BAB I PENDAHULUAN 1.1 TUJUAN 1.1.1 1.1.1 TUJUAN TUJUAN UMU UMUM M
Maha Mahasi sisw swaa mamp mampu u mela melaku kuka kan n pemi pemisa saha han n obat obat – obat obatan an golongan amfetamin dan opiat dari sampel urine. 1.1.2 1.1.2 TUJUAN TUJUAN KHUSU KHUSUS S
1.
Mahasi Mahasiswa swa mampu mampu mela melakuk kukan an sampel sampel untu untuk k ekstrak ekstraksi si cair-ca cair-cair ir dan ekstrasi fase padat.
2.
Mahasi Mahasiswa swa mampu mampu memi memisah sahkan kan obat-o obat-obat bat golo golonga ngan n amfetami amfetamin n dan opiat dari sampel urine dengan ekstraksi cair-cair dan fase
1.2 1.2 LATA LATAR R BELA BELAKA KANG NG
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, nyeri, dan dapat dapat menimb menimbulk ulkan an keterg ketergant antung ungan. an. Sedangka Sedangkan n
Psikotr Psikotropi opika ka
merupakan zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yg menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi narkotika dan psikotropika mempunyai manfaat bagi pengobatan seacara medis dengan dosis yang tepat dan di lain sisi dapat menyebabkan berbagai masalah apabila terjadi penyalahgunaan. Dampak yang ditimbulkan dari ketergantungan NAPZA antara lain merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara dratis, ketidakmampuan membedakan yang mana baik dan buruk, perilaku malada maladaptiv ptive, e, ganggu gangguan an keseha kesehatan tan (fisik (fisik dan mental mental), ), memper mempertin tinggi ggi jumlah jumlah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan dan kriminalitas.
Akibat adanya penyalahgunaan narkoba maupun psikotropika dan kasus-kasus yang terkait dengan akibat pemakaiannya perlu dilakukan suatu analisis. Secara umum dalam melakukan analisis dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu: 1) penyiapan sampel “ sample preparation”, 2) analisis meliputi uji penapisan “screening test” atau dikenal juga dengan “general unknown test” dan uji konfirmasi yang meliputi uji identifikasi dan kuantifikasi, 3) langkah terakhir adalah interpretasi temuan analisis dan penulisan laporan analisis. Sampel yang dapat digunakan dalam pemeriksaan ini umumnya adalah spesimen biologi seperti: cairan biologis (darah dan urin). Setelah uji penapisan didapatkan hasil posistif, maka diperlukan adanya uji konfirmasi untuk mengetahui jenis dan jumlah zat narkotika tersebut
dalam
spesimen. Metode yang digunakan yaitu ekstraksi baik ekstraksi cair-cair maupun fase padat. Dimana zat yang ditargetkan adalah derivate Amfetamin (Amfetamin (MA) , Metamfetamin (MA), Metilendioksimetamfetamin (MDMA) dan golongan Opiat (Morfin dan Kodein). Untuk itu sangat diperlukan uji konfirmatif pada hasil uji penapisan yang positif untuk mengetahui metode pemisahan dan jenis obat – obat golongan Amfetamin dan Opiat di dalam sampel urine.
BAB II DASAR TEORI
2.1 Uji Konfirmasi
Uji konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika psikotropika yang terkandung didalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test) memberi hasil positif (BNN.2008).
2.2 Amfetamin
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem saraf pusat (SSP) stimulants.stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara. Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih kristal kecil. Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi. Amfetamin meningkatkan
pelepasan
katekolamin
yang
mengakibatkan
jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah, meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan menurunkan keinginan untuk tidur. Akan tetapi, dalam keadaan overdosis, efekefek tersebut menjadi berlebihan. Secara klinis, efek amfetamin sangat
mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain (waktu paruh amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek euforianya 4 – 8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam
tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi. Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan oleh amfetamin
diklasifikasikan
ke
dalam
golongan
F15
(Amfetamin
yang
menyebabkan ketergantungan psikologis). Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya diri. Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam, dan beberapa orang terus menggunakan untuk menghindari turun dari obat. Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah: 1. Amfetamin 2. Metamfetamin 3.Metilendioksimetamfetamin
(MDMA,
ecstasy
atau
Adam)
(Anonim,2011).
2.3 Opiat
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah
heroin
(diacethylmorphine),
kodein
(3-methoxymorphine),
dan
hydromorphone (Dilaudid). Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.
Gejala intoksitasi (keracunan) opioid antara lain, konstraksi pupil ( atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat ) dan satu ( atau lebih ) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu mengantuk atau koma bicara cadel ,gangguan atensi atau daya ingat.Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan ) yang berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid. Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik. Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama. Gejala putus obat dari ketergantungan opioid adalah kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia. Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid, kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung. Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual, dan muntah. Turunan opioid (opiad) antara lain : a. Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
b. Heroin ( putaw )
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik. c. Morfin
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan. d. Demerol
Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna. e. Methadon
Saat
ini
Methadone
banyak
digunakanorang
dalam
pengobatan
ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid (BNN,tt).
2.4 Urine.
Urin terdiri dari air yang mengandung zat terlarut berupa sisa metabolisme tubuh diantaranya adalah urea, garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos (Rohyami,2012). Spesimen urin untuk kepentingan uji analisis biasanya dikumpulkan pada pagi hari, malam hari ataupun dapat dilakukan kapan saja sepanjang hari. Sangat pentinguntuk dilakukan pencatatan terhadap waktu pengambilan urin karena dapat digunakandalam penentuan laju produksi urin. Sampel urin acak biasanya ditambahkan pengawet seperti asam hidroklorik 2 M. Urin segar berwarna kuning atau kuning-hijau, namun pada penyimpanansebagai larutan yang bersifat asam warna urin akan berubah menjadi kuning-coklatakibat terjadinya oksidasi dari urobilinogen menjadi urobilin. Sampel urin tahanselama beberapa minggu jika disimpan pada suhu 2-8 0C. Namun jika dibekukan (-20 0C), sampel urin yang diasamkan akan tahan sampai jangka waktu yang panjang, tapisebelumnya dilakukan sentrifugasi terlebih dahulu (Flanaganet al ., 2007). Urin sangat berguna dalam skrining racun karena obat, racun dan metabolitterdapat dengan konsentrasi yang lebih besar pada urin dibandingkan dalam darah (Rohyami,2012).
2.5 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). •
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
•
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven. (Anonim,2011)
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair (Anonim,2011). Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertarna (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan perkakas pengaduk) (Anonim,2011). Tentu saja pendistribusian ini tidak boleh terlalu jauh, karena akan menyebabkan terbentuknya emulsi
yang tidak dapat lagi atau sukar sekali
dipisah. Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes hanis menyatu kembali menjadi sebuah fasa homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat dipisahkan dari cairan yang lain (Anonim,2011).
2.6 Solid Phase Extraction (SPE)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, ekstraksi fase padat yang biasa disebut Solid Phase Extraction (SPE) merupakan teknik yang relatif baru akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk pra-perlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel yang kotor, misal sampel-sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam, protein, polimer, resin, dll (Lansida, 2010).
Karena SPE merupakan proses pemisahan yang efisien maka untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada SPE lebih mudah dari pada ekstraksi cair-cair. Dengan ekstraksi cair-cair diperlukan ekstraksi beberapa kali untuk memperoleh recovery yang tinggi, sedangkan dengan SPE hanya dibutuhkan satu tahap saja untuk memperolehnya (Lansida, 2010). Ada 2 strategi untuk malakukan penyiapan sampel menggunakan SPE ini. Strategi pertama adalah dengan memilih pelarut yang mampu menahan secara total analit yang dituju pada penjerap yang digunakan, sementara senyawasenyawa yang mengganggu akan terelusi. Analit yang dituju yang tertahan pada penjerap ini selanjutnya dielusi dengan sejumlah kecil pelarut organik yang akan mengambil analit yang tertahan ini. Strategi ini bermanfaat jika analit yang diutuju berkadar rendah (Lansida, 2010).
.
BAB III PROSEDUR KERJA
3.1 ALAT DAN BAHAN
ALAT
BAHAN
1. Alat sentrifugasi
1.
Amfetamin (AM)
2. Alat vortex
2.
Metamfetamin (MA)
3. Gelas ukur
3.
Metilendioksimetanfetamin
4. Pipet volume dan Ballfiller
(MDMA)
5. Pipet tetes
4.
Morfin
6. Gelas beaker
5.
Codein
7. Botol vial
6.
Buffer pospat pH 10,5
8. Labu ukur
7.
Metanol
9. Tabung reaksi
8.
Kloroform
10. Plat silica GF 254
9.
Aquadest
11. Chamber
10.
Eluen : TAEA dan TB
12. Camag Nanomat 4
11.
Urin
13. Spektrofotodensitometer
3.2 PROSEDUR KERJA
Ekstraksi sampel dengan menggunakan ekstraksi cair- cair
URINE Dipipet 1 mL + 1 mL buffer fosfat pH 9,3 dan 2 mL campuran kloroform : isopropanol = (3:1)
URINE ( dalam tabung ) Tabung divortex dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit hingga terbentuk emulsi sempurna
Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit
Fase kloroform ( fraksi A yang mengandung morfin )
Fase Air Ditambahkan buffer fosfat pH 10,5 Serta kloroform : isopropanol = (3:1)
Divortex dan disentrifugasi dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan diatas
Fraksi B
Fraksi B digabungkan dengan Fraksi A dan diuapkan pada suhu 60-700C.
Residu dalam 25 µl metanol
Ekstraksi sampel dengan menggunakan SPE (Solid Phase Xtraction) Menggunakan fase diam kolom SPE Accubond II Evidex Catridge
•
Amfetamin DARAH SEGAR
+ 3 mL K 2HPO4 0,1 M pH 6 dalam 5 mL urin
+ 6 mL methanol + 6 mL K 2HPO4 0,1 M
Opiat
+ 0,5 mL HCL pada 5 mL urin, ditutup dan dipanaskan (1200C/20 menit), didinginkan + 0,75 mL 10 N NaOH Adjust pH 6,5-7,5 dengan 2,5 mL 0,5 M asam fosfat
pH 6
Masukkan sampel + 3 mL air + 3 mL 0,1 M asam asetat + 3 mL metanol
+ 6 mL methanol + 6 mL K 2HPO4 0,1 M pH 6
+ 3 mL K 2HPO4 0,1 M pH + 3 mL kloroformisopropil alcohol HCL (60/40/1)
6 + pasang 8 mL reservoir + masukkan urin + lepas reservoir + 3 mL air + 3 mL sodium asetat 0,1 M pH 4,5 + 3 mL metanol
+ 3 mL kloroform – isopropil alcohol – NH 4OH (78/20/2)
•
Eluat yang diperoleh diuapkan pada suhu 65 0C.
•
Fraksi – fraksi yang telah diuapkan direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Ekstrasi Cair-Cair . Online. http://artikelteknikkimia.blogspot.com/2011/12/ ekstraksi-cair-cair.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2013 Anonim,2011. Amphetamin.
Diakses
di:http://narkoba-
amphetamin.blogspot.com/2011/11/ amfetamin.html (diakses tanggal : 15 Mei 2013). BNN,tt.
JenisNarkoba. diaksesdi
:http://www.bnn.go.id/portalbaru/portal/konten.php?nama=
JenisNarkoba&op= tanggal : 15
detail_jenis_narkoba&mn=2&smn=a
(diakses
Mei 2013)
Lansida. 2010. Ekstraksi Fase Padat . Online. http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-fase-padat.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2013 Rohyami,2012.Uji
Kualitatif
Urine.
Diakses
http://rohyami.staff.uii.ac.id/2012/04/10/uji-kualitatif-urine/
di
(diakses
tanggal 15 Mei 2013) Wirasuta, Gelgel. 2009. Uji Konfirmasi dan Metode Pemisahan Obat-obat Golongan Amfetamin dan Opiat Dalam Urin . Online. http://gelgelwirasuta.blogspot.com/ search?q=uji+ konfirmasi+ dan+metode+pemisahan+obat+ obat+golongan+amfetamin+dan+opiat+dalam+ urin. Diakses pada tanggal 15 Mei 2013
:
HASIL PENGAMATAN