Rona Lingkungan Hidup Awal
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL Berdasarkan hasil telaahan yang berkaitan dengan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi UKL dan UPL Penambangan dan Pengolahan Batuan Sirtu (Pasir dan Batu) seluas ±25 Ha, di Desa Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat. 1. Komponen geo-fisik-kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan; fisiografi dan geologi, hidrologi dan kualitas air, bentang alam (landscap), lahan, tanah dan erosi. 2. Komponen biologi meliputi biota teresterial dan biota perairan. 3. Komponen sosial meliputi kependudukan, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya, 4. Komponen kesehatan masyarakat meliputi sanitasi lingkungan dan tingkat kesehatan masyarakat. 3.1. KOMPONEN GEOFISIK KIMIA 1. Iklim Iklim merupakan faktor yang penting bagi kehidupan manusia, hewan maupun tumbuhan yang hidup dipermukaan bumi. Sampai saat ini, iklim merupakan salah satu faktor yang belum bisa diatur dengan kemampuan teknologi manusia. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan iklim, hal yang dapat dilakukan hanya menyesuaikan kegiatan tersebut dengan kondisi iklim yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara optimal. Berdasarkan Peta Agroklimat dari Oldeman dan Damiyati (1977), daerah wilayah studi di Desa Bambakoro, Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat mempunyai Tipe iklim A (daerah sangat basah). Puncak curah bulan kering berlangsung pada bulan Februari dan Mei sampai bulan Oktober. Bulan basah hanya terjadi pada bulan Juni, Oktober dan November. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), hanya sebagian kecil kawasan di Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara bertipe iklim A khusus pada daerahdaerah pesisir Barat dan Barat Laut Pasangkayu, dengan nisbah rata-rata jumlah bulan Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 1
Rona Lingkungan Hidup Awal basah (BB) dan bulan kering (BK) dinyatakan dalam nilai Q (%) dengan kisaran 0≤Q<14,3, atau termasuk wilayah/daerah sangat basah. Kondisi iklim secara umum dapat ditinjau dari beberapa indikator. Hasil pengumpulan data studi ini diperoleh indikator iklim antara lain: a. Curah Hujan dan Lama Penyinaran Matahari Curah hujan rata-rata tahunan (tahun 2008) dikawasan ini berkisar 2.197,7 mm, dengan curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 227,5 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 98,4 mm. Total hari hujan (tahun 2008) berkisar antara 10 hari hingga 24 hari per bulan. Sepuluh hari hujan terjadi pada bulan Januari, Februari dan Mei, sedangkan 24 hari hujan terjadi pada bulan Agustus. Lama penyinaran matahari termasuk dalam katagori rendah. Nilai rata-rata tahunan penyinaran sebesar 69,4%. Rendahnya lama penyinaran matahari tersebut disebabkan daerah ini termasuk yang sering tertutup oleh awan. Lama penyinaran matahari maksimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 77,6%, sedangkan terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 62,4%. b. Suhu dan Kelembaban Udara Suhu rata-rata harian berkisar 26,69 s/d 27,53 ºC, suhu udara rata-rata tahunan sebesar 27,12 ºC. Suhu udara maksimum terjadi pada bulan Oktober dan suhu udara rata-rata minimum terjadi pada bulan Juli. Hampir merata dikawasan ini sepanjang tahun selalu lembab dengan nilai kelembaban relatif (RH) rata-rata tahunan mencapai 68,43%. Kelembaban relatif udara tertinggi terjadi pada bulan Mei dan terendah pada bulan September. c. Kecepatan Angin Kecepatan angin dikawasan ini termasuk dalam katagori lemah sampai sedang, kecepatan angin rata-rata tahunan mencapai 7,74 km/jam. Kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Januari dan Oktober yaitu 8,28 km dan kecepatan angin terkecil terjadi pada bulan Juli yaitu 6,84 km/jam. 2. Geologi Uraian tentang kondisi Geologi Kabupaten Mamuju Utara, berdasarkan hasil pemetaan lapangan yang dikompilasikan dengan Peta Geologi Regional Bersistem Skala 1 : 250.000 Terbitan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (PPPG) Bandung, pada bagian Barat lembar Pasang Kayu (Sukido, dkk., 1974) dan bagian lembar Palu (RAB Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 2
Rona Lingkungan Hidup Awal Sukamto, dkk 1973). Berdasarkan letak geografis dan geologi regional tersebut di atas, Kabupaten Mamuju Utara terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan selatan yang disajikan sebagai berikut : 2.1 Geomorfologi Geomorfologi daerah penelitian berdasarkan kesebandingan peta geologi dan hasil pengamatan langsung di lapangan, maka daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu morfologi pegunungan, morfologi perbukitan, dan morfologi pedataran. (Gambar 1-3) 2.1.1 Satuan Morfologi Pegunungan Morfologi ini menempati hampir 20% (dua puluh persen) dari luas daerah yang dipetakan dengan kemiringan lereng 56% - >140%. Pada umumnya morfologi ini berada pada bagian selatan sebelah timur dari daerah penelitian yaitu di daerah Kecamatan Bulutaba, Kecamatan Doripoku, dan Kecamatan Dapurang. Morfologi ini umumnya berlereng terjal, dan curam, puncak bukitnya dengan ketinggian 500 – 1.200 meter dari permukaan laut. Perbukitan ini belum di usahakan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian maupun perkebunan. Masyarakat banyak mengusahakan rotan dan kayu gelondongan. Morfologi pegunungan ini disusun oleh batuan yang berasal dari formasi lariang dengan satuan batuan batusabak, konglomerat, batupasir malihaan dan formasi latimojong dengan intrusi batuan granit. 2.1.2 Satuan Morfologi Perbukitan Morfologi perbukitan pada wilayah penelitian menempati 30% dari seluruh wilayah penelitian. Membentang dari utara sampai keselatan dengan ketinggian antara 50 – 500 meter dari permukaan air laut dengan kemiringan lereng berupa permukitan bergelombang hingga terjal. Kecamatan Bambalamotu dan bagian barat Kecamatan Bulataba merupakan wilayah terluas dari satuan ini kemudian disusul dengan Kecamatan baras, Kecamatan Doripoku dan Kecamatan Dapurang. Material penyusun morfologi ini adalah batuan-batuan sedimen dan vulkanik, seperti batuan tufa, konglomerat, batugamping koral, batupasir, dan material sirtu pada aliran-aliran sungai. Morfologi perbukitan ini banyak diusahakan masyarakat setempat sebagai areal perkebunan dan pertanian yaitu berkebun coklat dan kelapa sawit, serta permukiman.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 3
Rona Lingkungan Hidup Awal
Gambar 3-1. Peta Geomorfologi Kabupaten Mamuju Utara
2.1.3 Satuan Morfologi Dataran Rendah Morfologi dataran rendah merupakan daerah landai dengan kemiringan lereng 0-2 %, biasanya material penyusun dataran rendah adalah material hasil transportasi sungai maupun laut. Pada daerah penelitian dibagi menjadi 3 bentukan morfologi, yaitu dataran pantai, dataran banjir dan gosong sungai. Morfologi
dataran
mendominasi
wilayah
penelitian
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
menempati
50%
yang III - 4
Rona Lingkungan Hidup Awal membentang dari utara ke selatan dan umumnya berada pada daerah-daerah pinggir pantai, sungai dan dataran-dataran antara sungai-sungai yang ada dengan sudut lereng 0 – 2%. Satuan ini berada pada ketinggian 0 – 50 meter diatas permukaan laut (dpl), kecuali gosong-gosong sungai yang berada pada daerah ketinggian. Satuan ini didominasi oleh material endapan sungai dan pantai. Morfologi dataran rendah ini banyak diusahakan masyarakat setempat sebagai areal perkebunan, pertanian yaitu berkebun coklat dan kelapa sawit, tambak, jasa dan permukiman, serta sebagai pusat pemerintahan. 2.2 Stratigrafi Kabupaten Mamuju Utara yang berada pada bagian utara Provinsi Sulawesi Barat, secara geologi merupakan bagian peta geologi regional dari yakni; Peta geologi lembar Pasangkayu (dominan), peta geologi lembar Palu menempati sebagian kecil wilayah Kabupaten Mamuju Utara bagian Utara dan peta geologi lembar Mamuju, menempati bagian selatan wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Kompilasi dari ketiga lembar peta ini menghasilkan peta geologi regional Kabupaten Mamuju Utara (Lampiran A). Berdasarkan peta yang disusun oleh Sukido, dkk (1993), sebagai bagian yang dominan, wilayah ini terbagi tiga kelompok batuan yang memanjang utara – selatan. Pada wilayah bagian barat (bagian tenggara wilayah Kab. Mamaju Utara) didominasi oleh batuanbatuan berumur tua berupa kelompok batuan metamorf Formasi Latimojong (Kls). Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir malih, batusabak, dan filit yang perkirakan umur Kapur. Di daerah penelitian anggota batuan yang terdapat di Formasi Latimojong antara lain; Batusabak, batusabak secara megaskopis kenampakan berwarna kelabu, kelabu tua hingga kehitaman, belahan menyabak dan mudah pecah melalui bidang belah, setempat karbonan, kompak dan getas, ketebalan lapisan antara 25 – 75 Cm. Fillit, Fillit berwarna kelabu, kelabu tua hingga kehitaman, terdiri dari hablur kuarsa dan mika, pejal dan mudah pecah melalui bidang pendaunan. Batupasir malih, batupasir ini berwarna kelabu hingga kelabu tua, terdiri dari hablur kuarsa, feldspar, biotit, sedikit amphibole, dan piroksin, umumnya berbutir halus hingga sedang, bersifat karbonan dan gampingan, terpilah sedang hingga buruk, menyudut tanggung, padu. Tebal lapisa batupasir ini berkisar antara 25 – 120 Cm. Batulempung, batuan ini berwarna kelabu hingga kelabu kecoklatan, sangat keras dan sangat kompak.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 5
Rona Lingkungan Hidup Awal Satuan batuan anggota Formasi Latimojong tersingkap baik di sebelah barat Kecamatan Doripoku, Kecamatan Dapurang, dan Kecamatan Bulutaba. Formasi Latimojong ditindih tak selaras batuan gunungapi Formasi Lamasi (Toml) dan Formasi Talaya. Batupasir pada anggota satuan ini, kenampakan secara megaskopis berwarna kelabu, kecoklatan dan kelabu tua, berbutir sedang, setempat kasar hingga kerikilan, penyusun utamanya kepingan andesit, kuarsa, batuan malihan, mika dan mineral gelap, tersemen oleh silika dan karbonat, keras dan pejal. Berlapis buruk dengan tebal 5 Cm – 2,5 M. Struktur silangsiur dan perlapisan bersusun banyak dijumpai, setempat perlapisan bergelombang. Batulempung pada satuan anggota Formasi Lariang, keterdapatan di lapangan menampakkan berwarna kelabu hingga kecoklatan, setempat gampingan dan pasiran, setempat bersifat lanauan dan menyerpih, mudah hancur, batuan ini setempai terdapat sebagai sisipan. Batuan Tufa pada anggota satuan Formasi Lariang, kenampakan dilapangan berwarna putih keabuan, berukuran halus, setempat pasiran, tebalnya mencapai 2,75 M. Satuan batuan anggota Lariang tersingkap baik di daerah Sungai Lariang, Sungai Karossa,
Sungai
Randomayang.
Formasi
Lariang
mempunyai
hubungan
ketidakselarasan dengan batuan yang lebih tua di bawahnya dan juga batuan yang lebih muda di atasnya termasuk Formasi Pasangkayu. Pada umumnya kedudukan batuan yang ada pada formasi ini relatif ke arah barat. Formasi Pasangkayu terdiri dari batupasir dan batulempung, setempat ditemukan batugamping dan konglomerat. Di daerah penelitian satuan anggota Formasi Pasangkayu
tersebut
diatas
terdapat
batupasir,
dimana
secara
megaskopis
memperlihatkan warna kelabu-hingga kelabu tua, tersusun oleh butiran kuarsa, mika dan mineral gelap, berbutir halus hingga sangat halus setempat dijumpai berbutir kasar hingga sangat kasar dan setempat bersifat lanauan, terpilah sedang, agak padat dan kompak, massa dasarnya terdiri dari lempung dan kuarsa berukuran halus. Satuan Batulempung pada formasi pasangkayu, kenampakan berwarna kelabu hingga kelabu tua, setempat pasiran, gampingan dan fosilan, agak padat, mudah hancur, batuan ini setempat terdapat sebagai sisipan. Satuan batugamping anggota Formasi Pasangkayu, keterdapatan dilapangan berwarna putih hingga kelabu muda, umumnya koralan dan setempat mengandung molluska dan pejal. Umumnya terdapat sebagai sisipan dengan tebal 7 – 20 Cm dan pada lapisan atas ketebalannya terdapat hingga 7 Meter.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 6
Rona Lingkungan Hidup Awal Satuan batuan anggota pasangkayu tersingkap baik di daerah Pasangkayu, Sungai Lariang dan sebelah barat Dapuran dan daerah Sungai Pasangkayu. Umur formasi ini adalah Pliosene dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan aluvial (Qa) yang berumur holosen dan mendominasi bagian barat. Formasi ini mempunyai kedudukan perlapisan yang relatif kearah barat, setempat memperlihatkan antiklin dan ditemukan fosil mikro. Satuan alluvial dan karbonat kwarter terdiri dari material lempung, pasir, kerikil, kerakal dan batugamping koral. Endapan Alluvial dan Gamping Terumbu yang tersebar di sebapanjang pantai merupakan ciri dari endapan kwarter. Kenampakan di lapangan batugamping terumbu tersebar di daerah dataran pantai meliputi Kecamatan Bambalamotu, Kecamatan Pasangkayu, Kecamatan Tikke Raya, Kecamatan Lariang dan sebelah barat Kecamatan Doripoku. Sedangkan endapan alluvium menyebar di seluruh kecamatan yang ada di kabupaten Mamuju Utara, umumnya berada di dekat pantai dan merupakan dataran alluvial dan perbukitan bergelombang lemah. Pada lembar pasangkayu terdapat batuan terobosan, dimana batuan ini diduga berumur Miosen-Pliosen (Tmpi) terdiri dari diorit-andesit (d), granit dan granodiorit (g). Indikasi kegiatan magmatisme tersebut diduga terjadi selama Miosen. 2.3 Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah ini di duga dipengaruhi oleh pergerakan sesar utama Palu-Koro. Dampak dari sesar utama ini, diperkirakan membentuk sesar geser ikutan yang berarah Timur Laut-Barat Daya, sesar normal, lipatan dan rekahan (kekar). Indikasi sesar geser ikutan yang ada diwilayah ini di interpretasikan berdasarkan peta topografi yang mengidentifikasikan adanya kelokan sungai yang tajam, breksi sesar dan dinding sesar di lapangan. Sesar normal diperkirakan berada di sepanjang pegungungan di sebelah tenggara dari pada daerah penelitian. Indikasinya berdasarkan interpretasi kontur yang menunjukkan adanya perbedaan kontur yang rapat dan kontur yang renggang secara signifikan. Lipatan yang ada di daerah ini berupa lipatan terbuka dan lipatan tertutup. Lipatan terbuka mempunyai kemiringan sayap kurang dari 30o berarah hampir utara – selatan. Lipatan antiklin umumnya sangat tajam yang sebagian sudah tererosi, struktur ini tersingkap di Desa Doda, di mana lipatan antiklin ini diperkirakan berasosiasi dengan sesar naik yang berkembang di daerah ini.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 7
Rona Lingkungan Hidup Awal Rekahan batuan (kekar) hampir terdapat pada semua jenis batuan, terutama di sekitar lajur sesar, baik pada batuan malihan, sedimen dan beku yang terdapat di daerah ini. Di beberapa tempat kekar ini mempengaruhi pola aliran sehingga berpola lurus atau menyiku. Stratigrafi daerah Pasangkayu secara rinci (Calvert, 1999) ditunjukkan pada gambar (3-2)
Gambar 3-2. Kolom Stratigrafi Regional Pasangkayu Sulawesi Barat (Calvert, 1999)
2.4 Bahan Galian atau Pertambangan Batuan Pasir dan Batu Pasir dan batu disingkat sirtu merupakan endapan yang belum terkonsolidasi dengan baik (sebagai material lepas) dengan ukuran butir bervariasi (1/16 – 2 mm untuk material pasir dan ukuran batu >2 mm). Sirtu
merupakan material yang berasal dari hasil
pelapukan secara fisik dari batuan induk berupa batuan beku, sedimen atau batuan metamorf yang mengalami pengangkutan kemudian diendapkan pada lingkungan pengendapan masing-masing.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 8
Rona Lingkungan Hidup Awal Untuk material sirtu di Kabupaten Mamuju Utara, pasir diendapkan pada sungai dan pantai, sedangkan batu atau bongkahan diendapkan pada sungai terutama pada bagian hulu. Endapan sirtu, banyak dapat dijumpai di daerah penyelidikan, terutama pada daerah-daerah aliran sungai besar, endapan pasir juga dapat dijumpai pada sepanjang pantai di Mamuju Utara. Penyebaran sirtu dapat ditemukan pada beberap lokasi antara lain; Sungai Sarjo Kecamatan Sarjo, Sungai Randomayang daerah Nulae Kecamatan Bambalamotu, hulu Sungai Patagang, hulu Sungai Karossa, hulu Sungai Benggaulu, Sungai Tarakedokoro Kecamatan Dapurang, dan Sungai Lariang Kecamatan Lariang. Bahan galian dari endapan sirtu telah dimanfaatkan berbagai kebutuhan, khususnya sebagai material bahan bangunan yang telah diusahakan oleh beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang pertambangan yang telah mendapat izin usaha dari Pemerintah Kabupaten Mamuju Utara
Gambar 3-3. Penambangan dan pengolahan bahan galian Sirtu
Tabel 3-1. Hasil Analisa Butir dengan saringan Batu pasir Kabupaten Mamuju Utara Kode Sampel
PS1 MATRA
Ukuran/No Saringan (Mesh) 4 8 10 20 40 80 100 200 Pan Total
PS2 MATRA
4 8 10 20 40 80
% Tertahan Saringan; Masing-masing Berat (gram) % 0 0 0 0 0.2 0,04 1.2 0.24 1.3 0.26 10.6 2.12 7.2 1.44 40.5 8’10 439 87.80 500
100
0 0.4 0.1 8.9 81.4 165.8
0 0.08 0.02 1.78 16.28 33.16
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 9
Rona Lingkungan Hidup Awal Kode Sampel
Ukuran/No Saringan (Mesh) 100 200 Pan
% Tertahan Saringan; Masing-masing Berat (gram) % 11.2 2.24 29.2 5.84 203 40.6
Total
500
100
• Dianalisa pada laboratorium UPTD Dinas Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009
a. Pasir Berwarna abu-abu dan kecoklatan, berbutir halus hingga sangat kasar,agak padat hingga material lepas sebagian bercampur dengan sisa tumbuhan. Pasir yang dijumpai di lapangan merupakan endapan sungai yang tersebar pada alur-alur sungai terutama pada sungai berukuran besar pada daerah penyelidikan, antara lain S. Pasangkayu, S. Lariang dll, sedangkan endapan pasir pantai tersebar di sepanjang pantai Mamuju Utara warna abu - abu kehitaman dengan sortasi baik, mempunyai ukuran butir relatif seragam, di antaranya seperti pada gambar berikut; Pada endapan pasir sungai umumnya terakumulasi bersama dengan material lainnya seperti kerikil, kerakal , bahkan dapat bercampur dengan bongkah-bongkah yang ada di sungai.
Gambar 3-4 Endapan pasir pantai di Kecamatan Sarjo
b. Kerikil dan kerakal Adalah material lepas berukuran lebih besar dari 2 cm, tersebar pada alur-alur sungai terutama pada bagian hulu, terdiri dari fragmen-fragmen dari beberapa macam batuan, antara lain granit, diorit, basal ,andesit, batupasir dan batulempung. Endapan aluvial dijumpai pada beberapa lokasi di antaranya; Sungai Sarjo, Daerah Surumana
Kecamatan
Sarjo,
daerah
Taba
Kecamatan
Bambaira,
Sungai
Randomayang, daerah Nulae Kecamatan Bambalamotu, Hulu Sungai Patagang Kecamatan Dapurang, Hulu Sungai Karossa, Kecamatan Dapurang, hulu Sungai Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 10
Rona Lingkungan Hidup Awal Benggaulu, Sungai Tarakedokoro, Kecamatan Dapurang, Sungai Lariang, dan Kecamatan Bulutaba.
Gambar 3-5 Endapan sungai terdiri dari pasir, kerikil, Kerakal sampai bongkah
3. Kondisi Tanah 3.1. Tanah dan Orde Tanah Pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan tanah dapat berbeda-beda, tergantung dari segi mana tanah itu dilihat. Batasan atau definisi tanah yang dilihat dari segi ahli bangunan sudah tentu akan berbeda dengan definisi yang dilihat dari segi ahli pertanian, dan sebagainya. Banyak batasan-batasan (definisi) yang dibuat orang tentang tanah yang kadangkala definisi tersebut singkat saja, namun adapula batasanbatasan yang cukup panjang. Namun batasan yang dikemukakan disini adalah merupakan kombinasi definisi yang dibuat oleh Joffe dan Marbut, kedua nama tersebut merupakan dua ahli ilmu tanah yang kenamaan dari Amerika Serikat. “Tanah itu adalah tubuh alam (Natural Body) yang terbentuk dan berkembang sebagai akibat bekerjanya gaya alam (Natural Forces) terhadap bahan-bahan alam (Natural Material) dipermukaan bumi. Tubuh alam ini dapat berdeffrensiasi membentuk horisonhorison mineral maupun organik yang kedalamannya beragam dan berbeda-beda sifatsifatnya dengan bahan induk dibawahnya dalam hal morfotogi komposisi kimia, sifatsifat fisis maupun kehidupan biologisnya. Bahan-bahan anorganik tersebut mendukung tumbuhnya jasad hidup. Jasad hidup dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya apabila dalam tanah itu tersedia apa yang disebut hara, air dan udara. Pada permukaan daratan didapatkan bendabenda tanah, batu-batu keras, lumpur payau-payau atau rawa-rawa, tumbuh-tumbuhan, lava dan lahar gunung berapi atau hanya beberapa atau satu macam saja dari bendaDokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 11
Rona Lingkungan Hidup Awal benda tersebut. Mineral (pelikan) adalah benda-benda bentukan alam yang mempunyai susunan kimia tertentu dan pada umumnya berhablur (berkristal). Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil penelitian dikawasan ini dijumpai 4 (empat) orde tanah yaitu : Entisol, Histosol, Inceptisol dan Ultisol. a) Tanah Entisol adalah : tanah yang belum mengalami perkembangan penampang tanah. Tanah ini umumnya terbentuk dari pengendapan baru atau tanah-tanah yang mengalami proses erosi secara kontinyu sehingga seolah-olah terjadi pemudaan kembali. Pada tanah ini terdapat epipedon orchik, histik atau sulfurik. Tanah Entisol adalah tanah endapan sungai atau rawa-rawa pantai. Tanah Entisol yang berasal dari bahan alluvium umumnya merupakan tanah yang subur. Perbaikan deainase di daerah rawa-rawa menyebabkan munculnya cat clay yang sangat masam akibat oksidasi sulfide dan sulfat. b) Tanah Histosol adalah Jenis tanah ini terbentuk bila produksi dan penimbunan bahan organik lebih besar dari mineralisasinya. Keadaan ini terdapat di tempattempat yang selalu digenangi air sehingga sirkulasi oksigen sangat terhambat. Oleh karena itu dekomposisi bahan organik terhambat dan terjadilah akumulasi bahan organik. c) Tanah Inceptisol adalah jenis tanah muda tetapi lebih berkembang dari Entisol, memiliki epipedon umbrik, orchrik, molik atau plagen, juga memiliki horizon kambik. Ordo tanah ini memiliki solum yang tebal, warna tanah terang dan seragam dengan batas-batas horizon kabur, remah sampai gumpal, gembur, kejenuhan basa kurang dari 50%, pH berkisar 4,5 – 5,5, dan kandungan bahan organik kurang dari 1%. Padaanan nama tanah ini adalah Latosol, (Sistem Dudal Soepraptohardjo, 1957, 1961); Kambisol (modifikasi PPT 1978/1982); dan Kambisol (FAO/UNESCO 1974). d) Tanah Ultisol adalah tanah dengan horison argilik atau kandik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah < 35%, sedang kejenuhan basa pada kedalaman < 1,8 m dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 35%. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua berupa batuan liat. Problema tanah ini adalah reaksi masam, kadar Al tinggi sehingga menjadi racun bagi tanaman dan menyebabkan fiksasi P, unsur hara rendah, diperlukan pengapuran dan pemupukan. Padanan nama tanah ini adalah Podsolik Merah Kuning (Sistem Dudal Soepraptohardjo,1957,1961); Podsolik (modifikasi PPT 1978/1982); dan Acrisol (FAO/UNESCO 1974). Di lokasi, studi order tanah Ultisol ditemukan dari great group tanah Tropudults.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 12
Rona Lingkungan Hidup Awal 3.2. Interpretasi Hasil Analisis Laboratorium (1) Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang dikaji dalam studi ini adalah tekstur, permeabilitas, porositas dan bobot isi. Tekstur tanah mencerminkan ukuran dan proporsi kelompok butiranbutiran primer mineral tanah yang ditentukan oleh perbandingan relatif jumlah fraksi liat, debu, dan pasir. Perbandingan relatif dari fraksi-fraksi tersebut dapat berubah akibat pelapukan tanah dan sedimentasi liat dari aliran air. Tekstur suatu horison tanah merupakan sifat yang hampir tidak berubah. Tanah di lokasi itu bertekstur lempung berdebu. Berdasarkan hasil analisis sifat fisik tanah yang telah dilakukan terutama tekstur dan struktur tanah diketahui bahwa tanah dilokasi tersebut sangat cocok untuk pendirian
bangunan
termasuk
di
dalamnya
adalah
fasilitas
infrastruktur
Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C). Sifat tanah demikian dapat mendukung untuk beridirinya/kokohnya sebuah bangunan. Namun demikian, karena tanah di lokasi tersebut sangat poros (dengan ruang pori total 55,85%) maka hendaknya dalam pengelolaam limbah rumah tangga terutama limbah cair dan lain-lainnya pada tahap operasi perlu dilakukan pengelolaan dengan membuatkan bak penampungan lalu kemudian dilakukan pengelolaan sesuai standar yang berlaku, kemudian limbah tersebut dapat disalurkan atau dibuang. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya pencemaran tanah, dan pencemaran air laut. Hal ini tersebut dikarenakan tanah yang bersifat poros memiliki daya mengikat terhadap air rendah, infiltrasi dan atau permeabilitas cepat hingga sangat cepat yang hal ini memudahkan air/limbah masuk ke dalam tanah hingga mencapai air tanah dan menyebabkan terjadinya pencemaran. Secara umum sifat fisik tanah di lokasi studi ditinjau dari kualitas lingkungannya, tanah ini masuk kategori kualitas rendah. (2) Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah yang dikaji adalah: reaksi tanah (pH), C-organik, N-total, Ptersedia, P-total, K-total, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K), kejenuhan basa, dan kapasitas tukar kation (KTK). Reaksi tanah (kemasaman tanah) menunjukan reaksi tanah dan itu akan mempengaruhi kemampuan tanah menyediakan hara bagi tanaman yang dibudidayakan. Reaksi tanah dilokasi studi tergolong masam dengan nilai pH 5,57.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 13
Rona Lingkungan Hidup Awal Bahan organik lebih berpengaruh terhadap sifat fisik kimia tanah. Adanya kandungan bahan organik akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat air dan menyediakan unsur hara, serta meningkatkan respons tanah terhadap pemupukan. Kandungan bahan organik dicirikan oleh kandungan C-organik tanah. Hasil analisis contoh tanah yang diambil di lokasi kegiatan menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah di areal studi tergolong rendah yaitu 1,64%. Nitrogen (N), Kalium (K) dan Fosfor (P) adalah unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh semua tanaman. N, P, dan K merupakan unsur hara esensial yang tergolong dalam unsur hara makro. Ketiga unsur itu tersedia dalam tanah secara alami dan dapat diberikan pada tanaman dengan jalan pemupukan N,P,K sebagai unsur hara makro sangatlah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Tabel 3.1. Hasil Analisis Tanah Di Wilayah Studi. NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
PARAMETER Pasir Debu Liat Permeabilitas Berat Isi Tanah Ruang Pori Tanah C‐organik N‐total C/N pH H2O (1:2,5) pH KCl (1 :2,5) P2O5 (HCl 25%) P2O5 (Bray I) K2O (HCl 25%) Ca Mg K Na KTK KB Al‐dd H‐dd
SATUAN
NILAI
Keterangan
% % % cm/jam g/cm3 % % %
3,71 79,87 16,42 16,67 1,17 55,85 1,67 0,18 12,15 5,57 4,32 23,62 22,79 69,41 3,06 0,39 0,59 0,64 20,29 23,06 0,70 0,30
Lempung Berdebu
mg/100 g ppm me/100 g me/100 g me/100 g me/100 g me/100 g me/100 g % me/100 g me/100 g
Cepat Sangat Tinggi Rendah Rendah Sedang Masam Masam Sedang Rendah Tinggi Rendah Sangat Rendah Sedang Sedang Sedang Rendah
Sumber : Hasil Analisis Laboratoriun Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, 2011
Di dalam tanah dan tanaman, Nitrogen (N), sangatlah mobil, kalium (K) agak mobil sedangkan fosfor tersedia cenderung relatif lebih stabil. Ketiga unsur tersebut mempunyai
peranan
masing-masing
mulai
perkembangan perakaran dan pembuahan.
dari
pertumbuhan
vegetatif,
Secara umum unsur N–total dan P-
tersedia di lokasi kegiatan adalah beragam. Kandungan Nitrogen total tergolong rendah 0,18%, sedang fosfor tersedia juga tergolong sedang yaitu 23,62 ppm P2O5. Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 14
Rona Lingkungan Hidup Awal Basa-basa tertukar dan Kejenuhan Basa. Kandungan Ca tergolong rendah yaitu 3,06 me%, Mg tergolong sangat rendah dengan nilai 0,39 me%, K tertukar tergolong sedang yaitu 0,59 me%, sedangkan Na tertukar tergolong sedang dengan nilai 0,64 me%. Keberadaan kation basa dalam tanah sangat penting karena dapat memberikan respon positif terhadap penyediaan hara oleh tanah terhadap tanaman. Nilai kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk melakukan pertukaran terhadap kation-kation tanah. Semakin tinggi KTK tanah maka tanah dikategorikan baik. Nilai KTK tergolong sedang (20,29 me%). Sedangkan kejenuhan basa (KB) tergolong sedang yakni 23,06%. Dari hasil analisis tersebut di atas, secara umum kesuburan tanah di wilayah studi tergolong rendah sampai sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesuburuan tanah ditinjau dari kualitas lingkungannya, tanah ini masuk kategori kualitas sedang (moderat). 4. Hidrologi dan Kualitas Air Kondisi air dikawasan ini bersumber dari beberapa potensi diantaranya dari : a. Air Permukaan. Air permukaan (sungai) dimaksud adalah Salu Lariang. Sungai utama di kawasan ini adalah Salu Lariang. Salu Lariang yang melintasi dan/atau sebagai pemisah/batas antara kawasan di wilayah Kecamatan Tikke Raya di sebelah Utara dan Kecamatan Lariang di sebelah Selatan, mempunyai lebar rata-rata ± 50 m, kedalaman rata-rat a ± 4 m, dengan debit aliran ± 11,7 m³/detik. Di beberapa tempat sepanjang sungai ditemui adanya daerah rawa. b. Air Tanah Dangkal. Kedalaman muka air tanah dari hasil pengamatan di lapangan bervariasi tergantung pada kondisi topografi. Pada daerah rendah (low land) muka air tanah berkisar antara 1 – 3 meter, sedangkan pada daerah yang relatif tinggi (up land) berkisar antara 4 – 8 meter. Kualitas air sumur kurang memenuhi standar karena masih mengandung kadar besi (Fe) yang cukup tinggi. c. Kebutuhan Air Bersih. Untuk kebutuhan air bersih saat ini sudah dibangun Instalasi Penjernihan Air Minum (IPA) khusus di Kota Pasangkayu dan sumber air gravitasi di Baras, Sarudu dan Bambalamotu. Sebagaian sudah terpasang jaringan pipa air bersih dan bak-bak penampungan air. Selain masyarakat masih memanfaatkan air sumur dan air sungai untuk memenuhi sebagian keperluannya. 4.1. Kualitas Air Air yang memiliki kualitas yang baik jika memenuhi syarat fisik, kimia dan biologi Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 15
Rona Lingkungan Hidup Awal berdasarkan peruntukannya sesuai dengan baku mutu yang berlaku. Untuk mengetahui kualitas air, dilakukan pengukuran pada badan air sungai dan sumur penduduk. Pengukuran sifat fisik maupun sifat kimia, dilakukan baik secara in situ (langsung) di lapangan maupun analisis di laboratorium. Parameter yang diamati secara in situ adalah suhu, konduktivitas, turbiditas, DO, pH dan salinitas, sedangkan parameter lainnya diukur di Laboratorium Analisis Sumberdaya Alam dan Lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air, baik sifat fisik dan kimia air dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi ekosistem perairan dan sumber air di sekitar lokasi Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Desa Bambakoro Kecamatan Lariang. Penilaian terhadap sifat fisik dan kimia air tersebut, dibandingkan dengan kualitas lingkungan berdasarkan Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun. 2001 Kelas II. Tabel 3.2. Hasil Analisis Kualitas Air Sungai Sungai Lariang (Muara) di Lokasi Rencana Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Desa Bambakoro Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara. No
PARAMETER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Suhu Padatan Terlarut Total (TDS) Residu Tersuspensi PH Conductifitas Turbiditas/Kekeruhan Salinitas Oksigen Terlarut (DO) Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Amoniak Bebas (N-NH3) Nitrit (N-NO2) Nitrat (NO3) Total Fosfat sebagai P Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah Hitam (Pb) Mangan (Mn) Kadmium (Cd) Besi (Fe) Sulfat (SO4)
SATUAN
SUNGAI LARIANG (MUARA)
Baku Mutu *)
25.60 93,00 32.52 7.35 0.17 66.00 0.00 8,29 1.10 1,38 0,00 0.02 1,12 0,02 0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.034 0.61
Alami 1.000 50 6-9 Alami 6 2 10 (-) 0.06 10 0,2 0.02 0.05 0.03 (-) 0.01 (-) 400
°
C mg/L mg/L mS/cm NTU ‰ mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
Keterangan : *) = Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Th. 2001 Kelas II
Adapun Hasil analisis berbagai parameter kualitas air dijelaskan sebagai berikut:
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 16
Rona Lingkungan Hidup Awal 1. Sifat Fisik : Suhu air hasil pengukuran diperoleh pada kisaran antara 25,60 °C (Tabel 3.2), suatu kondisi yang cukup stabil bagi sebuah ekosistem perairan. Pada saat pengukuran suhu di lokasi pengamatan, kondisi cuaca dalam keadaan cerah, keadaan ini merata di semua lokasi. Hasil pengukuran total padatan tersuspensi terdeteksi pada 93,0 mg/L dalam contoh air sungai Lariang (Muara). Hal ini menunjukkan adanya angkutan sediment dalam air tersebut, meskipun demikian kondisi ini belum melampaui baku mutu yang ada tetapi perlu mendapat perhatian untuk mencegah terjadinya peningkatan sedimentasi yang lebih besar. Nilai padatan tersuspensi dalam contoh sejalan dengan nilai turbiditas dalam air yang terdeteksi pada nilai 66,00 NTU. Peningkatan nilai turbiditas badan air berbanding lurus dengan peningkatan padatan tersuspensi dalam badan air. Besarnya nilai padatan tersuspensi dalam air juga berpengaruh terhadap besarnya nilai conduktivitas badan air. Hasil pengukuran in situ conduktivitas badan air terdeteksi pada kisaran 0,17 mS/cm. 2. Sifat Kimia : Nilai pH suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain proses fotosintesis, biologis dan adanya berbagai jenis kation dan anion di perairan tersebut. pH air berperan penting dalam proses kimiawi maupun biologis yang kesemuanya itu dapat menentukan kualitas perairan alami. Dengan adanya perubahan nilai pH yang kecil (≤ 0,3) akan mempengaruhi kelarutan besi, tembaga, Mn dan logam-logam lain serta keseimbangan gas CO2, bicarbonat dan karbonat. Hasil pengukuran menunjukkan nilai pH sebesar 7,35. Sedangkan kandungan oksigen terlarut (DO) di lokasi rencana kegiatan diketahui berada pada kisaran antara 8,29 mg/L (Tabel 3.2). Selanjutnya parameter kualitas air dari kelompok senyawa-senyawa organik, dengan indikator BOD (kebutuhan oksigen biologi) dan COD (kebutuhan oksigen kimia). Nilai BOD yang menunjukkan adanya sejumlah bahan kimia yang mudah terurai, terutama bahan organic terdapat dalam badan air, sedangkan COD digunakan untuk menunjukkan senyawa organik yang mudah terurai dan sulit terurai secara alamiah dalam badan air. Nilai BOD dan COD yang tinggi memberikan dampak negatif terhadap keseimbangan oksigen terlarut dalam lingkungan perairan. Analisis terhadap parameter-parameter tersebut di lokasi studi menunjukkan bahwa nilai BOD relatif rendah dengan kisaran nilai BOD yakni 1,10 mg/L. Nilai COD yaitu 1,38 mg/L. Disimpulkan bahwa kisaran nilai tersebut masih berada pada kisaran normal Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 17
Rona Lingkungan Hidup Awal berdasarkan peraturan Pemerintah R.I Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu 10 mg/L. Senyawa Nitrogen (Amonia-N dan Nitrat) dapat berasal dari proses reduksi senyawa nitrit (denitrifikasi). Amonia merupakan sumber nitrogen tambahan yang penting untuk pertumbuhan fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Meningkatnya konsentrasi amonia di perairan dapat mengakibatkan melimpahnya fitoplankton sehingga dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi di perairan. Namun senyawa ini dalam bentuk tidak teroksidasi. Amonia relatif beracun terhadap ikan dari pada dalam bentuk basanya (NH3). Hasil pengukuran (Tabel 3.2) menunjukkan konsentrasi amonia berada pada level stabil dengan kisaran 0,02 mg/L. Kadar nitrat juga menunjukkan nilai yang stabil pada kisaran 1,12 mg/L. Sementara hasil analisis logam terlarut (seperti ion logam tembaga, ion logam seng, ion logam timbal, ion logam mangan, ion logam besi, dan ion logam kadmium) dalam air umumnya memberikan nilai konsentrasi yang stabil berdasarkan standar baku mutu yang diperkenankan. Dari Tabel 3.2 terlihat bahwa contoh air sungai yang diteliti masih memenuhi baku mutu lingkungan kualitas air permukaan kelas II sesuai dengan PP No.82 tahun 2001. 5. Kualitas Udara dan Kebisingan Kualitas udara di wilayah tapak proyek Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Kec. Lariang Kabupaten Mamuju Utara secara umum bersih (belum tercemar). Hal ini karena belum ada kegiatan yang menyebabkan terjadinya pencemaran. Oleh karena itu dalam studi UKL dan UPL ini akan diukur konsentrasi debu, maupun gas-gas seperti SO2, NO2, CO, NH3, dan gas-gas yang berbahaya lainnya yang akan mengalami perubahan bila ada proyek. Demikian halnya dengan kebisingan saat ini masih dianggap normal. a.
Kualitas Udara Pengukuran kualitas udara dilakukan pada tempat yang terdapat perbedaan kondisi antara satu tempat/kawasan dengan tempat/kawasan yang lain. Parameter kualitas udara yang teramati yaitu SO2, NO2, CO, Pb, dan debu yang diukur pada 2 (dua) tempat yang berbeda di sekitar kegiatan. Kedua tempat yang dimaksud adalah kegiatan disekitar lokasi dan di pemukiman penduduk terdekat. Hasil analisis terhadap parameter yang terukur sebagaimana tertera pada Tabel 3.3 masih berada pada kisaran normal berdasarkan PP. No 41 tahun 1999 dan KEPMEN No.48/MENLH/ II/1986 tentang baku mutu kualitas udara.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 18
Rona Lingkungan Hidup Awal Berdasarkan hasil analisis kualitas udara pada lokasi studi, diperoleh bahwa kualitas udara masih di bawah ambang baku mutu udara ambient. Hal itu menunjukkan bahwa kualitas udara dilokasi studi masih memenuhi syarat sesuai PP No. 41 Tahun 1999. Tabel 3.3. Hasil Pengukuran Kualitas Udara di Lokasi Studi PARAMETER UDARA AMBIEN Karbon Monooksida (CO) Nitrogen Dioksida (NO2) Sulfur Dioksida (SO2) Timah hitam (Pb) Debu Kebisingan
UNIT μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 μg/Nm3 dBA
SPL1
SPL2
9.25 0.17 1.22 0.11 9.8 48‐53
9.55 0.22 0.97 0.13 10.3 46‐54
Baku Mutu 9.25 0.17 1.22 0.11 9.8 55
Ket : Baku mutu : PP.No 41 tahun 1999 dan KEPMEN No.48/MENLH/ II / 1986.
b. Kebisingan Penentuan tingkat kebisingan dilakukan dengan mengadakan pengukuran langsung disumber kegiatan dan dilokasi yang diprakirakan akan terpengaruh oleh kegiatan tersebut. Tingkat kebisingan pada lokasi sumber kegiatan adalah 46,00-54,00 dBA. Kebisingan dari sumber kegiatan pada kondisi rona awal masih tergolong normal (di bawah ambang baku mutu yang diperkenankan yakni 55 dBA untuk pemukiman).
3.3. KOMPONEN BIOLOGI 3.3.1. Biologi Teresterial Pengamatan terhadap biota daratan (teresterial) meliputi vegetasi (flora) dan satwa (fauna) baik yang bersifat alami maupun kelompok budidaya yang terdapat pada lokasi studi. Pengamatan terhadap vegetasi dilakukan langsung di lapangan, sedangkan untuk satwa disamping dilakukan pengamatan langsung, juga dilakukan wawancara. 1) Flora Jenis-jenis flora/vegetasi yang dominan meliputi tumbuhan/tanaman antara lain adalah kelapa (Cocos nucifera), Kakao (Theobrema cacao), Jawa/Tammate (Lannea coromandelica), Kangkungan (Ipomoea pes-caprae), mangga (Mangifera indica), dan vegetasi rumputan. Hasil pengamatan lapangan dan orientasi lapangan menunjukan bahwa di lokasi rencana Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Kec. Lariang dan sekitarnya, tidak terdapat jenis vegetasi yang tergolong langka dan dilindungi.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 19
Rona Lingkungan Hidup Awal Tabel 3.4. Jenis-Jenis vegetasi yang terdapat di Lokasi Tapak Proyek dan sekitarnya. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama Jenis Cassia siamea Lannea coromandelica Terminalia catapa Cetaria spp. Crotalaria striata DC. Sida acuta L. Ipomoea pes‐caprae Avicenia sp. Rhizophora sp. Thespesia populnea Acrostichum aureum Panicum sp. Saccharum spontaneum Streblus asper Imperata cylindrica
Nama Umum
Keterangan
Johar jawa Ketapang Rumput‐rumputan Orok‐orok Sidaguri Kangkungan Api‐api Bakau Waru laut Paku Rumput Glagah Serut Alang‐alang
Jarang djumpai Banyak dijumpai Sering dijumpai Banyak dijumpai Jarang djumpai Jarang djumpai Banyak dijumpai Sering dijumpai Sering dijumpai Jarang djumpai Jarang djumpai Banyak dijumpai Jarang djumpai Jarang djumpai Banyak dijumpai
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010
Tabel 3.5 Jenis-jenis Tanaman Perkebunan dan Hortikultura di Lokasi Tapak Proyek dan sekitarnya. No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Jenis Cocos nucifera Theobrema cacao Musa paradisiaca Mangifera indica Artocarpus heterophyllus Averhoa belimbi Psidium guajava Morinda citrifolio L
Nama Indonesia / Lokal Kelapa Kakao Pisang Mangga Nangka Belimbing wuluh Jambu biji Mengkudu
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010
Tidak ditemukan adanya species tumbuhan langka atau endemik. Jenis-jenis tumbuhan yang ada merupakan jenis tumbuhan khas penyusun ekosistem pantai, diantaranya adalah rumput tikusan (Spinifex littoreus), teracak kambing (Ipomoea pes-caprae), biduri (Calotropis gigantea), dan waru laut Thespesia populnea. Jenisjenis tanaman tersebut (terutama teracak kambing, waru laut, dan pandan laut) umumnya merupakan jenis vegetasi utama penyusun formasi hutan pantai pada formasi terdepan. Jenis pohon yang paling dominan adalah Ketapang (Terminalia catapa) dan Johar (Cassia siamea), selain itu terdapat pula dominasi dari jenis tanaman hortikultura yaitu Mangga (Mangifera indica) dan Nangka (Artocarpus heterophyllus). Pohonpohon tersebut umum ditanam sebagai pohon peneduh di tepi jalan maupun tegalan. Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 20
Rona Lingkungan Hidup Awal 2) Fauna Hasil pengamatan lapangan di sekitar rencana kegiatan menunjukan bahwa tidak terdapat jenis satwa yang tergolong langka dan atau dilindungi undang-undang. Beberapa satwa yang ditemukan adalah hewan ternak domestikasi seperti ayam (Gallus spp.), anjing (Canis-canis), dan kambing (Capra hircus). Jenis fauna tersebut ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 3.6 Jenis Satwa/Fauna yang terdapat di Tapak Proyek dan Sekitarnya. No. 1 2 3 4 5 6 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Satwa (Fauna) Nama Lokal Mamalia Tikus/Cerucut Tikus rumah Kambing Anjing piaraan Kucing domestikasi Sapi ternak Reptilia Biawak Kadal Ular hijau Amphibia Katak Katak Daun Katak Aves (burung) Tekukur Burung Gereja Erasia Gagak Alap‐alap Elang Sulawesi Ayam kampung Pipit hitam
Status
Nama Latin Crocidura sp. Rattus exulans Capra hircus Canis familiaris Felis catus Bos taurus Varanus sp. Mabouya multifasciata Trimeroturus wagieri Lygosoma loucons Microchita heynonsi Rana sp. Streptopella chinensis Passer montanus Corvus macrorhynchus Accipiter spp. Falco longipennis Galus spp. Lonchura fuscans
TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD TD
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2010 Keterangan: D: Dilindungi; E: Endemik; TD: Tidak Dilindungi
Fauna terestrial di area studi yang paling mudah dijumpai adalah burung. Terdapat 7 jenis burung yang dijumpai, semuanya merupakan jenis burung darat. Jenis burung yang paling umum dijumpai adalah walet sapi (Collocalia esculenta), tekukur (Streptopella chinensis), dan burung gereja erasia (Passer montanus). Keberadaan jenis-jenis burung tersebut diduga berkaitan dengan tipe vegetasi area studi yang merupakan padang terbuka yang didominasi semak dan hanya ada sedikit pohon. Semak dan belukar merupakan habitat ideal bagi serangga yang merupakan makanan walet sapi. Bulir-bulir rumput adalah makanan yang sesuai bagi burung pemakan biji seperti burung gereja erasia. Jenis fauna lain yang dapat dijumpai adalah kelompok insecta yaitu capung Crocothemis servilia, beberapa jenis kupu-kupu (Lepidoptera), belalang (Locusta spp dan Valanga sp), serangga lain, dan bunglon. Fauna hasil domestikasi yang dapat Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 21
Rona Lingkungan Hidup Awal dijumpai adalah sapi ternak (Bos taurus) dan kambing (Capra hircus) yang digembalakan di sekitar ladang dan tegal penduduk sekitar. Adanya kegiatan Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU (Tambang Galian C) di Kec. Lariang Kabupaten dikhawatirkan akan mempengaruhi keberadaan jenis-jenis Fauna atau Satwa tersebut terutama kelompok Aves/burung terutama jenis burung yang dilindungi/endemik. Pengaruh tersebut berkaitan dengan habitat burung-burung yang akan terganggu oleh pelaksanaan kegiatan. Gangguan yang paling mungkin terjadi adalah pengurangan luasan habitat. Oleh karena itu, hendaknya dibangun RTH (Ruang Terbuka Hijau) dengan jenis pohon atau tanaman yang sesuai dengan habitat asli burung-burung tersebut. 3.3.2. Biologi Perairan 1. Plankton Plankton merupakan organisme yang hidupnya melayang-layang dalam badan air, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu phytoplankton dan zooplankton. Dalam sistem rantai makanan pada ekosistem sungai, phytoplankton merupakan produsen primer yang ada di wilayah perairan. Phytoplankton mempunyai kemampuan menambat sinar matahari untuk melakukan fotosintesis yang akan menghasilkan energi bagi kelangsungan hidupnya, sedangkan zooplankton merupakan konsumen tingkat pertama yang akan memakan phytoplankton. Keanekaragaman jenis plankton dapat digunakan untuk menentukan kondisi lingkungan perairan, semakin tinggi tingkat keragamannya maka badan air tersebut semakin subur dan baik. Menurut Wilhm (1975) adanya suatu pencemaran merupakan salah satu bentuk tekanan terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan tingkat keragaman semakin menurun. Berdasarkan hasil survey dan analisis di Laboratorium, jenis dan jumlah plankton dan benthos yang dijumpai di perairan sungai Lariang (Muara) dapat dilihat pada hasil analisis Laboratorium yang dianalisis oleh Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan/Perikanan Fakultas pertanian Universitas Tadulako (Tabel 3.7). Tabel 3.7. Jenis dan Jumlah Plankton dan Benthos Di Perairan Sungai Lariang (Muara) di sekitar Lokasi Kegiatan. NO 1
KODE SAMPEL Sta-1
JENIS PLANKTON Nitzschia sp Rhizosolenia sp
JMLH 9 4
JENIS BENTHOS Microcystus flosaqua Kirch Nitzschia sp Denticula sp Navicula cuspidate Closterium sp Tidak teridentifikasi
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
JMLH
KET.
2 6 1 1 1 12 (jenis)
III - 22
Rona Lingkungan Hidup Awal NO 2
3
KODE SAMPEL Sta-2
Sta-3
Sumber :
JENIS PLANKTON
JMLH
Merismopedia conuulata Larva chthamalus stellatus Late nauplius Rhizosolenia sp Nitzschia sp Nitzschia sp Denticula sp Closterium sp Crucigania tetrapedia
14 1 1 1
JENIS BENTHOS
JMLH
1
Rhizosolenia alata
1
1
Elocotrica ochinulata
1
1 14
Merismopedia conuulata Dadayiella sp Tidak teridentifikasi Nitzschia sp Tetracyclus rupestris Kircheneriella lunaris Moeb Rhizosolenia sp Cymatopleura solea Tidak Teridentifikasi
KET.
1 2 2 (jenis) 4 2 1 2 1 3 (jenis)
Laboratorium Program Studi Budidaya perairan/Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Desember 2009.
Tabel 3.8. Kelimpahan dan Indeks Keanekaragaman Plankton di Perairan Sungai Lariang (Muara) di sekitar Lokasi kegiatan Sta-1
Lokasi Sta-2
Sta-3
Densitas Fitoplankton
126
280
Densitas Zooplankton
10
Densitas Total Plankton
Parameter
Jumlah
Rerata
280
686
228.67
12
12
34
11.33
136
292
292
720
240.00
Ind.Div. Fitoplankton
0.783
0.448
0.448
1.679
0.560
Ind.Div. Zooplankton
0.737
0.007
0.007
0.751
0.250
Ind.Div. Total Plakton
0.894
0.532
0.532
1.958
0.653
Sumber: Analisis Data Primer, Desember 2009
Hasil analisis menunjukkan bahwa keanekaragaman atau diversitas plankton yang terdapat di masing-masing lokasi pengambilan sampel berkisar antara 6 - 28 genera. Kepadatan atau densitas plankton di masing-masing lokasi rata-rata berkisar 177 individu/liter dengan indeks diversitas (Shanon-Wiener) plankton rata-rata berkisar 0.758. Jenis plankton yang dominan di lokasi ini adalah genera Nitzschia sp. Berdasarkan indeks diversitas plankton di beberapa sungai sekitar rencana kegiatan, menunjukkan bahwa perairan ini termasuk dalam kategori sedang (skala 2) (Lee at., all, 1978). 2. Benthos Benthos merupakan organisme yang selama hidupnya menempati atau hidup pada dasar perairan yang pada umumnya organisme ini senang atau menyukai untuk membenamkan diri kedalam dasar perairan. Keanekaragaman benthos sangat dipengaruhi oleh kualitas air pada umumnya maupun substrat, termasuk kandungan nutrisinya. Jenis dan jumlah benthos pada sungai-sungai di sekitar kegiatan bervariasi.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 23
Rona Lingkungan Hidup Awal Kelimpahan dan keanekaragaman benthos di badan air yang ada sekitar lokasi kegiatan bervariasi. Secara umum, rata-rata kerapatan benthos setiap lokasi sekitar 210 individu/m2. Kerapatan benthos tertinggi ditemukan adalah 248 individu/m2 dengan 6 macam jenis. Kelimpahan dan keanekaragaman benthos terendah dengan kerapatan berkisar antara 182 individu/m2 dengan 4 jenis benthos. Berdasarkan pada kondisi kelimpahan dan keanekaragaman biota sungai terutama benthos, kualitas lingkungan di sekitar perairan lokasi kegiatan dapat dikategorikan dalam kondisi sedang (skala 2). 3. Jenis Nekton Jenis-jenis nekton yang terdapat di daerah kajian antara lain berupa ikan (fish) yang hidup pada umumnya di Sungai Lariang (Muara) di sekitar lokasi rencana kegiatan. Disamping jenis-jenis nekton tersebut diatas, juga didapatkan beberapa jenis organisme makrobentos yang memiliki nilai ekonomis penting seperti kepiting, udang dan kerang-kerangan. Berdasarkan hasil survey (pengamatan langsung dilapangan) dan wawancara dengan komunitas nelayan karamba yang ada di sekitar lokasi rencana kegiatan, ragam dan jenis nekton yang hidup dan berkembang biak dalam wilayah perairan sungai Lariang (Muara) disekitar tapak proyek disajikan pad Tabel 3.9. Pada perairan sungai di wilayah studi, tingkat keanekaragam nekton yang dimilikinya umumnya berada pada level sedang (terdapat 6-10 jenis). Kondisi wilayah perairan sungai Lariang (Muara) di lokasi penelitian dilihat dari tingkat kualitas keanekaragaman fauna dan keanekaragaman fauna yang bernilai ekonomi berkisar pada tingkat sedang sampai baik. Tabel 3.9. Jenis Nekton di Sungai Lariang (Muara) di Sekitar Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan. No.
Nama (Daerah)
Nama Indonesia
Nama Ilmiah
1.
Ikan Sunggili
Ikan Sidat
Anguila anguila (E)
2.
Ikan Petaga
Ikan Bula-bula
Megalops cprinoides
3.
Ikan Rameangi
Ikan Tawes
Puntius javaniscus
4.
Ikan Tumbilira/Ikan Bungo
Ikan Blosok
Monopterus albus
5.
Ikan Bumbiri
Ikan Belut
Ophiocephalus striatus
6.
Ikan Janggo
Ikan Lele
Clarias Bataracus
8.
Ikan Timponusu
Ikan Gabus
9.
Ikan Kalui
Ikan Gurami
Channa striatus (B.I) Osphronemous gouramy
Sumber :
Hasil Pengamatan, Desember 2009 E= Endemik
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 24
Rona Lingkungan Hidup Awal 3.4. KOMPONEN SOSIAL EKONOMI, BUDAYA dan KESEHATAN MASYARAKAT Secara administrasi rencana penambangan galian C (pengolahan sirtu) oleh CV. Maju Bersama berada dalam wilayah Desa Bambakoro Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Diperkirakan penduduk yang terkena dampak terhadap kegiatan ini adalah yang bermukim di sekitar kawasan penambangan tersebut, diantaranya sekitar Desa Bambakoro Kecamatan Lariang. 3.4.1. Kependudukan a. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan Lariang Dalam Angka tahun 2010, penduduk di Kecamatan Lariang pada tahun 2009 berjumlah 7.136 jiwa, dengan keluarga sebanyak 7.136 KK. Berdasarkan jumlah tersebut, maka rata-rata jumlah keluarga sebesar 4,22 jiwa/KK. Ukuran keluarga lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran keluarga di tingkat Kecamatan, yaitu sebesar 4 jiwa/KK. Luas wilayah Kecamatan studi adalah 102,88 km2 yang berarti kepadatan penduduk rata-rata sebesar 69 jiwa/km2. Dengan demikian tingkat kepadatan kecamatan studi Iebih tinggi bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk ditingkat Kabupaten yang hanya 47 jiwa/km2. Jumlah penduduk, kepadatan dan ukuran keluarga di Kelurahan dan Kecamatan studi disajikan pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Jumlah Penduduk, Kepadatan dan Ukuran Keluarga Kecamatan Lariang
Luas (Km²) 102,88
Jml Pddk (jiwa) 7.136
Jumlah Keluarga (KK) 7.136
Ukuran Keluarga (Jiwa/KK) 4,22
Sumber : Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka tahun 2010.
b. Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur Pada Table 3.11, tergambar bahwa kelompok umur 10 – 14 tahun adalah kelompok umur paling dominan, yakni 964 jiwa atau 13,51%, kemudian disusul kelompok umur 00–04 tahun sebanyak 850 jiwa atau 11,91%, dan kelompok umur 15 – 19 tahun sebanyak 699 jiwa atau 9,60%. Sedangkan kelompok umur 70 – 74 tahun yang paling sedikit yaitu hanya 1,51% dari keseluruhan penduduk Pecamatan Lariang sebagaimana tersaji pada table 3.11. Berdasarkan data Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010, Penduduk Kecamatan Lariang terdiri dari anak-anak 0-14 tahun sebanyak jiwa (34,00%), penduduk dewasa usia 15 - 59 tahun sebanyak 29.913 jiwa (55,47%) dan penduduk lanjut usia (55 tahun) sebanyak 2.681 jiwa (4,97%). Untuk jelasnya penduduk menurut kelompok umur di wilayah studi tersaji pada table berikut:
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 25
Rona Lingkungan Hidup Awal Tabel 3.11. Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Lariang Tahun 2010. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Kelompok Umur 00-04 05-09 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 > 75
Jumlah 850 626 964 699 664 654 539 474 346 313 288 192 181 126 108 112
Prosentase 11,91 8,77 13,51 9,60 9,30 9,16 7,55 6,64 4,84 4,39 4,04 2,69 2,54 1,77 1,51 1,57
Jumlah
7136
100,00
Sumber : Kecamatan Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010.
Berdasarkan komposisi tersebut, rasio beban tanggungan penduduk adalah sebesar 64,05%, artinya tiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung sekitar 64 jiwa penduduk usia non produktif. c. Laju Pertumbuhan Penduduk Pada tahun 2007 Kecamatan Lariang masih bagian dari Kecamatan Baras Kabupaten Mamuju Utara, oleh sebab itu apabila perhitungan penduduk didasarkan pada tahun 2007, maka pertumbuhan penduduk Kecamatan Lariang adalah -79% hal ini karena adanya pemekaran wilayah Kecamatan Baras menjadi tiga Kecamatan yakni Kecamatan Baras sendiri, Kecamatan Bulu Taba, dan Kecamatan Lariang. Namun dapat diprediksi kedepan bahwa kecamatan tersebut akan mengalami pertumbuhan penduduk yang sifatnya positif, karena letak geografis kecamatan tersebut secara geografis berada cukup strategis yakni berada dijalur trans Sulawesi dengan kondisi tanah yang cukup subur, apalagi kecamatan tersebut adalah salah satu daerah tujuan transmigrasi. d. Tingkat Pendidikan Penduduk Ketersedian sarana pendidikan baik yang formal maupun non formal akan sangat berpengaruh kepada peningkatan sumber daya manusia dan juga akan menjadi barometer terhadap kualitas suatu masyarakat. Data tentang tingkat pendidikan penduduk tidak diperoleh data yang pasti, namun dari hasil wawancara aparat Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 26
Rona Lingkungan Hidup Awal kecamatan dan desa studi diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan penduduk pada umumnya masih relatif rendah. Sebagian besar penduduk hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD)/sederajat diperkirakan sekitar 70%, tidak tamat sekola dasar sekitar 10%, dan selebihnya adalah tamatan SLTP, SLTA, dan sarjana. Sementara itu, ketersedian sarana pendidikan baik yang formal maupun non formal akan sangat berpengaruh kepada peningkatan sumber daya manusia dan juga akan menjadi barometer terhadap kualitas suatu masyarakat. Sarana pendidikan di wilayah studi sangat terbatas, ini tergambar dari Sarana pendidikan di Kecamatan Lariang tergolong yang kurang memadai, ini tergambar dari jumlah sarana dan prasarana Sekolah yaitu; sekolah Dasar (SD) baik negeri maupun swasta sebanyak 9 buah yang tersebar di 7 desa, dengan jumlah murid sebanyak 988 orang dan guru sebanyak 46 orang dengan demikian maka rasio murid terhadap guru adalah 22, yang berarti bahwa 1 orang guru akan membimbing 22 orang murid. Untuk sekolah SLTP hanya 1 buah dengan jumlah murid sebanyak 121 orang dan guru 8 orang dengan demikian maka rasio murid terhadap guru adalah 15 atau 1 orang guru akan membimbing 15 murid, sedangkan sekolah SLTA sama sekali tidak terdapat di Kecamatan Lariang. Oleh sebab itu, murid yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (SLTA) harus ke desa atau kecamatan terdekat. 3.4.2. Ekonomi a. Penduduk Menurut Mata Pencaharian Walaupun letak wilayah Kecamatan Lariang berada di pesisir pantai, namun mata pencaharian penduduk umumnya memiliki sumber kehidupan yang dominan dicurahkan pada kegiatan usaha tani, disamping pekerjaan-pekerjaan lainnya, yaitu sebagai pedagang, peternak, industri, dan PNS, serta jasa pincara (perahu penyeberangan). Bagi sebagian penduduk, nelayan juga merupakan pekerjaan kesehariannya dengan menggunakan perahu tidak bermotor, pukat dan alat-alat pancing yang sederhana. Usaha sampingan penduduk di lokasi studi adalah buruh, sopir, tukang serta berdagang (kios/warung) dan usaha jasa lainnya seperti ojek dan bengkel. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pengamatan lapangan bahwa pola usaha tani, demikian juga aktivitas non pertanian yang dilakukan penduduk setempat relatif sederhana yakni masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Deskripsi jenis pekerjaan masyarakat di lokasi studi disajikan dari hasil wawancara dengan responden yang dilakukan oleh tim studi. Jenis pekerjaan yang ditampilkan menggambarkan pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan seperti pada tabel berikut. Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 27
Rona Lingkungan Hidup Awal Tabel 3.12. Jenis Pekerjaan Utama dan Masyarakat di Wilayah Studi No.
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase
1
Pegawai Negeri
3
10.00
2
Karyawan
6
10.00
3
Pedagang
2
6.67
4
Petani
11
36.67
5
Nelayan
1
3.33
6
Jasa
3
10.00
7
Lainnya
7
23.33
30
100,00
Jumlah Sumber: Data primer tahun 2011
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jenis pekerjaan utama yang digeluti oleh responden paling besar adalah bekerja sebagai petani yakni 36,67%, dan yang terkecil adalah nelayan hanya 3,33%. Kemudian terdapat 23,33% memiliki mata pencaharian tidak tetap. Sementara itu responden memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Berdasarkan hasil wawancara, pekerjaan sampingan yang banyak digeluti adalah buruh, tukang, sopir dan lainnya seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 3.13. Jenis Pekerjaan Sampingan Masyarakat di Wilayah Studi No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Persentase
1
Tukang batu/kayu
7
23,33
2
Buruh tani
8
26,67
3
Meramu hasil hutan
4
13.33
4
Sopir
6
20.00
5
Lainnya
5
16.67
30
100.00
Jumlah Sumber: Data primer tahun 2011
b. Pendapatan penduduk Besarnya pendapatan penduduk sebagaimana dicerminkan pendapatan para responden merupakan akumulasi nilai pendapatan baik dalam pekerjaan pokok maupun sampingan. Tingkat pendapatan keluarga; merupakan jumlah dari pendapatan suami dan istri, serta pendapatan anggota keluarga yang tinggal bersama setiap bulan. Untuk mengetahui besarnya pendapatan responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.14. Komposisi pendapatan keluarga responden di wilayah studi No.
Tingkat Penghasilan (Rp.)
Jumlah
Persentase
1
<300.000
9
30.00
2
300.000 – 500.000
12
40.00
3
510.000 – 700.000
2
6.67
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 28
Rona Lingkungan Hidup Awal No.
Tingkat Penghasilan (Rp.)
Jumlah
Persentase
4
710.000 – 1.000.000
3
10.00
5
>1.000.000
2
6.67
6
Tidak menentu
2
6.67
30
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer 2009
Memperhatikan tabel di atas jika dikelompokkan menunjukkan bahwa, terdapat 70% responden dengan tingkat pendapatan Rp.500.000,- kebawah, kemudian 23,33% responden memiliki pendapatan Rp.500.000,- keatas, dan terdapat 6,67% responden memiliki pendapat tidak menentu. Mencermati tingkat pendapatan yang diperoleh responden jika dikaitkan dengan harga kebutuhan pokok dewasa ini, maka penghasilan yang diterimanya belum dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari untuk dapat hidup secara layak. 3.4.3. Sosial Budaya a. Agama Berdasarkan Kabupaten Mamuju Dalam Angka Tahun 2010, mayoritas penduduk di kecamatan studi menganut agama Islam dengan proporsi sebanyak 78,24% (5.583 jiwa), Hindu 16,87% (1.204 jiwa), Protestan 2,45% (175), Khatolik 2,44% (174Jiwa). Untuk menunjang kekhususan pemeluk agama masing-masing, maka di Kecamatan studi tersedia tempat peribadatan masing-masing agama, yaitu; masjid 14 buah, pura 5 buah, gereja 4 buah, dan mushallah 3 buah. Kehidupan beragama di wilayah studi berjalan cukup harmonis, tidak dijumpai adanya konflik-konflik horizontal yang diakibatkan oleh perbedaan kepercayaan. b. Suku, Adat Istiadat dan Proses-Proses Sosial. Suku asli warga masyarakat yang bermukim di wilayah studi adalah suku Mandar, disamping suku-suku pendatang lainnya seperti Suku Bugis, Makassar, Kaili, Nusa Tenggara, Jawa, dan Bali yang datang sebagai warga transmigrasi. Dalam kehidupan sehari-hari terlihat setiap suku masih erat memegang teguh adat istiadat mereka. Pengaruh agama masih terlihat dominan dalam kehidupan
budaya
masing-masing suku bangsa, hal ini terlihat dalam upacara perkawinan, kedukaan, upacara syukuran panen, hajatan keluarga dan sebagainya. Kuatnya masing-masing etnis memegang teguh adat istiadat yang dibawah dari daerah asalnya masing-masing, sehingga dengan mudah diidentifikasi dengan hanya melihat kebiasaan-kebiasaan mereka sehari-hari. Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 29
Rona Lingkungan Hidup Awal Adat-adat kebiasaan yang berlaku dikalangan masyarakat di wilayah studi seperti adat perkawinan,
hajatan
keluarga,
dan
upacara-upacara
syukuran
lainnya
sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai agama. Adat perkawinan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat, baik penduduk setempat (Suku Mandar), maupun penduduk pendatang masih terlihat kental dalam kehidupan masyarakat. Begitupun adat-adat kebiasaan dalam ritual keagamaan juga kental dalam kehidupan masyarakat Suku Bali. Adat-adat masyarakat lainnya yang masih sering dilakukan oleh masyarakat di wilayah studi adalah perayaan kelahiran (Aqiqah atau gunting rambut), upacara syukuran panen dan syukuran menempati rumah baru khususnya pada masyarakat Bugis. Kegiatan keagamaan (Islam) yang paling banyak dan sering dirayakan oleh responden adalah Maulud Nabi dan Syawalan, untuk agama Kristen/Katolik adalah Natal dan untuk yang beragama Hindu adalah Nyepi, Utsawa Darmagita (pembacaan Kitab Suci), Bulan Purnama dan Tilem. Perayaan hari besar agama biasanya diselenggarakan atas partisipasi dan kerjasama semua warga masyarakat. Majemuknya penduduk yang mendiami wilayah studi akan berkonsekwensi pada Proses-proses sosial yang terjadi. Proses-proses sosial ini dapat saja terjadi secara assosiatif maupun dissosiatif. Hasil observasi dan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat dari berbagai etnik dan agama, ternyata mereka mengakui bahwa kehidupan antara etnik maupun antar pemeluk agama disekitar wilayah studi terjalin secara harmonis, hal ini ditandai dengan tidak dijumpainya konflik-konflik horisontal ataupun hubungan yang dissosiatif di antara penduduk. Adaptasi sosial sebagai imbas dari kontak sosial antara warga masyarakat yang berbeda budaya, berjalan dengan baik melalui interaksi sosial yang intens dan juga perkawinan antar suku. Begitupun proses-proses sosial assosiatif dengan wujud kerja sama, kerap terlihat terutama pada perayaan-perayaan hari-hari besar nasional dan keagamaan, seperti pada perayaan Hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. Begitupun pada perayaan hari-hari besar keagamaan juga kerap terlihat adanya sikap saling membantu diantara anggota masyarakat yang berlainan etnik. Sifat masyarakat di wilayah studi juga cenderung terbuka ditandai dengan bentuk penerimaan masyarakat yang ramah terhadap pendatang baru. Hal ini terkait dengan berbagai aktivitas di sekitar lokasi kegiatan yang berimplikasi dengan adanya sejumlah pendatang dari luar daerah. c. Persepsi Masyarakat Terhadap Rencana Penambangan Galian C di Kecamatan Lariang Kabupaten Mamuju Utara Persepsi masyarakat adalah aspek lingkungan yang sensitif pada setiap tahap kegiatan karena akan bermuara diterima atau tidaknya proyek di lokasi tersebut. Persepsi Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 30
Rona Lingkungan Hidup Awal masyarakat juga sangat tergantung pada sejauh mana kegiatan memberikan manfaat ataupun kerugian pada anggota masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap kegiatan penambangan sirtukil juga sangat penting artinya bagi kelangsungan pembangunan proyek tersebut, karena ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat akan sangat berpengaruh kepada aktivitas proyek hingga tahap eksploitasi. Pada umumnya sudah banyak penduduk yang tahu tentang rencana penambangan galian C di Kecamatan Lariang. Mereka tahu dari pihak perusahaan sendiri melalui kegiatan sosialisasi serta masyarakat setempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang responden termasuk tokoh-tokoh masyarakat banyak harapan yang dikemukan. Harapan yang paling umum yang dikemukakan adalah kegiatan ini akan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Mereka berharap proyek ini dapat membuka kesempatan kerja bagi pemuda di wilayah tersebut, seperti yang dikemukan oleh seorang responden yaitu: Bapak ACCI (Suku Mandar, 27 Thn, pekerjaan penyeberangan/Ponton/Pincara) yang menyatakan bahwa : “Sangat mendukung rencana kegiatan tersebut, karena disamping dapat membantu meningkatkan pendapatan (karena nantinya banyak menggunakan jasa Perahu Ponton) juga akan mengurangi kerusakan perahu ponton (karena akibat pengambilan sirtu di bagian pendangkalan dan Delta sungai akan mengurangi pendangkalan sungai, sehingga membantu memperlancar aktifitas jasa Pincara)”. Hal senada disampaikan oleh bapak Hasanuddin (44 Thn, Suku Mandar, pekerjaan sebagai “Pincara”) yang menyatakan bahwa : “Sangat senang dan mendukung rencana perusahaan tersebut”, dengan alasan, 1) Kegiatan tersebut dapat mengurangi pendangkalan sungai terutama muara sungai Lariang, 2) Kegiatan tersebut dapat menghilangkan delta sungai yang menyebabkan terjadinya pelebaran sungai hingga ke areal kebun dan pemukiman penduduk Dengan berkurangnya pendangkalan sungai dan hilangnya delta di sekitar sungai Lariang, dapat memperlancar usaha/jasa perahu penyeberangan (perahu Ponton/”Pincara”), yang selanjutnya akan berdampak pada peningkatan usaha/jasa tersebut” Namunpun demikian, warga masyarakat mengharapkan sebelum kegiatan dimulai atau dilakukan, sedapat mungkin dilakukan sosialisasi tentang tahap-tahap kegiatan serta dampak yang ditimbulkan akibat dari adanya kegiatan tersebut kepada masyarakat. Sosialisasi kegiatan dan tahap-tahap kegiatan yang dilalui serta keterlibatan masyarakat dalam kegiatan proyek, paling tidak akan memperkuat kepercayaan warga masyarakat terhadap tidak terjadinya dampak negatif dan terjadinya dampak positif dengan hadirnya perusahaan galian C tengah-tengah masyarakat Kecamatan Lariang. Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 31
Rona Lingkungan Hidup Awal 3.4.4. Kesehatan Masyarakat a. Jenis Penyakit Berdasarkan data dari Kabupaten Mamuju Dalam Angka tahun 2010 diperoleh informasi bahwa penyakit ISPA adalah penyakit yang banyak diderita oleh penduduk yang bermukim di wilayah studi yaitu sekitar 46,86%. Lalu kemudian menyusul penyakit Penyakit Diare (16,34%), dan Reumatik (11,61%). Sedangkan penderita penyakit pneumonia adalah penyakit yang paling sedikit diderita oleh penduduk setempat yaitu hanya 0,23%. Untuk jelasnya kasus gangguan penyakit yang dominan diderita oleh penduduk di wilayah studi tersaji pada tabel berikut: Tabel 3.15. Kasus Gangguan Penyakit Yang di derita Oleh Penduduk Di Wilayah Studi
1
ISPA
Jumlah Kasus (persentase) 46,86
2
Diare
16,34
3
Reumatik
11,61
4
Pneumonia
0,23
5
Malaria
9,63
6
TB. Paru
0,71
7
Disentri
2,44
8
Hipertensi
8,44
9
Cacingan
3,02
10
Saluran Pernapasan Bawah
0,71
No
Jenis Penyakit
Sumber: Kabupaten Mamuju Utara Dalam Angka Tahun 2010
Dari hasil wawancara terhadap staf Puskesmas diperoleh informasi bahwa kasus gangguan penyakit umumnya, banyak terjadi pada masa-masa peralihan musim, baik dari musim kemarau kemusim hujan maupun sebaliknya. b. Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Lariang terdiri dari Puskesmas 1 unit, Puskesmas keliling 1 unit, Puskesmas Pembantu (Pustu) 11 buah, dan Posyandu sebanyak 8 unit. Sarana–sarana kesehatan tersebut didukung oleh tenaga kesehatan masing-masing dokter 2 orang, perawat 2 orang, dan dukun bayi 4 orang.
Dokumen UKL-UPL Penambangan & Pengolahan Batuan SIRTU CV. Maju Bersama di Desa Bambakoro Kec. Lariang,Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat
III - 32