BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus.
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit. Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan.
( Support, Edisi November 2008 )
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Steven Johnson?
2. Apa etiologi dari Steven Johnson?
3. Apa tanda dan gejala Steven Johnson?
4. Apa faktor predisposisi Steven Johnson?
5. Bagaimana patofisiologi dari Steven Johnson?
6. Apa komplikasi dari Steven Johnson?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk sindrom Steven Johnson?
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Steven Johnson?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Steven Johnson?
2. Mengetahui etiologi dari Steven Johnson?
3. Mengetahui faktor predisposisi Steven Johnson?
4. Mengetahui tanda dan gejala Steven Johnson?
5. Mengetahui patofisiologi dari Steven Johnson?
6. Mengetahui komplikasi dari Steven Johnson?
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson?
8. Mengetahui penatalaksanaan untuk Syndrom Steven Johnson?
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada Syndrom Steven Johnson?
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi pembaca tentang Syndrom Steven Johnson.
BAB II
LANDASAN TEORITIS MEDIS
2.1 Pengertian
Steven Johnson Adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura( Mochtar Hamzah, 2005 : 147 )
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.( Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 136 )
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura( Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis ( Junadi, 1982: 480 )
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk ( Mansjoer, A. 2000: 136 )
Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula disertai purpura, kelainan dimukosa dan konjung
2.2 Etiologi
Etiologi pasti Sindrom Stevens – Johnson (SSJ) belum diketahui. Salah satu penyebabnya ialah alergi obat sistemik, diantaranya penisilin dan semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya : derivate salisil/pirazolon, metamizol, metampiron, dan parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit), neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah:
a) Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti piretik )
Penisilline
Sthreptomicine
Sulfonamide
Tetrasiklin
b) Anti piretik atau analgesic ( derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol )
Kloepromazin
Karbamazepin
Kirin Antipirin
Tegretol
c) Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur dan parasit )
d) Neoplasma dan factor endokrin
e) Factor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan, kehamilan)
f) Makanan (coklat)
2.3 Klasifikasi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat
Lapisan Kulit
Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler..Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) : Stratum Korneum,Stratum Lusidum,Stratum Granulosum,Stratum Spinosum,Stratum Basale (Stratum Germinativum),
Fungsi Epidermis :Proteksi barier,Organisasi sel, Sintesis vitamin D dan sitokin, Pembelahan dan mobilisasi sel, Pigmentasi (melanosit), Pengenalan alergen (sel Langerhans),
b. Dermis
Dermis Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai "True Skin". Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis.
Fungsi Dermis : Struktur penunjang, Mechanical strength, Suplai nutrisi, Menahan shearing forces dan respon inflamasi.
c. Subcutis
Subkutan Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : Melekat ke struktur dasar, Isolasi panas, Cadangan kalori, Kontrol bentuk tubuh, Mechanical shock absorber.
3. Fisiologi kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
4. Fungsi Imun
Terdapat dua macam tipe imunitas yaitu :
a. Imunitas alami (natural)
Imunitas alami akan memberikan respons nonspesipik terhadap setiap penterang asing tanpa memperhatikan komposisi penyerang tersebut. Dasar dari mekanisme pertahanan alami berupa kemampuan untuk membeda kan antara "diri sendiri" dan "bukan diri sendiri". Sawar fisik mencakup kulit serta membrane mukosa yang utuh sehingga mikroorganisme pathogen dapat dicegah agar tidak masuk ke dalam tubuh, dan silia pada traktus respiratorius bersama respons batuk serta bersin yang bekerja sebagai filter dan membersihkan saluran nafas atas dari mikroorganisme pathogen sebelum mikroorganisme tersebut dapat menginvasi tubuh lebih lanjut.
Sawar kimia seperti getah lambung yang sam, enzim dalam air mata serta air liur (saliva) dan substansi dalam secret kelenjar sebasea serta lakrimalis, bekerja dengan cara nonspesifik unuk menghancurkan bakteri dan jamur yang menginvasi tubuh. Sel darah putih atau leukosit turut serta dalam respons imun humoral maupun seluler. Leukosit granuler atau granulosit yang mencakup neutrofil, eusinofil, dan basofil.
b. Imunitas didapat (akuisita)
Imunitas yang didapat (acquired immunity) terdiri atas respons imunyang tidak dijumpai pada saat lahir tetapi akan diperoleh kemudian dalam hidup seseorang. Imunitas ini didapat biasanya terjadi setelah seseorang terjangkit penyakit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan respons imunyang bersifat protektif. Pada imunitas yang didapat aktif, pertahanan imunologo akan dibentuk tubuh orang yang dilindungi oleh imunitas tersebut. Imunitas ini biasanya berlangsung selama bertahun – tahun atau bahkan seumur hidup. Imunitas didapat yang pasif merupakan imunitas temporer yang ditransmisikan dari sumber lain yang sudah memiliki kekebalan setelah penderita sakit atau menjalani imunisasi. Gama – globulin dan antiserum yang didapat dari plasma darah rang yang memiliki imunitas didapatkan dalam keadaan darurat untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit ketika resiko terjangkit suatu penyakit tertentu cukup besar.
c. Stadium Respons Imun
Terdapat empat stadium yang batasnya jelas dalam suatu respons imun, keempat stadium tersebut yaitu :Stadium pengenalan, Stadium proliferasi, Stadium respons, Stadium efektor,
faktor – faktor yang memepengaruhi system imunUsia ,Jenis kelamin, Nutrisi, Penyakit, Faktor – faktor psikoneuro-imunologi, Obat – obatan.
Antigen
Terdapat beberpa teori tentang mekanisma yang digunakan limfosit B untuk mengenali antigen penyerang dan kemudian bereaksi dengan memproduksi antibody yang tepat. Sebagian antigen memiliki kemampuan untuk memicu pembentukan antibody secara langsung oleh limfosit B, sementara sebagian lainnya memerlukan bantuan sel – sel T. sel T merupakan bagian dari system surveilans yang tersebar diseluruh tubuh, dengan bantuan makrofag maka limfosit T akan manganali antigen dari penyerang asing. Limfosit T mengambil pesan antigenic atau cetak biru (blueprint) antigen dan kemudian kembali ke nodus limfatikus yang terdekat dengan pesan tersebut.
e. Antibody
Limfosit B yang disimpan dalam nodus limfatikus, dibagi lagi menjadi ribuan klon yang masing – masing bersifatrespnsif terhadap suatu kelompok tunggal antigen dengan karakteristik yang hamper identik. Pesan antigenic yang dibawa kembali ke nodus limfatikus akan menstimulasi kln spesifik limfosit B untuk membesar, membelah diri, dan memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel – sel plasma yang dapat memproduksi antibody spesifik terhadap antigen.
Antibody merupakan protein besar yang dinamakan immunoglobulin, setiap molekul antibody terdiri atas dua subunit yang mengandung rantai peptide ringan dan berat. Beberapa karakteristik immunoglobulin yaitu antara lain , Ig G (75 % dari total imunoglobulin), Ig A (15 % dari total imunoglobulin), Ig M (10 % dari total imunoglobulin), Ig D (0,2 % dari total imunoglobulin),Ig E (0,004 % dari total imunoglobulin)
f. Respons Imun Seluler
Reaksi seluler dimulai leh pemhikatan antigen dengan reseptor antigen pada permukaan sel T. sel T akan membawa cetak biru atau pesan antigenic ke nodus limfatikus tempat produksi sel – sel T yang lain distimulasi. Sebagian sel T tetap berada dalam nodus limfatikus dan mempertahankan memri untuk antigen tersebut. Sedangkan sebagian sel T lainnya akan bermigrasi dari nodus limfatikus ke dalam system sirkulasi umum dan akhirnya ke jaringan tempat sel tersebut berada.
Terdapat dua klasifikasi utama sel T efektor yang turut serta dalam menghancurkan mikroorgansme asing. Sel T killer atau sitotoksik menyerang antigen sacara langsung dengan mengubah membrane sel dan menyebabkan lisis sel. Sel – sel hipersensitifitas tipe lambat melindungi tubuh melalui produksi dan pelepasan limfosit. Limfokin yang termasuk dalam kelompok glikoprotein yang lebih besar dan dikenal dengan nama sitokin, dapat merekrut, mengaktifkan serta mengatur limfosit dan sel – sel darah putih lainnya.
Limfosit lain yang membantu dalam memerangi mikroorganisme yaitu limfosit null dan sel natural killer (NK). Limfosit null, merupakan subpolpulasi limfosit yang kurang mengandung cirri – cirri khas dari limfosit B dan T. Sel NK yang mewakili suppulasi limfosit lainnya tanpa karakteristik sel B dan T yang akan mempertahankan tubuh terhadap mikroorganisme dan beberapa tipe sel malignan. Sel NK dapat membunuh langsung mikroorganisme penginvasi dan menghasilkan sitokin.
2.4 Patofisiologis
Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000: 147) .
karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, Stres hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuriat, Kegagalan termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.
1. Reaksi Hipersensitif tipe III
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72).
2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV
Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
PATHWAY
Infeksi mikroorganismeNeoplasmaMakananfaktor fisikAlergi obat2an
Infeksi mikroorganisme
Neoplasma
Makanan
faktor fisik
Alergi obat2an
Steven Johnson Syndrome
Steven Johnson Syndrome
Reaksi Alergi Type IVReaksi Alergi Type III
Reaksi Alergi Type IV
Reaksi Alergi Type III
Sel T Kompleks antigen & antibodi
Sel T
Kompleks antigen & antibodi
Limfosit & sitotoksin terlepasTerperangkap dalam jar. Kapiler
Limfosit & sitotoksin terlepas
Terperangkap dalam jar. Kapiler
Sel Mast
Sel Mast
Jaringan kapiler rusak
Jaringan kapiler rusak
Akumulasi neutrofil
Akumulasi neutrofil
Reaksi Radang
Reaksi Radang
Kelainan pada mataJaringan kulit dan mucosa eritemaInflamasi dermal dan epidermalNyeri
Kelainan pada mata
Jaringan kulit dan mucosa eritema
Inflamasi dermal dan epidermal
Nyeri
ConjungtivitisKelainan selaput lendir dan ofisium
Conjungtivitis
Kelainan selaput lendir dan ofisium
Persepsi sensori Kelainan penglihatanKesulitan menelan
Persepsi sensori Kelainan penglihatan
Kesulitan menelan
Intake tidak adekuat
Intake tidak adekuat
Kelemahan FisikIntegritas kulit
Kelemahan Fisik
Integritas kulit
Intoleraksi aktivitasSupply Nutrisi ke jaringan otot Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intoleraksi aktivitas
Supply Nutrisi ke jaringan otot
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.5 Tanda dan Gejala
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa:
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna hitam yang tebal.
Kelainan dimukosa dapat juga terdapat difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtivitis purulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis dan onikolisis.
2.6 Penatalaksanaan
Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.
Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan hemostatik.
Topikal
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
2.7 Komplikasi
Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
Kehilangan cairan dan darah
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
Gastroenterologi - Esophageal strictures
Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni
Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
Infeksi sitemik, sepsis
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
Histopatologi
Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel subepidermal
Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
Imunologi
Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada pembulih darah yang mengalami kerusakan
Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara tersendiri atau dalam kombinasi
Prognosis penyakit
Tes SCORTEN adalah tes untuk menskoring derajat keparahan Sindroma Steven Johnson. Perhitungan dilakukan dalam 24 jam untuk memprediksi kematian. Adanya penampakan dari tiap hal dibawah ini mendapat skor 1, dan jumlah dari poin-poin inilah yang dinamakan angka SCORTEN dengan maksimum skor 7. Penampakan yang diukur : umur lebih dari 40 tahun, adanya keganasan, nadi lebih dari 120 kali per menit, kadar glukosa lebih dari 252 mEq/L5, luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 10 % (Gustiawan, 2010,
Menurut Siregar, RS (2005, hlm.142) prognosis umumnya baik, dapat sembuh secara sempurna bergantung pada perawatan dan cepatnya mendapat terapi yang tepat. Jika terdapat purpura, prognosisnya lebih buruk, angka kematian lebih kurang 5-15 % karena purpura dapat menyebabkan pendarahan kecil didalam kulit, membran mukosa, atau permukaan serosa tetapi dapat menyebabkan terjadinya lesi bercorak anular atau serpiginosa dan biasanya terjadi setelah penyakit menular yang ditandai dengan gejala demam, anemia, dan pendarahan kulit simetris yang timbul mendadak serta cepat meluas pada ekstrimitas bawah, sring ditandai dengan ganggren dan trombosis intravaskuler yang luas.
BAB III
LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
- Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pola Fungsional Gordon
- Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?
c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
: pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.
- Pola nutrisi - metabolik
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
: pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.
- Pola eliminasi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
: Klien dengan Steven Johnson, biasanya akan mengalami retensi urin, konstipasi, membutuhkan bantuan untuk eliminasi dari keluarga atau perawat.
- Pola aktivitas - latihan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.
- Pola istirahat - tidur
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada kulit.
- Pola kognitif - persepsi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
- Pola persepsi diri - konsep diri
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?
: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
- Pola peran - hubungan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
- Pola reproduksi dan seksualitas
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
- Pola koping dan toleransi stress
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
- Pola nilai dan kepercayaan
: Pada pola ini kita mengakaji:
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
4. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema
- Data fokus:
DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah, tampak lemas dalam beraktifitas.
5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
· Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
· Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
· Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA
3.2 DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
5. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian traumatic
3.3 Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
Tujuan : Nyeri dapat dikontrol atau hilang
Kriteria hasil :
· Klien melaporkan nyeri berkurang
· Skala nyeri 0-2
· Klien dapat beristirahat
· Ekspresi wajah rileks
· RR : 16 - 20 x/menit
· TD : 100-130/60-90 mmHg
· N : 60 – 90 x/menit
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri
Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi
2
Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N)
Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik
3
Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi
Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot
4
Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri
5
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan
Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat.
6
Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik
Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit
Tujuan : integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil :
· Luka mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas dari purulen
· Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, bengkak, panas, fungsio lesi)
· Kulit membaik/ terjadi regenerasi jaringan
· TD : 100-130/60-90 mmHg
· N : 60 – 90 x/menit
· Suhu : 36,5- 37, 4 C
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka
2
Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi
Meningkatkan pemulihan dan menurunkan risiko infeksi
3
Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres
Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi penyembuhan luka
4
Dorong klien untuk istirahat
Untuk mendukung pertahanan tubuh
5
Tingkatkan masukan nutrisi, protein dan karbiohidrat
Untuk meningkatkan pembentukan granulasi yang normal dan kesembuhan
6
Kolaborasi pemberian obat sistemik
Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial dan rusaknya jaringan kulit akibat luka.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil :
· Haluaran urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kg BB/jam)
· Turgor kulit baik
· Urin jernih dan berwarna kuning
· Membran mukosa lembab
· TD normal (100-130/60-90 mmHg)
· Denyut nadi (60-90 x/menit)
· Kadar elektrolit serum dalam batas normal
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji dan catat turgor kulit
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
2
Observasi tanda vital
Untuk memonitor keadaan umum klien
3
Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar
Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau
4
Timbang BB klien setiap hari
Penggantian cairan tergantung pada BB klien
5
Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin
Resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/elektrolit dan mencegah komplikasi
6
Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb/Ht, natrium urine random)
Mengidentifikasi kehilangan darah atau kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil :
· Tidak terjadi penurunan BB/BB ideal
· Nafsu makan meningkat
· Lesi di bibir atau mulut tidak ada
· Makanan yang disediakan 80% dihabiskan
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor intake dan output nutrisi
Untuk mengetahui pemasukan dan pengeluaran makanan
2
Kaji terhadap malnutrisi dengan mengukur tinggi dan BB
Memberikan pengukuran objektif terhadap status nutrisi
3
Jaga kebersihan mulut untuk menambah nafsu makan pasien
Mulut yang bersih memungkinkan peningkatan nafsu makan
4
Berikan makan sedikit tapi sering hingga jumlah asupan nutrisi tercukupi
Makanan dalam porsi kecil mudah dikonsumsi oleh klien dan mencegah terjadinya anoreksia.
5
Berikan makanan untuk pasien dalam bentuk hangat dan sedian lunak/bubur
Memudahkan pasien dalam menelan makanan
6
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan nutsi klien
Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
7
Kolaborasi dengan tim medis tentang makanan pengganti (enteral /parenteral)
Memberikan dukungan nutrisi bila klien tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang cukup banyak peroral.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan : Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : Klien mengatakan peningkatan toleransi aktivitas
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji respon individu terhadap aktivitas
Untuk mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.
2
Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat keterbatasan yang dimiliki klien
Energi yang dikeluarkan lebih optimal
3
Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas
Pembatasan aktivitas penting untuk membatasi energi yang dikeluarkan, karena energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
4
Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
6. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
Tujuan : Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik
Kriteria hasil :
· Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)
· Leukosit (5000 - 10000/mm3)
· Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 - 37,4 C)
· RR : 16 – 20 x/menit
· TD : 100-139/60-96 mmHh
· N : 60 – 100 x/menit
· Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulen dan tidak demam
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya infeksi
2
Observasi keadaan luka setiap hari
Untuk mengidentifikasi adanya penyembuhan
3
Jaga agar luka tetap bersih atau steril
Menurunkan resiko inspeksi dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
4
Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres luka dengan NaCl) dan bersihkan jaringan nekrotik
Untuk mempercepat penyembuhan
5
Berikan perawatan pada mata
Mata dapat membengkak oleh drainase luka
6
Tingkatkan asupan nutrsisi
Nutrisi mempengaruhi sintesis protein dan fotositosis
7
Batasi pengunjung dan anjurkan pada keluarga/pengunjung untuk mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan klien
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
8
Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes sensitivitas
Peningkatan leukosit menunjukkan infeksi, pemeriksaan kultur dan sensitivitas menunjukkan mikroorganisme yang ada dan antibiotic yang tepat diberikan
9
Kolaborasi berikan antibiotic
Mengurangi jumlah bakteri
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan, kejadian traumatic
Tujuan : terjadi perbaikan penampilan peran
Kriteria hasil :
· Klien tidak berperasaan negative tentang dirinya
· Klien menyatakan penerimaan situasi diri
· Klien tidak takut/malu berinteraksi dengan orang lain
· Klien bicara dengan keluarga terdekat tentang situasi/ perubahan yang terjadi
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji makna kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat
Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-tiba
2
Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergatnungan, marah, kedukaan. Perhatikan perilaku menarik diri dan penggunaan penyangkalan
Penerimaan perasaan sebagai respons normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
3
Bersikap realistis dan positif selama pengobatan, pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan
Meingkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dan perawat
4
Berikan harapan dalam parameter situasi individu
Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusu tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita
5
Berikan penguatan positif terhadap kemajuan dan dorong usaha untuk mengikuti tujuan rehabilitasi
Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif
6
Dorong interaksi keluarga dan dengan tim medis rehabilitasi
Mempertahankan /membuka garis komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada pasien dan keluarga
BAB IV
TINJAUAN KASUS
KASUS
Seorang anak usia 5 Tahun di bawa ke RS. Sari Mutiara dengan Keluhan Sakit Kepala, batuk,Pilek dan demam dengan Temperatur 390C, sulit menelan dikarenakan adanya lesi di bibir dan nyeri tenggorokan, muncul bintik-bintik merah, eritema di seluruh tubuh dan wajah, tidak selera makan, mual dan muntah. TTV : RR 28 x/i, HR 80 x/i. Turgor Kulit Jele. Ibu mengatakan BB anak menurun dari 25 kg menjadi 22 kg dalam waktu 2 bulan dan anak tidak selesara makan.
4.1 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA SISTEM INTEGUMEN PADA Valen Zega
I. BIODATA
A. Identitas Pasien
Nama :Valen Zega
Umur : 5 Tahun
Status Kesehatan : Sakit
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : Jln. Bhakti Luhur
Tanggal Masuk : 1 desember 2014
No. Register : 11112014
Ruang/Kamar : II/Rajawali
Golongan Darah : AB
Tanggal Masuk : 1 desember 2014
Tanggal Pengkajian : 2 desember 2014
Diagnosa Medis : Sindrom Stevens Jhonson
B. Penanggung Jawab Pasien / Keluarga Terdekat
Nama : Jhon Irwan zega
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan pasien : Ayah pasien
Alamat : Jln. Bhakti Luhur
C. Keluhan Utama : Sakit kepala, batuk, pilek,demam, sulit menelan, nyeri tenggorokan,muncul bintik-bintik merah pada kulit, tidak selera makan, mual, muntah, berat badan menurun (sebelum 25kg, sesudah 22kg)
II. RESUME
TTV :
· Temp : 390C
· Nadi : 80x/menit
· RR : 28x/menit
BB : 22 kg
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Faktor Pencentus : alergi obat
2. Lamanya keluhan : 2 bulan
3. Bagaimana yang dirasakan : nyeri
4. Bagaimana yang dilihat : adanya bintik-bintik merah
5. Faktor yang memperberat : garukan
6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : mengaruk
7. Upaya yang dilakukan oleh orang lain : membawa ke rumah sakit
8. Pola nutrisi
- Diet : Bubur
- Nafsu makan : menurun
- Mual : ada
- Muntah : ada
- Frekuensi makan : 2 kali/ hari
- Jumlah makanan dan minuman :
makan : 1/2 piring / makan
Minum : 5 gelas (250 ml/gls)
- Berat badan : 22 kg
- Tinggi badan : 100 cm
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
a. Masa kanan-kanak : flu
b. Riwayat kecelakaan : tidak ada
c. Pernah dirawat : tidak
d. Pernah operasi : tidak
2. Riwayat Alergi
a. Tipe alergi : alergi tipe III dan IV
b. Reaksi : nyeri yang hebat
c. Tindakan : menggaruk
3. Kebiasaan : main bola
4. Imunisasi : imunisasi campak dan polio
5. Pola nutrisi
Diet : Nasi biasa
Nafsu Makan : berkurang
Mual : ada
Muntah : ada
Frekuensi makan : 2kali/ hari
Jumlah makanan dan minuman :
Makan : 1/2 piring
Minum : 5gelas (250 ml/gls)
Berat Badan : 22 kg
Tinggi Badan : 100 cm
E. Riwayat Kesehatan Keluarga :
1. Orang tua : tidak ada
2. Saudara Kandung : tidak ada
3. Penyakit keturunan yang ada : tidak ada
4. Anggota keluarga yang meninggal : tidak ada
F. Pola Kebiasaan Sehari-hari :
1. Biologis
No
POLA
SEBELUM MASUK RS
SESUDAH MASUH RS
1
Nutrisi :
a. Makanan yang disukai
b. Diet
c. Nafsu makan
d. Lain-lain
Coklat
Nasi
Menurun
Tidak ada
Tidak ada
Bubur
Normal
Tidak ada
2
Minum :
a. Pola minum
b. Jenis minuman
c. Banyaknya
d. Minuman yang disukai
5 gelas
Air putih
1,25 L
The
7 gelas
Teh, air putih,susu
1,75 L
Teh,susu
3
Pola istirahat/tidur :
a. Waktu tidur
· Siang
· Malam
b. Lama tidur
c. Kebiasaan tidur malam
d. Kebiasaan tidur siang
e. Kesulitan tidur
f. Cara mengatasinya
Tidak ada
20.00 - 05.00 wib
7 Jam/hari
Terganggu
Terganggu
(+)
Tidak ada
13.00-14.00 Wib
20.00 – 06.00 Wib
9 jam/hari
Mulai bisa tidur
Bisa tidur
Menurun
Tidak ada
4
Pola eliminasi fekal/BAB:
a. Frekuensi
b. Konsistensi
c. Warna
d. Waktu (pagi,siang,malam)
2 kali/ hari
Cair
Kuning
Pagi dan siang
2 kali/ hari
Padat
Kuning
Pagi dan siang
5
Pola eliminasi urin/BAK :
a. Frekuensi
b. Banyaknya/Jumlah
c. Kejernihannya/Warna
d. Bau
e. Kelainan
3 kali/ hari
800 cc
Kuning
Khas
Tidak ada
5 kali/ hari
900 cc
Kuning
Khas
Tidak ada
6
Pola Aktivitas :
a. Bekerja di
b. Jarak tempat kerja dari rumah
c. Kendaraan yang dipakai
d. Jumlah jam kerja/hari
--
-
-
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
7
Kebersihan diri / personal hygiene
a. Kebiasaan mandi
b. Menggosok gigi
c. Mencuci rambut
d. Memotong kuku
1-2 x / hari
2 kali/hari
1/hari
1x/2bulan
3 x / hari
3 Kali/ Hari
3 Kali/hari
1 kali/bulan
8
Pola Rekreasi / Aktivitas
a. Tempat hiburan/liburan
b. Jenis olahraga
c. Frekuensi olahraga
d. Jenis pekerjaan
e. Jumlah jam kerja
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pelajar
-
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
G. Riwayat Lingkungan
a. Kebersihan lingkungan rumah : Kurang Bersih
b. Bahaya : Penumpukan Sampah
c. Polusi lingkungan rumah : Polusi Kendaraan
H. Riwayat / Keadaan Psikologis / Sosial / Spiritual
1. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
2. Persepsi terhadap penyakit : Tidak Sembuh
3. Pola pikir dan persepsi kesulitan yang dialami : Negatif, tidak bisa sembuh
4. Pola koping :
a. Harga diri : Menurun
b. Ideal diri : Menurun
c. Identitas diri : Menurun
d. Gambaran diri : Jarang ke luar rumah karena penyakit
5. Suasana hati : Nyeri
6. Kegemaran : Main bola
7. Daya adaptasi : Kurang
8. Hubungan / Komunikaksi :
a. Bicara : Jarang
b. Tempat tinggal : Kurang
c. Kehidupan keluarga : Biasa
d. Keuangan : Mencukupi
9. Pertahanan koping :
a. Pengambilan keputusan : -
b. Yang disukai tentang diri sendiri : -
c. Yang ingin diubah dalam kehidupan : -
d. Yang dilakukan bila stress : -
e. Yang dilakukan perawat agar pasien merasa nyaman : Memberi Lingkungan Yang nyaman
10. System nilai kepercayaan :
a. Siapa atau apa sumber kekuatan : Tuhan
b. Kepercayaan : pasti sembuh
c. Kegiatan agama yang dilakukan selama di RS : tidak ada
I. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital (Tanggal : 1 Maret )
a. Keadaan umum : lemah
b. Tingkat kesadaraan : sadar
c. Suhu / Temp : 390C
d. Denyut Nadi / Pols : 80X/menit
e. Pernafasan / RR : 28X/menit
2. Head to toe dan pengkajian system
a. Kepala dan rambut dan wajah
Kepala : Pasien mengeluh sakit
Bentuk kepala : Bulat
Ukuran : Simetris
Posisi : Simetris
Warna Rambut : Hitam
Bentuk Rambut : keriting
Kebersihan Kulit kepala : ada ketombe
Warna : putih
Struktur wajah : Oval
b. Mata
Bentuk : Sipit (Simetris)
Sclera : normal
Konjungtiva : Ananemis
Pupil : isokor
Fungsi penglihatan : normal
Retina : normal
c. Hidung / Penciuman
Bentuk : simetris
Peradangan : tidak ada
Perdarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Fungsi penciuman : baik
Lubang hidung : simetris
Polip : tidak ada
Sinusitis : tidak ada
Pernah mengalami flu : pernah
d. Telinga / Pendegaran
· Bentuk : normal
· Peradangan : tidak ada
· Perdarahan : tidak ada
· Cairan : tidak ada
· Fungsi pendegaran : baik
· Alat bantu pendengaran : tidak
e. Rongga mulut dan Faring
· Keadaan bibir : lesi
· Mukosa gigi : kering
· Keadaan gusi dan gigi : kering
· Kesulitan menelan : ada
· Alat bantu bicara : tidak ada
· Gigi : kotor
· Tonsil / faring : tidak ada (Normal)
· Peradangan : tidak ada
· Perdarahan : tidak ada
· Laring : Normal
· Peradangan : tidak ada
· Fungsi pengecapan : baik
f. Leher
· Kelenjar getah bening : Normal
· Kelenjar tiroid : Normal
· Vena jugularis : normal
· Kekakuan : Tidak ada
g. Thorax
· Bentuk rongga : simetris
· Bunyi nafas : tidak ada
· Irama pernafasan : Normal
· Bunyi jantung : tidak ada
· Nyeri dada : tidak ada
h. Abdomen
· Bentuk : simetris
· Turgor kulit : jelek
· Massa / cairan : tidak ada
· Hepar : baik
· Ginjal : normal
· Bising usus : normal
i. Perineum / Genetalia
· Kebersihan perineum : bersih
· Perdarahan : tidak ada
· Peradangan : tidak ada
· Haemoroid : tidak ada
· Alat genetalia : bersih
j. Sirkulasi
· Suara jantung : Normal
· Suara jantung tambahan : tidak ada
· Palpitasi : normal
· Perubahan warna kulit, kuku, bibir : ada
· Edema jaringan : tidak ada
Nadi : tidak Normal
k. Neurologis
· Memori saat ini : Normal
· Memori yang lalu : Normal
· Keluhan pusing : ada
· Lama tidur : 7 jam
· Gangguan tidur : (+)
· Genggaman tangan kiri/kanan : melemah
l. Muskuloskletal
· Pergerakan ekstremitas : lemah
· Kekuatan otot : menurun
· Fraktur : tidak ada
· Kelainan tulang belakang : tidak ada
· Traksi / spalk/ gips : tidak ada
m. Pencernaan
· Mulut : kotor dan kering
· Tenggorokan : nyeri
· Abdomen : normal
· Nafsu makan : menurun
· Porsi makan :1/2piring
n. Eliminasi
· Pola BAB : 2 kali/Hari
· Konstipasi : tidak ada
· Diare : tidak ada
· Riwayat perdarahan : tidak ada
· Pola BAK : 5 kali/hari
· Jumlah urin : 900 cc
· Inkontinensia : mampu
· Karakter urin : bau ke kuning-kuningan
· Hematuria : tidak ada
· Peradangan : tidak ada
· Nyeri / rasa terbakar / kesulitan BAK : ada
o. Integumen
· Turgor kulit : jelek
· Tekstur kulit : kering
· Kelembapan : kering
· Lesi : (+)
· Jaringan parut : tidak ada
· Suhu : 390C
· Edema : tidak ada
· Eritema : Kemerahan
PENGKAJIAN
A. Analisa data
No.
Data
Etiologi
Problem
1.
DS :
· Demam
· Mual & muntah
· Nyeri tenggorokan
DO
· Suhu 390C
· RR 28 x/i
· Turgor kulit jelek
· Eritema Seluruh tubuh
Tidak adekuat intake cairan, Hipertermi
Kekurangan Volume Cairan
2.
DS :
o Nyeri Tenggorokan
o Sakit kepala
DO :
· Wajah meringis
· Lesi di bibir
· Eritema
· RR 28x/i
Inflamasi pada kulit
Nyeri
3
DS :
· mual dan muntah
· sulit menelan
· tidak selera makan
DO :
· lesi di bibir
· Nyeri Tenggorokan
Intake tidak adekuat karena adanya lesi
Nutrisi kurang dari kebutuhan
4
DO :
· Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
· Kulit kering
eritema
Gangguan integritas kulit
4.2 Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i
3. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan
4. gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering
4.3.Prioritas Masalah
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit ditandai dengan suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir,RR 28x/i, HR : 80x/i.
2. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada kulit ditandai dengan wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i
3. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat karena adanya lesi ditandai dengan nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan
4. gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering
4.4. Perencanaan Asuhan keperawatan
No
Tanggal
Dx.Keperawatan
Tujuan/KH
Intervensi
Rasional
Implementasi
EVALUASI
1
3/12/2014
Kekurangan volume cairan tubuh b/d kerusakan jaringan kulit d/d suhu 390C, turgor kulit jelek,lesi di bibir.
RR : 28x/i
Pols : 80x/i
Tujuan : tidak terjadi kekurangan volume cairan
KH:
· keluaran urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kg BB/jam)
· Urin jernih dan berwarna kuning
· Membran mukosa lembab
· Denyut nadi (60-100 x/menit)
· Observasi tanda-tanda vital
· Monitor dan catat cairan yang masuk dan keluar
· Kaji dan catat turgor kulit
· Untuk memonitor keadaan umum klien
· Agar keseimbangan cairan tubuh klien terpantau
· Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
· Jam 09.00 wib
Mengobservasi tanda-tanda vital
Suhu : 38,50C
RR : 20x/m
Pols : 60x/m
· Jam 10.00 wib
Memonitor dan mencatat cairan yang masuk dan keluar
Cairan infus : RL 20 tetes/menit
· Jam 11.00 wib
Mengkaji dan mencatat turgor kulit
Turgor : baik
Subjek :
· Demam
Objek :
· lesi (+)
· turgor jelek
· RR 26x/m
· Pols :80x/m
· Temp :38,50C
Assestment :
Belum Teratasi
Planning :
Intervensi dilanjutkan (1-3)
2
3/12/2014
Nyeri b/d inflamasi pada kulit d/d wajah meringis,nyeri tenggorokan,lesi di bibir,sakit kepala, Eritema, RR 28x/i
Tujuan : nyeri dapat dikontrol/hilang
KH :
· Klien melaporkan nyeri berkurang Skala nyeri 0-2
· Klien dapat beristirahat
· Ekspresi wajah rileks
· RR : 16 -20 x/menit
· Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri
· Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam
· Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan
· Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan intervensi
· Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot
· Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri
· Jam 12.00 wib
Mengkaji tingkat skala Nyeri
Skala : 7
· Jam 13.30 wib
Menganjurkan dan mengajarkan teknik relaksasi
Teknik : tarik Napas dalam
· Jam 15.15 wib
Meningkatkan periode tidur tanpa gangguan.
Caranya : Mengurangi batas kunjungan pasien
Subjek :
· Nyeri Tenggorokan
Objek :
· Lesi bibir
· Wajah
· Skala nyeri 4
Assestment :
Belum Teratasi
Planning :
Intervensi lanjutkan (1-3)
3
3/12/2014
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat karena adanya lesi d/d nyeri tenggorokan,sulit menelan,mual dan muntah,BB 25 kg menurun menjadi 22 kg, tidak selera makan
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi
KH :
· Tidak terjadi penurunan BB/BB ideal
· Nafsu makan meningkat
· Makanan yang disediakan 80% dihabiskan
· Anjurkan keluarga untuk membersihkan mulut klien sebelum dan sesudah makan
· Berikan makan dan makanan sedikit tapi sering
· Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
· Untuk meningkatkan nafsu makan dan memberikan rasa
· Membantu mencegah distensi gaster danmeningkatkan pemasukan
· Meningkatkan nafsu makan
· Jam 09.00 wib
Menganjurkan keluarga untuk membersihkan mulut klien.
ü Mengajarkan cara membersihkan mulut
· Jam 10.00 wib
Memberikan makanan sedikit tapi sering
· Jam 11.30 wib
Memberikan makanan hangat
Subjek :
· Nyeri tenggorokan
· Sulit menelan
· Mual
· muntah
Objek :
· Ansietas (+)
· BB turun 3 kg
Assestment :
Belum Teratasi
Planning :
Intervensi 1-3 diulangi
4
3/12/2014
Gangguan integritas kulit b/d eritema d/d bintik-bintik merah pada kulit dan wajah, kulit kering,Turgor Jelek,
Kulit Kemabali Normal
KH :
· Tidak ada bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
· Turgor membaik
· Kulit lembab
· Pertahankan seprei bersih, kering dan tidak berkerut
· Kaji Kulit Setiap hari. Catat warna, turgor sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati
· Kolaborasi
Berikan matras atau tempat tidur busa /flotasi
· Friksi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi
· Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi tepat.
· Menurunkan iskemia jaringan, mengurangi tekanan pada kulit, jaringan dan lesi
· Jam 09.50 wib
Mengganti seprei lama dengan seprei baru
· Jam 09.55 wib
· Jam 09.50
Memberikan matras
Subjek:
--
Objek
· Turgor mulai membaik
· Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
· Kulit melai membaik
Assestment :
Belum teratasi
Planning :
Ulangi intervensi 1-3
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri, protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat. Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat, infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema, vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan topikal.
Adapun asuhan keperawatan yang akan dilakukan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan dan evaluasi. Pengkajian yang dapat kita lakukan adalah mencakup inspeksi kulit, inspeksi mulut, kemampuan menelan, TTV, sistem pernafasan, nutrisi / berat badan, dan tingkat nyeri. Berdasarkan pengkajian diatas maka dapat diangkat empat (4) diagnosa sekaligus menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa ini yaitu gangguan integritas kulit yang b.d dengan inflamasi dermal dan epidermal, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan menelan, gangguan rasa nyaman nyeri b.d inflamasi pada kulit, gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik, dan gangguan persepsi sensori; kurang penglihatan b.d konjungtivitis.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangak meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai berikut :
1. Pasien
Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit steven johnson hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan tindakan keperawatan.
2. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik secara teoritis maupun praktek tentang penyakit steven johnson agar dapat melakukan tindakan keperawatan.
3. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga pada penderita steven johnson mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit steven johnson.
DAFTAR PUSTAKA
Askep Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen, Sister School Program Dinas Kesehatan Propinsi Jateng Semarang, 2004
Carpenito, Lynda Jual, 2004 Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III, Jakarta : EGC
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia Anderson 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi IV, Jakarta : EG
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi 8, volume 3.Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2.Jakarta: Media Aesculapius.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Media
Aesculapius : Jakarta