2.2
Pemangsaan (Predasi)
Predasi merupakan mekanisme lain di mana spesies berinteraksi satu sama lain. Predasi adalah ketika organisme predator memakan organisme hidup lain ata u organisme, yang dikenal sebagai mangsa. Predator selalu menurunkan kebugaran hewan buruannya. Hal ini dilakukan dengan menjaga mangsa dari bertahan hidup, mereproduksi, atau keduanya. Hubungan predator-mangsa sangat penting untuk menjaga keseimbangan organisme dalam suatu ekosistem. Pemangsaan mempunyai arti pengrusakan dengan cara dimakan atau dimangsa, sedangkan ikan pemangsa (predator) biasanya diartikan sebagai musuh. Hal yang perlu diketahui dalam hubungan mangsa pemangsa adalah jenis, jumlah dan ukuran ikan yang dimangsa serta bagaimana frekuensi pemangsa mengambil mangsanya (Effendie 1997). Umumnya para ahli biologi menganggap bahwa predator semuanya spesies karnivor, termasuk ikan pemakan ikan (piscivor) dan pemakan bermacammacam invertebrata mulai dari berukuran kecil sampai berukuran besar. Menurut Weatherley dan Gill (1987) ada 11 prinsip mengenai hubungan mangsa dan pemangsa pada ikan : 1. Jumlah ikan yang dimakan oleh piscivor lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan yang ditangkap oleh nelayan. 2. Ukuran mangsa yang dimakan oleh pemangsa semakin bertambah besar dengan bertambah besarnya ukuran pemangsa. 3. Pemangsa memiliki kesukaan (preferensi) pada spesies mangsa dengan ukuran tertentu. 4. Pemangsa umumnya mengambil bermacam-macam mangsa. 5. Pemangsaan terhadap suatu jenis mangsa memungkinkan terjadi perubahan terhadap kepadatan mangsa. 6. Pemangsa mungkin mengganti makanannya dengan spesies lain dalam suatu suatu kesetimbangan biologi. 7. Jumlah mangsa berkurang akibat pemangsaan oleh ole h tekanan pemangsa. 8. Komposisi komunitas mangsa dipengaruhi oleh pemangsa. 9. Populasi mangsa yang melimpah dapat merangsang pertumbuhan dan densitas pemangsa. 10. Persaingan antara spesies pemangsa dapat mempengaruhi pertumbuhan dan densitas populasi. 11. Pemangsaan terhadap mangsa tertentu dapat menurunkan persaingan diantara spesies mangsa sehingga dapat penambahan keragaman komunitas mangsa.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kebanyakan spesies ikan memiliki kebiasaan makan yang bervariasi. Umumnya ikan memperlihatkan tingkat kesukaan makan terhadap organisme makanan tertentu dan hal ini terlihat dalam organisme makanan yang predominan dalam lambungnya. 2.3
Migrasi
Migrasi atau dalam dunia perikanan lebih dikenal juga dengan istilah ruaya merupakan suatu proses perpindahan ikan ke tempat yang memungkinkan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Heape (1931) dalam Lucas dalam Lucas & Baras (2001) menyebutkan migrasi adalah sebuah proses siklus yang “mendorong” migran (hewan yang melakukan migrasi) untuk kembali ke wilayah di mana migrasi dimulai, tempat untuk bereproduksi, menemukan makanan serta tempat yang memiliki iklim tepat untuk sintasannya. Lucas & Baras (2001) menyebutkan secara umum migrasi merupakan pergerakan suatu spesies pada stadia tertentu dalam jumlah banyak ke suatu wilayah. Perubahan Perubahan iklim akan akan memacu ikan untuk melakukan proses migrasi atau perpindahan (Nikolsky, 1963; Harden Jones, 1968 dalam Lucas dalam Lucas & Baras 2001) namun kondisi ini tidak ditemukan di daerah yang beriklim tropis dan subtropis Northcote (1978). Northcote (1978) menyebutkan bahwa ada tiga habitat sebagai tempat yang yang menjadi tujuan saat melakukan migrasi, yaitu tempat untuk reproduksi, tempat untuk makan dan tempat untuk berlindung dari serangan predator di mana ketiga habitat tersebut tidak selalu sama dan akan dikunjungi oleh ikan pada stadia tertentu. Proses migrasi pada ikan merupakan respons fisiologis terhadap input internal internal maupun eksternal yang diterima (Lucas & Baras, 2001). Input yang diterima oleh ikan akan menghasilkan tanggapan atau perubahan pada perilaku dan morfologi. Tanggapan ikan terhadap suatu rangsangan yang diterima bisa berbeda walaupun yang diterima sama, hal ini disebabkan oleh perkembangan fisiologi ikan dan motivasi dalam merespons suatu rangsangan. Peran hormon menjadi sangat penting dalam mempengaruhi respons ikan, berikut ini adalah faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi ikan melakukan migrasi Faktor internal yang mempengaruhi proses migrasi adalah: pertama; faktor genetik dan ontogeni; para peneliti meyakini bahwa tingkah laku migrasi sangat dipengaruhi oleh faktor
genetik, namun ekspresi genetik tergantung pada lingkungan dan stadia perkembangan ikan. Perubahan ontogeni memberikan respons pada insting dan dan fisiologi ikan kecil untuk melakukan migrasi menuju area feeding area feeding ground . Selanjutnya ikan dewasa akan dipandu oleh insting oleh insting -nya -nya untuk melakukan migrasi ke area pemijahan ( spawning spawning ground ). ). Faktor kedua kedua adalah keseimbangan metabolik; banyak spesies ikan yang bermigrasi untuk mencari makanan, dengan menempuh jarak dekat hingga jarak yang sangat jauh dan penuh risiko pemangsaan. Stimulus untuk bermigrasi mencari makanan sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor pemenuhan isi lambung atau kelaparan dan faktor faktor yang berkaitan dengan faktor keseimbangan metabolisme. Faktor ketiga adalah homing dan dan reproduksi; homing adalah kemampuan ikan dewasa untuk kembali ke tempat asalnya, untuk kematangan gonad dan reproduksi. Beberapa peneliti telah melaporkan tingkat homing beberapa jenis ikan salmon yaitu salmon, Oncorhynchus mykiss 94% mykiss 94% (Lindsey et al ., ., 1959), Salvelinus fontinalis 99,5% (O’Connor & Power, 1973), dan Salmotrutta Salmotrutta 100% 100% (Stuart, 1957) dalam dalam (Lucas (Lucas & Baras, 2001). Faktor eksternal yang mempengaruhi proses migrasi pertama pertama adalah adalah lunar. Hipotesa yang dituliskan oleh banyak peneliti mengenai pengaruh lunar terhadap pola migrasi adalah hal yang terkait dengan intensitas cahaya caha ya dan pengincaran predator secara visual. Sebagai ikan nokturnal Anguilla anguilla anguilla tidak akan meninggalkan shelter hingga matahari tenggelam. Pergerakan ikan Anguilla ikan Anguilla akan akan sangat cepat menuju hulu pada malam hari karena aktivitas ikan nokturnal sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya bulan. Di samping itu, siklus bulan juga mempengaruhi tingginya permukaan air laut yaitu terjadinya arus pasang dan surut, sehingga ikan sidat akan banyak ditemukan di muara pada saat bulan penuh. Faktor kedua adalah temperatur; sebagai hewan ektoterm, ikan umumnya lebih aktif pada suhu yang lebih tinggi daripada kisaran normal. Sebaliknya pergerakan ikan ruaya terjadi pada batas toleransi, hal ini dapat dilihat pada pola pergerakan ikan salmon yang cenderung nokturnal di musim dingin. Faktor ketiga adalah salinitas; ikan yang memiliki perilaku migrasi horizontal umumnya adalah ikan-ikan yang memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan salinitas. Faktor keempat adalah arus; arus memegang peranan penting dalam penyebaran larva ikan-ikan yang bermigrasi. Larva Larva akan berenang secara pasif mengikuti pola arus, arus, sedangkan ikan-ikan dewasa secara aktif berenang melawan arus. Penelitian tentang penyebaran Leptochepalus penyebaran Leptochepalus ikan ikan sidat yang dilakukan oleh Herunadi (1999) menunjukan bahwa laju pendaratan glass eel di di muara Sungai Cimandiri berhubungan erat dengan arus pantai Jawa.