BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengaruh Aktivitas Fisik
Berbagai mekanisme kardiovaskuler dan pernapasan harus bekerja secara terpadu untuk memenuhi O 2 jaringan aktif dan mengeluarkan CO 2 beserta panas saat melakukan aktivitas fisik. Perubahan sirkulasi meningkatkan aliran darah ke otot, sambil mempertahankan sirkulasi yang adekuat di bagian tubuh lain. Selain itu, ambilan O 2 dari darah di otot yang bekerja akan meningkat sehingga jumlah jumla h O2 tambahan akan tersedia, dan sebagian panas serta kelebihan CO2 dapat dikeluarkan (Ganong, 2008) Aktivitas fisik diketahui berperan penting untuk mencegah obesitas dan memegang peranan terhadap distribusi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang memadai dapat menurunkan persentasi lemak tubuh yang selanjutnya dapat mengurangi risiko menderita obesitas dan penyakit kardiovaskuler. Kesegaran jasmani didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dimiliki atau dicapai seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik. Seseorang yang secara fisik bugar dapat melakukan aktivitas fisik sehari-harinya dengan giat, memiliki resiko rendah dalam
masalah kesehatan dan dapat menikmati olahraga serta berbagai aktivitas lainnya (Irawan, 2009). a. Perubahan Ventilasi
Saat beraktivitas, jumlah O2 yang memasuki aliran darah di paru meningkat karena adanya kenaikan jumlah O 2 yang ditempakan pada tiap satuan darah dan bertambahnya aliran darah paru per menit. menit . Peningkatan ambilan O2 sebanding dengan beban kerja yang dilakukan, sampai tercapainya batas maksimum. Di atas batas maksimum, konsumsi O 2 menetap dan kadar asam laktat darah meningkat. Laktat berasal dari otot dengan reintensitas aerobik cadangan energi yang tidak dapat mencukupi penggunaannya sehingga terjadi utang oksigen (Guyton, (Gu yton, 2008). Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktivitas fisik mulai dilakukan, dan setelah suatu periode jeda singkat, akan diikuti oleh peningkatan yang bertahap. Pada aktivitas fisik sedang, kenaikan ventilasi
terutama
disebabkan
oleh
peningkatan
kedalaman
pernapasan, dan diikuti oleh peningkatan frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik lebih berat. Ventilasi mendadak berkurang saat aktivitas fisik berhenti dan setelah jeda singkat akan diikuti oleh penurunan bertahap ke nilai sebelum latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktivitas fisik kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis dan impuls aferen dari proprioseptor di otot, tendo, dan sendi. Peningkatan yang bertahap kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral,
masalah kesehatan dan dapat menikmati olahraga serta berbagai aktivitas lainnya (Irawan, 2009). a. Perubahan Ventilasi
Saat beraktivitas, jumlah O2 yang memasuki aliran darah di paru meningkat karena adanya kenaikan jumlah O 2 yang ditempakan pada tiap satuan darah dan bertambahnya aliran darah paru per menit. menit . Peningkatan ambilan O2 sebanding dengan beban kerja yang dilakukan, sampai tercapainya batas maksimum. Di atas batas maksimum, konsumsi O 2 menetap dan kadar asam laktat darah meningkat. Laktat berasal dari otot dengan reintensitas aerobik cadangan energi yang tidak dapat mencukupi penggunaannya sehingga terjadi utang oksigen (Guyton, (Gu yton, 2008). Ventilasi meningkat tiba-tiba begitu aktivitas fisik mulai dilakukan, dan setelah suatu periode jeda singkat, akan diikuti oleh peningkatan yang bertahap. Pada aktivitas fisik sedang, kenaikan ventilasi
terutama
disebabkan
oleh
peningkatan
kedalaman
pernapasan, dan diikuti oleh peningkatan frekuensi pernapasan bila aktivitas fisik lebih berat. Ventilasi mendadak berkurang saat aktivitas fisik berhenti dan setelah jeda singkat akan diikuti oleh penurunan bertahap ke nilai sebelum latihan. Peningkatan mendadak pada awal aktivitas fisik kemungkinan disebabkan oleh rangsang psikis dan impuls aferen dari proprioseptor di otot, tendo, dan sendi. Peningkatan yang bertahap kemungkinan disebabkan oleh faktor humoral,
walaupun selama aktivitas fisik sedang pH, Pco2, dan Po 2 darah arteri tetap tidak berubah. Peningkatan ventilasi ventilasi sebanding dengan peningkatan konsumsi O2, namun mekanisme yang mendasari perangsangan
pernapasan
masih
menjadi
perdebatan.
Adanya
peningkatan suhu tubuh juga dapat memainkan peranan, aktivitas fisik meningkatkan
kadar
K +
plasma,
dan
peningkatan
ini
dapat
merangsang kemoreseptor perifer. Selain itu, kepekaan neuron-neuron mengontrol respons terhadap CO 2 dapat meningkat. Fluktuasi respiratorik Pco2 darah arteri juga dapat meningkat sehingga, meskipun Pco2 rata-rata darah arteri tidak meningkat, CO2-lah yang berperan pada peningkatan ventilasi. O 2 juga berperan meskipun tidak terdapat penurunan Po 2 darah arteri karena ketika suatu beban kerja tertentu dilakukan sambil bernapas dengan 100%
O2, peningkatan
ventilasi yang terjadi lebih rendah 10-20% dibandingkan peningkatan ventilasi saat bernapas dengan udara biasa. Jadi, kombinasi berbagai faktor berperan pada terjadinya peningkatan ventilasi saat melakukan aktivitas fisik sedang se dang (Ganong, 2008).
b. Perubahan di Jaringan
Penyerapan O2 maksimum saat beraktivitas fisik dibatasi oleh kecepatan maksimum pengangkutan O 2 menuju mitokondria di otot yang sedang bekerja. Namun, pada keadaan normal keterbatasan ini bukan disebabkan oleh kekurangan ambilan O 2 di paru, dan
hemoglobin dalam darah arteri tetap tersaturasi meskipun sedang melakukan aktivitas fisik berat. Saat beraktivitas fisik, otot yang bekerja menggunakan lebih banyak O 2 sehingga Po2 jaringan dan Po 2 darah vena dari otot yang aktif turun sampai mendekati nol. Difusi O 2 dari darah ke jaringan bertambah sehingga Po 2 darah di otot berkurang, dan pelepasan O2 dari hemoglobin meningkat. Karena dilatasi jaringan kapiler otot yang berkontraksi dan bertambahnya kapiler yang terbuka, jarak rata-rata antara darah dengan sel jaringan sangat berkurang. Hal ini memudahkan pergerakan O 2 dari darah ke sel (Ganong, 2008). Pada orang yang dilatih selama beberapa bulan terjadi perbaikan pengaturan pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena menurunnya kadar asam laktat darah, yang seimbang dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh. Latihan fisik akan mempengaruhi organ sedemikian rupa sehingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas kerja maksimum yang dicapai lebih besar. Faktor yang paling penting dalam perbaikan kemampuan pernapasan untuk mencapai tingkat optimal adalah kesanggupan untuk meningkatkan capillary bed yang aktif, sehingga jumlah darah yang mengalir di paru lebih banyak, dan darah yang berikatan dengan oksigen per unit waktu juga akan meningkat. Peningkatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen (Yunus, 1997).
c. Toleransi Olahraga dan Kelelahan
Toleransi olahraga memiliki dimensi waktu dan intensitas. Contohnya, seorang pria muda bugar dapat menghasilkan daya listrik pada sebuah sepeda sekitar 700 watt untuk 1 menit, 300 watt untuk 5 menit, dan 200 watt untuk 40 menit. Selama ini dikatakan bahwa faktor-faktor yang membatasi kinerja dalam berolahraga adalah kecepatan penyaluran O2 ke jaringan atau kecepatan masuknya O2 ke dalam tubuh melalui paru. Faktor-faktor ini berperan, tetapi faktor lain juga berperan dan olahraga akan berhenti jika perasaan lelah ( fatigue) berkembang menjadi perasaan payah (exhaustion). Kelelahan terjadi sebagian akibat terbombardirnya otak oleh impuls saraf dari otot, dan penurunan pH darah akibat asidosis laktat juga menyebabkan orang merasa lelah. Demikian juga peningkatan suhu tubuh, dispnea, dan, mungkin sensasi tak nyaman yang ditimbulkan oleh aktivasi reseptor J di paru (Ganong, 2008).
2. Kebugaran Jasmani a. Definisi
Kebugaran jasmani menurut WHO adalah “kemampuan untuk melakukan kegiatan fisik.” Sedangkan menurut The American College of Sports Medicine (ACSM) “kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan fisik moderat dan giat tanpa mengalami kelelahan serta mempunyai kemampuan dalam menjalani kehidupan.
Selain itu kebugaran jasmani yang baik membantu menghindarkan tubuh dari penyakit akibat kurang gerak” (Leon,1997). Menurut Sharkey (1984) yang dimaksud dengan kebugaran jasmani kemampuan aerobik adalah daya tahan jantung paru. Sedangkan daya tahan jantung paru adalah bagian yang paling penting, baik untuk olahraga prestasi, khususnya pada olahraga endurance maupun untuk kesehatan. Kuntaraf (1992) mengatakan bahwa “Kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan salah satunya adalah: daya tahan jantung-paru, dan kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan sangat diperlukan oleh pelajar yaitu untuk mempertahankan kesehatan, mengatasi stress lingkungan, dan melakukan aktivitas sehari-hari terutama kegiatan belajar dan bermain baik di sekolah/kampus maupun di rumah”. Kebugaran jantung-paru atau kebugaran aerobik adalah kemampuan jantung paru dalam memenuhi kebutuhan O 2 dan nutrisi di otot rangka terutama pada otot-otot besar agar otot-otot yang bersangkutan dapat bekerja dalam waktu yang lama. Selain dari pada itu, komponen kebugaran jasmani jantung-paru merupakan komponen terpenting dari komponen kebugaran jasmani (Neiman, 1993). Kebugaran merupakan kebutuhan pokok dalam melakukan aktivitas untuk kehidupan sehari-hari. Orang yang bugar berarti ia sehat secara dinamis. Sehat dinamis akan menunjang terhadap berbagai aktivitas fisik maupun psikis. Kebugaran yang dimiliki seseorang akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja seseorang dan juga akan memberikan dukungan yang positif terhadap produktivitas bekerja atau belajar. Seseorang yang memiliki derajat kebugaran jasmani yang baik, akan memiliki kemampuan yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan fisik yang diberikan kepadanya. Selain itu ia akan mengalami kelelahan yang tidak berarti selepas ia melaksanakan tugasnya. Ia masih dapat melakukan tugas-tugas lainnya. Orang yang bugar akan memiliki kemampuan
recovery
dalam
waktu
yang
relatif
singkat
bila
dibandingkan dengan orang yang tidak bugar (Simon, 2006).
b. Komponen Kebugaran Jasmani
Kebugaran jasmani seseorang dapat ditingkatkan melalui latihan, seperti yang dikatakan Cooper (1983) “Pengaruh latihan fisik yang tepat akan meningkatkan konsumsi oksigen maksimal. Ini dicapai dengan cara meningkatkan efesiensi kerja semua sarang penyediaan dan penyalur oksigen. Dalam proses peningkatan ini, kondisi tubuh makin meningkat secara menyeluruh terutama pada bagian-bagian tubuh yang terpenting seperti: paru-paru, jantung, pembuluh darah dan seluruh jaringan tubuh”. Dengan demikian maka terbentukl ah benteng pertahanan yang kuat bertahan dari berbagai macam penyakit sehingga dapat
belajar,
mengembangkan
pengenalan
diri,
dan
dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan hidup sehari-hari dengan lebih
baik lagi. Komponen dasar kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan adalah : 1) Kekuatan (Strength )
Kekuatan adalah kemampuan dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Kekuatan otot dapat diraih dari latihan dengan beban berat dan frekuensi sedikit. Kita dapat melatih kekuatan otot lengan dengan latihan angkat beban, jika beban tersebut hanya dapat diangkat 8-12 kali saja. Contoh latihannya adalah sebagai berikut: a) squat jump, melatih kekuatan otot tungkai dan otot perut. b) push up, melatih kekuatan otot lengan. c) sit up, melatih kekuatan otot perut. d) angkat beban, melatih kekuatan otot lengan. e) back up, melatih kekuatan otot perut (Nurhasan, 2004). 2) Daya tahan (Endurance )
Daya
tahan
mempergunakan
adalah
sistem
kemampuan
jantung,
seseorang
paru-paru,
dan
dalam
peredaran
darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus menerus. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem aerobik dalam proses pemenuhan energinya. Latihan untuk melatih daya tahan adalah kebalikan dari latihan kekuatan. Daya tahan dapat dilatih dengan beban rendah atau kecil, namun dengan
frekuensi yang banyak dan dalam durasi waktu yang lama. Contoh latihan untuk daya tahan: a) lari 2,4 km. b) lari 12 menit. c) lari multistage. d) angkat beban dengan berat yang ringan namun dengan repetisi dan set yang banyak. e) lari naik turun bukit (Nurhasan, 2004). 3) Daya Otot (M uscular Power )
Daya
otot
adalah
kemampuan
seseorang
dalam
mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu sepemdek-pendeknya. Dengan kata lain berhubungan dengan sistem anaerobik dalam proses pemenuhan ener ginya. Daya otot dapat disebut juga daya ledak otot (explosive power ). Latihan yang dapat melatih daya ledak otot adalah latihan yang bersifat cepat atau berlangsung secepat mungkin. Contohnya: a) front jump (meloncat ke depan), melatih daya ledak otot tungkai. b) vertical jump (meloncat ke atas), melatih daya ledak otot tungkai. c) side jump (meloncat ke samping), melatih daya ledak otot tungkai (Nurhasan, 2004).
4) Kecepatan (Speed )
Kecepatan
merupakan
kemampuan
seseorang
untuk
mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dengan waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan sangat dibutuhkan dalam olahraga yang sangat mengandalkan kecepatan, seperti lari pendek 100 m dan lari pendek 200 m. Kecepatan dalam hal ini lebih mengarah pada kecepatan otot tungkai dalam bekerja. Contoh latihannya adalah a) lari cepat 50 m b) lari cepat 100 m c) lari cepat 200 m (Parahita, 2009). 5) Daya lentur (Flexibility )
Daya
lentur
adalah
efektifitas
seseorang
dalam
menyesuaikan diri untuk segala aktifitas dengan penguluran tubuh yang luas, Contoh latihannya adalah upperr Body Flexibility Exercises (Nurhasan, 2004). 6) Kelincahan (Agility )
Kelincahan adalah kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu, dari depan ke belakang, dari kiri ke kanan atau dari samping ke depan. Olahraga yang sangat mengandalkan kelincahan misalnya bulu tangkis. Kelincahan dapat dilatih dengan lari cepat dengan jarak sangat dekat, kemudian berganti arah. Contoh latihannya adalah
a) lari zig-zag b) lari bolak-balik 5 m c) lari bolak-balik 10 m d) lari angka 8 e) kombinasi lari bolak-balik dengan lari zig-zag (Parahita, 2009). 7) Koordinasi (Coordination )
Koordinasi adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan berbagai gerakan yang berbeda ke dalam pola gerakan tunggal secara efektif. Contoh latihannya: a) memantulkan bola tenis ke tembok dengan tangan kanan kemudian menangkapnya lagi dengan tangan kiri. b) memantulkan bola tenis ke tembok dengan tangan kiri kemudian menangkapnya lagi dengan tangan kanan. c) melempar ke atas bola tenis dengan tangan kanan, kemudian menangkap kembali dengan tangan kiri d) melempar ke atas bola tenis dengan tangan kiri, kemudian menangkap kembali dengan tangan kanan (Parahita, 2009). 8) Keseimbangan (Balance )
Keseimbangan mengendalikan
merupakan
organ-organ
syaraf
kemampuan otot
seseorang
sehingga
dapat
mengendalikan gerakan-gerakan dengan baik dan benar. Senam merupakan salah satu cabang olahraga yang sangan mengandalkan kesimbangan. Contoh latihannya adalah
a) berjalan di atas balok kayu selebar 10 cm, sepanjang 10 m b) berdiri dengan satu kaki jinjit c) tubuh membentuk kapal-kapalan d) sikap lilin e) berdiri dengan tangan sebagai sandaran tubuh (Parahita, 2009). 9) Ketepatan (Accuracy )
Ketepatan
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran. Sepak bola dan bola basket merupakan olahraga yang membutuhkan ketepatan yang baik untuk memasukkan bola ke gawang dengan kaki dan memasukkan bola kek keranjang dengan tangan. Contoh latihannya: a) melempar bola tenis ke tembok, sebelumnya tembok telah diberi sasaran b) untuk lebih spesifik pada cabang bola basket adalah dengan latihan memasukkan bola ke keranjang tepat di bawah ring c) untuk sepak bola dengan latihan menendang bola ke gawang yang dijaga oleh seorang penjaga gawang (Parahita, 2009). 10) Reaksi (Reaction )
Reaksi bertindak
adalah
secepatnya
kemampuan dalam
seseorang
menanggapi
untuk
rangsangan
segera yang
ditimbulkan lewat indera. Contoh latihannya adalah menangkap
bola tenis yang dilempar ke kanan dan ke kiri oleh orang lain (Parahita, 2009).
3. Konsumsi Oksigen Maksimal ( VO2max ) a. Definisi
VO2max
adalah jumlah maksimal oksigen yang dapat
dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan.
Karena
VO2max
ini
dapat
membatasi
kapasitas
kardiovaskuler seseorang, maka VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik. VO2max merefleksikan keadaan paru, kardiovaskuler, dan hematologik dalam pengantaran oksigen, serta mekanisme oksidatif dari otot yang melakukan aktivitas. Selama menit-menit pertama latihan, konsumsi oksigen meningkat hingga akhirnya tercapai keadaan steady state di mana konsumsi oksigen sesuai dengan kebutuhan latihan. Konsumsi oksigen lalu turun secara bertahap bersamaan dengan penghentian latihan karena kebutuhan oksigen pun berkurang (Sukmaningtyas, Pudjonarko, Basjar, 2004). Secara teori, nilai VO2max dibatasi oleh cardiac output , kemampuan sistem respirasi untuk mengantarkan oksigen ke darah, atau kemampuan otot untuk menggunakan oksigen. Dengan begitu, VO2max pun menjadi batasan kemampuan aerobik, dan oleh sebab itu dianggap sebagai parameter terbaik untuk mengukur kemampuan aerobik (atau kardiorespirasi) seseorang. VO2max merupakan nilai
tertinggi dimana seseorang dapat mengkonsumsi oksigen selama latihan, serta merupakan refleksi dari unsur kardiorespirasi dan hematologik dari pengantaran oksigen dan mekanisme oksidatif otot . Orang dengan tingkat kebugaran yang baik memiliki nilai VO2max lebih tinggi dan dapat melakukan aktivitas lebih kuat dibanding mereka yang tidak dalam kondisi baik (Vander, 2001).
b. Satuan
VO2max dinyatakan sebagai volume total oksigen yang digunakan per menit (ml/menit). Semakin banyak massa otot seseorang, semakin banyak pula oksigen (ml/menit) yang digunakan selama latihan maksimal. Untuk menyesuaikan perbedaan ukuran tubuh dan massa otot, VO2max dapat dinyatakan sebagai jumlah maksimum oksigen dalam mililiter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan (ml/menit/kg). Satuan ini yang akan dipergunakan dalam pembahasan selanjutnya (Sherwood, 2001).
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai VO2max
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai VO2max dapat disebutkan sebagai berikut :
1) Keturunan/genetik
Dari penelitian diketahui bahwa 93,4% VO2max ditentukan oleh faktor genetik. Hal ini dapat dirubah dengan melakukan latihan yang optimal (Yunus, 1997). 2) Usia
Penelitian cross-sectional dan longitudinal nilai VO2max pada anak usia 8-16 tahun yang tidak dilatih menunjukkan kenaikan progresif dan linier dari puncak kemampuan aerobik, sehubungan dengan usia kronologis pada anak perempuan dan lakilaki. VO2max anak laki-laki menjadi lebih tinggi mulai usia 10 tahun, walau ada yang berpendapat latihan ketahanan tidak terpengaruh pada kemampuan aerobik sebelum usia 11 tahun. Puncak nilai VO2max dicapai kurang lebih pada usia 18-20 tahun pada kedua jenis kelamin Secara umum, kemampuan aerobik turun perlahan setelah usia 25 tahun. Penurunan rata-rata VO2max per tahun adalah 0,46 ml/menit/kg untuk pria (1,2%) dan 0,54 ml/menit/kg untuk wanita (1,7%). Penurunan ini terjadi karena beberapa hal, termasuk reduksi denyut jantung maksimal dan isi sekuncup
jantung
maksimal.
Kecuraman
penurunan
dapat
dikurangi dengan melakukan olahraga aerobik secara teratur (Fox, 2003).
3) Jenis kelamin
Kemampuan aerobik wanita sekitar 20% lebih rendah dari pria pada usia yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan hormonal yang menyebabkan wanita memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dan lemak tubuh lebih besar. Wanita juga memiliki massa otot lebih kecil dari pada pria. Mulai usia 10 tahun, VO2max anak laki-laki menjadi lebih tinggi 12% dari anak perempuan. Pada usia 12 tahun, perbedaannya menjadi 20%, dan pada usia 16 tahun VO2max
anak laki-laki 37% lebih tinggi dibanding anak
perempuan (Armstrong, 2006). Sehubungan dengan jenis kelamin wanita, Lebrun et al dalam penelitiannya tahun 1995 pada 16 wanita yang mendapat latihan fisik sedang, melakukan pengukuran serum estradiol dan progesteron untuk memantau fase-fase menstruasi. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa VO2max absolut meningkat selama fase folikuler dibanding dengan fase luteal. 4) Suhu
Pada fase luteal menstruasi, kadar progesteron meningkat. Padahal progesteron memiliki efek termogenik, yaitu dapat meningkatkan suhu basal tubuh. Efek termogenik dari progesteron ini rupanya meningkatkan BMR 30, sehingga akan berpengaruh pada kerja kardiovaskuler dan akhirnya berpengaruh pula pada
nilai VO2max. Sehingga, secara tidak langsung, perubahan suhu akan berpengaruh pada nilai VO2max (Uliyandari, 2009). 5) Latihan Aktivitas Fisik
Latihan fisik dapat meningkatkan nilai VO2max. Namun begitu, VO2max ini tidak terpaku pada nilai tertentu, tetapi dapat berubah sesuai tingkat dan intensitas aktivitas fisik. Contohnya, bed-rest lama dapat menurunkan VO2max antara 15%-25%, sementara latihan fisik intens yang teratur dapat menaikkan VO2max dengan nilai yang hampir serupa. Latihan fisik yang efektif bersifat endurance (ketahanan) dan meliputi durasi, frekuensi, dan intensitas tertentu. Sehingga dengan begitu dapat dikatakan bahwa kegiatan dan latar belakang latihan seseorang dapat mempengaruhi nilai VO2max – nya (Vander, 2001). Latihan fisik akan menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relative sama besar, tetapi orang yang berlatih bernapas lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk kerja otot pada proses ventilasi berkurang, sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang terlatih akan lebih efektif kerjanya (Yunus, 1997).
d. Faktor-Faktor yang Menentukan Nilai VO2max 1) Fungsi paru
Pada saat melakukan aktivitas fisik yang intens, terjadi peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot yang sedang bekerja. Kebutuhan oksigen ini didapat dari ventilasi dan pertukaran oksigen dalam paru-paru. Ventilasi merupakan proses mekanik untuk memasukkan atau mengeluarkan udara dari dalam paru. Proses ini berlanjut dengan pertukaran oksigen dalam alveoli paru dengan cara difusi. Oksigen yang terdifusi masuk dalam kapiler paru untuk selanjutnya diedarkan melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Untuk dapat memasok kebutuhan oksigen yang adekuat, dibutuhkan paru-paru yang berfungsi dengan baik, termasuk juga kapiler dan pembuluh pulmonalnya (Uliyandari, 2009). Pada seseorang yang terlatih dengan baik, konsumsi oksigen dan ventilasi paru total meningkat sekitar 20 kali pada saat ia melakukan latihan dengan intensitas maksimal. Dalam fungsi paru, dikenal juga istilah perbedaan oksigen arteri-vena ( A-V O2diff ). Selama aktivitas fisik yang intens , A-V O2 akan meningkat karena oksigen darah lebih banyak dilepas ke otot yang sedang bekerja, sehingga oksigen darah vena berkurang. Hal ini menyebabkan pengiriman oksigen ke jaringan naik hingga tiga kali lipat daripada kondisi biasa. Peningkatan A-VO2diff terjadi
serentak dengan peningkatan cardiac output dan pertukaran udara sebagai respon terhadap olah raga berat (Uliyandari, 2009). 2) Fungsi kardiovaskuler
Respon
kardiovaskuler
yang
paling
utama
terhadap
aktivitas fisik adalah peningkatan cardiac output . Peningkatan ini disebabkan oleh peningkatan isi sekuncup jantung maupun heart rate yang dapat mencapai sekitar 95% dari tingkat maksimalnya. Karena pemakaian oksigen oleh tubuh tidak dapat lebih dari kecepatan sistem kardiovaskuler menghantarkan oksigen ke jaringan, maka dapat dikatakan bahwa sistem kardiovaskuler dapat membatasi nilai VO2max (Uliyandari, 2009). 3) Sel darah merah (Hemoglobin)
Karena dalam darah oksigen berikatan dengan hemoglobin, maka kadar oksigen dalam darah juga ditentukan oleh kadar hemoglobin yang tersedia. Jika kadar hemoglobin berada di bawah normal, misalnya pada anemia, maka jumlah oksigen dalam darah juga lebih rendah. Sebaliknya, bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari normal, seperti pada keadaan polisitemia, maka kadar oksigen dalam darah akan meningkat. Hal ini juga bisa terjadi sebagai respon adaptasi pada orang-orang yang hidup di tempat tinggi. Kadar hemoglobin rupanya juga dipengaruhi oleh hormon androgen melalui peningkatan pembentukan sel darah merah. Laki-
laki memiliki kadar hemoglobin sekitar 1-2 gr per 100 ml lebih tinggi dibanding wanita (Fox, 2003). 4) Komposisi tubuh
Jaringan
lemak
menambah
berat
badan,
tapi
tidak
mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olah raga berat. Maka, jika VO2max dinyatakan relatif terhadap berat badan, berat lemak cenderung menaikkan angka penyebut tanpa menimbulkan akibat pada pembilang VO2;
Jadi, kegemukan cenderung mengurangi VO2max (Uliyandari, 2009).
e. Pengukuran VO2max
Untuk mengukur VO2max, ada beberapa tes yang lazim digunakan. Tes-tes ini haruslah dapat diukur dan mudah dilaksanakan, serta tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk melakukannya. Tes ergometer sepeda dan treadmill adalah dua cara yang paling sering digunakan untuk menghasilkan beban kerja. Meskipun begitu, step test ataupun field test juga dapat dilakukan untuk kepentingan yang sama. Macam-macam penggunaan tes-tes faal untuk menilai peningkatan kemampuan atlet menurut Kartawa (2003) antara lain :
1) Ergometer Sepeda
Dilakukan
dengan
menggunakan
sepeda
statis
yang
dikayuh untuk mendapatkan beban kerja. Beban kerja dapat diberikan secara kontinyu atau intermiten. Ergometer sepeda ini dapat mekanik atau elektrik, serta dapat digunakan dalam posisi tegak lurus maupun supinasi. Dipasang EKG untuk merekam beban kerja, serta dilakukan pengukuran tekanan darah probandus pada permulaan dan akhir pembebanan. Nilai VO2max bisa didapat dengan
menggunakan
nomogram
Astrand,
khususnya
menggunakan skala beban kerja. Beban kerja dapat dinyatakan dalam unit standar, sehingga hasil tes dapat dibandingkan satu sama lain. 2) Treadmill
Beberapa
protokol
yang
dapat
digunakan
dalam
pemeriksaan dengan treadmill adalah : (1) Metode Mitchell, Sproule, dan Chapman, (2) Metode Saltin-Astrand, dan (3) Metode OSU. Keuntungan menggunakan treadmill meliputi nilai beban kerja yang konstan, kemudahan mengatur beban kerja pada level yang diinginkan, serta mudah dilakukan karena hampir semua orang terbiasa dengan keahlian yang dibutuhkan (berjalan dan berlari). Meskipun demikian, karena alatnya mahal dan berat, tes ini tidak praktis dilakukan di tempat kerja.
3) Field Test
Tes
ini
sangat
mudah
dilakukan,
karena
tidak
membutuhkan alat khusus. Probandus diminta berlari berdasarkan jarak atau waktu tertentu. Beberapa variasi dari tes ini adalah : (1) 12 minute run, (2)1,5 mile run, dan (3) 2,4 km run test. 4) Step Test
Banyak variasi dari tes ini sehubungan dengan jumlah langkah per menit dan tinggi bangku yang digunakan untuk menghasilkan beban kerja. Probandus melakukan gerakan naik turun bangku bergantian kaki dengan irama yang sudah diatur dengan metronome. Walaupun mudah dilakukan dan tidak butuh biaya besar, beban kerja yang tepat sulit didapat dengan tes ini karena kelelahan yang mungkin timbul saat melakukan tes dapat mempengaruhi akurasi beban kerja dan titik gravitasi. Nilai VO2max bisa didapat dengan normogram Astrand berdasarkan denyut dan berat badan atau mengggunakan perhitungan rumus. Rumus yang tersedia pun bervariasi, dengan standar nilai VO2max yang bervariasi pula. Data yang dibutuhkan untuk menghitung VO2max adalah denyut jantung pemulihan. Beberapa variasi tersebut misalnya : (1) Harvard Step Test, (2) Queen’s College Step Test, (3) Tuttle Step Test, (4) Ohio Step Test, (5) YMCA Step test, dan (6) Tecumseh Step Test.
f.
Cooper T est
Cooper test adalah tes kebugaran fisik. Tes Ini dirancang oleh Kenneth H. Cooper pada tahun 1968 untuk penggunaan militer AS. Dalam bentuk aslinya, tujuan dari tes ini adalah untuk berlari sejauh mungkin dalam 12 menit. Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kondisi kebugaran seseorang oleh karena itu, seharusnya dijalankan dengan kecepatan tetap, bukan sprint dan berjalan cepat. Hasilnya didasarkan pada jarak orang berlari selama tes, usia dan jenis kelamin. Hasilnya dapat dikorelasikan dengan tabel VO2max (Wilmore, Costill, 2005). Tujuan dari cooper test adalah untuk menguji kebugaran aerobik (kemampuan tubuh untuk menggunakan oksigen ketika berlari). Peralatan yang dibutuhkan dalam tes ini antara lain : lintasan lari, marking cones, lembar observasi, stop watch. Prosedur dari cooper test yang pertama dilakukan adalah menandai interval jarak sekitar trek untuk membantu dalam mengukur jarak saat selesai. Peserta berlari selama 12 menit, dan total jarak akhir dicatat. Berjalan diperbolehkan, meskipun peserta harus didorong untuk mendorong diri mereka sekeras yang mereka bisa. Tabel memberikan panduan umum untuk menafsirkan hasil tes ini untuk orang dewasa. Berikut ini merupakan tabel data normatif Cooper test .
Tabel 2.1 Data normatif kemampuan lari sesuai usia pada saat Cooper Test pada laki-laki (Cooper, 1983) Age
Excellent
13-14 15-16 17-19 20-29 30-39 40-49 >50
>2700m >2800m >3000m >2800m >2700m >2500m >2400m
Above Average 2400-2700m 2500-2800m 2700-3000m 2400-2800m 2300-2700m 2100-2500m 2000-2400m
Average
Below Average 2100-2199m 2200-2299m 2300-2499m 1600-2199m 1500-1999m 1400-1699m 1300-1599m
2200-2399m 2300-2499m 2500-2699m 2200-2399m 1900-2299m 1700-2099m 1600-1999m
Poor <2100m <2200m <2300m <1600m <1500m <1400m <1300m
Tabel 2.2 Data normatif kemampuan lari sesuai usia pada saat Cooper Test pada perempuan (Cooper, 1983) Age
Excellent
13-14 15-16 17-19 20-29 30-39 40-49 >50
>2000m >2100m >2300m >2700m >2500m >2300m >2200m
Above Average 1900-2000m 2000-2100m 2100-2300m 2200-2700m 2000-2500m 1900-2300m 1700-2200m
Average 600-1899m 700-1999m 800-2099m 800-2199m 700-1999m 500-1899m 400-1699m
Below Average 1500-1599m 1600-1699m 1700-1799m 1500-1799m 1400-1699m 1200-1499m 1100-1399m
Poor <1500m <1600m <1700m <1500m <1400m <1200m <1100m
Tabel 2.3 Data normatif nilai VO2max pada laki-laki (Heywood, 1998) Age 13-19 20-29 30-39 40-49 50-59 >60
Very Poor <35.0 <33.0 <31.5 <30.2 <26.1 <20.5
Poor
Fair
Good
Excellent
Superior
35.0-38.3 33.0-36.4 31.5-35.4 30.2-33.5 26.1-30.9 20.5-26.0
38.4-45.1 36.5-42.4 35.5-40.9 33.6-38.9 31.0-35.7 26.1-32.2
45.2-50.9 42.5-46.4 41.0-44.9 39.0-43.7 35.8-40.9 32.3-36.4
51.0-55.9 46.5-52.4 45.0-49.4 43.8-48.0 41.0-45.3 36.5-44.2
>55.9 >52.4 >49.4 >48.0 >45.3 >44.2
Tabel 2.4 Data normatif nilai VO2max pada perempuan (Heywood, 1998) Age 13-19 20-29 30-39 40-49 50-59 >60
Very Poor Poor <25.0 25.0-30.9 <23.6 23.6-28.9 <22.8 22.8-26.9 <21.0 21.0-24.4 <20.2 20.2-22.7 <17.5 17.5-20.1
Fair
Good
Excellent
Superior
31.0-34.9 29.0-32.9 27.0-31.4 24.5-28.9 22.8-26.9 20.2-24.4
35.0-38.9 33.0-36.9 31.5-35.6 29.0-32.8 27.0-31.4 24.5-30.2
39.0-41.9 37.0-41.0 35.7-40.0 32.9-36.9 31.5-35.7 30.3-31.4
>41.9 >41.0 >40.0 >36.9 >35.7 >31.4
Tes ini dapat dimodifikasi cocok untuk sebagian besar populasi. Bagi mereka yang tidak layak atau tidak dapat menjalankan, ada tes berlari atau berjalan serupa yang dapat dilakukan. Cooper (1968) melaporkan korelasi 0,90 antara VO2max dan jarak yang ditempuh dalam jangka 12 menit berlari. Keandalan dari tes ini akan tergantung pada praktek, membutuhkan strategi dan tingkat motivasi. Kelompok besar dapat diuji sekaligus, dan ini adalah tes yang sangat murah dan sederhana untuk dilakukan. Tes ini juga dapat dilakukan dengan berlari di treadmill selama 12 menit, diatur ke tingkat 1 (1 persen) yang cenderung untuk meniru berlari di luar. Ada banyak variasi dari tes berjalan / lari. Sebuah tes yang sangat mirip adala h Balke 15 minute run (Cooper, 1968).
4. Gender
Perbedaan alami yang dikenal dengan perbedaan jenis kelamin sebenarnya hanyalah segala perbedaan biologis yang dibawa lahir antara perempuan dan laki-laki. Di luar semua itu adalah perbedaan yang dikenal
dengan istilah gender. Perbedaan yang tidak alami atau perbedaan sosial mengacu pada perbedaan peranan dan fungsi yang dikhususkan untuk perempuan dan laki-laki. Perbedaan tersebut diperoleh melalui proses sosialisasi atau pendidikan di semua institusi (keluarga, pendidikan, agama, adat dan sebagainya).
Gender penting untuk dipahami dan
dianalisis untuk melihat apakah perbedaan yang bukan alami ini telah menimbulkan diskriminasi dalam arti perbedaan yang membawa kerugian dan penderitaan terhadap perempuan. Apakah gender telah memposisikan perempuan secara nyata menjadi tidak setara dan menjadi subordinat oleh pihak laki-laki (Zalbawi, Handayani, 2004). Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti keras, kuat, rasional, gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki sifat feminin seperti halus, lemah, perasa, sopan, penakut. Perbedaan tersebut dipelajari dari keluarga, teman, tokoh masyarakat, lembaga keagamaan dan kebudayaan, sekolah, tempat kerja, periklanan dan media. Gender berbeda dengan seks. Seks adalah jenis kelamin lakilaki dan perempuan dilihat secara biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan laki-laki dan perempuan secara sosial; masalah atau isu yang berkaitan dengan peran, perilaku, tugas, hak dan fungsi yang dibebankan kepada perempuan dan laki-laki. Biasanya isu gender muncul sebagai akibat suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan gender. (Retno, 1995).
Teori gender adalah teori yang membedakan peran antara perempuan dan laki-laki yang mengakibatkan perbedaan perlakuan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat.
Perbedaan ini tampaknya
berawal dari adanya perbedaan faktor biologis antara perempuan dan lakilaki. Perempuan memang berbeda secara jasmaniah dari laki-laki, perempuan mengalami haid, dapat mengandung, melahirkan serta menyusui yang melahirkan mitos dalam masyarakat bahwa perempuan berhubungan dengan kodrat sebagai ibu.
Banyak teori psikologi yang
mendukung teori gender dan mereka mengembangkan pendapat bahwa perempuan dan laki-laki memang secara kodrat berbeda serta mempunyai ciri-ciri kepribadian yang berbeda. Perbedaan ciri-ciri kepribadian perempuan dan laki-laki terlihat sejak masa kanak-kanak (Gilligan, 1989).
a. Perbedaan Fisik Pria dan Wanita
Pria dan wanita dapat kita bedakan dari segi fisik, baik secara anatomis maupun secara fisiologis (fungsi tubuh). Perbedaan anatomi ini menyebabkan pria lebih mampu melakukan aktivitas jasmani dan olahraga yang memerlukan kekuatan dan dimensi lain yang lebih besar (Kartinah, Komariah, Giriwijoyo, 2006: 177). Secara fisik, pria dewasa rata-rata 7 – 10 % lebih besar dari pada wanita. Perbedaan ukuran itu sangat kecil terlihat pada anakanak sampai usia pubertas. Akivitas jasmani pria yang lebih tinggi
karena pengaruh hormon di dalam otak selama perkembangan janin (Sutresna, 1999). Pengaruh hormon testoteron mengakibatkan pria tumbuh lebih tinggi, gelang bahu yang lebih luas, panggul lebih sempit dan tungkai lebih panjang. Sedangkan pengaruh hormon estrogen mengkibatkan wanita berkembang dengan bahu yang lebih sempit, panggul yang lebih luas relatif terhadap tinggi badannya dan “carrying angle” yang lebih besar pada sendi siku. Pada wanita terjadi penimbunan lemak selama masa pubertas, sedangkan pada pria terjadi perkembangan otot. Sehingga wanita dewasa mempunyai lemak sekitar dua kali lebih besar dari pada pria. Pria mempunyai darah yang kurang lebih satu liter lebih banyak dari pada wanita. Selain itu dimensi jantung pada pria lebih besar sehingga volume sedenyut lebih besar, volume paru paru pria lebih besar 10 % dari pada wanita. Wanita mempunyai denyut nadi istirahat yang lebih sedikit tinggi dengan Denyut Nadi Maksimal sesuai usia (Zalbawi, Handayani, 2004). Pria dan wanita yang melakukan olahraga sama akan memiliki kapasitas aerobik (VO2max) dengan perbedaan yang lebih kecil dari pada sesama jenis kelamin yang melakukan olahraga berbeda. Keikutsertaan wanita dalam aktivitas jasmani dan olahraga berdampak positif pada power aerobic mereka oleh meningkatnya VO2max, Pengambilan Oksigen dan Kapasitas ventilatori. Apalagi, wanita dapat memperoleh kekuatan maksimal melalui peningkatan aktivasi otot,
fleksibilitas meningkat yang berkaitan dengan peningkatan luas gerakan dan barangkali peningkatan fungsi kekebalan. Sebetuln ya pria mempunyai keuntungan sampai 50 % dalam hal masa tubuh, volume jantung dan darah, dan hemoglobin yang tinggi. Tetapi perbedaan itu sebesar 10 % apabila dinyatakan dalam satuan berat badan. Atlet wanita yang berlatih baik mempunyai kemampuan mentoleransi hipoxia, ketinggian dan stres yang sama dengan pria yang terlatih. Cedera olahraga pada wanita ditemukan sedikit, karena wanita lebih banyak terlibat pada aktivitas jasmani dan olahraga kontak yang tidak berat. Sehingga cedera lebih bersifat sport specific dari pada sex specific. Cedera pada wanita dalam olahraga sebenarnya lebih dikarenakan kekuatan dan kebugaran mereka yang rendah. Cedera atlet yang terlatih juga mempunyai derajat cedera yang sama (Zalbawi, Handayani, 2004).
B. Kerangka Teori
Berdasarkan penjabaran teori tersebut, maka dapat disusun suatu kerangka teori penelitian sebagai berikut : Faktor yang menentukan : 1. 2. 3. 4.
Fungsi Paru Fungsi Kardiovaskuler Hemoglobin Komposisi tubuh
Faktor mempengaruhi : 1. 2. 3. 4. 5.
yang
Pengukuran V O 2 m a x
Genetik Usia Jenis kelamin Suhu tubuh Aktivitas fisik
Perubahan Ventilasi
1. Ergometer sepeda 2. Treadmill 3. Step test 4. Field test/ Cooper test
Perubahan Jaringan
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Toleransi Olahraga dan Kelelahan
C. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori, maka dapat digambarkan suatu kerangka konsep penelitian sebagai berikut : Variabel Bebas Aktivitas lari 12 menit
Variabel Terikat
Nilai VO2max mahasiswa 1. Laki-laki 2. Perempuan
Variabel Pengganggu 1. Aktivitas fisik 2. Genetik 3. Status nutrisi
Gambar 2.2 Kerangka konsep
Keterangan : Objek penelitian Tidak diteliti