dan Anda adalah muntah (muntah).
•
Sesak/kesulitan saat bernapas
•
Timbul lubang disekitar kateter pada perut (Reuters,2010)
Selain hal-hal yang perlu diketagui oleh perawat maupun pasien diatas, yang paling penting pasien juga perlu diberi pengajaran untuk melaksanakan sendiri CAPD setelah kondisinya secara medis dianggap stabil. Pelajaran dapat diberikan secara rawat jalan atau rawat inap. Biasanya latihan CAPD memerlukan waktu 5 hari hingga 2 minggu. 1.
Program Latihan
Selama periode latihan, pasien diaajrkan tentang materi anatomi dan fisiologi dasar ginjal, proses penyakitnya, prosedur terapi pertukaran, komplikasi yang mungkin terjadi serta respon yang tepat terhadap komplikasi tersebut, pemeriksaan tanda-tanda vital, perawatan kateter, teknik membasuh tangan yang baik, dan yang paling penting adalah siapa yang harus dihubungi bila timbul suatu masalah serta kapan menghubunginya. Karena konsekuensi peritonitis, pasien dan keluarganya harus mandapat pelajran tentang tanda-tanda peritonitis, tindakan preventif dan srategi penanganan dini.
2.
Terapi Diet
Perawat, ahli gizi dan pekerja sosial harus menemui pasien beserta keluarga selama periode latihan pada saat-saat tertentu sesudahnya. Informasi dan instruksi tentang diet harus diberikan. Meskipun diet pada pasien dengan terapi CAPD merupakan diet yang bebas, ada beberapa rekomendasi yang perlu disampaikan. Karena protein akan hilang pada dialysis peritoneum kontinyu, maka pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein dengan gizi yang baik dan
seimbang.
Mereka juga dianjurkan untuk
meningktakan asupan serat setiap hari untuk membantu mencegah konstipasi yang dapat menghambat aliran cairan dialisat kedalam atau keluar cavum peritoneal. Pasien sering menglami pertambahan berat badan sebanyak 1,5 hingga 2,5 kg dalam waktu 1 bulan setelah CAPD dimulai, oleh sebab itu pasien diminta untuk mengurangi asupan karbohidratnya, untuk menghindari kenaikan berat badan yang berlebihan. Asupan natrium, kalium dan cairan sesuai dengan yang dianjurkan. 3.
Asupan Cairan
Pasien biasanya kehilangan 2 liter cairan lebih atau diatas 8 liter cairan dialisat yang diinfuskan kedalam rongga abdomen selama periode 24 jam, keadaan ini memungkinkan asupan cairan yang normal bahkan pada pasien yang anefrik (pasien tanpa ginjal).
4.
Perawatan Tindak Lanjut
Pasien diajarai menurut kemampuan sendiri dan tingkat pengetahuannya untuk belajar, banyaknya materi yang diberikan harus dapat dipahami pasien tanpa merasa terganggu atau terlalu dijejalkan informasi yang berlebihan. Perawatan tindak lanjut melalui telepon, kunjungan klien ke klinik rawat jalan, serta perawatan di rumah yang kontinyu akan membantu pasien untuk beralih kapada perawatan di rumah dan berperan aktif dalam perawatan kesehatannay sendiri.
Kemampuan
pasien untuk
memeriksa
apakah
pilihannya
yang
berkenaan dengan terapi dialysis atau pengendalian tekanan darah yang sudah tepat, atau hanya untuk membicarakan suatu masalah sederhana sering masih bergantung pada perawat. Pasien mungkin akan dikunjungi oleh tim CAPD dalam klinik rawat jalan sekali dalam sebulan atau lebih jika diperlukan. Prosedur pertukaran yang dilakukan sendiri oleh pasien harus dievaluasi pada saat itu untuk memastikan apakah teknik aseptic yang ketat masih dipatuhi.
SUMBER RUJUKAN
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 2000 Rindiastuti, Yuyun. 2006. Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal Kronik Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth volume 2 . Jakarta: EGC.