Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Abses Regio Inguinalis
BAB III PENDAHULUAN 1.1 Definisi Abses adalah Abses adalah peradangan purulenta yang purulenta yang juga juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut Smeltzer, Menurut Smeltzer, S.C
et
al
(2001:
496).
Abses
adalah infeksi bakteri adalah infeksi
setempat
yang
ditandai
dengan pengumpulan dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan akibat kerusakan jaringan. jaringan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat diatas, dapat dikemukakan bahwa Abses Inguinal merupakan kumpulan nanah pada Inguinal akibat infeksi bakteri setempat. 1.2 Penyebab / Faktor Predisposisi Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara Abses antara lain: 1.Infeksi mikrobial Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan sering ditemukan pada proses pada proses radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu yaitu suatu sintesis kimiawi
yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. 2.Reaksi hipersentivitas Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. 3.Agen fisik Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite). 4.Bahan kimia iritan dan korosif Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang. 5.Nekrosis jaringan Aliran darah yang
tidak
mencukupi
akan
menyebabkan
pasokan oksigen dan makanan pada daerahbersangkutan,
yang
terjadinya
sendiri
kematian
jaringan,
kematian
jaringan
akan
berkurangnya mengakibatkan
merupakan
stimulus
yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut. 1.3 Gambaran Klinik Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan. Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merahjelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer, S.C et al, 2001: 497). 1.4 Anatomi / Patologi Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus) merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis. Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan lapisannya yang relatif tebal. Rassner et al (1995: 257) menjelaskan bahwa subkutis terdiri atas sel lemak, jaringan ikat dan pembuluh darah sel lemak (liposit) di organisir menjadi lemak (mikrolobuli, lobuli, pembuluh darah) dan ini semua diringkas dalam septa jaringan ikat. Septa jaringan ikat (septa fibrosa) mengukuhkan subkutis baik dalam fasia tubuh maupun dalam korium dan bertindak sebagai jalan untuk pembuluh darah dan saraf kulit ke dalam subkutis masuk folikel, rambut dan kelenjar keringat sebagai adneksa kutis. Selain itu dalam subkutis terdapat vena-vena besar (misalnya vena saphena) dan saluran limfe disertai dengan kelenjar getah bening regional superfisialis. Fungsi subkutis antara lain sebagai termoisolasi, depoenergi (penimbunan lemak), fungsi pelindung dari faktor mekanik (lapisan pelindung dan lapisan penggeser antara korium dan fasia tubuh).
Nadesul, H (1997: 2-3) mengemukakan bahwa didalam kulit juga terdapat pembuluh darah dan kelenjar getah bening. Pembuluh darah untuk memberi makan kulit. Melalui aliran darah, zat makanan dan zat asam disalurkan kelenjar getah bening membuat zat anti. Maksudnya untuk melindungi tubuh dari serangan bibit penyakit, kulit yang memiliki kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar peluh. Keduanya untuk membasahi kulit agar lembab. Bahan pelembab ini sekaligus sebagai pelindung kulit terhadap bibir penyakit kulit. Sedangkan kelenjar peluh sebagai pengalir peluh juga berfungsi mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan. Rassner et al (1995; 256) mengemukakan bahwa pada penyakit akuisita terdapat perubahan-perubahan berikut: 1.Perubahan yang bersifat reaktif: hipertrofi /hiperplasi lokal/umum atau atropi. 2.Kerusakan: atrofi, distrofi, jaringan lemak (atrofi dan hiperItrofi), nekrosis jaringan lemak (akut) atau nekrobiosis (perlahan-lahan). Pembentukan lipogranuloma (makrofag/ lipofag atau pembentukan serabut), fibrosis jaringan lemak maupun jaringan parut (stadium terminal) 3.Peradangan: secara global mereka disebut sebagai panikulitis, suatu panikulitis terutama dapat mengenai lobus (panikulitis lobular) atau didalam septa jaringan ikat (panikulitis septal) Proses penyakit dapat menyerang jaringan ikat subkutan atau pembuluh darah subkutan dan menyebabkan perubahan sekunder jaringan lemak (Rassner et al, 1995: 256). 1.5 Patofisiologi Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood, J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi. Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi arteriol yang mensuplai daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood, J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton, A.C, 1995: 647-648). Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit menempel pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya
aliran darah yang menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menyebabkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas. Sjamsuhidajat et al (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di fagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan (FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94). 1.6 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari abses yaitu : 1.
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang
mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari prose inflamasi, yakni kemrahan (rubor), panas (color), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi. (http: //id.wikipedia.org/wiki/Abses) 2.
Timbul atau teraba benjolan pada tahap awal berupa benjolan kecil, pada stadium lanjut
benjolan bertambah besar, demam, benjolan meningkat, malaise, nyeri, bengkak, berisi nanah (pus). (http//www.surabayapost.co.id) 3.
Gambaran Klinis
a.
Nyeri tekan
b.
Nyeri lokal
c.
Bengkak
d.
Kenaikan suhu
e.
Leukositosis
(Modifikasi: Smeltzer at aI, 2001 : 496. Levis, S Met al,200 : 1187,589)
4.
Tanda-tanda infeksi
a.
Rubor ( kemerahan ).
b.
Kolor (panas) menggigil atau demam ( lebih dari 37,7° C ).
c.
Dolor ( nyeri ).
d.
Tumor ( bengkak ) terdapat pus ( rabas ) bau membusuk.
e.
Fungtio laesa.
1.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dari abses antara lain: 1. Kultur ; Mengidentifikasi organisme penyebab abses sensitivitas menentukan obat yang paling efektif. 2.Sel darah putih, Hematokrit mungkin meningkat, Leukopenia, Leukositosis (15.000 - 30.000) mengindikasikan produksi sel darah putih tak matur dalam jumlah besar. 3. Elektrolit serum, berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan menyebabkan acidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal 4.Pemeriksaan pembekuan : Trombositopenia dapat terjadi karena agregasi trombosit, PT/PTT mungkin memanjang menunjukan koagulopati yang diasosiasikan dengan iskemia hati/sirkulasi toksin/status syok. 5. Laktat serum : Meningkat dalam acidosis metabolic, disfungsi hati, syok. 6.Glukosa serum, hiperglikemi menunjukkan glukogenesis dan glikogenesis di dalam hati sebagai respon dari puasa/perubahan seluler dalam metabolism. 7.BUN/Kreatinin :Peningkatan
kadar
diasosiasikan
dengan
dehidrasi,ketidakseimbangan/kegagalan ginjal dan disfungsi/kegagalan hati. 8.GDA : Alkalosis respiratori hipoksemia,tahap lanjut hipoksemia asidosis respiratorik dan metabolic terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi. 9. Urinalisis : Adanya sel darah putih/bakteri penyebab infeksi sering muncul protein dan sel darah merah. 10.Sinar X : Film abdominal dan dada bagian bawah yang mengindikasikan udara bebas di dalam abdomen/organ pelvis. 11. EKG : Dapat menunjukan perubahan segmen ST dan gelombang T,dan disritmia yang menyerupai infak miokard. (Doenges,2000:873) 1.8 Penatalaksanan Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersama dengan pemberian obat analgetik. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan serasa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus seperti flucloxacillin atau didoxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan stophylococcus aureus yang dapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efekif.
BAB IV KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ABSES R. INGUINALIS 4.1 Fokus Pengkajian Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang terkena 1.
Aktifitas / istirahat
Gejala : Malaise 2.
Sirkulasi
Tanda :
Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal (selama curah jantung
tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik); lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat, kering, bercahaya (vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi). 3. Eliminasi Gejala : Diare 4. Makanan/cairan Gejala : Anoreksia, mual, muntah.
Tanda
:
Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot (malnutrisi).
Penurunan haluaran, konsentrasi urine; perkembangan ke arah oliguria, anuria. 5.
Neurosensori
Gejala
:
Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda
:
Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma
6.
Nyeri I/kenyamanan
Gejala
:
7.
Kejang abdominal, lokalisasi nyeri/ketidaknyamanan, urtikaria, pruritus umum. Pemafasan
Tanda
:
Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan kortikosteroid,
infeksi baru, penyakit viral. Tanda
:
Suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin normal pada lansia
mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5°C), menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema, ruam eritema makuler.
8.
Sexualitas
Gejala
:
Perineal pruritus, baru saja menjalani kelahiran/aborsi
Tanda
:
Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.
9.
Penyuluhan / pembelajaran
Gejala
:
Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker, hati, jantung, ginjal,
kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja menjalani operasi prosedur invasive, luka traumatik. 10.
Pertimbangan : Menunjukan lama hari rawat 7,5 hari.
11. Rencana pemulangan
:
Mungkin dibutuhkan bantuan dengan perawatan/alat dan
bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan tugas-tugas rumah tangga Pri ori tas Keperawatan :
a.
Menghilangkan infeksi.
b.
Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi.
c.
Mencegah komplikasi.
d.
Memberikan informasi mengenai proses penyakit, prognosa dan kebutuhan pengobatan.
(Doenges,2000:240) 4.2 Diagnosa Keperawatan Secara teori pada kasus abses dapat ditarik beberapa diagnose keperawatan antara lain : 1.
Resiko tinggi berhubungan dengan prosedur invasif
2.
Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan regulasi temperatur. 3.
Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan reduksi aliran
darah arteri dan vena. 4.
Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan permiabilitas /
kebocoran cairan kedalam lokasi interstisial (ruang ketiga). 5.
Resiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah.
6.
Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kesalahan interpretasi
informasi. 7.
Nyeri berhubungan dengan regangan dan distorsi abses (kerusakanjaringan).
8.
Gangguan mobilitas berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh (gangguan
neuromuskular). 9.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit karena
destruksi lapisan kulit. ( Doenges,2000:241 )
J.
Fokus Intervensi
Ada beberapa fokus intervensi yang muncul adalah sebagai berikut : 1.
Resik o tin ggi i nf eksi t erh adap per kembangan i nf eksi oportu ni stik berh ubungan dengan
prosedur in vasif .
Tujuan
: Menunjukan penyembuhan luka seiring perjalanan waktu.
Kriteria Hasil
: Bebas dari sekresi purulen/drainase, atau eritema dan afebris.
( Doenges, 2000: 874) No
Intervensi
Rasionalisasi
Berikan isolasi / pantau pengunjung sesuai indikasi.
Isolasi luka / linen dan mencuci tangan adalah
yang
dibutuhkan
untuk
mengalirkan luka, sementara isolasi / pembatasan
pengunjung
dibutuhkan
untuk melindungi pasien imunosupresi. Mengurangi resiko kemungkinan infeksi. b. Mengurangi kontaminasi silang. b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
aktifitas
walaupun
menggunakan sarung tangan steril. c.
Batasi
penggunaan
alat
/
prosedur invasif jika memungkinkan. d.
menjadi tempat masuk organisme.
Lakukan inspeksi terhadap luka
/ sisi alat invasif setiap hari, berikan perhatian
utama
terhadap
Gunakan
Memberikan
steril
untuk
identifikasi awal dari infeksi sekunder. Mencegah
teknik
gambaran
jalur
hiperalimentasi e.
Mengurangi jumlah lokasi yang dapat
pada
waktu penggantian balutan
masuknya
bakteri,
mengurangi resiko infeksi nosokomial. Mencegah
penyebaran
infeksi
/
kontaminasi silang. f.
Gunakan
sarung
tangan
/
pakaian pada waktu merawat luka yang terbuka/antisipasi dari kontak langsung ekskresi.
dengan
sekresi
ataupun
Mengurangi area kotor / membatasi penyebaran organisme melalui udara.
g.
Buang balutan/bahan yang kotor
Demam
dalam kantung ganda
endotoksin
h.
endorphin
Pantau kecenderungan suhu.
tinggi
menunjukan
efek
hipotalamus
dan
pada yang
melepaskan
pirogen.
Hipotermi adalah tanda-tanda genting yang merefleksikan perkembangan status syok / penurunan perfusi jaringan. Menggigil
seringkali
mendahului
memuncaknya suhu pada adanya infeksi umum. i.
Amati adanya menggigil dan
Dapat menunjukan ketidak tepatan
diaphoresis
terapi
antibiotik
atau
pertumbuhan
berlebihan dari organisme resisten. j.
Memantau
penyimpangan
tanda kondisi
/
tanda
Depresi sistem imun dan penggunaan
kegagalan
antibiotik
untuk membaik selama masa terapi. k.
dapat
meningkatkan
resiko
infeksi skunder; terutama ragi.
Inspeksi rongga mulut terhadap
Dapat
membasmi
/
memberikan
sariawan. Selidiki laporan rasa gatal /
imunitas sementara untuk infeksi umum
peradangan vaginal / perineal.
atau penyakit khusus.
l.
Berikan obat anti infeksi sesuai
Memberikan
petunjuk.
kemudahan
memindahkan material purulen / jaringan nekrotik
m.
untuk
Bantu
/
siapkan
insisi
dan
meningkatkan
dan penyembuhan.
drainase luka.
2. H ipertermi ber hubun gan dengan efek l angsung dari sir kul asi endotoksin pada hipotalamus, per ubahan pada regul asi temper atur .
Tujuan
:
Kriteria Hasil
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
:
Tidak mengalami komplikasi berhubungan
Intervensi (Doenges,2000 : 874 ) No
Intervensi a. pola);
Rasionalisasi
Pantau suhu pasien (derajad dan perhatikan
menggigil
/
diaphoresis. b.
Pantau
Suhu infeksius
38,9°C akut
menunjukan .Pola
demam
proses dapat
membantu dalam diagnosis. suhu
lingkungan,
Suhu ruangan/jumlah selimut harus
batasi/tambahkan linen tempat tidur,
diubah untuk mempertahankan suhu
sesual indikasi. c.
mendekati normal.
Berikan kompres mandi hangat;
hindari penggunaan alcohol. d.
Dapat mengurangi demam, alkohol dapat mengeringkan kulit.
Berikan antipiretik.
Digunakan untuk mengurangi demam dengan
aksi
sentralnya
pada
hipotalamus. e.
Berikan selimut pendingin.
Digunakan untuk mengurangi demam tinggi
pada
waktu
terjadi
kerusakan/gangguan pada otak.
3.
Resik o tin ggi ter hadap per ubahan perf usi jar in gan ber hubun gan dengan reduksi ali r an darah
arteri dan vena.
Tujuan
:
Kriteria Hasil
Menunjukan perfusi jaringan adekuat :
Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat
kesadaran umum, haluaran urine individu yang sesuai dan bising usus aktif Intervensi No
Intervensi a.
Rasionalisasi
Pertahankan tirah baring; bantu
dalam aktifitas dan perawatan.
Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi O2 memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
b.
Pantau
kecenderungan
tekanan
darah,
perkembangan
pada
Hipotensi akan berkembang bersamaan
mencatat
dengan mikroorganisme menyerang aliran
hipotensi,
dan
darah.
perubahan pada tekanan denyut. c.
Pantau
frekuensi
dan
irama
jantung. Perhatikan disritmia. d.
Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia.
Perhatikan kualitas / kekuatan
dari denyut perifer.
Pada
awal
nadi
cepat
menunjukan
peningkatan curah jantung, nadi lemah menunjukan penurunan curah jantung. Peningkatan pernafasan terjadi sebagai
e.
Kaji
frekuensi
pernafasan,
kedalaman, dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. f.
Selidiki
respon
terhadap
efek
langsung
dari
endotoksin pada pusat pemafasan. Perubahan menunjukan penyimpangan
perubahan
pada
sensorium.
perfusi serebral, hipoksemia,dan atau asidosis. Mekanisme kompensasi dari vasodilatasi.
g.
Kaji kulit terhadap perubahan
warna, suhu, kelembaban.
Penurunan peningkatan
haluaran berat
urine jenis
dan akan
h.
Catat haluaran urine dan berat
mengindikasikan
jenisnya.
penurunan
perfusi
ginjal.
Vasokonstrisi
splaknik
menurunkan
peristaltik dan dapat menimbulkan ileus Auskultasi bising usus.
paralitik. Stress dari penyakit dan penggunaan steroid
j.
Pantau
pH
gaster
sesuai
resiko
erosi
/
perdarahan mukosa gaster.
petunjuk. Hematest sekresi gaster /
Stasis vena dan proses infeksi dapat
feses darah samar. k.
meningkatkan
menyebabkan perkembangan thrombosis.
Evaluasi kaki dan tangan bagian
Akselerasi
pembekuan
bawah untuk pembengkaan jaringan
mikrosirkulasi
menciptakan
lokal, eritema, tanda Homan positif
perdarahan yang membahayakan jiwa /
l.
emboli multiple
Pantau tanda-tanda perdarahan.
pada situasi
Dosis antibiotik massif sering memiliki efek toksik potensial bila perfusi hepar / ginjal terganggu. m.
Catat efek obat-obatan dan tanda-
tanda keracunan.
Untuk
mempertahankan
jaringan. Untuk
n.
Berikan cairan parenteral.
o.
Berikan
obat-obatan
menurunkan
permiabilitas
kapiler steroid
sesuai petunjuk.
Untuk
mengetahui
perkembangan
asidosis. Peningkatan
p.
perfusi
Pantau
pemeriksaan
suhu
meningkatkan
metabolisme O2.
laboratorium. q.
4.
Berikan suplemen O2
Resik o
tin ggi
terh adap
kekurangan
volume
cair an
ber hubun gan
dengan
permi abili tas/kebocor an cair an k edalam l okasi in terstisial .
Tujuan
:
Kreteria Hasil
Mempertahankan volume sirkulasi adekuat :
Tanda vital dalam batas normal, nadi perifer teraba haluaran urine
adekuat. No.
Intervensi
Rasional
Catat haluaran urine dan berat jenis. Catat
keseimbangan
masukan
dan
Keseimbangan cairan positif lanjut dengan
disertai
penambahan
berat
keluaran komulatif. Dorong masukan
badan dapat mengindikasikan edema
cairan oral sesuai toleransi.
ruang
ketiga,dan
edema
jaringan,
menunjukan
perlunya
mengubah
terapi/komponen pengganti Pantau tekanan darah dan denyut jantung, ukur CVP.
Mekanisme kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan curah jantung dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Denyut yang lemah, mudah hilang
Palpasi denyut perifer.
dapat menyebabkan hipovolemi. Hipovolemi / cairan ruang ketiga akan
Kaji membrane mukosa, turgor kulit dan rasa haus.
memperkuat
tanda-tanda
hipovolemi. Kehilangan cairan dari kompartemen vaskuler
kedalam
ruang
interstisiil
Amati edema dependen / perifer pada akan menyebabkan edema. saluran, skrotum, punggung kaki.
Menggantikan maningkatkan
Berikan cairan IV, misal kristaloid (0,5%) sesuai indikasi.
kehilangan
dengan
permiabilitas
kapiler
dan meningkatkan sumber-sumber tak kasat mata. Mengevaluasi
perubahan
didalam
hidrasi/viskositas darah.
Pantau nilai laboratorium. . (Doenges, 2000 ; 878 - 879) 5.
Resiko ti nggi ter hadap keru sakan per tuk aran gas berhu bungan dengan :
a.
Perubahan pada suplai O2, efek endotoksin pada pusat pemafasan
b.
Perubahan aliran darah
Tujuan
:
Kriteria Hasil
Pasien menunjukan GDA dan frekuensi pemafasan dalam batas normal :
Bunyi nafas bersih dan sinar x dada jelas / membaik tidak mengalami
dispnea / sianosis No.
Intervensi Pertahankanjalan
nafas
Rasional paten
(Kepala lebih tinggi). Pantau frekuensi dan kedalaman
Meningkatkan ekspansi paru, upaya pemafasan. Hipoventilasi
dan
dipsnea
pemafasan, catat penggunaan otot
merefleksikan mekanisme kompensasi
bernafas.
yang tidak efektif dan merupakan indikasi bahwa diperlukan ventilator. Kesulitan pernafasan dan munculnya
Auskultasi bunyi nafas.
bunyi
adventisius
merupakan
indikator. Menunjukan oksigen sistemik tidak
Catat
munculnya
sianosis
`sirkumoral.
adekuat/hipoksemia. Fungsi
Selidiki perubahan pada sensori. Sering ubah posisi. Dorong untuk batuk dan latihan napas dalam.
serebral
sangat
sensitif
terhadap penurunan oksigenasi. Untuk memaksimalkan pertukaran gas.
Patau GDA / nadi oksimetri. Pada waktu kondisi septic memburuk, asidosis
metabolik
yang
meningkat
untuk membangun asam laktat dan metabolisme anaerob. Berikan O2 tambahan melalui jalur yang sesuai.
Untuk mengoreksi hipoksemia dengan menggagalkan asidosis respiratorik. Perubahan
Tinjau sinar X dada.
menunjukan
perkembangan
dan
komplikasi
pulmonal.
(Doenges, 2000: 879 - 880) 6.
Ku r ang pengetahuan (kebutu han belaj ar) mengenai penyaki t, progn osis dan kebutuh an
pengobatan bergubu ngan dengan :
a.
Kurangnya pemajanan / mengingat, kesalahan Interpretasi informasi
b.
Keterbatasan Kognitif
Ditandai 1)
Pertanyaan permintaan informasi,pernyataan salah konsepsi
2)
Ketidak akuratan mengikuti instruksi / perkembangan komplikasi yang dapat dicegah
Tujuan
:
Kreteria Hasil
Menunjukkan pemahaman akan proses penyakit dan prognosis :
Ikut serta dalam program pengobatan, memulai perubahan gaya hidup
yang diperlukan dengan dapat penunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasional dan tindakan. (Doenges, 2000 : 880 - 881) No.
Intervensi Tinjau
proses
Rasional
penyakit
dan
harapan masa depan.
Memberikan
Tinjau faktor resiko individual bentuk
penularan
dasar
dimana pasien dapat membuat pilihan. Menyadari
dan
pengetahuan
tempat
masuk infeksi.
terhadap
bagaimana
infeksi ditularkan akan memberikan informasi
untuk
merencanakan/melakukan
tindakan
protektif. Meningkatkan Berikan
informasi
mengenai
meningkatkan
pemahaman kerja
sama
dan dalam
terapi obat - obatan, efek samping
penyembuhan/profilaksis, dan untuk
dan
mengurangi
pentingnya
ketaatan
resiko
kambuhnya
pengobatan.
komplikasi. Perlu untuk penyembuhan optimal
Diskusikan kebutuhan input yang
dan kesejahteraan umum.
tepat dan seimbang.
Mencegah kepenatan, penghematan
Dorong periode istirahat adekuat dan aktivitas terjadwal.
energi,
dan
meningkatkan
penyembuhan.
Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Membantu
pemajanan
lingkungan
dengan mengurangi jumlah bakteri
Diskusikan penggunaan yang tepat
patogen yang ada.
atau menghindari tampon sesuai indikasi.
Tampon superabsorbent /merupakan resiko
potensial
bagi
infeksi
stpahilococcus aureus (sindrom syok Identifikasi tanda / gejala yang
toksik).
membutuhkan evaluasi medis.
Pengenalan dini dari perkembangan infeksi akan memungkinkan intervensi dan mengurangi resiko kearah situasi yang membahayakan jiwa.
Tekankan pentingnya imunisasi profilaktik / terapi antibiotik sesuai
Penggunaan
pencegahan
terhadap
infeksi.
kebutuhan. . (Doenges, 2000 : 881)
7.
Gangguan
mobili tas
ber hubun gan
dengan
penur unan
f ungsi
tubuh
(gangguan
neuromuskular).
a. Gangguan neuromuskuler, nyeri/tidak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan. b. Terapi pembatasan, imobilisasi tungkai, kontraktur. Ditandai: a.
Menolak bergerak/tidak mampu bergerak sesuai tujuan rentang gerak terbatas,
penurunan kekuatan kontrol dan/atau masa otot. Tujuan :
Menyatakan dan menunjukan keinginan berpartisipasi dalam aktifitas.
Kriteria Hasil : a. Mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur. b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau kompensasi tubuh. c. Menunjukan teknik/perilaku yang memampukan melakukan aktifitas. No.
Intervensi Bantu klien dalam beraktifitas bila tidak mampu.
Rasional dengan membantu aktivitas yang di perlukan pasien akan membantu mengurangi resiko yang tidak di
Tingkatkan aktifitas perawatan
inginkan.
diri pasien setiap saat.
aktivitas
Berikan alternative dengan
dapat
meningkat
jika
memotivasi yang sesuai dengan kondisi
periode yang cukup.
pasien. aktifitas dapat meningkatkan istirahat
Pantau rtespon terhadap aktifitas
yang
untuk
menurunkan
kebutuhan
oksigen tubuh. meningkatkan kontrol terhadap situasi (Doenges,2000 : 738)
8.
Kerusakan in tegri tas kul it berh ubungan dengan
a. Trauma
:
Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka
bakar dalam). Ditandai : Tujuan
Tak ada jaringan hidup. : Menunjukan regenerasi jaringan.
Kriteria Hasil
: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka.
No.
Intervensi
Rasional
Kaji/ ukuran, wama, kedalaman luka
,
perhatikan
jaringan
nekrotik dan kondisi sekitar luka. Berikan perawatan luka yang
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan
penambahan
kulit
dan
kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area luka.
tepat dan tindakan kontrol infeksi. Pertahankan
penutupan
luka
Menurunkan resiko infeksi.
sesuai indikasi. Siapkan/bantu prosedur bedah. Mencegah kontaminasi dengan agent dan mencegah infeksi. Mempercepat penyembuhan abses.
(Doenges, 2000: 653 ) 9.
Nyeri ber hubun gan dengan
a.
Kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema.
b.
Manipulasi jaringan cidera,debridement luka
Ditandai: a. Keluhan nyeri. b. Fokus menyempit, penampilan wajah nyeri. c. Perubahan tonus otot; respon autonomik. d. Perilaku distraksi, melindungi; ansietas / ketakutan. Tujuan
: Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
Kriteria Hasil
:
a. Menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks. b. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur / istirahat dengan tepat. No.
Intervensi Tutup
luka
sesegera
Rasional mungkin
Suhu berubah dan gerakan udara
kecuali
perawatan
luka
bakar
dapat menyebabkan nyeri hebat pada
metode
pemajanan
pada
udara
pemajanan ujung saraf.
terbuka. Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik.
Peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk mnenurunkan pembentukan edema setelah perubahan posisi dan peninggian
menurunkan
ketidaknyamanan Berikan
tempat
tidur
ayunan
sesuai indikasi. posisi berfungsi (menghindari posisi sendi
kontraktur sendi.
yang
sakit)
menurunkan nyeri. Posisi fungsi menurunkan deformitas / kontraktur
dan
menggunakan bebat pada papan
kenyamanan.
kaki sesuai keperluan.
sendi
Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai
meningkatkan
Meskipun
cendera
nyaman,
indikasi.
resiko
Peninggian linen dari luka membantu
Tutup jari / ekstremitas pada fleksi
serta
ini
dapat dapat
posisi
fleksi
merasa
lebih
mengakibatkan
kontraktur fleksi. Gerakan
dan
latihan
menurunkan
kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cendera.
(Doenges, 2000:654)