Control Self-Assessments and Benchmarking Makalah yang disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Audit internal Semester VII/2015 Disusun Oleh Kelompok 1 :
Jurusan Akuntansi
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Audit Internal. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam proses penyusunan makalah ini. Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.
Hormat Kami
Kelompok 1
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep CSA pertama kali dikembangakan pada tahun 1987 oleh departemen internal audit sebuah perusahaan minyak di Kanada Gulf Canada Resources Ltd. Penerapannya pada waktu itu dalam bentuk suatu pertemuan yang dihadiri para karyawan dan manager perusahaan yang difasilitasi oleh staf senior internal auditor untuk membahas fokus masalah yang menghambat pencapaian tujuan atau risiko di masing-masing departeman serta rencana tindakan yang perlu dilakukan untuk mangatasinya. Proses CSA ini terus dikembangkan dan dirasakan manfaatnya karena dapat mengungkapkan masalah-masalah yang luas yang mencakup dalam konsep pengendalian risiko. Konsep CSA menurut Sawyer digambarkan sebagai berikut : Konsep CSA tersebut dapat diartikan bahwa sebuah proses dimana karyawan dan manajemen di tingkat lokal dan eksekutif terus menerus
menjaga
kesadaran
semua
faktor
material
yang
cenderung
mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, sehingga memungkinkan mereka membuat penyesuaian-penyesuaian yang tepat untuk meningkatkan indepensi, objektivitas dan kualitas dalam proses tersebut, serta tata kelola yang efektif, maka diharapkan auditor internal terlibat dalam proses tersebut dan bahwa mereka secara independen melaporkan hasil-hasilnya ke manajemen senior dan dewan komisaris. 1.2 Rumusan Masalah Penerapan tekhnik Control Self-Assessment (CSA) perlunya penerapan pada karyawan dan menganalisis pengaruh langsung yang terjadi setelah penerapan Bencmarking pada pada perusahaan. 1.3 Tujuan Penulisan Maksud dari penulisan ini adalah memperoleh pengetahuan tentang Pengendalian diri serta benchmarking pada internal audit.
2
BAB II
LANDASAN TEORI 1.1 Control Self Assessment (CSA) CSA merupakan proses yang dilakukan secara rutin (tahunan) dengan partisipasi karyawan pada berbagai level untuk menilai efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan. Dalam Information System dan Control Journal yang diterbitkan oleh Information System Audit and Control Association (ISACA) disampaikan bahwa CSA merupakan salah satu mekanisme Internal Control untuk menguji efektifitas Internal Control. Selain itu, CSA juga bertujuan agar karyawan memiliki kesadaran akan risiko pada bisnis yang dijalankan serta secara rutin dan proaktifmengevaluasiInternalControl. Berdasarkan tiga definisi tersebut dapat diartikan bahwa CSA merupakan mekanisme yang dilakukan terus menerus untuk mengevaluasi kehandalan sistem Internal Control dan efektivitas pencapaian tujuan organisasi, yang melibatkan karyawan dan manajemen organisasi, serta difasilitasi oleh audit intern sebagai pihakindependen. Ada beberapa metode CSA yang biasa digunakan. Menurut IIA ada tiga macammetodeCSAyaitu: Facilitated team workshop, workshop CSA yang melibatkan tim yang mewakili tingkatan dan disiplin ilmu yang berbeda dalam unit bisnis, proses workshop melibatkan fasilitator, dalam hal ini auditor bersama manager dan pagawai sebagai pelaksana proses bisnis untuk mengevaluasi Internal Control danrisiko. Surveys, CSA dengan menyebarkan kusioner kepada partisipan CSA untuk mengetahui dan mengidentifikasi kelemahan pengendalian dan risiko, serta mengembangkan cara-cara untuk mengelola dan miminimalkan risiko yang ada. Management produce analysis self assurance, pendekatan manajemen unuk mendapatkan informasi dan analisa bussines process, risk management, activity and control procedure, Analisa diarahkan oleh manajemen dan ditetapkan oleh tim untuk melakukan workshop dan survey, hasil analisa manajemen dikombinasikan dengan hasil workshop CSA dan hasil survey untuk mengingkatkan pengendalian. 3
Dalam Information System dan Control Journal yang diterbitkan oleh Information System Audit and Control Association (ISACA) disampaikan bahwa beberapa organisasi telah mengembangkan model CSA untuk proses-proses yang berhubungan
dengan
IT,
tiga
diantaranya
adalah
sebagai
berikut:
1. NIST Model, The US National Institute of Standards and Technology (NIST) mengembangkan kuesioner CSA pada bulan September 2001. Kuesioner tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan CSA untuk beberapaperusahaan. 2. CobiT Mode, dikembangkan oleh IT Governance Institute. Standar ini dapat digunakan untuk mengimplementasikan Internal Control yang berbasis CSA. Pada dasarnya CobiT adalah sebuah Control Framework dan tidak menyediakan panduan dalam mengembangkan metode CSA secara langsung, namun CobiT Management Guidelines menyediakan mekanisme penilaian berdasarkan pada model kematangan (Maturity Model) yang dapat digunakan dalammengembangkandanmemantauCSA. 3. Business Process Model, setiap proses bisnis mempunyai risiko kegagalan. Model CSA ini didasarkan pada identifikasi risiko dari masing-masing proses dan pengendalian terhadap risiko tersebut. 2.2 Benchmarking Benchmarking adalah sebuah proses untuk melakukan analisis terhadap kegiatan operasional internal untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan perubahan positif dalam program perbaikan berkelanjutan dengan tujuan memperbaiki area yang diidentifikasi tersebut sehingga dapat menjadi yang terbaik. Dengan demikian, proses benchmarking dimulai dari analisis kegiatan operasional yang ada, identifikasi area untuk perbaikan positif dan pembentukan standar kinerja untuk mengukur kegiatan (Reider, 1999) Hal utama yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan benchmarking adalah pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu setiap orang yang memiliki kepentingan terhadap kegiatan operasional yang sedang berlangsung, setiap orang yang merasakan dampak dari hasil kerja auditor dan setiap orang yang bergantung pada perusahaan baik dari pihak internal maupun eksternal yang menetapkan kinerja yang diharapkan dari 4
auditor dan merupakan penilai kualitas dari hasil kerja auditor. Hasil benchmarking memberikan pimpinan, manajemen dan karyawan data yang dibutuhkan untuk alokasi sumber daya yang efektif dan untuk fokus strategi. Proses benchmarking juga memberikan ukuran yang objektif untuk menentukan suksesnya tujuan, sasaran, dan rencana detil internal perusahaan maupun ukuran kinerja eksternal dan kompetitif. Ada 2 (dua) jenis benchmarking yaitu:
1. Internal Benchmarking Yang dimaksud dengan internal benchmarking adalah analisis praktek yang ada dalam berbagai kegiatan operasional perusahaan untuk melakukan identifikasi atas kegiatan, driver (pemicu suatu kegiatan dalam rangkaian kegiatan tertentu) dan kinerja yang terbaik yang ada dalam perusahaan. Dalam melakukan studi benchmarking internal sebagai bagian dari kegiatan audit internal, beberapa dasar yang dapat digunakan sebagai perbandingan dengan praktek saat ini adalah sebagai berikut: • Perbandingan antara individu yang melakukan fungsi yang sama dalam satu unit kerja. • Analisis perbandingan antara unit kerja yang berbeda dalam • •
perusahaan yang melakukan fungsi yang serupa. Perbandingan dengan standar industri. Perbandingan dengan standar benchmark
yang
sudah
dipublikasikan. • Perbandingan untuk menguji kewajaran. 2. Eksternal Benchmarking Yang dimaksud dengan eksternal benchmarking adalah benchmarking antara kegiatan operasional perusahaan dengan perusahaan lain, yang secara khusus ditujukan untuk mengembangkan rekomendasi audit. Ada beberapa macam eksternal benchmarking yaitu: Benchmarking kompetitif yang ditujukan untuk melakukan identifikasi bagaimana saingan langsung perusahaan melakukan
kegiatan operasionalnya. Benchmarking industri
yang
ditujukan
untuk
melakukan
identifikasi kecenderungan, inovasi dan ide-ide baru yang ada
5
dalam industri untuk mendukung penciptaan kinerja yang lebih
baik. Best in class benchmarking dengan mempelajari praktek baru dan inovatif dari industri-industri lain. Benchmarking ini mendukung perbaikan berkelanjutan, peningkatan level kinerja dan pergerakan menuju praktek terbaik dan dapat mengidentifikasi peluang untuk perbaikan yang positif.
BAB III PEMBAHASAN Berdasarkan pengertian dari COSO, yang dimaksud dengan CSA adalah sebuah proses dimana tim karyawan dan manajemen, di tingkat lokal dan eksekutif, terus menerus menjaga kesadaran semua faktor material yang
6
cenderung mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi, sehingga memungkinkan mereka membuat penyesuaian-penyesuaian yang tepat. Untuk meningkatkan independensi, objektivitas, dan kualitas dalam proses tersebut, serta tata kelola yang efektif, maka diharapkan auditor internal terlibat dalam proses tersebut dan bahwa mereka secara independen melaporkan hasil-hasilnya ke manajemen senior dan dewan komisaris. Alat dan Teknik yang Digunakan Ada lima komponen kunci untuk rapat kerja yang sukses. Pertama, fasilitator akan melakukan wawancara dengan manajemen dan partisipan lainnya sebelum pertemuan dimulai. Kedua, tim yang menghadiri rapat kerja tersebut membutuhkan waktu untuk berpikir dan menggali ide-ide yang muncul. Komponen ketiga bisa muncul bila peserta puas karena masalah mereka telah diidentifikasi dan dibahas. Komponen keempat adalah mengembalikan dengan segera ringkasan pembahasan dan pengumpulan suara, jika ada, ke peserta. Komponen kelima dan terakhir yang menentukan kesuksesan adalah tindakan. Independensi, Objektivitas, dan Etika Fasilitator Meskipun CSA umumnya menyebabkan hubungan auditor/fasilitator dengan klien menjadi lebih dekat, tetapi sangat penting untuk tetap menjaga independensi dan objektivitas. Fasilitator juga harus menjaga etika mereka sendiri dalam 2 hal penting. Pertama penting mengakui bahwa CSA bergantung pada keterbukaan partisipan dan kejujuran mereka sendiri mengenai individu-individu. Aspek yang kedua adalah bahwa mereka juga manusia dan bisa berbuat salah sehingga perlu mengelola potensi konflik kepentingan yang ada.
Hubungan antar-CSA dan Kegiatan Audit Internal yang Lain Berbeda dengan kegiatan audit konvensional, CSA memiliki lingkup yang luas, mengumpulkan informasi yang material secara tepat dan interaktif, dan menghabiskan sedikit waktu untuk verifikasi dan pelaporan. Dari sudut pandang manajer audit, CSA merupakan metode penentuan risiko yang cepat dan biasanya
7
andal di tingkat makro tetapi tidak seperti beberapa alat audit, CSA tidak dirancang untuk penyelidikan lebih dalam. Bila CSA dilakukan secara berkesinambungan di organisasi maka CSA merupakan alat ideal untuk mengidentifikasi risiko dan bidang-bidang bernilai tinggi yang akan bermanfaat untuk
dilakukan
audit.
Partisipan
rapat kerja biasanya
pandai
dalam
mengidentifikasi bidang-bidang masalah utama. Kesulitan-kesulitan Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh CSA antara lain: terlalu banyak rapat kerja dan kurangnya memadainya analisis, tidak menepati janji atau membuat terlalu banyak janji, tidak sensitif terhadap kebutuhan dan kekhawatiran partisipan, terlalu dalam masuk ke dalam masalah tanpa tahu caranya mengatasi masalah itu. Metode BenchmarkingProses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp, dalam bukunya The search for industry best practices that lead to superior performance. Productivity Press . 1989.Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut bias diringkas menjadi 6 bagian utama yakni : Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses, fungsi, output dsb. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa. Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang memiliki informasi turnover karyawan sukarela. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa. Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah finansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis. Lakukan
survey
pada
industri
untuk
pengukuran
dan
praktek
yang
dilakukan.Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk
8
mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang diidentifikasi di langkah awal. Kunjungi ’best practice’ perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan laksanakan program aksi untuk implementasinya.Mamfaat benchmarkBeberapa manfaat benchmark adalah:
memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah
membandingkan. menjadi lebih berdaya saing. memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan pembelajaran
Dasar pemikiran perlunya benchmarking Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara sistematis, terus menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang dilakukan secara diam-diam, kegiatan patokduga merupakan tindakan legal dan tidak melanggar hukum. Dalam dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak dilakukan secara langsung dan mentah-mentah. Benchmarking memang dapat diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk membuatnya sebagai referensi 9
(Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi (perusahaan) untuk saling menukar informasi dan pengalaman yang sama-sama dibutuhkan Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut kesiapan “fisik” dan “mental” pelakunya. Secara “fisik” , karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara “mental” adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik ini sangat terbuka kemungkinan terjadinya merjer atau akusisi, sehingga memberikan dampak yang positif dan saling menguntungkan. Proses Benchmarking terdiri atas lima tahap yaitu:
Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking; Identifikasi mitra benchmarking; Pengumpulan informasi; Analisis; dan Implementasi
Beberapa Kendala Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung memakan waktu (time consuming) ,maka kendala yang terutama dalam melakukan benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis, kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang
masing-masing unit. Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan disbanding budaya membagi keahlian.
10
Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu
organisasi. Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukanknowledge sharing atau keterampilan
Langkah-langkah Melakukan Benchmarking Secara umum tahap-tahap pelaksanaan dalam benchmarking dapat disampaikan sebagai berikut :
Merencanakan proses benchmarking dan karakterisasi target yang akan dibenchmark Pengumpulan dan analisis data internal Pengumpulan dan analisis data eksternal Peningkatan kinerja target benchmarking Peningkatan secara berkelanjutan
BAB IV KESIMPULAN Dapat dikatakan bahwa benchmarking membutukan kesiapan “Fisik” dan “Mental”. Secara “Fisik” karena dibutuhkan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking secara akurat. Sedangkan secara “Mental” Adalah bahwa pihak manajemen perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata mereka menemukan 11
kesenjangan yang cukup tinggi.Maka dapat disimpulkan beberapa hal yang harus diketahui oleh perusahaan maupun mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis bahwa: Benchmarking merupakan kiat untuk mengetahui tentang bagimana dan mengapa suatu perusahaan yang memimpin dalam suatu industri dapat melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih baik dibandingkan dengan yang lainnya. Fokus dari kegiatan benchmarking diarahkan pada praktik terbaik dari perusahaan lainnya. Ruang lingkupnya makin diperluas yakni dari produk dan jasa menjalar kearah proses, fungsi, kinerja organisasi, logistik, pemasaran, dll. Benchmarking juga berwujud perbandingan yang terus-menerus, jangka panjang tentang praktik dan hasil dari perusahaan yang terbaik dimanapun perusahaan itu berada. Praktik banchmarking berlangsung secara sistematis dan terpadu dengan praktik manajemen lainnya, misalnya TQM, corporate reengineering, analisis pesaing, dll Kegiatan benchmarking perlu keterlibatan dari semua pihak yang berkepentingan, pemilihan yang tepat tentang apa yang akan di- benchmarking-kan, pemahaman dari organisasi itu sendiri, pemilihan mitra yang cocok dan kemampuan untuk melaksanakan apa yang ditemukan dalam praktik bisnis
12