BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008). Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep, 2010). (Yosep, 2010). Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang disertai gangguan respon yang kurang, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-I, 2012). 2. Jenis-jenis Halusinasi Menurut Yosep (2010) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut : a) Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik) Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
8
9
ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut. b) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan. c) Halusinasi Penciuman (Olfaktorik) Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral. d) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik) Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu . halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik. e) Halusinasi Perabaan (Taktil) Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia. f) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
10
g) Halusinasi Kinestetik Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya bergerak –gerak. Misalnya “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu. h) Halusinasi Viseral Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya. 1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya terpecah dua. 2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian. 3. Etiologi a. Faktor Predisposisi Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi adalah : 1) Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
11
sejak kecil, muda frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. 2) Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya. 3) Faktor Biologis Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat
stress
berkepanjangan
menyebabkan
teraktivasinya
neurotransmitter otak. 4) Faktor Psikologis Tipe berkepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. 5) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
12
b. Faktor Presipitasi 1) Perilaku Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku menari diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu : a) Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. b) Dimensi emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
13
c) Dimensi intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. d) Dimensi sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam
nyata
sangat
membahayakan.
Klien
asyik
dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, control diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu
proses
interaksi
yang
menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung. e) Dimensi spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
14
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk. 4. Tanda dan Gejala Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut : a.
Bicara sendiri.
b.
Senyum sendiri.
c.
Ketawa sendiri.
d.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
e.
Pergerakan mata yang cepat.
f.
Respon verbal yang lambat.
g.
Menarik diri dari orang lain.
h.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
i.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
k.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
l.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m. Sulit berhubungan dengan orang lain. n.
Ekspresi muka tegang
15
o.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
p.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q.
Tampak tremor dan berkeringat.
r.
Perilaku panik, agitasi dan kataton.
s.
Curiga dan bermusuhan.
t.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
u.
Ketakutan.
v.
Tidak dapat mengurus diri.
w. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang. Batasan Karakteristik Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Batasan karakteristik klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi menurut Nanda-I (2012) yaitu : a. Perubahan dalam pola perilaku, b. Perubahan dalam kemampuan dalam menyelesaikan masalah, c. Perubahan dalam ketajaman sensori, d. Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus, e. Disorientasi, f. Halusinasi, g. Hambatan komunikasi, h. Iritabilitas, i.
Konsentrasi buruk,
j.
Gelisah,
k. Distorsi sensori.
16
5. Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Pikiran logis
Distorsi pikiran (pikiran kotor )
Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat
Ilusi
Halusinasi
Emosi konsisten
Reaksi emosi berlebihan
Perilaku disorganisasi
Dengan pengalaman
atau kurang
Isolasi Sosial
Perilaku sesuai
Perilaku aneh dan tidak biasa
Hubungan sosial
Menarik diri
a. Respon adaptif Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif : 1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan 2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan 3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli. 4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran 5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan
17
b. Respon psikososial Respon psikososial meliputi : 1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan 2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera. 3) Emosi berlebihan atau berkurang 4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. 5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. c. Respon maladaptif Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi : 1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial. 2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada. 3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang yang timbul dari hati.
18
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur. 5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam. 6. Tahapan Halusinasi Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase, yaitu : Tahapan Halusinasi
Karakteristik
Stage I : Sleep disorder
Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum muncul
menghindar dari lingkungan, takut
halusinasi
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
misalnya
kekasih
hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out,
dst. Masalah terasa menekan
karena
terakumulasi
sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung
terus-menerus
sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah. Stage II : Comforting
Klien
mengalami
emosi
yang
19
Halusinasi
secara
umum
ia
terima berlamjut seperti adanya perasaan
sebagai sesuatu yang dialami
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran
pada
timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol bila kecemasannya diatur,
dalam
tahap
ini
ada
kecendrungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya. Stage III : Condemning Secara
umum
halusinasi
Pengalaman sensori klien menjadi sering
mendatangi klien
sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya
berupaya dirinya
menjaga dengan
dan
mulai
jarak
antara
objek
yang
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama. Stage IV : Controlling Severe Level of
Klien mencoba melawan suara-suara
Anxiety
atau sensori abnormal yang datang.
Fungsi sensori menjadi tidak relevan
Klien dapat merasakan kesepian bila
dengan kenyataan
halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.
Stage V : Conquering Panic Level of
Pengalaman sensorinya terganggu.
20
Anxiety Klien
Klien mulai terasa terancam dengan mengalami
gangguan
dalam
menilai lingkungannya.
datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi
dapat
berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi ganggauan psikotik berat.
7. Penatalaksanaan Strategi (cara) merawat klien dengan halusinasi : a. Membina hubungan saling percaya b. Mengkaji segala gejala halusinasi c. Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa yang terjadi d. Identifikasi kemungkinan pernah terjadi penggunaan obat/alkohol e. Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang sekarang dengan yang terakhir kali dialaminya f.
Bantu individu untuk menguraikan kebutuhan yang mungkin tercermin pada isi halusinasinya
g. Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin
21
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Klien yang mengalami halusinasi sukar mengontrol diri dan susah berhubungan dengan orang lain. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran yang tinggi agar dapat mengenal, menerima dan mengevaluasi perasaan sensitif sehingga dapat memakai dirinya secara terapeutik dalam merawat klien. Dalam memberikan asuhan keperawatan pasien, perawat harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam halusinasi klien dan tidak menyangkal. 1. Pengkajian Menurut Damaiyanti, dkk (2012) untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya, dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi : a. Identitas klien, b. Keluhan utama atau alasan masuk, c. Faktor predisposisi, d. Aspek fisik atau biologis, e. Aspek psikososial, f. Status mental, g. Kebutuhan persiapan pulang, h. Mekanisme koping, i. Masalah psikososial dan lingkungan, j. Pengetahuan,
22
k. Aspek medik. Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut : a.
Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b.
Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.
2. Pohon Masalah Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal) Effect
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi Core Problem
Isolasi Sosial Causa
23
3. Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan klien yang muncul dengan klien gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah sebagai berikut : 1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi. 2. Isolasi sosial. 3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal). 4. Intervensi Keperawatan Masalah keperawatan Halusinasi
Pasien
Keluarga
SP 1 a. BHSP b. Mengenal halusinasi Isi Frekuensi Waktu terjadinya Situasi pencetus Perasaan saat terjadi halusinasi c. Latih mengontrol halusinasi dengan cara Menghardik Melatih menghardik d. Memasukkan jadwal
SP 1 a. BHSP b. Mengidenfikasi masalah dalam merawat pasien c. Menjelaskan proses terjadinya halusinasi d. menjelaskan cara merawat pasien e. Bermain peran cara merawat f. RTL keluarga
SP 2 a.
SP 2 a.
SP 3 a.
SP 3 a.
Evaluasi kegiatan lalu (SP 1) b. Melatih berbicara dengan orang lain saat halusinasi muncul c. Masukkan jadwal
Evaluasi keiatan yang lalu (SP 1 & 2) b. Melatih kegiatan agar halusinasi tidak muncul c. Masukan jadwal
Evaluasi kemampuan (SP 1) b. Latih keluarga merawat pasien c. Menyusun RTL keluarga
Evaluasi kemampuan keluarga b. Evaluasi kemampuan pasien c. RTL keluarga : Follow up Rujukan
24
SP 4 a. b. c. d.
Isolasi sosial
Evaluasi jadwal pasien yang lalu (SP 1, 2, 3) Menanyakan pengobatan sebelumnya Menjelaskann tentang pengobatan (5 benar) Melatih pasien minum obat Masukkan jadwal
e. SP 1 a. BHSP b. Penyebab Siapa yang satu rumah dengan pasien Siapa yang dekat dengan pasien ? apa sebabnya Siapa yang tidak dekat dengan pasien ? apa sebabnya c. Keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain d. Latih berkenalan e. Masukkan jadwal SP 2 a. Evaluasi SP 1 b. Latih berhubungan sosial secara bertahap (pasien & keluarga) c. Masukan ke jadwal
SP 2 a. Evaluasi SP 1 b. Latih (langsung pasien c. RTL keluarga
SP 3 a.
SP 3 a.
SP 1 a. b. c. d.
SP 1 a. BHSP b. Identifikasi masalah keluarga dalam merawat pasien
Evaluasi kegiatan SP 1 &2 b. Latih berhubungan dengan perawat, perawat lain & pasien lain c. Masukkan jadwal
Prilaku kekerasan
SP 1 a. BHSP b. Identifikasi masalah merawat pasien c. Penjelasan isos d. Cara merawat isos e. Latih (simulasi) f. RTL keluarga
BHSP Penyebab Tanda dan gejala PK Akibat
ke
Evaluasi kemampuan keluarga b. Evaluasi kemampuan pasien c. Rencana tindak lanjut keluarga : Follow up Rujukkan
25
e. f.
Latihan fisik 1 & 2 Masukkan jadwal
c. d. e. f.
Penjelasan PK Cara merawat PK Latih (simulasi) RTL kelg
SP 2 a. Evaluasi kegiatan lalu b. Latihan verbal c. Masukan jadwal
SP 2 a. Evaluasi SP 1 b. Latih (langsung pasien c. RTL kelg
SP 3 a.
SP 3 a.
Evaluasi kegiatan SP 1 &2 b. Latihan spiritual c. Latih obat d. Masukkann jadwal
ke
Evaluasi kemampuan keluarga b. Evaluasi kemampuan pasien c. Rencana tindak lanjut keluarga : Follow up Rujukkan