BAB II TINJAUAN TEORITIS PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
A. Peng Penger erti tian an
Halusinasi adalah kesalahan persepsi yang berasal dari lima indra yaitu pendengar, penglihatan, peraba, pengecap, penghidu (Stuart and Laraia, 2001 : hal, 390) Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsangan yang menimbulkannya atau tidak ada obyek. (Sunardi, 2005 dalam Dalami 2009 : hal, 19). Halusinasi didefinisikan sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus (Rasmun, 2001, hal, 23). Halusinasi adalah keadaan seorang individu yang mengalami suatu perubahan pada jumlah atau pola stimulus yang diterima, di ikuti dengan suatu respons terhadap stimulus tersebut yang dihilangkan, dilebihkan, disimpangkan, atau dirusakan (Judith M. Wilkinson 2001 : hal, 449) Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang meliputi semua sistem penginderaan.
B. Pisi Pisiko kodi dina nami mika ka Menurut (Nurjanah, 2008 : hal, 30)
Menurut NANDA (2005), ada beberapa penyebab seseorang mengalami halusinasi yaitu Penurunan sensori persepsi, Ketidak seimbangan Biokimia, Stimulus lingkungan, Stres Psikologis Halusinasi mungkin disebabkan terjadinya halusinasi pada klien dengan masalah psikiatrik adalah karena adanya stress Psikologi ( psychological stress) stress) atau kurangnya stimulus dari lingkungan (insufficient ( insufficient environmental stimuli). stimuli). Pada kilen dengan masalah psikiatrik, stress psikologi, bisa menyebabkan klien berhalusinasi. Stress ini mungkin berasal dari dalam dirinya sendiri mis alnya klien berpikir negatif atau menyalahkan dirinya dirin ya sendir, atau a tau stress yang didapatkan dari luar yang bisa berasal dari hubungan yang tidak menyenangkan dengan keluarga, teman atau bahkan petugas kesehatan. Sikap verbal dan nonverbal petugas yang tidak terapeutik bisa menyebkan klien merasa terancam dan akan menyebakan halusinasi semakin kuat dan sering. Muncul. Lingkungan di rumah sakit yang baru dan asing juga bisa memicu klien untuk merasa cemas dan tertekan, dan apabila hal ini tidak diantisipasi oleh petugas kesehatan maka akan memicu halusinasi menjadi semakin kuat. Kurangnya stimulus lingkungan juga akan menjadi penyebab terjadinya halusinasi. Pada umumnya klien dengan masalah halusinasi diawali dengan perasaan sedih/ stress karena masalah tertentu dan kemudian klien menyendiri dalam waktu yang cukup lama. Pada saat ini klien berada dalam kondisi dimana stimulasi dari lingkungan sangat kurang sementara stimulus dalam dirinya semakin kuat. Apabila hal ini terjadi dalam waktu lama maka klien akan mulai berhalusinasi
1. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi atau muncul karena halusinasi, diantaranya adalah : Munculnya perilaku untuk mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang diakibatkan dari persepsi sensori palsu tanpa adanya stimulus eksternal. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi penglihatan dan pendengaran, Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi pendengaran, Perubahan nutrisi yang berhubungan dengan ganguan sensori persepsi halusinasi : pengecapan dan penciuman ( Judith m, wilkinson, 2007 : hal 448 ) C. Rentang Respon Neurobiologi (Stuart dan Laraia, 2005)
Respon Maladaptif
Respon Adaptif
-
-
Pikiran Logis Persepsi Akurat Emosi Konsisten Perilaku Sosial Hubungan Sosial
-
-
-
Pikiran Kadang Menyimpang Ilusi Emosional Berlebih Dengan Pengalaman Kurang Perilaku Ganjil Menarik Diri
-
Kelainan Pikiran Halusinasi Tidak mampu emosi Ketidakteraturan Perilaku Ganjil Isolasi Sosial
Keterangan Gambar : 1. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku, dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut. a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c) Emosi konsisten dengan pengalaman ahli d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan 2. Respon psikososial meliputi : a) Proses pikir terganggu proses pikir yang menimbulkan gangguan b) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indra c) Emosi berlebihan atau kurang d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas untuk menghindari interaksi dengan orang lain. 3. Respon Maladapatif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi : a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang tidak realita atau tidak ada c) Kerusakan proses emosi adalah perbahan sesuatu yang timbul dari hati d) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
D. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan a. Faktor Predisposisi (Stuart and Laraia, 2001 : hal. 396 – 397)
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Faktor-faktor predisposisi meliputi : 1) Faktor Biologis Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobilolgi yang maladaptif termasuk hal-hal berikut : penelitian pencitraan otak yang menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizoprenia, lesi pada area prontal, temporal dan limbik. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan
skizoprenia
seperti
covamine
neourottranmister
yang
berlebihan dan masalah pada respon dovamen 2) Faktor Psikologis Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien. 3) Faktor Sosial Budaya Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizoprenia dan gangguan psikotik lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan
b. Faktor Presipitasi (Stuart and Laraia, 2001: hal. 400)
Faktor presipitasi dapat berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor juga bisa menjadi salah satu penyebab. Gangguan orientasi realita halusinasi yang meliputi biologis dan stressor lingkungan. 1) Biologis Stressor Biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan. 2) Stressor Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Jenis-jenis Halusinasi (Stuart and Laraia 2001 : hal, 392)
Jenis-jenis halusinasi menurut Stuart dan Laraia 2005, adalah : 1) Halusinasi Pendengaran atau Auditori. Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien. Klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedan dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang melakukan hal yang berbahaya. 2) Halusinasi Penglihatan atau Visual
Halusinasi yang merupakan stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran cahaya, gambaran geometris, gambaran kartun dan atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.
3) Halusinasi penghidu atau Penciuman Halusinasi yang seolah-olah menciun bau busuk, amis atau bau yang menjijikan
seperti
darah,
urin,
feses.
Halusinasi
khususnya
berhubungan dengan struk, tumor, kejang dan demensia. 4) Halusinasi Pengecap Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti darah, urin dan feses. 5) Halusinasi Perabaan atau Taktil Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak, tampak stimulus yang terlihat merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
d. Fase Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2001 : hal, 409) 1. Fase I
Pada fase ini individu mengalami rasa cemas (ansietas, stress, perasaan terpisah dan kesepian). Klien mungkin melamun dan memfokuskan pada hal-hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress, cara ini menolong untuk sementara. Klien masih dapat
mengontrol kesadarannya dan mengenal pemikiran ini sebagai bagian dari dirinya meskipun intensitas resepsi meningkat.
2. Fase II
Ansetas meningkat berhubungan dengan penglaman eksternal dan internal
klien
berada
pada
tingkat
pendengaran
halusinasinya
(listening). Pemikiran eksternal jadi lebih menonjol, gambaran halusinasi berupa suara dan sensasi berupa bisikan yang tidak jelas, akan tetapi klien merasa takut apabila ada orang lain yang mendengar atau memperhatikannya. Perasaan klien tidak efektif untuk mengontrol pemikiran tersebut. Klien berusaha untuk membuat jarak antara dirinya dengan
halusinasinya
dengan
memproyeksikan
pengalamannya,
sehingga seolah-olah halusinasinya datang dari orang lain atau tempat lain. 3. Fase III
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol pemikiran klien, klioen menjadi terbiasa oleh halusinasinya dan tidak berdaya akan halusinasinya tersebut. Atau halusinasinya tersebut menjadi kesenangan dan keamanan yang bersifat sementara. 4. Fase IV
Fase ini tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang terjadi menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi, menyerang. Klien tidak mampu berhubungan dengan orang lain karena sibuk dengan khayalannya. Klien mungkin
berada pada dunia yang menakutkan dalam beberapa waktu yang singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini akan menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi secepatnya.
e. Manifestasi Klinis
Menurut tahap-tahap halusinasi karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi sebagai berikut : 1) Halusinasi pengelihatan a) Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang dibicarakan. b) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel. c) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak. d) Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara. 2) Halusinasi pendengaran Adapun perilaku yang dapat teramati : a) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau stimulus yang tidak tampak. b) Tiba-tiba berlari keruangan lain. 3) Halusinasi penciuman Perilaku yang dapat diamati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah : a) Hidung yang dikerutkan seperti, mencium bau yang tidak enak. b) Mencium bau tubuh.
c) Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain. d) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah. e) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan api. 4) Halusinasi pengecapan Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi perabaan adalah : a) Meludahkan makanan atau minuman b) Menolak untuk makan, minum atau minum obat c) Tiba-tiba meninggalkan meja makan
f. Mekanisme Koping (Dalami, 2009 : hal. 27 )
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yan menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi seperti : 1. Regresi Menghindari stres, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan degnan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas. 2. Proyeksi Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai cara untuk menjelaskan kerancuan persepsi). 3. Menarik Diri
Reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari atau menghindar sumber stresor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
g. Sumber Koping ( Majalah Bina Sehat, 1999 : hal 19)
Mechanic mengemukakan 5 sumber koping yaitu : aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan individu, tehnik-tehnik pertahaan, dukungan sosial dan dorongan motivasi. Lazarus & Folkman, menambahkan sumber-sumber sebagai berikut : keyakinan positif, keterampilan pemecahan masalah dan sosial serta sumber-sumber sosial dan material. .
h.
Pohon Masalah (Dalami 2009 : hal 27)
Berdasarkan pengkajian di atas maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut : Resiko Perilaku Kekerasan Perubahan Sensori persepsi halusinsi
Isolasi Sosial Masalah Keperawatan
Dari pohon masalah di atas dapat disimpulkan bahwa masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Resiko Perilaku Kekerasan b. Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi c. Isolasi Sosial
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian tekhnik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial ( NANDA, 2001 dalam
Keliat,
2006). Adapun diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu : 1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran 2. Isolasi sosial 3. Resiko perilaku kekerasan
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan
Langkah
kedua
dari
proses
keperawatan
adalah
perencanaan
keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus.perencanaan keperawatan
meliputi perumusan tujuan, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah keperawatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Nurjanah, 2005) a. Diagnosa Keperawatan : gangguan sensori persepsi halusinasi 1. Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialamainya a) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Evaluasi : klien menunjukan tanda – tanda percaya
kepada perawat : ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rawsa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Rencana Tindakan Keperawatan : Bina hubungan saling percaya
dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik : sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan, dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan anama lengkap klien dan anama panggilan yang disukai klien buat kontrak yang jelas, tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi , tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya, beri perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan amsalah yang dihadapi klien, dengarekan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. b) TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya. Kriteria Evaluasi : klien menyebutkan : isi, waktu, frekuensi,
situasi, dan kondisi yang menimbulkan halusinasi. Rencana Tindakan Keperawatan : adakan kontak seringan dan
singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinansinya (dengar, lihat, penghidung, raba, kecap) jika menemukan klien yang sedang halusinasi : tanyakan apakah klien mengalami sesuatu
(halusinasi, dengar, lihat, penghidung, raba,
kecap), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal
tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi ), katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yag sama , katakan bahwa perawat akan membantu klien jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusi dengan klien: isi, waktu , frekuensi, terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, dan malam atau sering kadang – kadang situsi dan kondisi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi ). Kriteria Evaluasi : klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi : marah, takut, sedih, senang, cemas, jengkel . Rencana Tindakan Keperawatan : diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi
perasaan tersebut, diskusi tentang
dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. c) TUK 3
: Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : klien menyebutkan tindakan yang biasanya
dilakukan untuk mengendelikan halusinasinya, klien menyebutkan tindakan
yang
biasanya
dilakukan
untuk
mengendalikan
halusinasinya, klien menyebutkn cara baru mengontrol halusinasi, klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar, lihat, penghidu, raba, kecap), Klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya, pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Rencana tindakan keperawatan : identifikasi bersama klien cara
tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasinya (tidur, marah, menyibukkan diri, dll) diskusi cara yang digunakan klien, jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladptif, diskusikan cara tersebut, diskusikan cara baru untuk mrmutus/mengontrol timbulnya halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( saya tidak mau dengar, lihat, menghidu, raba, kecap saat halusinasi terjadi). Menemui orang lain (
perawat,
teman,
anggota
keluarga)
untuk
menceritakan
halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan seharihari yang telah disusun, meminta keluarga, teman, perawat, menyapa jika sedang halusinasi, bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukn cara yang dipilih dan dilatih, panto pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, bila berhasil, beri pujian, anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktifitas kelompok, orientasi realita, simulasi persepsi. d) TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya. Kriteria Evaluasi : keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti
pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda, dan gejala proses terjadinya halusinasi, dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Rencana Tindakan Keperawatan : buat kontrak dengan keluarga
untuk pertemuan ( Waktu, tempat, dan topik diskusi dengan
keluarga pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah ), pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien untuk memutuskan halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya intuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit, dan bagaiman cata mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi dirumah. e) TUK 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik,
Kriteria Evaluasi
: klien menyebutkan manfaat minum obat.
Kerugian tidak minum obat, nama, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien mendemonstrasikan penggunaan obat yang benar, menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Rencana Tindakan Keperawatan : diskusikan dengan klien
tentang manfaat, dosis dan efek samping obat. Pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian saat klien menggunakan obat dengan benar, menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter. Anjurkan klien dengan dokter/ perawat jika terjadi hal yang diinginkan.
b. Penatalaksanaan Medis : Psikofarma dan pemeriksaan penunjang 1. Psikofarma a. Clopromazin (CPZ)
Indikasi untuk sindrom psikosis yaitu kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal, sosial dan etik terganggu, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mekanisme kerjanya memblokade dopamin pada reseptor sinap di otaknya system ekstra piramidal. Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi dan gangguan irama jantung.
b. Haloperidol (HPL) Indikasinya berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan seharihari. Mekanisme kerja obat anti psikopsis dalam memblokade dopamine pada reseptor paska sinoptik neuron di otak, khususnya sistem limbic dan sistem ekstra piramidal. Efek samping adalah sedasi dan inhibisi psimotor gangguan otonomik yaitu mulut kering, kesulitan nuksi dan defekasi, hidunga tersumbat, mata kabur, tekanan intra okular meninggi dan gangguan irama jantung. Kontra indikasi, seperti penyakit hati, epilepsi, kelainan jantung, febris, ketergantungan obat, penyakit gangguan saraf dan gangguan kesadaran.
c. Trihexyphenidyl (THP) Indikasi adalah segala penyakit parkinsan, termasuk paska ensephalistis dan idiopatik sindrom parkinson akibat obat misalnya, reserpina dan senoliazyne. Mekanisme kerja sinergi dengan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan anti kolagenik lainnya. Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, konstipasi takhikardi, gagal ginjal, retensi urin. Kontra indikasi : hyper sensitif terhadap triheksyphendil, glukoma sudut sempit, psikis berat psikoneurosis, hipertropi prostat, obstruksi saluran cerna.
2. Pemeriksaan Penunjang a. MMPI (Minnesota Multphasic Personality Infentary) adalah suatu bentuk pengujian oleh psikiater atau psikolog dengan menemukan kepribadian seseorang yang terdiri dari pertanyaan benar atau salah. b. EEG (Electro Ensefalo Grafik) adalah suatu pemeriksaan untuk membantu dalam membedakan etiologi fungsional dan organic dalam kelainan status mental. 1) Pemeriksaan sinar X, untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan oleh struktur anatomi tubuh. 2) Pemeriksaan laboraturium, kromosom, darah berfungsi untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan oleh unsure genetik. c. Prinsip keperawatan pada pasien Halusinasi
1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapetik. 2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap 3. Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus, dan memandang kekiri, kanan, depan
seolah ada yang mengajak bicara. 4. Melibatkan klien dalam TAK 5. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung-pada saat kunjungan rumah) gejala halusinasi, cara yang dapat dilakukan, cara merawat keluarga yang halusinasi. 6. Ajarkan Klien program pengobatan secara optimal. 7. Menyamakan persepsi jika klien bertanya nyatakan secara sederhana pada perawat bahwa perawat tidak mengalami stimulus yang sama (tidak mendengar). 8. Sarankan dan kuatkan penggunaan interpersonal
dalam memenuhi
kebutuhan.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengololaan dan perwujudan dari rencana penerapan yang telah disusun pada tahapan perencanaan. Pada diagnosa gangguan sensori persepsi halusinasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan, yang terdiri dari strategi pelaksanaan untuk klien dan strategi pelaksanaan untuk keluarga (Nurjannah, 2005 : hal 47).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawtan pada klien, evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan ( Nurjannah, 2005 : hal, 64) Secara umum evaluasi yang diterapkan pada perubahan sensori persepsi: halusinasi adalah sebagai berikut : klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal haluinasinya, klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya, dan klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan benar .