BAB III PERAN PLASM PERAN PLASMODIUM ODIUM FALCIPA FALCIPARUM RUM ERITROCY ERITROCYTE TE MEMBRANE MEMBRANE PROTEIN PROTEIN 1 PADA PATOGENESIS MALARIA CEREBRAL
3.1 3.1
Resp Respon on Imun Imunol olog ogii terh terhad adap ap Infe Infeks ksii Mala Malari ria a
Ketika terjadi infeksi malaria, maka sistem imun dalam tubuh akan segera memberikan respon terhadap antigen parasit malaria. Respon sistem imun tersebut terbagi menjadi 2, yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Sistem imun imun non spesif spesifik ik akan akan berusa berusaha ha mengha menghancur ncurkan kan parasi parasitt malari malariaa dengan dengan segera segera sedangkan sistem imun spesifik (imunitas seluler dan humoral) akan bereaksi setelah diaktivasi oleh antigen parasit malaria.22,23
Gambar 4. Presentasi sel dendritik kepada sel T CD 4 dan sitokin-sitokin yang dikeluarkan. 23
Mekanisme imunitas protektif utama pada parasit malaria adalah antibodi dan sel T CD8+ (CTL). Pada malaria, antibodi diduga protektif yang dapat mencegah merozoit memasuki eritrosit. Imunitas terhadap jenis atau spesies yang satu tidak protektif terhadap yang lain. Respon imun non spesifik utama terhadap malaria
13
adalah fagositosis, fagositosis, tetapi banyak parasit yang resisten resisten terhadap terhadap efek bakterisida bakterisidall makrofag. Makrofag atau sel dendritik akan mengikat eritrosit parasit melalui MHC kelas II dan berusaha untuk menghancurkan sel tersebut. Kemudian makrofag akan mempre mempresen sentas tasika ikan n antige antigen n parasi parasitt malari malariaa ke sel T-help T-helper er (sel (sel T CD4) CD4) melalu melaluii reseptor sel T, ikatan ini akan diperkuat dengan bebagai ikatan ko-stimulator, maka dimula dimulaila ilah h proses proses imunit imunitas as spesif spesifik ik (gamba (gambarr 4). Makrof Makrofag ag akan mengel mengeluar uarkan kan sitokin-sitokin, seperti Interleukin 2 (IL-2), IL-12, IL-15, Interferon α (IFN-α), IFN-γ, dan DC-derived CC chemokine 1 ( DC-CK1). DC-CK1). Sitokin-sitokin ini akan mengaktifkan sel natural killer yang juga akan menghancurkan eritrosit parasit malaria.22,23,24 Pada studi tikus menunjukkan peran respon Th1 dan Th2 meskipun berbeda, namun sangat penting dalam mengontrol penyakit. Antibodi berperan dalam imunitas terh terhad adap ap spor sporozo ozoit it yang yang dapat dapat menc mencega egah h infe infeks ksii hepat hepatos osit it.. Sel Sel CD8 CD8+ dapat menghancurkan parasit yang sudah ada di dalam sel hati. Produksi IFN-γ oleh sel CD8+ lebih berperan utuk mengontrol replikasi parasit di banding aktivasi lisis direk. Diduga sel Th1CD4+ yang memproduksi IFN-γ yang berperan dalam mengontrol fase hati. Sel Th1 memproduksi sitokin proinflamasi yang memacu aktivasi makrofag dan dan destr destruk uksi si erit eritro rosi sitt teri terinf nfeks eksi. i. Sel Sel Th2 Th2 mema memacu cu anti antibo bodi di spes spesif ifik ik,, yang yang menghambat reinfeksi eritrosit lebih banyak dan berperan dalam destruksi eritrosit terinfeksi melalui aktivasi komplemen serta memacu makrofag untuk memakannya melalu melaluii Fc-R. Fc-R. Penghanc Penghancura uran n eritro eritrosit sit terinf terinfeks eksii dalam dalam otak otak akan akan menimb menimbulk ulkan an peningkatan kadar TNF-α dan IL-1 yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak. IL-10 sangat esensial untuk mencegah kerusakan jaringan otak yang lebih luas. NO yang diproduksi oleh endoteh otak sebagai respons terhadap peningkatan kadar TNF-α TNF-α dan IL-1 IL-1 dapat dapat menimb menimbulka ulkan n gejala gejala malari malariaa serebr serebral al melalu melaluii hambat hambatan an neurotranmisi. 22,23,24 Dalam menghadapi infeksi malaria, respon sistem imunitas tubuh melibatkan beberapa sel imun dan produksi sitokin-sitokin yang berpengaruh dalam proses interaksi (stimulasi atau inhibisi) sel imun dapat dilihat pada gambar 5.24
14
Inflamamatory cytokines Parasite killing: NO + ROS Pathology: TH1, TNF-α, IFN-γ : CM
Ab effector mechanisms Inhibition of invansion Neutralization ADCC/ADCI
TNF-α: anemia, hypoglycemia High TH2 early: susceptibility
+
C mediated lysis
-
FcR/CR1 phagocytosis +
-
IFN γ
or lethal infection
TNF-α IL-6 IL-1 NO ROS
IL-10 +
IL-12 +
+
+
IL-4 IL-5
-
IL-10
-
+
IFN γ
-
TGF β
-
TGF β
T-cell regulation Parasites inhibit/stimulate DC and MØ Regulation of TH1/TH2 by: DC B cell/Ab IL-10 TGF-β
Gambar 5. Skematik respon imun dan produksi sitokin selama infeksi malaria dalam darah. Garis padat menunjukkan interaksi sitokin dengan efek positif (+) atau negatif (-) untuk aktivasi atau proliferasi, sedangkan garis putus-putus menunjukkan presentasi antigen dan ko-stimulator oleh antigen presenting cells (APC).24
3.2
Invasi Merozoit ke dalam Eritrosit
Invasi stadium merozoit dari parasit malaria ke dalam eritrosit merupakan suatu proses yang kompleks dan memerlukan interaksi multipel receptor–ligand , melibatkan perlekatan merozoit ke permukaan eritrosit, reorientasi dan binding tepi apikal merozoit ke eritrosit, junction formation, invaginasi membran eritrosit dan formasi vakuola parasitophorous (gambar 6). Keterlibatan yang potensial dari Plasmodium falcifarum Merozoite Surface Protein 1 (PfMSP-1) di dalam invasi
15
merozoit ditandai oleh kemampuannya untuk mengikat eritrosit melalui suatu interaksi sialic acid-dependent.25
Gambar 6. Skema struktur merozoit dan proses invasi ke dalam eritrosit. 23
Eritrosit yang terinfeksi oleh parasit malaria akan mengalami perubahan struktur morfologi sitoskleton, protein permukaan dan permeabilitas (gambar 7). Permukaan eritrosit parasit akan mempunyai knob-knob yang merupakan protein permukaan yang diekspresikan oleh Plasmodium falcifarum.25 Selama perkembangan di dalam eritrosit, P. falciparum akan mengekspor berbagai jenis protein pada permukaan eritrosit parasit. Protein ini dapat mempengaruhi sistem imun pada tubuh manusia melalui variasi antigen. Selain itu, eritrosit parasit tersebut dapat melekat (sitoadheren) pada reseptor-reseptor sel endotel tubuh manusia sehingga terhindar dari mekanisme clearence pada sistem imun. Hal inilah yang menjadikan virulensi P. falciparum, terutama dalam kaitannya dengan gejala klinis seperti malaria secebral.12
16
K MC
TVN E
PVM PV FV N P
Gambar 7. Representasi skematik eritrosit terinfeksi Plasmodium falciparum. Parasite (P) yang mengandung nucleus (N) dan food vacuole (FV) dan dikelilingi oleh parasitophorous vacuole (PV). Bagian luar dibatasi parasitophorous vacuolar membrane (PVM), Maurer’s clefts (MC) yang berada dalam sitosol eritrosit (E). Tonjolan pada permuakaan eritrosit disebut knobs (K).10
Struktur knob eritrosit parasit terdiri dari beberapa protein yang diekspresikan oleh P. falciparum (struktur knob eritrosit parasit dapat dilihat pada gambar 8). Dewasa ini ada delapan protein malaria falciparum yang sudah diidentifikasi pada permukaan atau yang berhubungan dengan sitoskleton eritrosit. Protein-protein ini adalah sebagai berikut; histidin-rich protein-I dan II (HRP-I dan HRP-II, juga disebut knob yang berhubungan dengan protein histidine-rich, KHRP); Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein-1, 2 dan 3 (PfEMP-1, 2 dan 3), ringinfected erythrocyte membrane surface antigen (Pf155/RESA) , sequestrin dan rosettins. Salah satu protein permukaan eritrosit parasit yang berperan dalam patogenesis malaria secebral adalah Plasmodium falciparum Erithrosite Membrane Protein 1 (PfEMP-1).10,12,25,26
17
Band Ankyri
MES
PfEMP KAH
Gambar 8. Struktur knobs eritrosit parasit. 10
3.3
Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein
Plasmodium falciparum erythrocyte
membrane protein (PfEMP) adalah
protein permukaan membran eritrosit parasit dengan ukuran bervariasi yang diekspresikan oleh gen var Plasmodium falciparum. PfEMP termasuk protein yang terdapat pada struktur knob pada eritrosit parasit. PfEMP terbagi menjadi 3, yaitu PfEMP-1, PfEMP-2 dan PfEMP-3.26 1. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP-1) PfEMP-1 merupakan protein permukaan eritrosit parasit yang ukurannya bervariasi 200-350 kD. Secara mikroskopik immunoelektron lokasi molekul PfEMP-1 diidentifikasi pada ujung tonjolan luar knob dari eritrosit yang terinfeksi. PfEMP-1 merupakan protein yang berperan dalam proses sitoadheren, yaitu protein yang membantu proses mediasi adheren dari eritrosit terinfeksi P. falciparum ke berbagai reseptor sel endotel mikrovaskular pada pasien malaria berat, termasuk malaria serebral.12-17,25-29
18
2. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 2 (PfEMP-2) PfEMP-2
merupakan molekul polimorfik dengan ukuran 250-300 kD dan
berlokasi pada vakuola parasitoporus dari skizon dengan membrane-bound vesicles dalam sitoplasma eritrosit parasit yang berhubungan dengan knob dan permukaan dalam dari membran eritrosit parasit yang menutup knob. PfEMP-2 disebut juga mature erythrocyte surface antigen (MESA). MfEMP-2/MESA dihubungkan secara spesifik dengan sitoskleton eritrosit parasit dan merupakan rangkaian elemen penting untuk PfEMP-1.12,26,27 3. Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein 3 (PfEMP-3) PfEMP-3 adalah sebuah antigen permukaan dengan ukuran 315 kD berlokasi di membran eritrosit. PfEMP-3 mungkin mempengaruhi formasi knob dan diduga berinteraksi dengan sebuah protein dari sitoskeleton eritrosit parasit. Peran PfEMP-3 belum banyak diketahui. 12,26,27
3.4
Struktur Plasmodium falciparum Erithrocyte Membrane Protein 1
Plasmodium falciparum Erithrocyte Membrane Protein 1 (PfEMP-1) disandi oleh sekitar 60 jenis gen var yang berbeda, berukuran sekitar 6-13 kb, dan memiliki struktur yang terdiri dari 2 ekson. Struktur ekson pertama sangat bervariasi karena daerah ini memperantarai perlekatan eritrosit parasit dengan berbagai jenis reseptor pada sel endotel. Ekson I merupakan regio ektraseluler yang terdiri dari berbagai binding dan transmembran domain, seperti N-terminal segment (ATS) , Duffy bindinglike (DBL), cysteine rich interdomain region (CIDR) dan C2. Dua domain pertama dari ekson I DBL dan CIDR membentuk struktur utama yang conserved sehingga diperkirakan daerah ini berperan penting dalam proses perlekatan antigen pada berbagai reseptor endotel. Dari 20 studi yang berbeda mengenai PfEMP-1, kelompok domain DBL dibagi menjadi 6 tipe yaitu: α, β, γ, δ, ε dan X. Sedangkan kelompok domain CIRD terbagi mejadi 3 tipe yaitu: α, β dan γ. Susunan terakhir ekson I adalah sequence of variable length (SVL) dan domain yang hidrofobik, yaitu transmembrane segments (TMS). Ekson II mengkode acidic terminal segment (ATS) yang memiliki jumlah 19
sistein yang sangat sedikit dan terletak di bagian sitoplasma parasit. 12-17,25-29
Gambar 9. Diagram skematik struktur protein dari PfEMP-1 dan binding domain. (a) Prototypical PfEMP-1 regio ekstraselular terdiri atas satu NTS dan DBL1α CIDR1α “ semiconserved head structure ” yang diikuti oleh suatu DBL2δ-CIDR2β secara bergandeng. (b) Protein-protein PfEMP-1 yang lebih besar, termasuk DBLβ, γ dan ε yang susunan tipenya berbeda. Pemetaan binding bawaan untuk reseptor yang peka dengan domain yang bertanggung jawab untuk binding . (Smith et al 2001). 15
3.5
Peran PfEMP-1 dalam Proses Sitoadhesi pada Berbagai Reseptor Sel Endotel Vaskular.
PfEMP-1 merupakan antigen yang terekspresi dalam berbagai tipe sebagai
suatu cara bagi parasit untuk tetap fleksibel dalam melekat (adhesi) pada berbagai macam sel endotel pada tubuh manusia (host). Sifat-sifat inilah yang menjadikan PfEMP-1 sebagai protein yang virulens dan berperan
penting
dalam
patogenesis
malaria
berat.
Meskipun
sebagian besar infeksi ini tidak menyebabkan malaria berat, namun jika perlekatan terjadi dalam jumlah yang sangat besar (sekuestrasi) pada organ-organ yang vital menyebabkan
malaria
seperti otak dan plasenta, dapat
serebral
dan
berpengaruh
buruk
pada
kehamilan.12-17,26-28 PfEMP-1 memiliki kemampuan untuk melekat (sitoadhesi) pada berbagai reseptor
20
pada tubuh manusia (host), di antaranya cluster determinant 36 (CD36), intracellular adhesion molecule 1 (ICAM-1), trombospondin (TSP), chondroitin sulfate A (CSA), heparan sulfate, hyaluronic acid (HA), E-selectin, vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), platelet endothelial cell adhesion molecule 1 (PECAM-1) dan complement receptor 1 (CR1) serta serum protein IgG/IgM (gambar 10). Sitoadhesi ini akan memperantarai rosetting serta pembentukan autoaglutinasi yang akan diikuti oleh sekuestrasi eritrosit parasit pada pembuluh darah yang akan menyebabkan oklusi mikrovaskular dan proses infalamasi pada berbagai organ, hal ini dikaitkan dengan terjadinya malaria serebral dan malaria plasenta. Adanya oklusi dan inflamasi pada mikrovaskular di berbagai organ mempunyai kontribusi yang besar dalam patologi terjadinya malaria berat. 12-17,26-28
Gambar 10. Diagram interaksi antara antigen PfEMP-1 dengan berbagai reseptor pada sel endotelial. Parasit P. falciparum mengekspresi PfEMP-1 dan protein lain yang terpusat pada knobs yang berasal dari parasit pada permukaan eritrosit terinfeksi parasit. 26
Pada kondisi fisiologis, sekuestrasi eritrosit terinfeksi malaria pada 21
pembuluh
darah
diperantarai
oleh
berbagai
reseptor.
Cluster
Determinant 36 memiliki perlekatan yang spektrumnya sangat luas pada reseptor sel-sel endotel pada tubuh manusia, namun tidak terekspresi di plasenta dan pada jaringan otak. Sebaliknya, ICAM-1 banyak
dijumpai
di
pembuluh
darah
otak
sehingga
banyak
dihubungkan dengan adanya sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi parasit malaria di otak. Sedangkan CSA merupakan reseptor yang banyak terdapat pada plasenta, sehingga dapat menyebabkan malaria plasenta. 12-17,26-29 Peran PfEMP-1 dalam proses perlekatan pada reseptor sel endotel vaskular sangat tergantung dari jenis domain yang terekspresi pada regio ekstraseluler dari PfEMP-1. Domain DBL dan CIDR dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan atas kesamaan sekuensnya. Domain yang mampu melekat pada suatu reseptor tertentu, memiliki kesamaan sekuens gen var yang mengkode PfEMP-1. CIDR-1α merupakan domain yang memperantarai perlekatan dengan CD36, sedangkan CIDR-1β tidak berikatan dengan
CD36.
DBL2βc2
merupakan domain yang secara umum
memperantarai perlekatan PfEMP-1 dengan ICAM-1. Meskipun domain PfEMP-1 yang memperantarai perlekatan dengan CD36 dan ICAM-1 cukup bervariasi namun
masih
ada
sekitar
30-50%
domain
yang
homolog
sehingga
menunjukkan kemungkinan dapat dikembangkan sebagai kandidat vaksin malaria, terutama terhadap malaria berat.12,15,26-29 Eritrosit yang terinfeksi parasit mampu melekat pada berbagai
macam reseptor dalam satu waktu. Apakah perlekatan ini diperantarai oleh PfEMP-1 tunggal pada satu sel atau oleh berbagai domain pada PfEMP-1, merupakan topik penelitian yang menarik. Satu penelitian menunjukkan bahwa PfEMP-1 tunggal dapat memperantarai perlekatan antara CD36 dan ICAM-1 oleh domain yang berbeda. Domain tersebut diekspresikan
menjadi
protein
fusi
yang
selanjutnya
dapat
memperantarai perlekatan pada berbagai macam reseptor termasuk perlekatan pada platelet-endothelial cell adhesion molecule-1 (PECAM-
22
1/CD31), antigen pada golongan darah tipe A, immunoglobulin M, heparan sulfat, dan CD36. 12
Tabel 2. Domain pada PfEMP-1 yang memperantarai perlekatan pada reseptor sel endotel.26 No.
Reseptor pada host
Target seluler
Parasit ligand
1.
Thrombospodin
Endotel
Band 3, PfEMP1
2.
CD36
Endotel, sel dendritik, eritrosit, Platelet-bridged Infected Erythrocyte
CIDRα
3.
ICAM-1
Endotel
DBLβC2
4.
VCAM-1, E-selectin
Endotel
5.
CSA
Plasenta, endotel
DBLγ
6.
P-selectin
Endotel
PfEMP-1
7.
PECAM-1 (CD31)
Endotel
CIDRα/DBLδ
8.
Hyaluronic acid
Plasenta
9.
Complement Receptor 1 Eritrosit
DBLα
10.
IgM
CIDRα
Eritrosit
Noviyanti dkk pada tahun 2001, melakukan beberapa penelitian
untuk memahami bagaimana PfEMP-1 berlekatan dengan berbagai reseptor melalui perubahan (switching) antigen P. falciparum yang dikode gen var . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa jenis PfEMP-1 yang memperantarai perlekatan pada reseptor yang sama, atau tipe PfEMP-1 tertentu yang memperantarai perlekatan pada beberapa
reseptor
sekaligus.
Alternatif
lain,
masing-masing
sel
mengekspresi bermacam-macam PfEMP-1 yang mampu berikatan dengan
23
berbagai jenis reseptor pada host . Populasi parasit yang mampu melekat pada reseptor CSA atau ICAM-1 menunjukkan adanya ekspresi gen var yang berbeda.12 Penelitian Duffy dkk pada tahun 2002, pada tingkat sel tunggal
yang melekat pada reseptor CSA juga memperjelas
fenomena
ekspresi berbagai macam gen var yang berasosiasi dengan fenotip perlekatan dengan CSA.12
3.6
Peran PfEMP-1 pada Patogenesis Malaria Serebral Dewasa ini patogenesis malaria serebral yang paling banyak dianut adalah adanya
obstruksi mikrovaskular karena adanya sequestrasi parasit (sitosdheren
rosseting).
dan
PfEMP-1 adalah protein permukaan eritrosit parasit yang
berperan dalam terjadinya rosseting dan sitoadheren melalaui ikatan dengan reseptornya yang ada pada eritrosit, platelet dan sel endotel.12,15,2629
3.6.1 Peran PfEMP-1 pada patogenesis sitoadheren. PfEMP-1 pada permukaan knob eritrosit parasit akan mengekspresikan berbagai domain yang akan berikatan dengan reseptor di sel endotel vaskuler yang sesuai
dengan
domain
tersebut.
Pada
malaria
serebral
PfEMP-1
akan
mengekspresikan domain DBL2βc2 yang akan berikatan dengan reseptor ICAM1 pada vaskuler otak. Ikatan domain DBL2βc2 dari PfEMP-1 dengan ICAM1 ini disebut proses sitoadheren (gambar 12). Proses sitoadheren yang disertai proses rosseting dan autoaglutinasi pada akhirnya akan terjadi sekuestrasi pada vaskular otak dan oklusi mikrovaskuler otak yang bertanggung jawab terjadinya malaria serebral. 12,15,26-29
24
Gambar 11. Representasi skematik PfEMP-1 pada eritrosit parasit, dimana domain spesifik pada PfEMP-1 akan melekat pada binding reseptor tertentu pada sel endotel vaskular (sitoadheren). Pada malaria serebral, domain DBL2βC2 dari PfEMP-1 akan melekat pada reseptor ICAM1 pada sel endotel vaskular. 16
Pada penelitian Andrew V. Oleinikov dkk, menunjukkan adanya ikatan yang kuat antara reseptor ICAM1 dengan domain DBL2βc2 dari PfEMP1, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan ekspresi DBL2βc2 pada ICAM1 binding .29
25
Gambar 12. ICAM1 Binding berikatan kuat dengan domain DBL2βc2.29
Ekspresi reseptor ICAM1 di endotel vaskular otak dipacu oleh sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1, TNF-α, IFN-γ. Peningkatan kadar sitokin proinflamasi (IL-1, TNF-α, IFN-γ) terjadi akibat respon dari penghancuran eritrosit parasit di vaskular otak. Penelitihan di Kenya dan Sri Langka menunjukkan pada plasma pasien dengan malaria serebral ekspresi ICAM1 lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tanpa gejala malaria serebral. Penelitian di Afrika dan Indonesia menunjukan pada malaria berat terjadi peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IFN-γ, IL-1, IL-3 dan IL-6. 12
Penelitian di Mali pada pasien malaria anak-anak menunjukkan kadar IL-6 dan IL-10 meningkat pada malaria serebral dibandingkan
26
malaria non serebral, namun tidak ada peningkatan kadar IL-1, IL-8, IL-12 dan TNF-α. Sebaliknya penelitian di Gambia dan Ghana menunjukkan adanya peningkatan kadar TNF-α dan reseptornya pada pasien malaria serebral dibandingkan malaria tanpa komplikasi.12
3.6.2 Peran PfEMP-1 pada patogenesis rosseting dan autoaglutinasi.
27
Rosetting adalah ikatan antara eritrosit yang terinfeksi parasit dengan beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi dan akan membentuk suatu gumpalan. Satu buah eritrosit parasit dapat dikelilingi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit. Autoaglutinasi atau clumping adalah ikatan diantara eritrosit yang terinfeksi parasit, membentuk agregat. Beberapa agregat dan roset dapat saling berikatan membentuk giant rosetting .10-14 Dewasa ini ada bukti yang ada menyatakan bahwa rosetting memerlukan beberapa interaksi diantar domain PfEMP-1 dan reseptor pada sel eritrosit non parasit.. Ada tiga reseptor pada eritrosit non parasit yang telah dikenal, yaitu: complement receptor 1 (CR1), heparan-sulphate-like molecules dan antigen golongan darah A atau B. Pada sebagian eritrosit matur terdapat reseptor CD36 dalam jumlah yang sedikit. Rosetting terjadi karena eritrosit parasit mengekspresikan PfEMP-1 yang akan mengikat reseptornya di permukaan eritrosit non parasit, seperti complement receptor 1 (CR1)/CD35, CD36, atau glikoprotein golongan darah A atau B, dan heparan sulfat like glycosaminoglycans (HS-like GAG).10-15 Domain DBLα pada PfEMP-1 berperan dalam proses perlekatan dengan reseptor CR1 pada eritrosit non parasit sehingga membentuk roset. Disamping itu domain CIDR1 dari PfEMP-1 juga berperan dalam ikatan dengan reseptor CD36 pada eritrosit non infeksi. Di samping mengikat eritrosit-eritrosit non parasit, suatu subset parasit dapat membentuk autoaglutinasi dengan eritrosit-eritrosit parasit yang lain. Baru-baru ini, autoaglutinasi dijembatani oleh sel platelet dan ada tiga reseptor pada platelet yang dikenal, yaitu: CD36, globular C1q receptor (gC1qR/ HABP1/p32) dan P-selectin. salah satu reseptor penting platelet-mediated clumping dari eritrosit parasit adalah CD36.
Disamping berperan dalam ikatan antar eritrosit, PfEMP-1
juga dapat berikatan dengan reseptor CD36 pada permukaan trombosit, membentuk suatu gumpalan. Beberapa ahli menghubungkan proses roset terutama giant rosetting dan autoaglutinasi ini dengan kejadian malaria berat, meskipun peranan dan patogenesisnya masih sebagai dugaan dan belum dapat disimpulkan.10-14
28
Gambar 13. Skematik proses sitoadherens dan rosseting dengan keterlibatan berbagai reseptor pada eritrosit dan sel endotel vaskular. 10
Golongan darah A atau B terdiri dari bermacam trisaccharides yang dihubungkan oleh glikoprotein dan glikolipid eritrosit. PfEMP-1 diduga mempunyai binding spesifik pada golongan darah A dan B melalui ikatan antara suatu varian dari trisaccharides dan domain DBLα. Namun mekanisme molekular belum sepenuhnya diketahui.26,27
3.7
Karakteristik Genom dan Sifat Antigen P . falciparum
Plasmodium falciparum memiliki genom berukuran 22,8 Mega basa (Mb) yang tersebar pada 14 kromosom yang masing-masing berukuran sekitar 0,643-3,29 Mb. Jumlah gen yang terdapat dalam kromosom P . falciparum sebanyak 5.300 gen yang mengkode berbagai protein. Seperti halnya organisme lainnya, P . falciparum memiliki famili gen yang bersifat sangat variabel, diantaranya var, rif dan stevor, yang secara berurutan masing-masing mengkode P. Falciparum erythrocyte
29
membrane protein-1 (PfEMP-1),
repetitive
intersperded family (rifin), dan
subtelomeric variable open reading frame.11,24,25,26 Para peneliti telah berhasil memetakan struktur genom P. falciparum yang terdiri dari gen var, rif dan stevor pada bagian subtelomer pada masing-masing kromosom (dapat dilihat pada gambar dibawah ini).11,24,25,26
Gambar 14. Diagram susunan kromosom Plasmodium falciparum. Gen var , rif dan stevor terletak pada subtelomer dari kromosom. TARE (telomeric-associated repeat sequence) yang mengandung sekuens rep20 diduga berfungsi untuk menjaga kestabilan kromosom dan membantu dalam pembentukan cluster kromosom di dalam inti sel. 12
Gen var mengkode PfEMP-1 yang diekspresi di permukaan eritrosit yang terinfeksi parasit. PfEMP-1 memperantarai perlekatan (adhesi) eritrosit parasit ke berbagai sel reseptor yang tersebar pada sel-sel endotel berbagai organ. Protein rifin dikode oleh gen rif , merupakan protein permukaan yang diekspresikan pada permukaan eritrosit yang terinfeksi serta mengalami proses variasi antigen. Protein stevor memiliki persamaan dengan rifin, namun lebih sedikit bervariasi dibandingkan dengan rifin. Fungsi dari stevor dan rifin masih belum jelas.12,15
30
Gambar 15. Skema organisasi kromosom P. falciparum dan struktur PfEMP-1. 27
3.8
Terapi Anti Sitoadheren PfEMP1 pada Eritrosit Protein
PfEMP-1
merupakan
target dar i antibodi
yang bersifat
protektif. Namun, karena gen var memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan (switching) sekitar 2% per generasi, hal ini menyulitkan
usaha
Kemampuan
untuk
untuk
penemuan
vaksin
terhadap
malaria.
mengubah antigen melalui proses antigenic
variation ini merupakan suatu cara bagi P . falciparum untuk dapat terhindar dari serangan sistem imun host . Hingga kini, mekanisme yang mendasari terjadinya switching antigen belum sepenuhnya jelas, terutama yang berkaitan dengan ekspresi PfEMP-1 yang selektif berkaitan dengan sifat-sifat perlekatannya dengan sel reseptor pada host.29 Inhibisi proses sitoadheren merupakan terapi yang sudah diteliti dan dikembangkan pada terapi adjuvan untuk malaria berat dan malaria serebral. Beberapa agent inhibitor sitoadheren adalah PfEMP1 inhibitors, levamisole dan glycosaminoglycans.
PfEMP1
inhibitors
(aptamers)
akan
memblok
proses
sitoadheren dan rosseting. Levamisole adalah suatu alkaline phosphatase inhibitor dan digunakan sebagai obat anti cacing pada manusia. Penelitian terbaru menunjukkan pada reseptor
31
CD36 endotel akan terjadi fosforilasi yang akan meningkatkan afinitas eritrosit parasit sehingga terjadi sitoadherens. Pada penggunaan levamisole akan terjadi defosforilasi CD36 pada sel endotel sehingga akan menghambat sitoadherens eritrosit parasit pada CD36 sehingga mengurangi pembentukan rosseting . Pada uji klinik random pada pasien (12 mendapat levamisole dan 9 kontrol) dengan malaria tidak komplikasi terapi adjuvan levamisole dengan quinin dan doksisiklin dapat menghambat terjadinya sitoadheren dan rosseting dilihat dari gambatan darah tepi. Levomisole dapat mencegah secara komplet sequesterasi early trophozoite dan lebih dari 64% mencegah sequesterasi mid trophozoite.10,30 Glycosaminoglycans merupakan sulfated glyconconjugates sama seperti heparin yang dapat menghancurkan formasi rosset . Bentuk baru dari generasi glycans berupa d-glycosaminoglycans (d-GAGs) mempunyai aktivitas antikoagulan. Pada studi invitro menunjukkan bahwa d-GAGs dapat menghancurkan rosset dan menghambat invasi merozoit ke dalam eritrosit. Studi in vivo P. falciparum pada primata menunjukan bahwa sequesterasi parasit dilepaskan dari endotel setelah injeksi d-GAGs. Jika d-GAGs terbukti aman pada manusia, maka dapat disediakan sebagai terapi adjuvan yang efektif untuk mencegah sequesterasi dan hal ini akan menurunkan risiko terjadinya malaria berat. 30 Tabel 3. Kandidat obat terbaru utuk terapi adjuvan pada malaria berat.10 No.
Obat
Cara kerja
Uji klinik
1.
Levamisole
Blok sitoadherens pada CD36
Ya
2.
N-acetylcysteine
Menghambat sitoadherens pada CD36
Ya
3.
Recombinant PfEMP-1
Menghambat sitoadherens pada CD36
Belum
4.
(+)Epigalloylcatechin-Gallate
Blok sitoadherens pada ICAM1
Belum
5.
L-arginine
Menghambat disfungsi endotelial
Ya
6.
Heparin derivatives
Menghambat rosseting
Ya
7.
Soluble complement receptor1
Menghambat rosseting
Belum
32