49
iv
MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS 2
ASUHAN KEPERAWATAN MULTIPLE VEHICLE TRAUMA
DAN AMBULANCE SERVICE
Fasilitator : Deni Yasmara, M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B
Disusun oleh:
Kelompok 6 / kelas A-1
Khildatut Tatkiroh (131111110)
Alfita Nadziir (131211131019)
Kusumastuti (131211131021)
Jihan Nisa Afdila (131211132010)
Alfiatis Su'udiyah (131211131093)
Novi Ikhyarul Hani (131211131095)
Cahya Mustika (131211133035)
Dyah Khusnul Fadhilah (131211133017)
Rega Setiananda (131211133007)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Asuhan Keperawatan Multiple Vehicle Accident Dan Ambulance Service" ini dengan lancar dan tepat pada waktunya
Hasil laporan ini disusun khusus untuk memenuhi tugas Keperawatan Kritis 2 Semester 8 tahun ajaran 2015/2016. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada:
Pak Deni Yasmara M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B selaku Fasilitator Kelompok 6 Keperawatan Kritis 2.
Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan makalah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari sebagai manusia kami banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, kami mohon pembaca berkenan memberikan kritik dan saran demi penyempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kelompok kami.
Surabaya, April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan 1
1.3.1 Tujuan Umum 1
1.3.2 Tujuan Khusus 2
Manfaat 2
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP MULTIPLE VEHICLE ACCIDENT
Definisi 3
Etiologi 4
Manifestasi 6
Klasifikasi 7
Patofisiologi 10
WOC 16
Pemeriksaan diagnostik 19
Penatalaksanaan 20
Pencegaahan 21
AMBULANCE SERVICE
Definisi Layanan 23
Tujuan Layanan 24
Bentuk Layanan 24
Jenis dan Standart Ambulance 25
Tata Tertib Ambulance 29
Pemeriksaan Ambulance 29
Pengoperasian Ambulance 30
Langkah sebelum transport pasien 31
Transportasi Pasien Kritis 32
Dokumentasi layanan ambulans 35
Pelayanan Ambulance BPJS 35
BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN 36
Kasus 36
Pengkajian 36
Analisa Data 42
Diagnosa Keperawatan 43
Rencana Keperawatan 44
BAB 4 : PENUTUP
Kesimpulan 50
Saran 50
Daftar Pustaka 51
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Indonesia menempati posisi 72 dengan total kematian akibat kecelakaan sebanyak 44.594 jiwa atau dengan prosentase sebanyak 3,19 % dari total kematian lainnya. Kasus kecelakaan lalu lintas termasuk dalam sepuluh kasus dengan kematian tertinggi di indonesi (WHO,2014). Penyeab kecelakaan terbanyak yaitu diakibatkan oleh pengguna jalan sebanyak 93,52 %. Kecelakaan lalu lintas dapat berakibat fatal terhadap manusia seperti cedera ringan, cedera parah bahkan sampai kematian.
Selain itu faktor yang tidak boleh ditinggalkan yaitu penanganan dan pengangkutan korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat untuk diberikan perawatan lebih lanjut. Sehingga pelayanan ambulance yang baik juga akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup korban kecelakaan lalu lintas.
Melihat permasalahan tersebut diperlukan upaya untuk membahas mengenai kecelakaan lalu lintas dan bagaiman cara penanganan yang tepat agar sebagai mahasiswa keperawatan mampu melakukan penanganan dasar ketika kecelakaaan terjadi dan mahasiswa dapat mengetahui mengenai layanan ambulance dengan baik.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Multiple Vehicle Accident dan konsep Ambulance Service?
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep konsep dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Multiple Vehicle Accident dan konsep Ambulance Service
1.3.2 Tujuan Khusus
Menjelaskan konsep Multiple Vehicle Accident dan Ambulance Service
Menjelaskan definisi Multiple Vehicle Accident dan Ambulance Service
Menjelaskan etiologi Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan manifestasi klinis Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan patofisiologi Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan WOC Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan pemeriksaan penunjang Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan penatalaksanaan Multiple Vehicle Accident
Menjelaskan asuhan keperawatan Multiple Vehicle Accident
Manfaat
Mengetahui dan memahami konsep Multiple Vehicle Accident dan Accident Ambulance Service
Mengetahui dan memahami definisi Multiple Vehicle Accident dan Accident Ambulance Service
Mengetahui dan memahami etiologi Multiple Vehicle Accident
Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Multiple Vehicle Accident
Mengetahui dan memahami patofisiologi Multiple Vehicle Accident
Mengetahui dan memahami WOC Multiple Vehicle Accident
Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang Multiple Vehicle Accident
Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Multiple Vehicle Accident
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan Multiple Vehicle Accident
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP MULTIPLE VEHICLE ACCIDENT
Definisi
Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian pada lalu lintas jalan yang sedikitnya melibatkan satu kendaraan yang menyebabkan cedera atau kerusakan atau kerugian pada pemiliknya (korban) (WHO, 1984).
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka, atau kematian. Kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi dua yaitu a motor vehicle traffic accident dan non motor vehicle traffic accident. A motor vehicle traffic accident adalah setiap kecelakaan kendaraan bermotor di jalan raya. Non motor vehicle traffic accident adalah setiap kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang melibatkan pemakai jalan untuk transportasi atau untuk mengadakan perjalanan dengan kendaraan yang bukan kendaraan bermotor (Idries AM, 1997).
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan, kecelakaan. Tiga mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah akselerasi, deselerasi, deformasi. Cedera kepala diakibatkan dari kekuatan yang ditransmisikan ke kranium. Cedera dapat mengakhibatkan kerusakan pada tengkorak tanpa cedera otak, otak tanpa kerusakan tengkorak, tengkorak dan otak (Nurachmah dan Sudarsono, 2000).
Menurut Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Berdasarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Tahun 1993 Bab XI :
Pasal 93 Ayat (1): kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak di sangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau pemakai jalan lainnya yang mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.
Pasal 93 ayat (2): korban kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa korban mati, koban luka berat dan korban luka ringan (Idries AM, 1997).
Etiologi
Ada empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, antara lain:
Faktor manusia
Faktor manusia merupakan faktor yang paling dominan dalam kecelakaan. Hampir semua kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Pelanggaran dapat terjadi karena sengaja melanggar, ketidaktahuan terhadap arti aturan yang berlaku ataupun tidak melihat ketentuan yang diberlakukan atau pura-pura tidak tahu.
Faktor kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, kelelahan logam yang menggakibatkan bagian kendaraan patah, peralatan yang sudah aus tidak diganti, dan berbagai penyebab lain. Keseluruhan faktor kendaraan sangat terkait dengan teknologi yang digunakan, perawatan yang dilakukan terhadap kendaraan. Untuk mengurangi faktor kendaraan perawatan dan perbaikan kendaraan diperlukan, di samping itu adanya kewajiban untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara teratur.
Faktor jalan
Faktor jalan terkait dengan perencanaan jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan, ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang bagus, rata lebih sering terjadi kecelakaan lalu lintas dibandingkan jalan yang rusak dan berlubang.
Faktor cuaca
Hujan mempengaruhi kerja kendaraan seperti jarak pengereman menjadi lebih jauh, jalan menjadi lebih licin, jarang pandang juga terpenagaruh karena penghapus kaca tidak bisa bekerja secara sempurna atau lebatnya hujan mengakibatkan jarak pandang menjadi lebih pendek. Asap dan kabut juga bisa mengganggu jarak pandang, terutama di daerah pegunungan (WHO, 2007).
Trauma pada pengendara sepeda motor atau sepeda juga khas. Sekitar 60-70% korban menderita cedera pada daerah tibia karena tinggi bemper mobil sama dengan tungkai bawah. Selain itu, korban akan terlempar ke jalan atau ke atas dan kepala membentur bingkai atas kaca mobil sehingga terjadi hiperekstensi kepala dengan cedera otak dan cedera tulang leher. Kemungkinan terjadinya cedera perut pada pengemudi motor akibat usus terjepit di antara setang setir dan tulang belakang, namun pada pemeriksaan fisik akan hanya ditemukan jejas pada kulit perut (Wim de Jong, 2005).
Menurut injuryclaimcoach.com, beberapa hal yang dapat menyebabkan kecelakaan ialah:
Mabuk dan gangguan saat menyetir
Melanggar peraturan lalu lintas
Distraksi akibat pemakaian telepon genggam
Mengirim pesan (short message) saat berkendara
Tertidur saat berkendara
Kualitas dan kondisi jalan yang buruk
Cuaca
Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan Jalan (Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain. Hal-hal yang tercakup dalam faktor-faktor tersebut antar lain:
Faktor Pengemudi ; kondisi fisik (mabuk, lelah, sakit, dsb), kemampuan mengemudi, penyebrang atau pejalan kaki yang lengah, dll.
Faktor Kendaraan ; kondisi mesin, rem, lampu, ban, muatan, dll.
Faktor Lingkungan Jalan ; desain jalan (median, gradien, alinyemen, jenis permukaan, dsb), kontrol lalu lintas (marka, rambu, lampu lalu lintas), dll.
Faktor Cuaca ; hujan, kabut, asap, salju, dll.
Pada dasarnya faktor-faktor tersebut berkaitan atau saling menunjang bagi
terjadinya kecelakaan. Namun, dengan diketahuinya faktor penyebab kecelakaan
yang utama dapat ditentukan langkah-langkah penanggulangan untuk menurunkan
jumlah kecelakaan. Berdasarkan penelitian yang pernah ada faktor penyebab kecelakaan dapat dikomposisikan dalam gambar berikut :
Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat – Dept.Perhubungan (2013)
Manifestasi Klinis Multiple Vehicle Accident
Manifestasi klinis cedera kepala pada klien yang mengalami multiple Vehicle Accident menurut Baughman (2010), meliputi:
Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur.
Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pengembangan pada area tersebut.
Fraktur pada basal tulang tengkorak seringkali menyebabkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga, dan darah mungkin akan terlihat pada konjungtiva.
Ekimosis mungkin terlihat diatas mastoid (tanda Battle).
Drainase cairan serebro spinal dan telinga dan hidung menandakan fraktur basal tulang tengkorak.
Drainase CSF dapat menyebabkan infeksi serius, y.i., meningitis melalui robekan dura meter.
Cairan serebro spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi otak atau kontusio.
Klasifikasi Perlukaan dan Kematian dalam Kecelakaan Lalu Lintas
Kematian dalam kecelakaan lalu lintas dapat terjadi sebagai akibat dari tabrakan atau benturan dari kendaraan. Kematian karena kecelakaan lalu lintas dapat dibagi menjadi empat kategori tergantung dari arah terjadinya benturan pada kendaraan, antara lain :
Arah depan
Ini adalah paling umum, yang kejadiannya kira-kira mencapai 80% dari semua kecelakaan lalu lintas. Tabrakan dari arah depan terjadi bila dua kendaraan/orang bertabrakan yang mana keduanya arah kepala, atau bagian depan dari kendaraan menabrak benda yang tidak bergerak, seperti tembok, ataupun tiang listrik. Sebagai akibat dari energi gerak, penumpang dari kendaraan bermotor akan terus melaju (bila tidak memakai sabuk pengaman pada pengguna mobil). Pola dan lokasi luka akan tergantung dari posisi saat kecelakaan
Arah samping (lateral)
Biasanya terjadi di persimpangan ketika kendaraan lain menabrak dari arah samping, ataupun mobil yang terpelintir dan sisinya menghantam benda tidak bergerak. Dapat terlihat perlukaan yang sama dengan tabrakan dari arah depan, bila benturan terjadi pada sisi kiri dari kendaraan, pengemudi akan cenderung mengalami perlukaan pada sisi kiri, dan penumpang depan akan mengalami perukaan yang lebih sedikit karena pengemudi bersifat sebagai bantalan. Bila benturan terjadi pada sisi kanan, maka yang terjadi adalah sebaliknya, demikian juga bila tidak ada penumpang.
Terguling
Keadaan ini lebih mematikan (lethal) dibandingkan tabrakan dari samping, terutama bila tidak memakai pelindung kepala (helm), terguling di jalan, sabuk pengaman dan penumpang terlempar keluar mobil. Beberapa perlukaan dapat terbentuk pada saat korban mendarat pada permukaan yang keras. Pada beberapa kasus, korban yang terlempar bisa ditemukan hancur atau terperangkap di bawah kendaraan. Pada kasus seperti ini penyebab kematian mungkin adalah traumatic asphyxia.
Arah belakang
Pada benturan dari arah belakang, benturan dikurangi atau terserap oleh bagian bagasi dan kompartemen penumpang belakang (pada pengguna mobil), yang dengan demikian memproteksi penumpang bagian depan dari perlukaan yang parah dan mengancam jiwa (Fintan, 2006).
Lima jenis tabrakan yang mungkin terjadi selain dari faktor arah terjadinya benturan pada kendaraan yaitu
Benturan frontal
Merupakan benturan dengan benda didepan kendaraan, yang secara tiba-tiba mengurangi kecepatannya. Benturan kedepan dari tubuh terhadap tungkai dapat mengakibatkan fraktur dislokasi sendi ankle, dislokasi lutut karena femur override terhadap tibia dan fibula, fraktur femur, dislokasi posterior dari femoral head dari asetabulum karena pelvis override femur. Bila roda depan sepeda motor bertabrakan dengan suatu objek dan berhenti maka kendaraan akan berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu depan. Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara mungkin membentur stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas melewati stang kemudi, maka tungkainya dapat terbentur dengan stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
Benturan lateral
Merupakan benturan pada bagian samping kendaraan yang mengakselerasi penumpang menjauhi titik benturan. Pengemudi yang ditabrak pada sisi pengemudi, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk trauma pada sisi kanan tubuhnya, termasuk fraktur iga kanan, trauma paru kanan, trauma hati, dan fraktur skeletal sebelah kanan, termasuk fraktur kompresi pelvis. Pada sepeda motor, benturan dari samping dapat terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai bawah.
Benturan dari belakang
Pada benturan ini, fraktur dari elemen posterior vertebra sevikalis dapat terjadi, seperti fraktur laminar, fraktur pedikel, fraktur spinous process, dan hal ini disebar ke seluruh vertebra servikal.
Benturan quater panel
Benturan quarter panel, dari depan maupun dari belakang, menyebabkan terjadinya beberapa jenis trauma tabrakan, benturan lateral maupun frontal atau benturan lateral dan benturan dari belakang.
Terbalik
Pada kendaraan yang terbalik, penumpangnya dapat mengenai/terbentur pada semua bagian dari kompartemen penumpang.
Ejeksi
Trauma yang diderita penumpang dapat lebih berat waktu terjadi ejeksi daripada waktu penderita membentur tanah. Kemungkinan trauma meningkat 300% kalau penumpang diejeksi keluar dari kendaraan.
Laying the bike down merupakan usaha yang dilakukan untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan objek yang akan ditabraknya, pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraanya ke samping, membiarkan kendaraan bergeser dan ia sendiri bergeser dibelakangnya. Bila jatuh dengan cara ini akan dapat terjadi trauma jaringan lunak yang parah (ATLS, 2004).
Patofisiologi
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera kepala, penyebab lain yang mungkin adalah jatuh, pemukulan, kecelakaan. Tiga mekanisme yang berperan pada trauma kepala ialah akselerasi, deselerasi, deformasi. Akselerasi yaitu jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau terlempar batu. Deselerasi yaitu jika kepala yang bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat kepala terbentur. Deformitas adalah perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan, atau pemotongan pada jaringan otak. Pada saat terjadi deselerasi, ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat benturan (kup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan (kontra kup). Cedera kepala dapat mengakibatkan gangguan atau kerusakan struktur misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosin tripospat dalam mitokondria, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala digolongkan menjadi dua proses yaitu cedera kepala otak primer dan sekunder. Cedera otak primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera primer misalnya adanya hipoksia, iskemia, perdarahan. Perdarahan serebral menimbulkan hematom, misalnya pada epidural hematom yaitu berkumpulnya darah antara lapisan periosteum tengkorak dengan duramater, sub dural hematom diakibatkan berkumpulnya darah pada ruang antara duramater dengan sub arachnoid dan intracerebral hematom adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral. Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi akibat dari gangguan pada autoregulasi. Ketika terjadi gangguan autoregulasi akan menimbulkan hipoperfusi jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak, karena otak sangat sensitif terhadap oksigen dan glukosa. Cedera kepala diakibatkan dari kekuatan yang ditransmisikan ke kranium. Cedera dapat mengakibatkan kerusakan pada tengkorak tanpa cedera otak, kerusakan otak tanpa kerusakan tengkorak, kerusakan tengkorak dan otak. Cedera kepala fatal terjadi lebih dari 30% kasus sebelum tiba di rumah sakit karena keseriusan cedera. Sebagian orang meninggal karena cedera kepala sekunder yang meliputi iskemia akibat hipoksia dan hipotensi, hemoragi sekunder, dan edema serebral (Nurachmah dan Sudarsono, 2000).
Trauma sumsum tulang belakang paling sering terjadi pada daerah torakal atau pada daerah batas torakal dan lumbal, lebih jarang pada daerah servikal ataupun daerah lumbal (Muttaqin, 2008). Cedera medula spinalis (spinal cord and back injury) adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang. Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang, medula spinalis. Sebagian besar trauma tulang belakang yang mengenai tulang tidak disertai kelainan pada medula spinalis (80%) dan hanya sebagian (20%) yang disertai kelainan pada medula spinalis. Trauma pada tulang belakang ini dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, jatuh, luka tusuk, luka tembak, kejatuhan benda keras. Mekanisme cedera pada motor vehicle accident atau kecelakaan lalu lintas umum melibatkan cedera daerah servikal akibat hiperekstensi dan hiperfleksi. Cedera medula spinalis dan tulang belakang seringkali mengalami cedera secara bersamaan. Kerusakan minor dari kolumna vertebralis umumnya tidak menyebabkan defisit neurologis. Cedera pada medula spinalis dan kolumna vertebralis dapat diklasifikasikan menjadi fraktur dislokasi, fraktur murni, dislokasi murni dengan perbandingan 3:1:1. Ketiga tipe tersebut terjadi melalui mekanisme yang serupa antara lain kompresi vertikal dengan anterofleksi (cedera fleksi) atau dengan retrofleksi (cedera hiperekstensi). Pada cedera fleksi, kepala tertunduk tajam ketika gaya diberikan. Kedua vertebra servika yang bersangkutan mengalami stres dan batas anteroinferior dari korpus vertebra yang berada di atas akan terdorong ke bawah (kadang terbelah menjadi dua). Fragmen posterior dari korpus vertebra yang mengalami fraktur akan terdorong ke belakang dan memberikan kompresi pada medula spinalis (tear drop fracture). Mekanisme cedera ini merupakan jenis yang paling sering pada daerah servikal dan umumnya melibatkan daerah C5/C6 (terjadi subluksasi/dislokasi). Seringkali terdapat robekan dari interspinous dan posterior longitudinal ligamen sehingga menyebabkan cedera ini tidak stabil. Cedera yang lebih ringan dari mekanisme fleksi hanya menyebabkan dislokasi. Cedera medulla spinalis terjadi akibat kompresi atau traksi dan menyebabkan adanya kerusakan langsung atau vaskular (Ropper, Samuels MA., 2009)
Mekanisme cedera lainnya akibat kecelakaan ialah cedera kompresi. Pada cedera dengan mekanisme ini, korpus vertebra mengalami pemendekkan dan mungkin terjadi wedge compresion fracture atau burst fracture dengan aspek posterior dari korpus masuk ke dalam kanal spinalis. Wedge fracture umumnya stabil karena ligamentum intak, namun apabila terdapat fragmen yang masuk ke dalam kanal spinalis dan biasanya terdapat kerusakan ligamen sehingga tergolong tidak stabil. Apabila terjadi kombinasi gaya rotasi, dapat terjadi tear drop fracture (digolongkan tidak stabil) (Kaye, AH. 2005).
Gambar kecelakaan yang memungkinkan menimbulkan trauma pada servikalis dengan mekanisme trauma fleksi dan rotasi ( Jefrrey et all,1999)
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia. Whiplash injury adalah nyeri leher setelah terjadi cedera pada jaringan lunak leher (terutama pada otot dan persendian leher). Cedera ini terjadi karena paksaan pergerakan pada leher yang melampaui batas. Cedera ini dikenal sebagai cedera hiperekstensi atau tegang otot leher. Hal ini dapat terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor, cedera pada olahraga, kepala tertimpa benda yang jatuh, cedera fisik misalnya mengguncang-guncangkan tubuh bayi, ketegangan kronis pada otot leher misalnya menjepit telepon pada leher. Gejala cedera ini meliputi sakit leher, bengkak pada leher, nyeri sepanjang punggung, tegang otot di sisi atau belakang leher, susah menggerakkan leher (Ropper, 2009).
WOC Cedera Tulang Belakang, Medula Spinalis dan Kepala
Trauma pada servikalis tipe ekstensiTrauma pada servikalis tipe fleksiFraktur, subluksasi, dislokasi, kompresi diskus, robeknya ligamentum, kompresi akar sarafCedera spinal tidak stabilCedera spinal stabilKompresi kordaResiko tinggi injuriSpasme ototFraktur kompresi bajiLigamen utuhNyeriSpasme ototHambatan mobilitasKompresi diskus dan kompresi akar sarafParalisis ekstremitas atasKecemasanPrognosis penyakitAktual/resiko pola napas tidak efektif, curah jantung menurunTindakan dekompresi dan stabilisasiFase asuhan perioperatifRespon psikologisKecelakaan lalu lintas atau motor vehicle accident
KecelakaanTulang belakang mengalami traumaCedera kolumna vertebralis, cedera medula spinalisKerusakan jalur sipatetik desendingKehilangan kontrol tonus vasomotor persarafan simpatis ke jantungReflek spinalKontriksi pembuluh darahResiko infark pada miokardAktivasi sistem saraf simpatisTerputus jaringan saraf medula spinalisParalisis dan paraplegiHambatan mobilitas fisikKelemahan fisik umumPenekanan jaringan setempatDekubitusRisiko kerusakan integritas jaringanKemampuan batuk menurun, kurang mobilitas fisikRisiko ketidakbersihan jalan napasDefisit perawatan diriAsupan nutrisi tidak adekuatKetidakseimbangan nutrisiDisfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensoriPerubahan persepsi sensorikKoping individu tidak efektifPerdarahan mikroskopikReaksi peradanganEdema pembengkakanPenekanan saraf dan pembuluh darahPenurunan perfusi jaringanReaksi anastetikIleus paralitik, gangguan fungsi rektum dan kandung kemihGangguan eliminasi urin dan alviSyok spinalRespon nyeri hebatNyeri akutBlok saraf parasimpatikKelumpuhan otot pernapasanIskemia dan hipoksemiaGangguan pola nafasHipoventilasiGagal nafasKematianKomaPenurunan tingkat kesadaranRisiko trauma (cedera)KecemasanPerubahan proses keluarga
Trauma pada servikalis tipe ekstensi
Trauma pada servikalis tipe fleksi
Fraktur, subluksasi, dislokasi, kompresi diskus, robeknya ligamentum, kompresi akar saraf
Cedera spinal tidak stabil
Cedera spinal stabil
Kompresi korda
Resiko tinggi injuri
Spasme otot
Fraktur kompresi baji
Ligamen utuh
Nyeri
Spasme otot
Hambatan mobilitas
Kompresi diskus dan kompresi akar saraf
Paralisis ekstremitas atas
Kecemasan
Prognosis penyakit
Aktual/resiko pola napas tidak efektif, curah jantung menurun
Tindakan dekompresi dan stabilisasi
Fase asuhan perioperatif
Respon psikologis
Kecelakaan lalu lintas atau motor vehicle accident
Kecelakaan
Tulang belakang mengalami trauma
Cedera kolumna vertebralis, cedera medula spinalis
Kerusakan jalur sipatetik desending
Kehilangan kontrol tonus vasomotor persarafan simpatis ke jantung
Reflek spinal
Kontriksi pembuluh darah
Resiko infark pada miokard
Aktivasi sistem saraf simpatis
Terputus jaringan saraf medula spinalis
Paralisis dan paraplegi
Hambatan mobilitas fisik
Kelemahan fisik umum
Penekanan jaringan setempat
Dekubitus
Risiko kerusakan integritas jaringan
Kemampuan batuk menurun, kurang mobilitas fisik
Risiko ketidakbersihan jalan napas
Defisit perawatan diri
Asupan nutrisi tidak adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi
Disfungsi persepsi spasial dan kehilangan sensori
Perubahan persepsi sensorik
Koping individu tidak efektif
Perdarahan mikroskopik
Reaksi peradangan
Edema pembengkakan
Penekanan saraf dan pembuluh darah
Penurunan perfusi jaringan
Reaksi anastetik
Ileus paralitik, gangguan fungsi rektum dan kandung kemih
Gangguan eliminasi urin dan alvi
Syok spinal
Respon nyeri hebat
Nyeri akut
Blok saraf parasimpatik
Kelumpuhan otot pernapasan
Iskemia dan hipoksemia
Gangguan pola nafas
Hipoventilasi
Gagal nafas
Kematian
Koma
Penurunan tingkat kesadaran
Risiko trauma (cedera)
Kecemasan
Perubahan proses keluarga
KecelakaanCidera KepalaDepresed skull facrtureFraktur tulang tengkorak linearFraktur basis craniiKecelakaan karena tembakan dan bomFrakturCidera kepala primerEpidural, subdural hematomaTidak membutuhkan penanganan khusus kecuali terjadi kerusakan otakCidera kepala sekunderGangguan sistemikHematoma traumatikSerebralHerniasi batang otakPeningkatan TIKHerniasiKesadaranMuntahNyeri kepalaAuto darah regulasi otak tergangguStimulasi hipotalamus pelepasan ACTH Rangsang-an hipofisisAfisia motorikPenghentian sekresi anti diuretikDiabetes insipidusRetensi Na & airSteroid adrenalAs. LambungGg. Komunikasi verbalKerusakan neuromuskular & penurunan kesadaranPenurunan reflek batukTidak mampu mengeluarkan muntahAkumulasi sisa muntahanMK. Ketidakefektifan bersihan jalan nafasPenurunan kemampuan menelanMK. Gangguan rasa nyamanPenurunan aliran darah otakHipoksia, peningkatan CO2Penurunan kesadaranMK. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebralMK. Gangguan keseimbangan cairanMual, muntah, perdarahan lambungKerusakan autoregulasi pernafasanMK. Ketidakefektifan pola nafas
Kecelakaan
Cidera Kepala
Depresed skull facrture
Fraktur tulang tengkorak linear
Fraktur basis cranii
Kecelakaan karena tembakan dan bom
Fraktur
Cidera kepala primer
Epidural, subdural hematoma
Tidak membutuhkan penanganan khusus kecuali terjadi kerusakan otak
Cidera kepala sekunder
Gangguan sistemik
Hematoma traumatik
Serebral
Herniasi batang otak
Peningkatan TIK
Herniasi
Kesadaran
Muntah
Nyeri kepala
Auto darah regulasi otak terganggu
Stimulasi hipotalamus pelepasan ACTH
Rangsang-an hipofisis
Afisia motorik
Penghentian sekresi anti diuretik
Diabetes insipidus
Retensi Na & air
Steroid adrenal
As. Lambung
Gg. Komunikasi verbal
Kerusakan neuromuskular & penurunan kesadaran
Penurunan reflek batuk
Tidak mampu mengeluarkan muntah
Akumulasi sisa muntahan
MK. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Penurunan kemampuan menelan
MK. Gangguan rasa nyaman
Penurunan aliran darah otak
Hipoksia, peningkatan CO2
Penurunan kesadaran
MK. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
MK. Gangguan keseimbangan cairan
Mual, muntah, perdarahan lambung
Kerusakan autoregulasi pernafasan
MK. Ketidakefektifan pola nafas
Pemeriksaan Diagnostik Multiple Vehicle Accident
Pemeriksaan diagnostik pada klien Multiple Vehicle Accident, tergantung deri cedera yang dialami klien. Menurut Satyanegara (2010), kecelakaan lalu lintas adalah penyebab tersering (49%) seseorang mengalami cedera kepala. Maka pemeriksaan diagnostiknya meliputi (Muttaqin 2008):
Pemeriksaan Sken Komputer Tomografi Otak (CT scan)
Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold standard) untuk kasus cedera kepala mengingat selain prosedur ini tidak invasive (sehingga aman), juga memiliki kehandalan yang tinggi. Dalamhal ini dapat diperoleh informasi yang lebih jelas tentangkondisi lokasi dan adanya perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda asing intracranial, serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.
Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun kerusakan otak yang kronis.
Angiografi serebral.
EEG berkala.
Foto rontgen, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
PET, mendeteksi perubahan aktivitas metabolic otak.
Pemeriksaan CFS, lumbal pungsi: dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial.
Skrining toksikologi, untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
Analisa Gas Darah (AGD), adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status respirasi yang dapat digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status asam basa.
Penatalaksanaan Multiple Vehicle Accident
Berikut tindakan kedaruratan pada klien korban multiple vehicle accident (Hidayat 2008):
Bebaskan jalan nafas (airway)
Memeriksa respon klien denagn menepuk-nepuk pundak pundak/ memanggil dengan suara keras.
Berteriak untuk meminta bantuan, jika penolong kedua tersedia, minta orang untuk meminta bantuan 118.
Telentangkan korban, topang kepala dan leher jika diperlukan (4-10 detik).
Tengadahkan/ ektensikan kepala atau dorong dagu. Angkat rahang, jika ada benda asing, ambil dengan jari.
Berikan dan bantu pernafasan (breathing)
Tempatkan telinga di atas mulut. Amati dada, lihat, dengar, dan rasakan adanya nafas (3-5) detik.
Jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
Rapatkan mulut ke mulut.
Berikan 2 kali napas secara perlahan, amati meningginya dada
Masing-masing napas dilakukan selama 1 sampai 1,5 detik.
Reposisi penderita dan coba beri napas bantuan.
Minta bantuan 118.
Lakukan 5 dorongan/ sentakan abdominal subdiafragmatik (maneuver Heimich).
Angkat rahang, bila ada benda asing ambil dengan jari.
Jika tidak berhasil, ulangi langkah di atas sampai berhasil.
Berikan sirkulasi (circulation)
Rasakan nadi karotis dengan satu tangan dan pertahankan kepala tengadah dengan tanagn kurang lebih 5-10 detik.
Tekan sedalam 2,5-3,75 cm 100 per menit.
2 kali napas setiap 30 kompresi.
Jumlah siklus adalah 5 kali (kira-kira 2 menit).
Rasakan denyut nadi karotis.
Jika nadi tidak teraba, ulangi RJP dimulai dengan kompresi, panggil 118.
Jika nadi ada tetapi napas tidak ada, ulangi pemberian napas buatan.
Pencegahan Multiple Vehicle Accident
Sebagian besar kecelakaan dapat dicegah. Pencegahan kecelakaan di jalan raya dapat dijalankan dengan meningkatkan keterampilan pengguna jalan, kedisiplinan, kendaraan yang layak jalan serta sarana jalan yang aman. Disamping itu penggunaan alat pelindung seperti pelindung kepala (helm) dan sabuk pengaman perlu menjadi kebiasaan sehari-hari yang tak tergantung pada pengawasan petugas (Djauzi 2009).
Selain hal diatas, apapun kendaraan yang dikemudikan, keamanan memang faktor paling penting. Berikut beberapa strategi keamanan dasar yang dapat menjauhkan dari bahaya ketika mengemudi di jalan raya (Polda metro jaya 2010):
Pertama dan yang paling penting adalah menemukan posisi mengemudi yang baik. Atur kursi sehingga anda dapat meletakkan pergelangan tangan di atas roda kemudi dengan tangan terentang. Anda mungkin perlu mengatur kemiringan sandaran kursi untuk menemukan posisi ideal yang benar-benar nyaman dan tidak melelahkan.
Atur sandaran kepala sehingga pas berada di belakang namun tidak menyentuh kepala anda. Pegang kemudi dengan kedua tangan sejajar pada posisi jarum jam angka sembilan (tangan kiri) dan angka tiga (tangan kanan), agar anda dapat memutar roda kemudi ke kiri atau kanan dengan cepat dan tepat.
Bila kurang nyaman, dapat memilih posisi jarum jam angka 10 dan 2. Jangan membiasakan meletakkan tangan pada bagian atas roda kemudi, terutama pada mobil-mobil baru, karena air bag dapat mematahkan tangan atau mendorongnya ke muka anda bila sampai terkembang.
Meskipun pemerintah belum memberlakukan peraturannya, biasakanlah untuk menggunakan sabuk pengaman (safety belt) sebelum menghidupkan mesin. Mintalah agar penumpang di kursi depan juga mengenakan sabuk pengaman. Sabuk ini telah terbukti berhasil menyelamatkan jiwa.
Ikuti arus lalu lintas. Atur kecepatan yang sama dengan kendaraan sekitar anda bila memungkinkan.
Perbedaan besar antara kecepatan anda dengan kendaraan lain dapat membahayakan.
Bersikaplah Mandiri. Jangan ikuti kumpulan kendaraan di jalan tol agar dapat menghindari tabrakan yang menimpa kendaraan lain.
Awasi lalu lintas. Lihatlah jauh ke depan dan perhatikan adanya masalah sebelum anda sampai di tempat itu.
Sering periksa kaca spion.
Antisipasi. Selalu Antisipasi keadaan darurat yang mungkin terjadi, dan rencanakan jalan keluarnya.
Jangan berdiam di jalur paling kanan. Jalur kanan adalah untuk mendahului, bukannya jalur cepat, apalagi bila kecepatan anda di bawah 80 km/jam. Inilah sebab mengapa banyak pengemudi yang nekad mendahului dari jalur paling kiri. Jadi jangan salahkan dulu mereka yang mungkin sedang terburu-buru namun ada pengemudi "keras kepala" yang tidak bersedia memberi jalan di jalur paling kanan.
Tetaplah di jalur sebelah kiri, kecuali bila akan mendahului. Jangan mencoba memblokir pengemudi yang ngebut. Biarkan pak Polisi yang melakukannya.
Beri tanda! Beri tanda bila anda akan pindah jalur, begitu pula bila akan membelok.
Tunggu sebelum membelok ke kanan. Bila anda berhenti di jalan yang ramai sambil menunggu untuk belok ke kanan, biarkan kemudi dalam posisi lurus sampai mendapat giliran. Bila anda menunggu dengan posisi kemudi ke arah kanan dan anda tertabrak dari belakang, mobil anda dapat terdorong ke arah kendaraan dari depan.
Bantu mereka untuk masuk tol. Bila anda berada di jalur kiri pada jalan tol yang lebar, anda dapat membantu kendaraan yang akan memasuki tol dari arah kiri secara aman dan mulus dengan berpindah jalur sebentar, tentu saja bila situasi memungkinkan.
Gunakan rem pada saat yang tepat. Kurangi kecepatan sebelum memasuki tikungan. Mengerem saat anda berada di tengah-tengah tikungan dapat mengurangi keseimbangan kendaraan. Begitu pula, turunkan gigi transmisi sebelum memasuki tikungan.
Coba dulu sistem anti-lock brake (ABS) kendaraan anda. Bila mobil anda dilengkapi ABS, anda mungkin dikejutkan dengan getaran dan suara aneh dari pedal rem ketika mendadak diinjak. Jangan tunggu sampai terjadi keadaan darurat. Pada saat hujan, carilah jalan yang licin dan benar-benar kosong atau pelataran parkir yang kosong dan injaklah rem sekuat-kuatnya sampai ABS bekerja, jadi anda tahu bagaimana rasanya. Anda juga dapat melakukan hal ini dengan sistem rem biasa untuk memeriksa apakah pengereman cukup seimbang dan tidak menarik ke satu sisi.
Jangan menggunakan ponsel ketika mengemudi. Penelitian menemukan bahwa penggunaan ponsel ketika mengemudi menaikkan risiko kecelakaan sampai empat kali lipat. Risikonya tidak berubah walaupun menggunakan hands-free.
Jagalah penglihatan malam hari anda. Jangan menatap lampu-lampu mobil dari arah berlawanan. Bila merasa terganggu, fokuskan pandangan pada bahu kiri jalan.
Usahakan cukup tidur. Jangan mengemudi bila anda mengantuk. Bila mata anda cenderung terpaku pada satu titik, ini adalah tanda bahaya. Segera hentikan kendaraan begitu anda menemukan tempat yang aman dan cobalah beristirahat selama beberapa menit.
Ambulance Service
Definisi
Kamus Webster mendefinsikan Ambulan sebagai sebuah Organisasi yang melakukan pertolongan pertama, dalam hal ini adalah berupa kendaraan yang dilengkapi dengan alat pertoogan pertama dan digunakan untuk mengangkut orang-orang yang terluka, kecelakaan atau sakit. Hospital 0 and M Services Report No 8 (1964) telah mendefinisikan ambulan sebagai; transportasi yang mencakup semua ambulans, sitting case cars, layanan mobil rumah sakit, kereta api maupun semua akomodasi yang disediakan oleh otoritas kesehatan setempat (Goel, 2012). Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Pasal 29). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ambulance service merupakan pelayanan akomodasi yang disediakan oleh rumah sakit atau otoritas pelayanan kesehatan untuk melakukan pertolongan pertama atau rujukan kepada klien.
Tujuan
Layanan ambulan merupakan penghubung rumah sakit dengan masyarakat. Pelayananan ambulance adalah bagian dari manajemen penatalaksanaan gawat darurat. Tindakan darurat harus dilakukan dari tempat kejadian sebagai langkah awal dikenal dengan BLS, dan ALS oleh tenaga yang terlatih dan professional. Adapun tujuan layanan ambulance adalah memberikan pertolongan awal serta memindahkan penderita gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan/rumah sakit yang memadai (Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes RI 1995:9)
Bentuk Pelayanan
Bentuk pelayanan yang diatur dalam Kepmenkes 143/Menkes-Kesos/SK/II/2001 berdasar jenis kendaraan adalah sebagai berikut:
Ambulans Transportasi
Merupakan layanan ambulans yang disediakan untuk pasien yang tidak memerlukan transportasi darurat. Pasien-pasien ini memerlukan transportasi ke atau dari fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, namun karena kebutuhan klinis tidak dapat menggunakan kendaraan pribadi atau umum (Ambulance.nsw.gov.au, 2016).
Ambulans Gawat darurat
Ambulans Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelaksana teknis dalam penanganan kegawatdaruratan, Kejadian Luar Biasa, Musibah Masal dan bencana sebagai garda terdepan dalam penanganan dibidang Kesehatan khususnya Pra rumah sakit (Agddinkes.jakarta.go.id, 2016).
Ambulans Rumah Sakit Lapangan
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan ambulans pelayanan medik.
Ambulans Pelayanan Medik Bergerak
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan
Digunakan sebagai ambulans transport.
Kereta Jenazah
Merupakan ambulans yang memberikan pelayanan pemulangan jenazah.
Ambulans Udara
Ambulans udara adalah layanan medis darurat yang menggunakan transportasi udara (pesawat, helikopter). Ambulans udara digunakan saat ambulans tradisional tidak dapat mencapai tempat kejadian dengan mudah atau cepat, atau jika pasien harus diangkut melalui jarak yang membuat transportasi udara menjadi transportasi yang paling praktis dan efisien (Definitions.uslegal.com, 2016).
Jenis Ambulance
Ambulans transport
Tujuan Penggunaan : Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/ tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan.
Petugas :
1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar) dan berkomunikasi
1 (satu) perawat dengan kemampuan PPGD (pertolongan pertama gawat darurat)
Peralatan :
Tabung oksigen dengan peralatannya
Alat penghisap cairan / lendir 12 Volt DC
Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa, dll)
Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya
Ambulans gawat darurat
Tujuan Penggunaan : Pertolongan penderita gawat darurat pra rumah sakit, pengangkutan penderita gawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ketempat tindakan definitif atau kerumah sakit, sebagai kendaraan transport rujukan.
Petugas :
1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
1 (satu) perawat berkemampuan PPGD
1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS (advanced trauma life support/advanced cardiac life support)
Peralatan :
Peralatan rescue :
Lemari obat dan peralatan
Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
Peta wilayah setempat
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemaries/ freezer, ataukotakpendingin
Medis :
Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
Peralatan medis PPGD
Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC
Peralatan monitor jantung dan nafas
Alat monitor dan diagnostik
Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
Minor surgery set
Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
Entonox atau gas anastesi
Kantung mayat
Sarung tangan disposable
Sepatu boot
Ambulans rumah sakit lapangan
TujuanPenggunaan :
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan ambulans pelayanan medik bergerak. Sehari-hari berfungsi sebagai ambulans gawat darurat.
Petugas :
1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
1 (satu) perawat berkemampuan PPGD atau BTLS/BCLS (basic trauma life support / basic cardiac life support)
1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
Peralatan :
Peralatan rescue :
Lemari obat dan peralatan
Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
Peta wilayah setempat dan detailnya
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemaries/ freezer, atau kotak pendingin
Medis :
Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
Peralatan medis PPGD
Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC
Peralatan monitor jantung dan nafas
Alat monitor dan diagnostik
Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
Minor surgery set
Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
Entonox atau gas anastesi
Kantung mayat
Sarung tangan disposable
Sepatu boot
Ambulans pelayanan medik bergerak
TujuanPenggunaan :
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan. Digunakan sebagai ambulans transport.
Petugas :
1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi Perawat berkemampuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan
Paramedis lain sesuai kebutuhan
Dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
Peralatan :
Peralatan rescue :
Peta wilayah setempat
Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
Lemaries/ freezer, atau kotak pendingin.
Medis :
Tabung oksigen dengan peralatan Peralatan medis PPGD
Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/ bayi
Suction pump manual dan listrik 12 V DC
Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
Sarung tangan disposable dan Sepatu boot
Tata Tertib Ambulance
Saat menuju ke tempet penderita boleh menghidupkan sirine dan lampu rotator. Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang dihidupkan.
Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku.
Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di jalan bebas hambatan.
Petugas membuat/mengisi laporan selama perjalanan yang disebut denan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu dan keadaan penderita setiap 15 menit.
Petugas memakai seragam ambulan dengan identitas yang jelas.
Pemeriksaan Ambulance
Cek kilometer awal sebelum kendaraan ambulan dipakai
Pada awal shift, cek bahan bakar (bensin/solar), oli, air accu, air radiator, air wiper, lampu mobil, sirine, pengeras suara, tekanan udara pada ban , AC, klakson, rem
Jumlah oksigen yang tersisaa dalam tabung
Peralatan perawatan pasien
Tandu dan semua peralatan berada pada tempatnya. Lakukan sapuan dengan menggunaan kain basah dan detergen secara menyeluruh di seluruh permukaan tandu.
Periksa sambungan radio komunikasi untuk mempermudah alur komunikasi
Cek secara berkala oli, filter, ban accu dan busi
Pada awal dan akhir shift bagian luar ambulan harus dibersihkan, hal ini untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada body mobil sehingga tidak mengganggu tanda-tanda pasif ambulan (lambing, tulisan, gambar dll) yang terpampang pada badan ambulan.
Untuk control infeksi, bagian dalam ambulan harus dijaga kebersihannya
Semua permukaan harus dibersihkan secara menyeluruh seminggu sekali termasuk dalam lemari.
Bagian dalam dibersihkan sesuai yang diperlukan di antara masa pngangkutan pasien.
Ganti sarung bantal setiap pengangkutan.
Pengoperasian Ambulance
Berikut adalah beberapa halyang mencakup peraturan pengoperasian ambulan:
Pengemudi ambulan harus memiliki lisensi mengemudi yang sah dan harus menyelesaikan program pelatihannya
Hak-hak khusus memperbolehkan pengemudi ambulan untuk tidak mematuhi peraturan ketika ambulan digunakan untuk respon emergency atau untuk transportasi pasien darurat. Ketika ambulan tidak dalam respon emergency, maka peraturan yang berlaku bagi setiap pengemudi kendaraan non-darurat, juga berlaku untuk ambulan.
Walaupun memiliki hak istimewa dalam kendaraan darurat, hal tersebut tidak menjadikan pengemudi ambulan kebal terhadap peraturan terutama jika mengemudikan ambulan dengan ceroboh atau tidak memperdulikan keselamatan orang lain.
Hak istimewa selama situasi darurat hanya berlaku jika pengemudi menggunakan alat-alat peringatan (warning devices) dengan tata cara yang diatur oleh peraturan.
Sebagian besar undang-undang memperbolehkan pengumudi kendaraan emergensi untuk;
Memarkir kendaraannya dimanpun, selama tidak merusak hak milik atau membahayakan nyawa orang lain.
Melewati lampu merah dan tanda berhenti. Beberapa Negara mengharuskan pengemudi ambulan untuk berhenti terlebih dahulu saat lampu merah, lalu melintas dengan hati-hati. Negara lain hanya menginstruksikan pengemudi untuk memperlambat lajukendaraan dan melintas dengan hati-hati.
Melewati batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan selama tidak membahayan nyawa dan hak milik orang lain.
Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului setelah member sinyal yang tepat, memastikan jalurnya aman, dan menghindari hal-hal yang membahayakan nyawa dan harta benda.
Mengabaikan peraturan yang mengatur arah jalur dan aturan berbelok kea rah tertentu, setelah member sinyal dan peringatan yang tepat.
Langkah sebelum transportasi pasien
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.Pada setiap alat transportasi minimal terdiri dari 2 orang para medik dan 1 pengemudi (bila memungkinkan ada 1 orang dokter). Prosedur untuk transport pasien antaralain yaitu :
Lakukan pemeriksaan menyeluruh.
Pastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakkan di atas usungan. Jika pasien tidak sadar maka dapat menggunakan alat bantu nafas.
Amankan posisi tandu di dalam ambulans.
Pastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama perjalanan ke rumah sakit.
Posisikan dan amankan pasien.
Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan.
Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman.
Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung.
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras sebelum ambulans dijalankan.
Melonggarkan pakaian yang ketat.
Periksa perbannya.
Periksa bidainya.
Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien
Naikkan barang-barang pribadi.
Tenangkan pasien.
Transportasi Pasien Kritis
Menurut Senapathi, Tjokorda dkk. (2015) transportasi pasien kritis memiliki risiko yang sangat tinggi sehingga diperlukan komunikasi yang baik pada perencanaan dan tenaga kesehatan yang sesuai. Sebelum diberangkatkan pasien harus distabilisasi terleih dahulu. Alasan untuk melakukan transport pada pasien adalah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tambahan, diagnostik atau terapeutik yang lebih canggih yang tidak tersedia. Pasien dalam keadaan kritis memiliki sedikit atau tidak memiliki cadangan fisiologis di dalam tubuhnya. Memindahkan pasien dapat menimbulkan masalah tersendiri serta dapat menimbulkan suatu perubahan fisiologis yang merugikan dan dapat mengancam keselamatan pasien saat transportasi. Sehingga pada saat melakukan transport pasien kritis harus dilakukan dengan persiapan yang matang dan perhatian yang seksama dan detail pada hal-hal yang harus diperhatikan. Pedoman yang sudah tersedia dan prinsip-prinsip utama dalam melakukan transport pasien kritis meliputi 5P:
Planning (Perencanaan)
Personnel (jumlah yang cukup disertai dengan kemampuan yang sudah terstandarisir dalam evakuasi pasien kritis).
Properties (alat yang dipakai dalam transportasi).
Procedures (alat yang dipakai mengukur kestabilan kedaan pasien sebelum dan saat diberangkatkan).
Passage (pilihan rute dan tekhnik transport).
Menurut Senapathi, Tjokorda dkk. (2015) transport pasien dalam keadaan kritis dibagi menjadi dua yaitu intramural (didalam lingkungan rumah sakit) dan ekstramural dibagi menjadi dua yaitu ekstramural primer (prehospital) transport pasien dari tempat kecelakaan menuju ke rumah sakit tujuan; ekstramural sekunder (interhospital) transport pasien antar rumah sakit atau international transport. Dalam melakukan transportasi pasien perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
Perencanaan
Komunikasi dan koordinasi yang baik diantara team evakuasi dan ambulans serta staf yang berada di rumah sakit adalah sangat penting. Komunikasi yang kurang dan penyebaran detail informasi yang terbatas menyebabkan staf spesialis mengalami kesulitan dalam mengendalikan keadaan kritis dari pasien secara adekuat. Saluran telepon dan faksimil yang baik akan mempermudah personel team evakuasi memperoleh advis dalam melakukan resusitasi serta evakuasi pasien di tempat kejadian.
Perencanaan dan persiapan meliputi:
Menentukan jenis transportasi (mobil, perahu, pesawat terbang)
Menentukan tenaga kesehatan dan persediaan yang mendampingi pasien
Menentukan peralatan dan persediaan obat yang diperlukan selama perjalanan baik kebutuhan rutin maupun darurat.
Menentukan kemungkinan penyulit
Menentukan pemantauan pasien selama transportasi
Personel
Setiap anggota team harus dapat melakukan diagnostik dan resusitasi. Anggota team yang direkomendasikan merupakan anggota yang memiliki sertifikat ATLS. Kemampuan setiap anggota untuk melakukan prosedur tindakan, komunikasi yang tepat dan benar akan berefek pada outcome pasien. Mabuk perjalanan (motion sickness), obstruksi tuba eustasius atau masalah sakit lainnya akan berefek pada pasien dan staf. Personel yang memiliki masalah mabuk perjalanan tidak boleh diikutsertakan.
Komunikasi
Pendekatan yang sistematik harus dilakukan untuk memastikan kecepatan dan ketepatan respon dari team apabila terdapat kasus pasien kritis yang harus segera dirujuk. Pengiriman team transport ketempa yang memerlukan pertolongan, merujuk pasien ketempat pelayanan medis yang lebih tinggi sebelumnya sudah harus melalui mekanisme pertimbangan medis klinis dari staf medis setempat. Team transport medis harus sudah berkomunikasi sebelumnya dengan rumah sakit tujuan, khususnya apabila ada suatu perubahan kondisi pasien saat perjalanan, prakiraan waktu tiba, manajemen pascatransport, pertimbangan jarak tempat rujukan atau pengalihan rujukan pasien ke pusat rujukan lain yang disesuaikan dengan sinyal dan jaringan penyedia layanan.
Alat-alat
Alat-alat resusitasi harus sudah lengkap dan siap pakai saat prosedur evakuasi dan transportasi dilaksanakan. Kemasan medis (medical pack) beratnya tidak lebih dari 40 kg. Stretcher untuk pasien dalam ambulans sudah tersedia. Alat-alat perlindungan diri yang cukup untuk staf, misalya sarung tangan steril dan gaun sekali pakai, alat proteksi mata, tempat untuk alat-alat tajam dan peralatan injeksi. Tabung oksigen yang siap pakai, suction pump, alat monitor jantung, napas dan tanda-tanda vital, peralatan resusitasi manual atau otomatis lengkap, obat-obatan gawat darurat dan cairan infus, alat-alat bidai termasuk neck collar, long/short spine board, serta radio komunikasi atau alat komunikasi lainnya.
Dokumentasi layanan ambulans
Setiap melakukan pelayanan ambulance, perawat IGD melakukan pencatatan pada buku kegiatan ambulance dan Form monitoring pasien dalam ambulance. Setelah selesai kegiatan buku diletakkan di IGD untuk pelaporan
Staf administrasi Instalasi Gawat Darurat merekap buku kegiatan setiap bulannya untuk dianalisa oleh Ka. Inst. Gawat Darurat dan dilaporkan ke Direksi melalui Manajer Pelayanan Medis.
Bagian Rumah Tangga membuat program dan jadwal pemeliharaan kendaraan serta buku catatan pemeliharaan kendaraan.
Evaluasi pelayanan ambulance dilakukan secara berkala setiap triwulan.
Pelayanan Ambulan BPJS
Pelayanan ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan yang disertai dengan upaya atau kegiatan untuk menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien.
Landasan hukum pelaksanaan layanan ambulan :
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 Pasal 20 :
Manfaat non medis meliputi Manfaat akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 Pasal 29
Pelayanan Ambulan merupakan pelayanan transportasi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya atau kegiatan menjaga kestabilan kondisi pasien untuk kepentingan keselamatan pasien. Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat darurat dari Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan tujuan penyelamatan nyawa pasien.
Sasaran pelayanan ambulans
Peserta BPJS Kesehatan yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan fasilitas pelayanan ambulan.
Ketentuan pelayanan ambulans
Pelayanan ambulan diberikan kepada peserta BPJS dalam kondisi tertentu berdasarkan rekomendasi medis dari dokter yang merawat.
Diberikan pada transportasi darat dan air bagi pasien dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Yang dimaksud dengan kondisi tertentu pada poin "2" di atas adalah :
Kondisi pasien sesuai indikasi medis berdasarkan rekomendasi medis dari dokter yang merawat.
Kondisi kelas perawatan sesuai hak peserta penuh dan pasien sudah dirawat paling sedikit selama 3 hari di kelas satu tingkat di atas haknya.
Pasien rujuk balik rawat inap yang masih memerlukan pelayanan rawat inap di faskes tujuan. Contoh : Pasien kanker rawat inap dengan terapi paliatif di RS tipe A dirujuk balik ke RS tipe di bawahnya untuk mendapatkan rawat inap paliatif (bukan rawat jalan).
Pelayanan ambulan hanya diberikan untuk rujukan antar Faskes :
Antar faskes tingkat pertama.
Dari faskes tingkat pertama ke faskes rujukan.
Antar faskes rujukan sekunder.
Dari faskes sekunder ke faskes tersier.
Antar faskes tersier.
Dan rujukan balik ke faskes dengan tipe di bawahnya.
Faskes perujuk adalah:
Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Faskes tingkat pertama atau Faskes rujukan tingkat lanjutan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan khusus untuk kasus gawat darurat yang keadaan gawat daruratnya telah teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
Faskes Penerima Rujukan adalah Faskes tingkat pertama atau faskes tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan
Penyelenggara Pelayanan Ambulan
BPJS Kesehatan melakukan kerjasama dengan fasilitas kesehatan dalam penyediaan ambulan baik fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.
Fasilitas Kesehatan dapat menggunakan ambulan milik sendiri atau membuat jejaring dengan pihak ketiga penyelenggara pelayanan ambulan. Pihak ketiga, antara lain:
Pemda atau Dinas Kesehatan Propinsi yang mempunyai ambulan.
Ambulan 118.
Yayasan penyedia layanan ambulan.
Kerjasama dengan pemberi pelayanan ambulan dilakukan melalui perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan Kantor Cabang dengan fasilitas kesehatan, bukan antara BPJS Kesehatan Kantor Cabang dengan pihak ketiga penyelenggara ambulan.
Penatalaksanan Pelayanan Ambulan
Pelayanan Ambulan hanya dijamin bila rujukan dilakukan pada faskes yang bekerjasama dengan BPJS kecuali untuk Faskes yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan yang mengevakuasi kasus gawat darurat yang sudah teratasi keadaan kegawatdaruratannya dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
Pelayanan Ambulan yang tidak dijamin adalah pelayanan yang tidak sesuai ketentuan di atas, termasuk:
Jemput pasien selain dari Faskes (rumah, jalan, lokasi lain)
Mengantar pasien ke selain Faskes
Rujukan parsial (antar jemput pasien atau spesimen dalam rangka mendapatkan pemeriksaan penunjang atau tindakan, yang merupakan rangkaian perawatan pasien di salah satu Faskes).
Ambulan/mobil jenazah
Pasien rujuk balik rawat jalan.
Penggantian biaya pelayanan ambulan sesuai dengan standar biaya ambulan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Dalam hal belum terdapat tarif dasar ambulans yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, maka tarif mengacu kepada tarif yang berlaku di Kabupaten/Kota yang kondisi geografisnya relatif sama dalam satu wilayah Provinsi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Nn.A (25 tahun) mengalami kecelekaan lalu lintas saat hendak berangkat kerja. Saat itu Nn.A mengendarai motor melewati lampu merah di perempatan dari arah selatan ke utara, tiba-tiba dari arah barat muncul tangki dengan kecepatan tinggi melaju dan belum sempat injak rem akhirnya menabrak motor Nn.A. Motor beserta pengendara terseret sejauh 10 meter. Kaki kanan Nn.A sempat ditindih oleh ban tangki. Banyak darah yang keluar dari kaki kanan dan tampak tulang femur terpisah dari fragmennya. Kondisi Nn.A tidak sadarkan diri ditempat kejadian. Nn.A kemudian langsung dibawa ke UGD rumah sakit terdekat. Kondisi Nn.A setibanya di rumah sakit didapatkan data RR : 30 x/menit, TD : 140/90 mmHg, N : 130 x/menit, suhu 37,5oCakral dingin dan basah, CRT 3 detik, pucat pada wajah, GCS 111, luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan punggung. Hasil pemeriksaan gas darah menunjukkanpH 7,10; BE -1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg, PaCO2 50 mmHg, pemeriksaan darah lengkap dihasilkan leukosit 7.000, trombosit 100.000, Hb 10, albumin 4, BUN 45 & Cr serum 3.
Pengkajian
Anamnesa
Identitas Klien
Nama : Nn.A
Umur : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa / suku : Indonesia / Jawa
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : lajang
Alamat : Jl. Anggrek, Surabaya
No. RM : 690415
Keluhan Utama
Klien tidak sadarkan diri dan terbaring lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
Nn.A mengalami kecelakaan lalu lintas saat akan menuju ke kantor tempat kerjanya dengan mengendarai motor. Nn.A ditabrak oleh tangki pembawa BBM. Motor beserta pengendara terseret sejauh 10 meter. Kaki kanan Nn.A sempat ditindih oleh ban tangki. Banyak darah yang keluar dari kaki kanan dan tampak tulang femur terpisah dari fragmennya. Kondisi Nn.A tidak sadarkan diri ditempat kejadian lalu segera dibawa ke UGD.
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit
Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah dari klien menderita hipertensi dan punya riwayat stroke ringan, sedangkan ibunya menderita diabetes tipe 2.
Pemeriksaan Fisik
Primary Survey
Airway
L = Look/Pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
L = Listen/Bernapas dengan cepat
F = Feel/ Aliran udara (hembusan) terasa lemah
Breathing
RR 30x/menit
Circulation
TD: 140/90, Suhu: 37,5,RR: 30 x/mnt, Nadi 130 x/mnt regular, CRT 3 detik, akral dingin dan basah, wajah pucat.
Disability
A (Allert) :Klien tidak sadar
Total Skor GCS dari klien adalah 3
E1 – tidak ada respon
M1 – Tidak ada respon
V1– Tidak ada respon
Exposure of extermitas
Luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan punggung. OF femur dextra.
Secondary survey
A : Klien tidak memiliki riwayat Alergi
M : Klien tidak mengkonsumsi obat-obatan
P : Klien tidak pernah menderita penyakit sebelumnya.
L :Sebelum kejadian, sempat sarapan bubur ayam dan tidak mengkonsumsi obat-obatan. Saat ini klien sedang menstruasi hari ke 4.
E : Klien akan berangkat ke kantor tempat kerjanya dan mengalami kecelakaan saat melewati lampu merah perempatan jalan.
Pemeriksaan Review of System (ROS)
B1 (breathing) : RR 30x/menit, tidak ada tanda sesak, pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
B2 (blood) : TD: 140/90, Suhu: 37,5, RR: 30 x/mnt, Nadi 130 x/mnt regular, CRT 3 detik, akral dingin dan basah, wajah pucat, klien menstruasi hari ke-4.
B3 (brain) : Penurunan kesadaran, GCS 3.
B4 (bladder) : Perut simetris, tidak ada jejas, warna urine kuning, keluaran urin sedikit 200cc/8 jam
B5 (bowel) : bising usus +, tidak ada benjolan, perabaan massa tidak ada, asites ( - ).
B6 (bone) : Luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan punggung OF femur dextra.
Pemeriksaan Laboratorium
BGA menunjukkan pH 7,10; BE -1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg, PaCO2 50 mmHg
Pemeriksaan darah lengkap dihasilkan leukosit 7.000, trombosit 100.000, Hb 10, albumin 4, BUN 45 & Cr serum 3.
Analisis Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS:-
DO:RR 30x/menit, tidak ada tanda sesak, pergerakan dada simetris, adanya penggunaan otot bantu pernafasan
BGA menunjukkan pH 7,10; BE -1; HCO3 22, PaO2 45 mmHg, PaCO2 50 mmHg
Perdarahan banyak
CO menurun
Suplai darah dan O2 ke otak menurun
Kerusakan sel otak
Depresi pusat pernapasan di batang otak
Pola napas tidak efektif
Ketidakefektifan pola napas
2.
DS:-
DO:Darah banyak keluar dari arteri femoralis, TD: 140/90, Suhu: 37,5, RR: 30 x/mnt, Nadi 130 x/mnt regular, CRT 3 detik, akral dingin dan basah, wajah pucat,keluaran urin sedikit 200cc/8 jam, Hb 4
Open fraktur tulang femur
Trauma jaringan disekitar
Kerusakan vaskuler (arteri femoralis)
Perdarahan banyak
Volume cairan dalam tubuh menurun
Defisit volume cairan
3.
DS:-
DO: penurunan kesadaran, GCS 3.
Pemeriksaan darah lengkap dihasilkan, Hb 10.
Perdarahan banyak
CO menurun
Suplai darah dan O2 ke otak menurun
Gangguan metabolisme
Produksi asam laktat meningkat
Edema serebral
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Gangguan perfusi jaringan serebral
4.
DS:-
DO: Tampak tulang femur terpisah dari fragmennya (OF femur dextra)
Kerusakan fragmen tulang
Pergeseran tulang
Deformitas
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik
Kerusakan mobilitas fisik
Kerusakan mobilitas fisik
5.
DS:-
DO:Luka lecet tersebar luas di muka, tangan, dan punggung, terdapat open fraktur femur dextra
Open fraktur tulang femur
Diskontinuitas jaringan
Port de entry kuman
Resiko Infeksi
Resiko infeksi
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas b/ddepresi pusat pernafasan
Defisit volume cairanb/dkehilangan volume cairan aktif (00027)
Gangguan perfusi jaringan serebralb/db/d edema cerebral
Hambatan mobilitas fisik b.d keterbatasan pergerakan fragmen tulang, respon nyeri/ ketidaknyamanan dan penurunan kekuatan/tahanan (00085)
Risiko Infeksi b.d luka/ kerusakan kulit (00004)
Rencana Keperawatan
Ketidakefektifan pola napas b/ddepresi pusat pernafasan
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien menunjukkan pola napas adekuat dengan kriteria hasil:
Respiratory status: ventilation (0403)
Ritme pernapasan: 5
RR: 5
Suara perkusi: 5
Volume tidal: 5
Penggunaan otot bantu nafas: 5
Pursed lip breathing: 5
Retraksi dada: 5
Vital sign status ()
Tanda-tanda vital dalam batas normal (RR 16-20x/menit, TD 100-139/60-89 mmHg, T 36,5-37,5 C, N 80-100x/menit
Respiratory monitoring (3350)
Monitor frekuensi, ritme, dan kedalaman nafas pasien
Catat pergerakan dada, keasimetrisan dada, penggunaan otot bantu nafas
Monitor saturasi oksigen
Pertahankan jalan napas paten
Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi yaitu semifowler450
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Kolaborasi pemberian oksigenasi simple mask
Monitor RR, status O2, dan vital sign
Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
Informasikan pada klien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola napas
Oxygen therapy (3320)
Jaga patensi jalan nafas
Set up oxygen equipment
Monitor aliran oksigen yang diberikan kepasien
Monitar BGA untuk melihat kefektifan terapi oksigen
Monitor adanya kecemasan klien terhadap oksigenasi
Defisit volume cairanb/dkehilangan volume cairan aktif (00027)
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kekurangan volume cairan teratasi dengan kriteria hasil :
Fluid Balance (0601)
BP: 5
HR: 5
Turgor kulit: 5
Kelembapan membarn mukosa: 5
24 jam intake dan output seimbang: 5
Serum elektrolit: 5
Hematocrit: 5
Fluid Management (4120)
Kolaborasi pemberian cairan iv
Pertahankan catatan intake output yang akurat
Kolaborasi pemasangan kateter urin
Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hct, osmolalitas urin, albumin, total protein)
Monitot vital sign setiap 15 menit-1 jam
Monitor status nutrisi
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
Kolaborasi tindakan transfusi darah
Persiapkan kondisi klien untuk transfusi seperti suhu klien harus pada batas normal.
Fluid monitoring(4130)
Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
Tentukan kemungkinan factor resiko dari ketidak seimbangan cairan (hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati)
Monitor berat badan
Monitor serum dan elektrolit urine
Monitor serum dan osmolaritas urine
Monitor BP, HR, RR
Monitor tekanan darah orthostatic dan perubahan irama jantung
Monitor parameter hemodinamik invasif
Catat secara akurat intake dan output
Monitor membrane mukosa dan turgor kulit, serta rasa haus
Monitor warna dan jumlah urin
Gangguan perfusi jaringan serebralb/dedema cerebral
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien menunjukan status sirkulasi dan perfusi jaringan serebral yang membaik dengan kriteria hasil:
Tissue perfusion: cerebral (0406)
Tekanan intrakranial (5)
Tekanan darah sistol dan diastol (5)
MAP (5)
Level kesadaran (5)
Sakit kepala dan kelelahan (5)
Gangguan refleks neurologi (5)
Monitoring tekanan intrakranium:
Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda penurunan perfusi serebral: gangguan mental, pingsan, reaksi pupil, penglihatan kabur, nyeri kepala, gerakan bola mata.
Hindari tindakan valsava manufer (suction lama, mengedan, batuk terus menerus).
Berikan oksigen sesuai instruksi dokter
Lakukan tindakan bedrest total
Minimalkan stimulasi dari luar.
Monitor Vital Sign serta tingkat kesadaran
Monitor tanda-tanda TIK
Batasi gerakan leher dan kepala
Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk meningkatkan volume intravaskuler Manitol dengan dosis 1 gram/kg BB bolus IV dan Furosemid dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV
Hemodynamic Regulation (4150)
Kaji status hemodinamik secara komprehensif
Kaji status cairan
Kaji CRT
Monitoring TTV secara berkala (4 jam sekali)
Periksa adanya edema perifer atau pitting edema
Monitoring tanda dan gejala gangguan perfusi jaringan perifer dengan mengecek JVP; kaji status perfusi
Auskultasi suara napas
Kerusakan mobilitas fisikb/dketerbatasan pergerakan fragmen tulang, respon nyeri/ ketidaknyamanan dan penurunan kekuatan/tahanan (00085)
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukan kemampuan menggerakkan ekstremitasnya tanpa terkendala dengan kriteria hasil:
Mobility (0208)
Berjalan : 2
Berpindah dengan mudah : 2
Pergerakan sendi : 3
Self care : ADLs (0300)
Toileting dan oral hygiene: 2
Berpindah posisi: 1
Mampu menggunakan alat bantu untuk mobilisasi (Walker): 1
Exercise Therapy: Ambulation (0221)
Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan pasien
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs pasien.
Berikan alat bantu jika klien memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
Exercise Therapy: Joint Mobility (0224)
Tentukan batasan gerakan
Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan dan menentukan program latihan
Tentukan level gerakan pasien
Jelaskan pada keluarga/pasien tujuan dan rencana latihan
Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama gerakan atau aktivitas
Lindungi pasien dari trauma selama latihan
Bantu pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk gerakan pasif atau aktif
Dorong ROM aktif
Instruksikan pada pasien atau keluarga tentang ROM pasif dan aktif
Bantu pasien untuk mengembangkan rencana latihan ROM aktif
Resiko infeksib/dluka/ kerusakan kulit (00004)
NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien terhindar dari risiko infeksi dengan kriteria hasil:
Risk Control: infection process (1924)
Dapat mengidentifikasi faktor risiko infeksi: 5
Mempertahankan kebersihan sekitar: 5
Mempraktikkan strategi kontrol risiko: 5
Mencari pelayanan pada petugas kesehatan terkait risiko yang dirasakan: 5
Knowledge: Infection management (1842)
Mengetahui pentingnya kepatuhan dalam regimen pengobatan: 4
Mengetahui tanda dan gejala infeksi: 3
Menjaga kebersihan tangan: 5
Mempraktikkan cara pengurangan transmisi mikroorganisme: 4
Infection Control (6540)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai oleh pasien lain.
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saatberkunjung dan setelahberkunjungmeninggalkanpasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan perawatan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Dorong masukkan nutrisi yang cukup.
Infection protection (6550)
Pantau tanda tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Lakukan tindakan pencegahan neutropenia
Isolasi semua pengunjung untuk penyakit menular
Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko
Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka
Pantau perubahan tingkat energi atau malaise
BAB 4
PENUTUP
Kesimpulan
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka, atau kematian. Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan Jalan (Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain. Tindakan kedaruratan yang dapat dilakukan ketika terjadi kecelakaan yaitu melakukan pengecekan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Selain melakukan ABC hal penting lainnya yaitumengevakuasi korban ke rumah sakit terdekat untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
Saran
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih terampil ketika menemukan pasien yang mengalami kecelakaan dan dapat melakukan pertolongan segera. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA
Agddinkes.jakarta.go.id. (2016). AMBULANS GAWAT DARURAT - Dinas Kesehatan DKI Jakarta (AGDDINKES). [online] Available at: http://agddinkes.jakarta.go.id/news-read/29/standar-fisik-perlengkapan-ambulans-gawat-darurat-medik [Accessed 1 Apr. 2016].
Ambulance.nsw.gov.au. (2016). Patient Transport Service - New South Wales Ambulance. [online] Available at: http://www.ambulance.nsw.gov.au/about-us/Patient-Transport-Service.html [Accessed 1 Apr. 2016].
Baughman, Diane C & JoAnn C. Hackley. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Calisi, Hakim Anthony P. Auto Accident Claims Information, Case Types, and Injury Compensation. http://www.injuryclaimcoach.com/auto-accident-claim.html diakses pada 31 Maret 2016 pukul 09.22 WIB
Carpenito, Lynda J., Moyet. (2013). BukuSaku Diagnosis Keperawatan. Ed. 13. Jakarta: EGC
Definitions.uslegal.com. (2016). Air Ambulance Law & Legal Definition. [online] Available at: http://definitions.uslegal.com/a/air-ambulance%20/ [Accessed 1 Apr. 2016].
Djauzi, Samsuridjal. 2009. Raih Kembali Kesehatan: Mencegah Berbagai Penyakit Hidup Sehat untuk Keluarga. Jakarta: Kompas.
Domili, Irnawansih dkk. 2013. Transport Pasien. (online), http://makalahtransportpasien0928.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 01 April 2016 pukul 18.30 WIB.
Hadiyanto, Yanwar. 2013. Health First Vol 22. Jakarta: PT Mesa Publishing.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.Goel, S. (2014). Textbook of Hospital Administration. Elsevier Health Sciences APAC
Idries, A. M. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi I. Jakarta: Binarupa Aksara
Kaye AH. 2005. Spinal Injuries. Essential Neurosurgery 3rd edition. Victoria, Blackwell
Kementrian Perhubungan RI Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Keselamatan Transportasi Darat. 2013. Petunjuk Teknis Pemilihan Awak Kendaraan Umum Teladan Tingkat Nasional 2013 diunduh di https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjKk4v38OnLAhWDCI4KHa1ADaIQFggcMAA&url=http%3A%2F%2Fhubdat.dephub.go.id%2Fspesialkonten%2Fdokumen-publikasi%2Fumum%2F1458-petunjuk-teknis-pemilihan-awak kendaraan-umum-teladan-tingkat-nasional-tahun 2013%2Fdownload&usg=AFQjCNE87D531lZylQulaHIqwb0u2fMekw&sig2=AcAONiJFu9RhFGAz954k3A
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. (2014). Nursing Diagnosis: definitions and Classification 2015-2017. Tenth Edition. NANDA International
Nurachmah, Elly., Sudarsono, Ratna. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Primary Trauma Care. (online), http://www.primarytraumacare.org/wp content/uploads/2011/09/PTC_INDO.pdf. Diakses pada 01 April 2016 pukul 19.00 WIB.
Ropper AH, et al. 2009. Craniocerebral trauma. Adams and Victor's Principles of Neurology 9th edition. New York: McGraw-Hill Companies
Ropper AH, Samuels MA. 2009. Diseases of the Spinal Cord 9th edition. Adams and Victor's Principles of Neurology. New York: McGraw-Hill
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Sarah Edisi IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Senapathi, Tjokorda dkk.2015. Medical Evacuation (Medivac). (online), http://fk.unud.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/Medical-Evacuation-2015.pdf. Diakses tanggal 01 April 2016 pukul 17.30 WIB
Sheerin F. 2005. Spinal Cord Injury : Causation and Pathophysiology. Emerg Nurse Publishing
Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
WHO, 1984, Road traffic accidents in developing countries: report of a WHO meeting, World Health Organization (WHO), Geneva, Switzerland.
WHO, 2007.World Report on Road Traffic Injury Prevention.Peden et al, World Health Organization, Geneva, Switzerland