BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Nifas 2.1.1 Definisi Nifas 2.2 Sepsis Puerperalis 2.2.1 Definisi Sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genitalia yang terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus di mana terdapat dua atau lebih hal-hal berikut ini: -
nyeri pelvik, demam 38,5˚C atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja, lokhia purulenta dan berbau busuk, subinvolusi uterus atau keterlambatan dalam kecepatan penurunan uterus (<2
cm per hari selama 8 hari pertama), - nyeri tekan uterus (WHO, 2015). Infeksi nifas adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan adanya infeksi bakteri apapun yang menyerang saluran reproduksi setelah pelahiran (Cunningham dkk., 2013). Menurut Saifuddin (2009) infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. Suhu 38˚C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2—10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali. Sedangkan menurut Manuaba dkk. (2012) infeksi puerperium adalah infeksi yang terjadi segera setelah persalinan dengan peningkatan temperatur lebih dari 38˚C sejak hari kedua persalinan atau selama 2 hari dari 10 hari pertama masa puerperium tanpa menghitung hari pertamanya. 2.2.2 Etiologi Sebagian besar infeksi pelvis wanita disebabkan oleh bakteri yang hidup di saluran reproduksi wanita. Dalam dekade terakhir
terdapat laporan-laporan
streptokokus β-hemolitik grup A menyebabkan sindrom seperti syok toksik dan infeksi yang membahayakan nyawa. Ketuban pecah dini merupakan faktor risiko utama (Cunningham dkk., 2013). Beberapa bakteri yang paling umum adalah streptokokus, stafilokokus, Escherichia coli (E. Coli), Clostridium tetani,
Clostridium welchii, Chlamidia dan gonokokus (bakteri penyebab penyakit menular seksual). Infeksi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara beberapa macam bakteri. Bakteri tersebut dapat endogen atau eksogen (WHO, 2008). Bakteri Endogen Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya. Contoh bakteri streptokokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostrisium welchii. Bahkan bila teknik steril sudah digunakan saat persalinan, infeksi masih dapat terjadi akibat dari bakteri endogen. Bakteri endogen juga dapat membahayakan dan menyebabkan infeksi jika: o Bakteri masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui instrumen pemeriksaan pelvik; o Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/laserasi, atau jaringan yang mati (setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan macet); o Bakteri yang masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama (WHO, 2008). Bakteri Eksogen Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani). Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vaginamelalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril, melalui substansi atau benda asing yang masuk ke dalam vagina seperti ramuan/jamu, minyak, dan kain, dan melalui aktivitas seksual (WHO, 2008). Tetanus postpartum adalah infeksi pada ibu atau bayi yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Bakteri tetanus hidup di tanah yang basah terutama yang kaya pupuk hewani. Bakteri tetanus dapat masuk ke tubuh ibu jika tangan yang tidak bersih, kain, kotoran sapi, atau ramu-ramuan dimasukkan ke dalam vahina. Infeksi tetanus yang berat dapat mengakibatkan kekakuan, spasme, kovulsi, dan kematian. Tetanus dapat dicegah dengan memastikan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan imunisasi tetanus toksoid selama kehamilan. Imunisasi dapat melindungi ibu dan bayi dari infeksi tetanus (WHO, 2008). Di tempat-tempat di mana penyakit penular seksual (PMS) misalnya gonorrhea dan klamidial merupakan kejadian yang biasa, penyakit tersebut
merupakan penyebab terbesar tejadinya infeksi uterus. Jika seorang ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri penyebab PMS akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus setelah persalinan. Infeksi uterus yang disebabkan oleh PMS dapat dicegah dengan mendiagnosis dan mengobati ibu yang terkena PMS selama kehamilan (WHO, 2008). 2.2.3 Faktor Risiko Sisi infeksi yang paling umum pada sepsis puerperalis adalah sisi plasenta. Sisi infeksi lainnya adalah laserasi pada serviks, vagina, perineum, dan sisi episiotomi. Ibu di masa postpartum (nifas) rentan terhadap infeksi karena adanya faktor-faktor berikut: 1. Sisi perlekatan plasenta merupakan tempat yang besar, hangat, gelap, dan basah sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh dengan cepat. 2. Sisi plasenta memiliki persediaan darah yang kaya dengan pembuluh darah besar yang langsung menuju sirkulasi vena utama. Hal ini memungkinkan bakteri di sisi plasenta untuk bergerak dengan sangat cepat ke dalam aliran darah yang disebut dengan septikemia. Septikemia dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat. 3. Sisi plasenta tidak jauh dari bagian luar tubuh ibu hanya panjang vagia (9—10 cm) yang memisahkan jalan masuk ke uterus dari lingkungan luar. Ini berarti bakteri yang biasanya hidup di rektum (seperti E. Coli) dapat dengan mudah pindah ke dalam vagina dan menuju ke uterus. 4. Selama persalinan area serviks, vagina, atau perineum mungkin robek atau dilakukan episiotomi. Area jaringan yang terluka ini rentan terhadap infeksi, terutama jika teknik steril pada persalinan tidak dilakukan. Infeksi biasanya terlokalisasi, tetapi pada kasus berat nfeksi dapat menyebar ke jaringan di bawahnya (WHO, 2008). Faktor-faktor risiko pada sepsis puerperalis meliputi: - higiene yang buruk; - teknik aseptik yang buruk; - manipulasi yang sangat banyak pada jalan lahir;
- adanya jaringan mati pada jalan ahir (akibat kematian janin intrauterin, frgmen atau membran plasenta yang tertahan, pelepasan jaringan mati dari dinding vagina setelah persalinan macet); - insersi tangan, instrumen, atau pembalut yang tidak steril; - anemia dan malnutrisi yang diderita; - persalinan macet/lama; - pecah ketuban yang lama; - pemeriksaan vagina yang sering; - pelahiran melalui seksio sesarea dan tindakan operatif lainnya; - laserasi vagina atau laserasi serviks yang tidak diperbaiki; - penyakit menular seksual yang diderita; - hemoragi postpartum; - tidak imunisasi tetanus; dan - diabetes melitus Faktor risiko di masyarakat: 2.2.4 Tanda dan Gejala Ibu biasanya mengalami demam (suhu 38˚C atau lebih), mengalami nyeri pelvik, nyeri tekan di uterus, lokhea mugkin berbau menyengaat (busuk), dan mungkin terjadi suatu keterlambatan dalam kecepatan penurunan uterus, serta ketidaknyamanan secara umum. Di sisi laserasi atau episiotomi mungkin akan terasa nyeri, membengkak, dan mengeluarkan cairan bernanah (WHO, 2008). 2.2.5 Dasar Diagnosa Menurut WHO (2008) pemeriksaan untuk memastikan penegakan diagnosa meliputi:
Pemeriksaan spesimen urin tengah
Apusan luka (perineum atau abdomen) atau swab vagina
Kultur darah, menggigil merupakan ciri khas adanya infeksi yang berat Namun, menurut Cunningham dkk. (2013) kultur spesimen dari saluran
reproduksi yang dilakukan rutin sebelum tindakan mempunyai kepentingan klinis
yang kecil serta meambah biaya yang besar. Hal yang sama, kultur darah rutin jarang mengubah perawatan. 2.2.6 Patofisiologi