7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut usia 1. Pengertian Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, terdiri dari fase prasenium yaitu lanjut usia yang berusia antara 55-65 tahun, dan fase senium yaitu lanjut usia yang berusia lebih dari 65 tahun (Nugroho, 2008). Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun (Akhmadi, 2009). Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan Hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stress. 3. Batasan-batasan lanjut usia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun. 7
8
b. Lanjut usia (elderly age) antara 60 sampai 74 tahun. c. Lanjut usia tua (old age) antara 75 tahun sampai 90 tahun. d. Usia sangat tua, di atas 90 tahun. 4. Tipe-tipe lanjut usia a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatankegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, disayanginya,
kehilangan pemarah,
kekuasaan, tidak
sabar,
status, mudah
teman
yang
tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pengkritik. d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan. e. Tipe bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
9
5. Perubahan pada proses menua a. Perubahan fisik 1) Sistem kekebalan atau imunologi, dimana tubuh kita menjadi rentan terhadap penyakit dan alergi. 2) Basal Metabolic Rate (BMR) pada lansia turun sebesar 20% pada usia 90 tahun dibandingkan usia 30 tahun. 3) Konsumsi energik turun secara nyata dibarengi menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh. 4) Air tubuh turun secara signifikan karena bertambah banyaknya sel-sel mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif. 5) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta menyerapnya menjadi lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi. 6) Sistem metabolik, yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Akibat timbunan lemak. 7) Sistem saraf menurun: rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang,
kepekaan
sentuhan
berkurang,
pendengaran
berkurang, reaksi (refleks) menjadi lambat, fungsi mental menurun, ingatan visual berkurang. 8) Sistem pernapasan ditandai dengan menurunnya elastisitas paru yang mempersulit pernapasan (sesak), tingkat istirahat jantung meningkat dan tekanan darah meningkat. 9) Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai keropos (Hutapea, 2005).
10
b. Perubahan mental-emosional/jiwa 1) Daya ingat menurun, terutama peristiwa yang baru saja terjadi. 2) Sering pelupa/pikun. 3) Emosi
mudah
berubah,
sering
marah-marah,
mudah
tersinggung (Bustan, 2000). c. Perubahan psikososial 1) Pensiun. 2) Merasa sadar akan kematian. 3) Perubahan dalam cara hidup. 4) Ekonomi, akibat pemberhentian dari jabatan. 5) Penyakit kronis dan ketidakmampuan. 6) Gangguan saraf panca indera. 7) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. 8) Kehilangan
hubungan
dengan
teman-teman
dan
family
(Wahjudi Nugroho, 2008). 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan gizi pada lanjut usia a. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan (akibat keruskan gigi atau ompong). b. Berkurangnya cita rasa (rasa dan buah). c. Berkurangnya koordinasi otot-otot saraf. d. Keadaan fisik yang kurang baik. e. Faktor ekonomi dan sosial. f.
Faktor penyerapan makanan (daya absorpsi) (Nugroho, 2000).
7. Masalah gizi yang sering timbul pada lansia a. Gizi berlebih Gizi berlebih pada lanjut usia banyak terdapat di negara barat dan kota-kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu
11
muda menyebabkan berat badan berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berkurang karena kurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sukar untuk diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi. b. Gizi kurang Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi pada organ-organ tubuh vital. c. Kekurangan vitamin Bila konsumsi buah dan sayur-sayuran dalam makanan kurang, apabila ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan, akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan mundur, kulit kering, lesu dan tidak semangat (Nugroho, 2000). 8. Syarat menu seimbang untuk lanjut usia a. Mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, zat pembangun, zat pengatur. b. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh lanjut usia adalah 50% dari hidrat arang kompleks (sayuran, kacang-kacangan, bijibijian).
12
c. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi, yaitu 25-30% dari total kalori. d. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan lanjut usia, yaitu 8-10% total kalori. e. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah, sayur, dan bermacam-macam pati, yang dikonsumsi dalam jumlah secara bertahap. f.
Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu non fat, yoghurt dan ikan.
g. Makanan mengandung tinggi zat besi (Fe), seperti kacangkacangan, hati, daging, bayam, atau sayuran hijau. h. Membatasi penggunaan garam. i.
Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan mudah dicerna.
j.
Hindari bahan makanan yang mengandung tinggi alkohol.
k. Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah seperti makanan lembek (Nugroho, 2008). 9. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
lanjut
usia
dalam
mengkonsumsi serat a. Tingkat pendapatan Semakin tinggi tingkat pendapatan, maka tingkat konsumsi bahan-bahan meningkat,
hewani sedangkan
seperti
daging,
konsumsi
ikan,
bahan
telur
semakin
makanan
yang
mengandung serat seperti jagung, sayur, buah cenderung berkurang. Jadi hal itulah yang menyebabkan jumlah konsumsi serat makanan menurun.
13
b. Tingkat pendidikan Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan
seseorang,
maka
semakin tinggi pengetahuan tentang serat pangan. c. Motivasi Motivasi sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi serat seseorang. Semakin besar motivasi yang didapatkan maka semakin besar pula keinginan seseorang dalam mengkonsumsi kebutuhan akan serat pangan. d. Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumsi serat seseorang. Penduduk pegunungan dan pedesaan lebih sering mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah bila dibandingkan dengan penduduk kota. e. Petugas kesehatan Petugas kesehatan
kesehatan
sangat
berperan
seperti dalam
dokter,
bidan,
perawat
jumlah
konsumsi
serat
seseorang. Semakin banyak petugas kesehatan di suatu daerah maka semakin tinggi tingkat pengetahuan tentang serat pangan di daerah tersebut.
14
B.
MENUA
1. Pengertian Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamia, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologi maupun psikologi. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, contohnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semangkin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proposional. WHO dan Undang-Undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan
yang
kumulatif,
merupakan
proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dalam kematian. Dalam Buku Ajar Geriatri, Prof.Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi Martono (1994) mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia secara
15
perlahan memgalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini dapat memengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya. Proses menua merupakan proses terus - menurus atau berkelanjutan secara alami dan umumnya dialami oleh semua mahluk hidup. Misalnya, terjadinya kehilangan pada otak, susunan saraf, dan jaringan lain, hingga tubuh”mati” sedikit demi sedikti. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan sama. Ada kalahnya seseorang tergolong lanjut usia atau masih muda, tetapi telah menunjukan kekurangan yang mencolok (deskripansi). Ada pula orang telah tergolong lanjut usia, penampilan masih sehat, segar bugar, dan badan tegak. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semangkinbanyak distorsi meteoristik dan structural yang disebut sebagai penyakit degenerative (misal, hipertensi, arteriosklerosis, diabetes militus, dan kanker) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misanya stroke,
inframiokard,
koma
asidotik,
kanker
metastasis,
dan
sebagainya. Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam factor yang saling berkaitan. Sampai saat ini, banyak define dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua di definisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsic, progesif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi
16
terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan dikemukakan bermacam-macam teori proses menua yang penting. 2. Teori Proses Menua a. Teori Biologi 1) Teori genetic Teori genetic clok. Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh tarjadi jam biologis yang mangatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogam secara genetik untuk proses tertentu. Setiap spesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga jenis ini berhenti berputar, ia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan di nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya menigkat kesehatan danpencegahan pentakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu. Teori mutasi somatik. Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatic akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan proses transkripsi DNA atau RNA
dan
dalam
proses
translasi
RNA
protein/enzim.
Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kangker atau penyakit setiap sel pada saatnya akan
17
mengalami mitasi, sebagai contoh yang khas adalah mitasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan funngsional (Suhana, 2004; Constantinides,1994). 2) Teori nongenetik a) Teori penurunan sistem imun tubuh (Auto-immune theory). Mutasi
yang
berulang
dapat
menyebabkan
berkurangnya kemempuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition).jika mutasi yang merusak membran sel akan menyebabkan system imun tidak mengenalinya sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Dalam proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh
menjadi
lemah
dan
sakit.
Sebagai
contoh,
tambahan kelenjar timus yang yang pada usia dewasa berinvolusi pada sejak itu terjadi kelainan autoimun. b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radikal treory). Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak setabil
karena
mempunyai
elektron
yang
tidak
berpasangan sehingga sangat reaaktif meningkat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak setabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengkibatkan oksidasi oksigen
18
bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel,
1994).
Radikal
bebas
dianggap
sebagai
penyebab penting terladinya kerusakan fungsi sel radikal bebas yang terdapat lingkungan seperti: (1) Asap kendaraan bermotor (2) Asap rokok. (3) Zat penggawet makanan. (4) Radiasi. (5) Sinar ultraviolet yang menggakibatkan terjadinya perubahan pingmen dan kolagen pada proses menua. c) Teori menua akibat metabolisme. Telah dibuktikan dalam bagian percobaan hewan, bahwa
pengurangan
asupan
kalori
ternyata
bisa
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupankalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Bahri dan Alem,1989);dan (Boedhi Darmojo, 1999). d. Teori rantai silang (Cross link theory). Teori ini menjelaskan bahwa menua di sebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam muneklaet (molekul kolagen) berreaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang mebabkan perubahan pada membran pasma, dan hilangnya fungsi pada proses menua.
19
e. Teori fisiologis. Teori ini merupakan teori intrinsic dan ekstrinsip. Terdiri atas teori Oksidasi stress, dan teori Dipakai-Aus (Wear and Tear Theory). Di sini terjadi kelebian usaha dan setres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak
dapat
mempertahankan
kestabilan
lingkunggan internal. b. Teori Sosiologis 1) Teori Interaksi Social Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu ,yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalani instruksi social merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuannya bersosialisasi. Pokok-pokok social excheange theory antara lain : a) Masarakat terdiri atas ektor social yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing. b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi social yang memerlukan biyaya dan waktu. c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan biaya. 2) Teori aktivitas atau kegiatan a) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumblah secara langsung. Teori Ini menyatakan bahwa lnjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut-serta dalam kegiatan social.
20
b) Lanjut usia akan marasakan kepuasan dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktifitas serta selama mungkin. c) Ukuran optimum (pola hidup) di lanjutkan pada acara hidup lanjut usia. d) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia. 3) Teori kepribadian berlanjut (Continuity Theory) Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang di sebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa berubahan yang terjadi pada seorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe
personalitas
mengemukakan
adanya
yang
di
milikinya.
kesinambungan
Teori
dalam
ini
siklus
kehidupan usia lanjut. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, prilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah. Walaupun ia telah lanjut usia. 4) Teori pembebasan / penarikan diri (Disengagement Theory) Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dngan masarakat dan kemunduran individu lainnya. Teori yang pertama dilanjutkan oleh commin dan Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi di tambah
dengan
adanya
berangsur-angsurmulai
kemiskinan,
melepaskan
lanjut diri
dari
usia
secara
kehidupan
21
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss): a) Kehilangan peran (loss of role). b) Hambatan
kontak
sosial
(restriction
of
contact
and
relationship). c) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values). Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah: a) Menungkatnya radikal bebas. b) Memanipulasi system imun tubuh. c) Melalui metabolisme/ makanan, memang berbagai “misteri kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit dipecahkan”. Selain itu, peranan factor resiko yang dating dalam luar (eksogen) tidak boleh dilupakan, yaitu factor lingkungan dan budaya
gaya
hidup
yang
salah.
Banyak
factor
yang
22
mempengaruhi proses menua (menjadi tua), antar lain herediter atau
genetic,
nutrisi
atau
makanan,
status
kesehatan,
pengalamn hidup, lingkungan, dan stress. Jadi, proses menua atau menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang meninggal bukan karena tua, orang muda pun bisa meninggal dan bayi pun bisa meninggal. Banyak mitis megenai lanjut usia yang sering merugikan atau bernada negative, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang dialaminya. 3. Pokok-pokok Disengagement Theory a. Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi pada masa pensiun, pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang,
misalnya
saat
anak
menginjak
dewasa
dan
meniggalkan kan rumah untuk belajar dan menikah. b. Lanjut usa dan masarakat menarik manfaat dari hal ini karna lanjut usia Dapat merasakan teknan social berkurang, sadengkan kaum muda mamperoleh kesempatan kerja yang lebih baik. c. Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan: 1) Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup. 2) Proses tersebut tidak dapat di hindari. 3) Hal ini diterima lanjut usia dan masarakat. 4. Perubahan akibat Proses Menua a. Sel : 1) Jumlah sel menurun/lebih sedikit. 2) Ukuran sel lebih besar. 3) Jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang. 4) Proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun. 5) Jumlah sel menurun.
23
6) Mekanisme perbaikan sel terganggu. 7) Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10 %. 8) Lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar. b. System persarafan: a. Menurun hubungan persarafan. b. Berat otak menurun 10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya). c. Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, kususnya terhadap setres. d. Saraf panca-indra mengecil. e. Pengliatan
berkurang,
pendengaran
menghilang,
saraf
penciuman dan prasa menggecil, lebih sensitive terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin. f.
Kurang sensitif terhadap sentuhan.
g. Defisid memori. c. System Pendengaran a. Gangguan pendengaran. Hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun. b. Membran timpani menjadi atrobi menyebabkan otosklerosis. c.
Terjadi pengumpulan serumen, dapat mengeras karna meningkatnya keratin.
d. Fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan/stress. e. Tinitus (bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah.
24
f.
Bisa terus menerus atau (interminten).
g. Vertigo (perasaan tidak stabil yang terasa seperti bergoyang atau berputar). d. System Penglihatan a. Sfingter ouoil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar menghilang. b. Kornea lebih berbentuk sferis (bola). c. Lensa
lebih
suram
(kekeruhan
pada
lensa),
menjadi
katarak,jelas menyebabkan gangguan penlihatan. d. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat,susah melihat dalam gelap. e. Penurunan/hilangnya daya akomodasi, dengan manifestasi presbiopia,seseorang
sulit
dekat
yang
dipengaruhi
berkurangnya elastisitas lensa. f.
Lapang pandang menurun: luas pandangan berkurang.
g. Daya membedakan warna menurun,terutama warna biru atau hijau pada skala. e. Sistem Kardiovaskular a. Katup jantung menebal dan menjadi kaku. b. Elastisitas dinding aorta menurun. c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 5 tahun. Hal ini menyebabkan kontraksi dan volume menurun (frekuensi denyut jantung maksimal = 200-umur). d. Curah jantung menurun(isi semenit jantung menurun). e. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang,perubahan posisi
25
dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak). f.
Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
g. Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat.sistole normal 95 mmHg. f.
Sistem Pengaturan Suhu Tubuh Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu. Kmunduran terjadi berbagai faktor yang memengaruhinya yang sering ditemui antara lain: a. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ±35c ini akibat metabolisme yang menurun. b. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasakan kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah. c. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
g. System pernafasan a. Otot
pernapasan
mengalami
kelemahan
akibat
atrofi,
kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku. b. Aktivitas silia menurun. c. Paru
kehilanga elastisitas, kapasitas residu meningkat,
menarik napaslebih berat, kapasits maksimum menurun dengan kedalaman bernapas menurun. d. Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlah berkurang.
26
e. Berkurangnya elastisitas bronkus f.
Oksigen pada arteri menurun menjadi 75mmHg
g. Karbon dioksida pada artikel tidak berganti. Pertukaran gas terganggu h. Refleks dan kemampuan batuk berkurang i.
Sensitivitas terhadap hipoksida dan hiperkarbia menurun.
j.
Sering terjadi emfisema sinilis.
k. Kemampuan
pegas
dinding
dada
dan
kekuatan
otot
pernapasan menurun seiring pertambahan usia. h. Sistem pencernaan a. Kehilangan gigi, penyebab utama periodontal disease yang biar terjadi selama umur 30 tahun. Penyebab lain meliputi kesehatan gigi dan gizi yang buruk. b. Indra pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis, atrosi indra pengecap (80%), hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah, terutama rasa manis dan asin,asam, dan pahit. c. Esophagus melebar. d. Rasa lapar menurun (sensitivitas menurun), asam lambung menurun,
motilitas
dan
waktu
pengosongan
lambung
menurun. e. Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi. f.
Fungsi absrobsi melemah (daya absrobsi terganggu, terutama karbohidrat).
g. Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun aliran darah berkurang.
27
i.
Sistem Produksi 1) Wanita a) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil. b) Ovari menciut, uterus mengalami atrofi. c) Atrofi payudara. d) Atrovi fulfa. e) Selaput vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna. 2) Pria a) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun ada penurunan secara berangsur-ansur. b) Dorogan seksual mnetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kodisi kesehatennya baik, yaitu: a. Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. b. Hubungan
seksual
secara
teratur
membantu
mempertahankan kemampuan seksual. c. Tidak perlu cemas karena prosesnya alamiah. d. Sebanyak ±75% pria usia di atas 65 tahun mengalami pembeseran prostat. j.
System Genitourinaria a. Ginjal. Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolism tubuh, melalui urin darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus). Mengecilnya nefron akibat
28
atrofi, aliran darah keginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi
tubuh
mengonsentrasi urin
berkurang.
Akibatnya,
kemempuan
menurun,berat jenis urin menurun,
proteinuria (biasanya ±1) BUN (blood urea nitrogen) meningkat sampai
21mg%
nilai
anbangginjal
terhadap
glukosa
maningkat. b. Vesika urinaria. Otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkanfrekuensi nuang air seni meningkat. Pada pria lanjut usia, vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga mengakibatksn retensi urin meningkat. c. Pembesaran prostat. Kurang lebih 75% dialami oleh pria usia diatas 65 tahun. d. Atrofi vulva Vagina
Seseorang
yang
semakin
menua,
kebutuhan
hubungan seksualnya masih ada. Tidak ada batasan umur tertentukapan fungsi seksual berhenti. Frakuensi hubunga seksual cenderung menurun secara bertahap setiap tahun, tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmatinya berjalan terus sampai tua. k. System Endokrin Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh manusia yang memproduksihormon. Hormon pertumbuhan
berperan
sangat penting dalam pertumbuhan, pemantangan, pemeliharan, dan metabolisme organtubuh. Yang termasuk hormon kelaminan adalah:
29
1) Estrogen, progesterone, dan tetosteron yang memelihara alat reprodulsi dan gairah seks. Hormon ini mengalami penurunan. 2) Kelenjar pancreas (yang memproduksi insulin dan sangat penting dalam pengaturan gula darah). 3) Kelenjar adrenal/anak ginjal yang memproduksi adrenalin. Kelenjay yang berkaitan dengan hormon pria/wanita. Salah satu kelenjar endokrin dalam tubuh yang mengatur agar arus darah ke organ tertentu berjalan lebih baik, dengan jalan mengatur vasokonstriksi pembulu darah. Kegiatan kelenjar anak ginjal ini berkurang pada lanjut usia. 4) Produksi hampir semua hormon menurun. 5) Fungsi parateroid dan sekresinya tidak berubah. 6) Hipovisis; pertumbuhan hormon ada, tetapi lebih rendah dan hanya didalam pembulu darah; berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH. 7) Aktifitas tiroit, BMR (basal metabolic rate ), dan daya pertukaran zat munurun 8) Produksi aldosteron menurun. 9) Sekresis hormone kelamin, misalnya progesteron, estrogen, dan testos teron, menurun. l.
System Integumen a. Kulit mengerut atau kriput akibat kehilangan jaringan lemak. b. Permukaan kulit cenderung kusam, kasar, dan bersisik (kerena kehilangan proses keratinasi serta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis).
30
c. Timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata pada permukaan kilit sehingga tampak bintikbintik dan noda coklat. d. Terjadi perubahan pada daerah sekitar mata, tumbuhnya kerut-kerut halus di ujung mata akibat lapisan kulit menipis. e. Respon terhadap trauma menurun. f.
Mekanisme proteksi kulit menurun: a) Produksi serum menurun. b) Produksi viamin D menurun. c) Pigmentasi kulit terganggu.
g. Kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu. h. Rambut dalam hidung dan telinga menebal i.
Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi.
m. System Muskuloskeletal a. Tulang kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh. b. Gangguan tulang, yakni mudah mengalami demineralisasi. c. Kekuatan dan stabilitas tulang menurun, terutama vertebra, pergelangan, dan paha. Insiden osteoporosis dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut. d. Kartilago yang meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak dan anus. e. Kifosis. f.
Gerakan pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
g. Gangguan gaya berjalan h. Kekakuan jaringan penghubung
31
i.
Diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang) (Wahyudi Nugroho, 2008)
C. KECEMASAN 1. Pengertian Kecemasan adalah perasaan yang dialami ketika seseorang terlalu mengkhawatirkan kemungkinan peristiwa yang menakutkan yang terjadi dimasa depan yang tidak bisa dikendalikan dan jika itu terjadi akan dinilai sebagai “mengerikan”( Sivalitar, 2007 ). Menurut Stuart (2007), kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang tidak memiliki objek yang spesifik. Kecemasan itu sendiri merupakan respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang berat tidak sejalan dengan kehidupan. Kecemasan merupakan suatu “ tanda bahaya “ yang membuat orang yang bersangkutan waspada dan bersiap diri melakukan upaya untuk mengatasi ancaman yang bersifat internal tidak jelas dan konfliktual.(Kartijo, 2003) 2. Penyebab Kecemasan a. Faktor predisposisi kecemasan menurut Stuart (2007), yaitu: 1) Teori Psikoanalitik Menurut Freud, struktur kepribadian terdiri dari tiga elemen yaitu id, ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai
32
mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi. 2) Teori Interpersonal Kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal, hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berhahaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan. 3) Teori Perilaku Kecemasan merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
tujuan
yang
diinginkan
para
ahli
perilaku
menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan
dorongan,
keinginan
untuk
menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupanya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan kecemasan yang berat pada kehidupan yang berat dan pada kehidupan masa dewasanya. 4) Teori Biologis Menurut Selye, otak mengandung reseptor khusus untuk benzo diazepine reseptor ini membantu mengatur kecemasan Penghambat asam amino butirikgamma neuro regulator juga mungkin memainkan peran utama dalam
33
mekanisme
biologis
berhubungan
dengan
kecemasan
sebagai halnya dengan endokrin. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi reseptor. b. Faktor Presipitasi Stressor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori, menurut Stuart (2007), yaitu: 1) Ancaman Integritas Diri Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi infeksi virus dan bakteri, polusi lingkungan, sampah. rumah dan makanan juga pakaian dan trauma fisik. Faktor internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi seperti sistem kekebalan, pengaturan suhu dan jantung, serta perubahan biologis. 2) Ancaman Sistem Diri Meliputi ancaman terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status atau peran. Faktor eksternal yang mempengaruhi harga diri adalah kehilangan, dilematik, tekanan dalam kelompok sosial maupun budaya. 3. Tingkat Kecemasan Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemasan yang parah tidak sejalan dengan kehidupan. Stuart (2007) menggolongkan kecemasan menjadi 4 tingkat kecemasan.
34
a. Kecemasan Ringan Berhuhungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan seseorang jadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Kecemasan
dapat
memotivasi
belajar
serta
menghasilkan kreativitas. b. Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal penting dan mengesampingkan yang lain, sehingg seseorang mengalami perhatian selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah c. Kecemasan Berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk
mengurangi
ketegangan.
Orang
tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada orang lain. d. Panik Tingkat
panik
dari
kecemasan,
berhubungan
dengan
terperangah, ketakutan, dan teror. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan.
35
4. Rentang respon kecemasan
respon adaptif
Antisipasi
respon maladaptif
ringan
sedang
berat
panik
Stuart,(2007) 5. Karakteristik Tingkat Kecemasan a. Kecemasan Ringan Fisik
:Sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan berkeringat.
Kognitif
:Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah aktual.
Perilaku dan emosi
:Tidak dapat duduk dengan tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan Sedang Fisik
:Sering nafas pendek, nadi ekstra sistole, tekanan darah meningkat. Mulut kering, anoreksia, diare atau kontipasi,gelisah.
Kognitif
:Lapang persepsi meningkat, tidak mampu menerima rangsang lagi, berfokus pada apa yang menjadi perhatianya.
Perilaku dan emosi : Gerakan ntersentak-sentak, meremas tangan,bicara
lebih
banyak
dan
36
cepat,susah tidur dan perasaan tidak aman. c. Kecemasan Berat Fisik
:Nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.
Kognitif
:Lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
Perilaku dan emosi :
Perasaan
ancaman
meningkat,
verbalisasi cepat. d. Kecemasan Panik Fisik
:Nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.
Kognitif
:Lapang persepsi sangat menyempit tidak dapat berpikir
logis. Perilaku dan emosi : Agitasi, mengamuk, marah ketakutan, berteriak, blocking, kehilangan kontrol diri, persepsi datar. 6. Ukuran Skala Kecemasan Ukuran skala kecemasan rentang respon kecemasan dapat ditentukan dengan gejala yang ada dengan menggunakan Hamilton anxietas rating scale dengan skala HARS terdiri dari 14 Komponen yaitu : 1. Perasaan
Cemas
meliputi
Cemas,
takut,
mudah
tersinggung dan firasat buruk. 2. Ketegangan meliputi lesu, tidur tidak tenang, gemetar, gelisah, mudah terkejut dan mudah menangis.
37
3. Ketakutan meliputi akan gelap, ditinggal sendiri, orang asing, binatang besar, keramaian lalulintas, kerumunan orang banyak. 4. Gangguan Tidur meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidak puas, bangun lesu, sering mimpi buruk, dan mimpi menakutkan. 5. Gangguan kecerdasan meliputi daya ingat buruk 6. Perasaan depresi meliputi kehilangan minat, sedih, bangun dini hari, berkurangnya kesenangan pada hobi, perasaan berubah-ubah sepanjang hari. 7. Gejala somatic meliputi nyeri otot kaki, kedutan otot, gigi gemertak, suara tidak stabil. 8. Gejala Sensorik meliputi tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, merasa lemas, perasaan di tusuk-tusuk. 9. Gejala kardiovakuler meliputi tachicardi , berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak jantung hilang sekejap. 10. Gejala Pernapasan meliputi rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, merasa napas pendek atau sesak, sering menarik napas panjang. 11. Gejala Saluran Pencernaan makanan meliputi sulit menelan, mual, muntah, enek, konstipasi, perut melilit, defekasi lembek, gangguan pemcernaan, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, rasa panas di perut, berat badan menurun, perut terasa panas atau kembung. 12. Gejala Urogenital meliputi sering kencing, tidak dapat menahan kencing.
38
13. Gejala Vegetatif atau Otonom meliputi mulut kering, muka kering, mudah berkeringat , sering pusing atau sakit kepala, bulu roma berdiri. 14. Perilaku sewaktu wawancara meliputi gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat, napas pendek dan cepat, muka merah. Adapun cara penilaiannya adalah dengan sistem scoring yaitu : a. Nilai 0 = Tidak ada gejala b. Nilai 1 = Gejala Ringan (Satu gejala dari pilihan yang ada) c. Nilai 2 = Gejala Sedang (separo dari gejala yang ada) d. Nilai 3 = Gejala Berat (Lebih dari separo gejala yang ada) e. Nilai 4 = Gejala Berat Sekali (Semua gejala ada) Bila : a. Skor kurang dari 14 = Tidak ada kecemasan b. Skor 14 - 20 = Kecemasan ringan c. Skor 21 – 27 = Kecemasan sedang d. Skor 28 – 41 = Kecemasan berat e. Skor 42 – 56 = Kecemasan berat sekali 7. Mekanisme Koping Ketika
mengalami
kecemasan
individu
menggunakan
bermacam-macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dalam bentuk ringan, mekanisme koping, dapat diatasi dengan menangis. tidur. tertawa, olah raga, melamun, dan merokok. Namun bila bentuknya lebih berat seperti panik, ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan awal penyebab perilaku
39
patologis yang mengancam ego dimana individu menggunakan energi yang lebih besar untuk mengatasi ancaman tersebut. Mekanisme
koping
seseorang
yang
digunakan
untuk
mengatasi kecemasan ringan biasanya akan digunakan juga apabila mengalami kecemasan yang lebih berat. Kecemasan sedang dan berat dapat menimbulkan mekanisme koping sebagai berikut : a. Reaksi Orientasi Pemecahan masalah secara sadar yang berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntutan dari situasi stres secara realistik, dapat berupa konstruktif atau destruktif : 1) Perilaku menyerang (agresif), biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan. 2) Perilaku
menarik
sumber-sumber
diri
digunakan
ancaman
baik
untuk secara
menghilangkan fisik
maupun
psikologis. 3) Perilaku
kompromi
melakukan,
digunakan
merubah
tujuan
untuk
atau
merubah
memuaskan
cara aspek
kebutuhan pribadi seseorang. b. Mekanisme Pertahanan Ego Membantu
seseorang;
untuk
mengatasi
kecemasan
ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan
secara
tidak
sadar
untuk
memper
tahankan
keseimbangan. 8. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Tidak semua kecemasan dapat dikatakan bersifat patologis ada juga kecemasan yang bersifat normal Dibawah ini adalah faktor-
40
faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan menurut Adikusumo (2003) dari berbagai sumber : a. Faktor Internal 1) Usia Permintaan bantuan dari sekeliling menurun dengan bertambahnya usia, pertolongan diminta bila ada kebutuhan akan kenyamanan, reasurance dan nasehat- nasehat. 2) Pengalaman Individu pengalaman
yang
mempunyai
menghadapi
stres
modal dan
kemampuan punya
cara
menghadapinya akan cenderung lebih menganggap stres yang bertapun sebagai masalah yang bisa diseleseikan. Tiap pengalaman merupakan sesuatu yang berharga dan belajar dari
pengalaman
dapat
meningkatkan
ketrampilan
menghadapi stres. 3) Aset Fisik Orang dengan aset fisik yang besar, kuat dan garang akan menggunakan aset ini untuk menghalau stres yang datang mengganggu. b. Faktor Eksternal 1) Pengetahuan Seseorang yang mempunyai ilmu pengtahuan dan kemampuan
intelektual
akan
dapat
meningkatkan
kemampuan dan rasa percaya diri dalam menghadapi stres mengikuti berbagai kegiatan untuk meningkatkan kemampuan diri akan banyak menolong individu tersebut.
41
2) Pendidikan Peningkatan pendidikan dapat pula mengurangi rasa tidak mampu untuk menghadapi stres. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan mudah dan semakin mampu menghadapi stres yang ada. 3) Financial/ Material Aset
berupa
harta
yang
melimpah
tidak
akan
menyebabkan individu tersebut mengalami stres berupa kekacauan finansial, bila hal ini terjadi dibandingkan orang lain yang aset finasialnya terbatas. 4) Keluarga Lingkungan kecil dimulai dari lingkungan keluarga, peran pasangan dalam hal ini sangat berarti dalam memberi dukungan. Istri dan anak yang penuh pengertian serta dapat mengimbangi kesulitan yang dihadapi suami akan dapat memberikan bumper kepada kondisi stres suaminya. 5) Obat Dalam bidang Psikiatri dikenala obata- obatan yang tergolong dalam kelompok anti ansietas. Obat-obat ini mempunyai kasiat mengatasi ansietas sehingga penderitanya cukup tenang. 6) Sosial Budaya Suport. Dukungan sosial dan sumber- sumber masyarakat serta lingkungan sekitar individu akan sangat membantu seseorang dalam menghadapi stresor.
42
D.
JENIS KELAMIN ( GENDER) 1. Pengertian Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (John M.echolsdan Hassan Sadhily, 1983: 256). Secara umum,
pengertian
Gender
adalah
perbedaan
yang
tampak
antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004). Jenis kelamin (bahasa Inggris: sex) adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat
digunakannya
proses
reproduksi
seksual
untuk
mempertahankan keberlangsungan spesies itu agar tetap terjaga spesies tersebut (Wikipedia, 2009). Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan
sperma,
sementara
perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi. Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Menurut Ramaiah (2003), jenis kelamin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecemasan.
43
TABEL 2.1 E. KERANGKA TEORI
Faktor Internal -
Usia, pengalaman, Aset
-
Jenis kelamin
Tingkat kecemasan -
Kecemasan ringan Kecemasan sedang Kecemasan berat Panik
Faktor Eksternal -
Pengetahuan, pendidikan, finansial keluarga, obat, sosial budaya.
Proses degenerative pada lansia
Keterangan : = Tidak Diteliti = Diteliti
Sumber : Adikusuma. (2003). Penatalaksanaan Stres Hungu (2007) Wahyudi Nugroho, (2008)