ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN TRAUMA TRAUMA MATA MAKALAH KEPERAWATAN DEWASA 1 ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MATA
DISUSUN OLEH : 1. AMIR SYARIFUDIN 2. AHMAD ABU BASIL, DKK
KEPERAWATAN S1 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2011 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Mata merupakan salah satu indra dari pancaindra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih-lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Walaupun mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang mainan dan sebagainya. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Trauma pad a mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. 2
Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Trauma oculi dapat dibedakan atas trauma tumpul, trauma akibat benda tajam/trauma tembus, ataukah trauma fisis. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun nonireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola 2
mata.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis oftamologi yang dilakukan secara teliti untuk mengetahui penyebab, jenis trauma yang terjadi, serta kelainan yang disebabkan yang akan menuntun kita ke arah diagnosis dan penentuan langkah selanjutnya. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang, seperti: slit lamp, oftalmoskopi direk maun indirek, tes fluoresensi, tonometri, USG, maupun CT-scan. Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun jenis trauma itu sendiri
BAB II LANDASAN TEORI 1. Definisi Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata. Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia basa dengan pH>7 Trauma mata dibagi menjadi beberapa macam yaitu A. Fisik atau Mekanik a) Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock, membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel. b) Trauma Tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, bahkan peralatan pertukangan. c) Trauma Peluru, merupakan kombinasi antara trauma tumpul dan trauma tajam, terkadang peluru masih tertinggal didalam bola mata. Misalnya peluru senapan angin, dan peluru karet. B. Khemis a) Trauma Khemis basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem (perekat). b) cuka, bahan asam-asam dilaboratorium, gas airmata. C. Fisis a) Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari. b) Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi 2. Epidemologi Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. 3. Etiologi Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta be rat dan ringannya trauma : A. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya benda asing didalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda
beracun contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca. Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman. B. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan menetap. C. Trauma Khemis asam umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada trauma khemis basa. Mata nampak merah, bengkak, keluar airmata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, tetapi trauma basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata/ kornea secara perlahan-lahan. D. Trauma Mekanik a.
Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel.
b. Reaksi Pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema. c.
Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan sebagainya.
4. Tanda dan Gejala a.
Tajam penglihatan yang menurun
b. Tekanan bola mata rndah c.
Bilikmata dangkal
d. Bentuk dan letak pupil berubah e.
Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
f.
Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan ka ca atau retina
g. Kunjungtiva kemotis 5. Patofisiologi Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai : a.
Palpebra Mengenai
sebagian
atau
seluruhnya
jika
mengenai
levator
apaneurosis
dapat
menyebabkan suatu ptosis yang permanent b. Saluran Lakrimalis Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata. c.
Congjungtiva Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub konjungtiva
d. Sklera Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury. e.
Kornea Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus
f.
Lensa Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tisak adekuat.
g. Iris Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisis. h. Pupil Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis i.
Retina Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca bisa juga teri oblaina retina.
6. Pathway
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG a.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina. b. Pemeriksaan “Computed Tomography” (CT) Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat “scanning” dari organ tersebut. c. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal 12-25 mmHg). Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler, papiledema, retina hemoragi. d. Pemeriksaan Laboratorium, seperti :. SDP, leukosit , kemungkinan ad anya infeksi sekunder. e.
Pemeriksaan kultur. Untuk mengetahui jenis kumannya.
f.
Kalau perlu pemeriksaan tonometri Schiotz, perimetri, gonioskopi, dan tonografi, maupun funduskopi (Ilyas, S., 2000)
8. MANIFESTASI KLINIS A. Hematoma palpebra Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii. Penanganan: Kompres dingin 3 kali sehari. B. Ruptura kornea Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris, merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera. C. Ruptura membran descement Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali. Penanganan: Pemberian obat-obatan yang membantu menghentikan perdarahan dan tetes mata kortisol D. Hifema Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini merupakan suatu keadaan yang serius. Pembagian hifema: a.
Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c.
Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler. Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
E. Iridoparese-iridoplegia Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis. Penanganan: Berikan pilokarpin, apabila dengan pemberian yang sampai berbulan-bulan tetap midriasis maka telah terjadi iridoplegia yang iriversibel. F. Iridodialisis Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di sebut dengan pseudopupil. Penanganan: Bila tidak ada keluhan tidak perlu di lakukan apa-apa, tetapi jika ada maka perlu adanya operasi untuk memfixasi iris yang lepas. G. Irideremia Ialah keadaan di mana iris lepas secara keseluruhan. Penanganan secara konservatif adalah dengan memberikan kacamata untuk mengurangi silau. H. Subluksasio lentis- luksasio lentis Luksasio lentis yang terjadi bisa ke depan atau ke belakang. Jika ke depan akan menimbulkan glaukoma dan jika ke belakang akan menimbulkan afakia. Bila terjadi gaukoma maka perlu operasi untuk ekstraksi lensa dan jika terjadi afakia pen gobatan di lakukan secara konservatif. I.
Hemoragia pada korpus vitreum Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, kare na bnayak terdapat eritrosit pada korpus siliare, visus akan sangat menurun.
J.
Glaukoma Di sebabkan oleh kare na robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour. Penanganan di lakukan secara operatif.
K. Ruptura sclera Menimbulkan penurunan teknan intra okuler. Perlu adanya tindakan operatif segera. L. Ruptura retina Menyebabkan timbulnya ablasio retina sehingga menyebabkan kebutaan, harus di lakukan operasi.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN I.
Pengkajian
a. Identitas 1. Pasien / Klien
Nama
: Ny Siti
Umur
: 45 tahun
jenis kelamin
: perempuan
TB,
: 160 cm
BB,
: 54 kg
Alamat
: Batur rt 2 rw 3 Banjarnegara
status perkawinan
: kawin
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
2. Penanggung jawab
Nama
: Tn Mino
Umur
: 50
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Batur rt 2 rw 3 Banjarnegara
Status perkawinan
: kawin
Agama
: islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Tani
Hub. dengan klien
:.Suami
b. Riwayat Penyakit 1. Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Pasien datang dengan keluhan Nyeri pada kedua matanya 2. Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri pada kedua matanya, Kemudian suami klien member obat tetes tetapi tidak ada efeknya juga. Sehingga suami klien
memutuskan untuk membawa klien kerumah sakit pada tanggal 4 mei 2011 jam 11.00 WIB melalui IGD. 3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit tersebut 4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien c.
Pengkajian Fungsional
1. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien langsung pergi berobat ke pukesmas 2. Pola nutrisi dan metabolic Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas /hari tetapi selama sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan syarat bebas lemak/kolesterol dan Minum : 5-7 gelas /hari 3. Pola eliminasi Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada perubahan yaitu Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada keluhan terkait dengan pola eliminasi 4. Pola istirahat dan tidur Sebelum sakit klien Tidur jam 21.00-05.00 WIB Lama tidur 8 jam, siang hari 2 jam dan Selama sakit klien Tidur jam 23.00-03.00 WIB Lama tidur hanya 4 jam, siang hari 1 jam.
5. Pola aktivitas latihan Kemampuan perawatan diri Makan/minum Mandi Toileting Berpakaian Mobilitas di tempat tidur Berpindah ROM 0
= mandiri
1
= alat bantu
2
= dibantu orang lain
0
1
2
3
4
3
= dibantu orang lain dan alat
4
= tergantung total
6. Persepsi sensorik / perceptual Klien mengatakan penglihatannya berkurang karena nyeri pada mata, pendengaran baik 7. Pola konsep diri Pasien mengatakan meras sedih karena tidak dapat melakukan aktivitas seperti biasa, 8. Pola seksual-reproduksi Pasien mengatakan mempunyai 3 orang anak dan selama berkeluarga tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi 9. Pola hubungan dan peran hubungan dengan anak-anaknya, suami dan dengan pasien lain serta perawat lain baik 10. Pola koping dan stress Pasien selalu terbuka atas segala masalah pasrah kepada petugas kesehatan dan juga menyerahkan kesembuhannya pada tuhan YME 11. Pola nilai dan keyakinan Klien sering mengikuti pengajian di musola di tempat tinggalnya dan juga setiap sholat kadangkadang membaca al quran, sekarang hanya bisa berdoa dengan tiduran di tempat tidur d. Pemeriksaan Fisik (Head to toe)
Bentuk kepala
: mesosopal
Rambut
: hitam, tidak berketombe, sedikit beruban
Mata
: konjungtiva, sclera putih, dan tidak anemis
Hidung
: tidak ada polip, bersih
Mulut
: mukosa kering dan pecah-pecah, tidak berbau, dan tidak
Caries
e.
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
Dada
: sebelah kiri terjadi pembesaran, dan tidak ada kelainan
Abdomen
: terdapat asites, nyeri abdomen
Ekstremitas
: terpasang kateter, tidak ada udem
Anus
: bersih, tidak ada haemorhoid
Tanda-tanda Vital
:T
: 110/70 MMhG
N
: 75x/MENIT
RR
: 20x/MENIT
S
: 37ºC
Data Penunjang Lain
1. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan
akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk retina.
2. Luas lapang pandang: mengalami penurunan akibat dari tumor/ massa, trauma, arteri cerebral
yang patologis atau karena adanya kerusakan jaringan pembuluh darah akibat trauma. 3. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata (normal
12-25 mmHg). 4. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi. f.
Program Terapi
1. Terapi farmakologi 2. Terapi invasif g. Data Fokus
TGL/JAM
DATA FOKUS
5 mei 2011
S : Klien mengatakan matanya sakit
jam 09.00 WIB
O : klien terlihat menahan sakit dan menutupi matanya dengan telapak tangan S : klien mengatakan pusing pada bagian dalam mata O : klien terlihat mengeluarkan air mata saat nyeri dating S : klien mengatakan pandangannya kabur atau tidak jelas pada jarak tertentu O : klien tidak merespon gerakan lawan bicara S : klien mengatakan pendidikannya hanya smpai sekoah dasar O : klien terlihat bingung atau tidak paham atas informasi yang di berikan
H. analisa Data tgl dan jam 5 mei 2011 Jam
data
etiologi
problem
S : Klien mengatakan imflamasi pada kornea atau Nyeri akut
09.00 matanya
peningkatan
sakit
intraokular.
WIB O
:
klien
terlihat
menahan sakit dan matanya
menutupi
tekanan
dg telapak tangan S : klien mengatakan peningkatan pusing
kerentanan Risiko tinggi
sekunder terhadap interupsi infeksi
pada bagian dalam permukaan tubuh. mata O
:
klien
terlihat
mengeluarkan air mata saat nyeri dating S : klien mengatakan
gangguan
pandangannya sensori kabur atau
penerimaan Gangguan /
status
organ Sensori
indera. Lingkungan secara Perseptual
tidak jelas pada
terapetik dibatasi.
jarak tertentu O
:
klien
merespon
tidak gerakan
lawan bicara S : klien mengatakan pendidikannya
keterbatasan informasi.
Kurangnya pengetahuan
hanya smpai sekoah dasar O
:
klien
terlihat
bingung atau tidak paham atas informasi yang diberikan II. DIAGNOSA KEPERAWATAN (sesuai prioritas)
1. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan intraokular. 2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan sekunder terhadap interupsi permukaan tubuh.
3. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi. 4. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan informasi.
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
Diagnose
Tujuan
Intervensi
Rasional
DX 1
Nyeri
akut Nyeri berkurang atau
berhubungan
hilang. Kriteria
dengan
Lakukan
tindakan
Tindakan penghila
penghilangan nyeri yang non yang hasil :
non
Klien invasif dan non farmakologi, nonfarmakologi
imflamasi pada akan :
seperti berikut
kornea
Posisi : Tinggikan bagian memperoleh
atau
inv
Melaporkan penurunan progresif
memungkinkan
kli rasa
peningkatan
nyeri
dan kepala tempat tidur, berubah- terhadap nyeri.
tekanan
penghilangan
intraokular.
setelah intervensi.
punggung dan pada sisi yang mempunyai pengeta
Klien tidak gelisah.
tidak sakit.
nyeri ubah antara berbaring pada
2.
Distraksi
dan
3.
Latihan
nyeri yang efektif.
Bantu
tindakan
klien
penghilangan
dalam tindakan
nyeri
yang
farmakologi diperlu memberikan
Berikan
dukungan
tindakan penghilangan nyeri analgesik
yang
pe
nyeri yang efektif. Tanda
efektif.
dengan
pe
Untuk beberapa kl
mengidentifikasi
k
mendalam tentang
relaksasi
Klien
ini
me
peningkatan intraokular
atau
lain.
diresepkan. 2
Risiko
tinggi Tidak terjadi infeksi.
infeksi berhubungan dengan
Kriteria
hasil :
Menunjukkan
penyembuhan
kerentanan
gejala infeksi.
sekunder
tanpa
Nilai
Nutrisi
da
yang optimal me 1.
peningkatan
penyembuhan
Klien luka:
akan :
Tingkatkan
Berikan
dorongan
kesehatan secara ke untuk yang
me
mengikuti diet yang penyembuhan seimbang dan asupan pembedahan. cairan yang adekuat.
pelindung mata me penyembuhan
terhadap
Labotratorium : SDP
2.
interupsi
normal, kultur negatif.
klien
Instruksikan untuk
tetap menurunkan kekuat
permukaan
menutup mata sampai
tubuh.
diberitahukan
Tehnik
untuk meminimalkan
dilepas.
mikroorganisme tehnik mengurangi risiko i
Gunakan
aseptik
untuk
meneteskan
tetes mata : Cuci
Drainase
memerlukan evalu sebelum dan kemungkinan penanganan farmak
tangan
memulai. 1.
Pegang
alat
Mengurangi
penetes agak jauh dari radang, dengan st mata.
menghalangi
2.
bakteri, dengan anti
Ketika
meneteskan,
hindari
kontak antara mata, tetesan
dan
alat
penetes.
Beritahu
dokter
tentang semua drainase yang terlihat mencurigakan.
dokter
Kolaborasi dengan
dengan pemberian
antibiotika dan steroid.. 3
Gangguan
Hasil yang diharapkan /
Sensori
kriteria
Perseptual
:
ketajaman
Dengan
dan – penglihatan, catat apakah satu ketajaman atau kedua mata terlibat. penglihatan dapat
evaluasi
pasien akan :
Penglihatanb/d gangguan
Tentukan
Orientasikan pasien terhadap langkah intervensi Meningkatkan
lingkungan, staf, orang lain di
Pendekatan
pasie
ketajaman penglihatan areanya. dapat mendorong ke sensori / status dalam batas situasi Observasi tanda – tanda dan Tetes mata yang tid organ indera. individu. gejala-gejala disorientasi: resep dokter dapat Mengenal gangguan Lingkungan pertahankan pagar tempat kabur dan iritasi mat
penerimaan
secara terapetik sensori berkompensasi dibatasi.
dan tidur
Pendekatan dari sisi yang tak
/ dioperasi, memperbaiki potensial menyentuh bahaya
benar-benar
sembuh dari anestasia.
terhadap perubahan. Mengidentifikasi
sampai
bicara sering,
dan dorong
dalam orang tedekat tinggal dengan
lingkungan. 4
pasien.
Kurangnya
Pasien
dan
keluarga
Jelaskan
pengetahuan
memiliki pengetahuan keadaan
(perawatan)
yang memadai tentang perawatan
berhubungan
perawatan.
kembali
tentang
pasien,
rencana kabur dan iritasi mat
dan
tindakan
yang
prosedur akan
Mengurangi stress, Mengurangi
di mengurangi resiko
dengan
lakukan.
keterbatasan
Jelaskan pada pasien agar
informasi.
tidak menggunakan obat tetes
pada mata
mata secara senbarangan. Anjurkan pada pasien gara tidak
membaca
terlebih
dahulu, “mengedan”, “buang ingus”, bersin atau merokok. Anjurkan pasien untuk tidur dengan
meunggunakan
punggung,
mengtur cahaya
lampu tidur. Observasi kemampuan pasien dalam
melakukan
tindakan
sesuai
dengan
anjuran
petugas. IV. IMPLEMENTASI No
Tanggal
DX
dan Jam
1
implementasi
Respon Pasien
Mengkaji
08.00
penghilangan non
tindakan
invasif
nyeri
yang
dan
non
farmakologi,
Klien dapat mengontrol rasa nyeri Myeri bagian mata
Menanyakan
ketidak
nyamanan 2
Paraf Perawat
5/05/11
5/05/11
Mengkaji
08.30
cairan
nutrisi
yang
masuk
dan
Nutrisi dan cairan ke
ke
dalam tubuh berkurang
dalam tubuh
karena nyeri pada mata Klien mengatakan lebih
Menggunakan
teknik
nyaman
ras
aseptic untuk meneteskan tetes mata 3
5/05/11
Mengkaji
ketajaman
09.00
penglihatan klien
kabur
Mengkaji
Lingkungnnya berdebu
lingkungan
Penglihatan klien masih
tinggal klien 4
5/05/11
Menjelaskan
10.00
pasien
keadaan
Menganjurkan agar klien
Klien
tidak
obat tetes resep dari
menggunakan
obat
tetes sembarangan 1
Klien merasa cemas
6/05/11
Mengidentifikasi
08.00
penghilangan
menggunakan
dokter tindakan
nyeri
yang
Menggunakan
terapi
farmakologi rasa nyeri
efektif
klien berkurang
Melatih relaksasi
Klien mengikuti dengan menahan nyeri
2
08.40
Menganjurkan klien untuk
Klien
mmakai penutup mata
yang diberikan perawat
Menginstruksikan
klien
untuk tetap menutup mata sampai
memakai
kain
Klien merasa nyaman saat menutup mata
diberitahukan
untuk dilepas. 3
09.00
Bila perlu berikan penkes
Klien
menyadari
tentang kesehatannya 4
09.30
Menganjurkan pasien agar
Mata merasa nyeri
tidak membaca dulu 1
7/05/11
Memberikan
08.00
tindakan
dukungan penghilangan
nyeri dengan analgesic yang
Nyeri setelah
berkurang makan
obat
analgesik
diresepkan 2
08.30
Memegang
alat
penetes
mata agak jauh dari mata
Klien
berhati-hati
menggunakan mata
tetes
3 4
09.00 09.30
Mengobservasi tanda dan
Ketajaman mata kabur
gejala
dan iritasi
Mengobservasi
Klien dapat melakukan
kemampuan
klien
dalam
kegiatan yang ringan
melakukan tidakan V. Evaluasi
Tanggal Diagnose
SOAP Perkembangan
Paraf
dan jam 7/05/11
Nyeri akut berhubungan dengan S
13.30
imflamasi
pada
kornea
:
klien
mengatakan
atau penglihatan rabun karena nyeri
peningkatan tekanan intraokular.
mata O : tingkatan nyeri 5 A : Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi pada kornea atau
peningkatan
tekanan
intraocular belum teratasi P : berikan terapi farmakologi secara rutin, lanjutkan intervensi 7/05/11
Risiko tinggi infeksi berhubungan S : klien ditetesi obat mata resep
13.30
dengan sekunder
peningkatan terhadap
permukaan tubuh.
kerentanan dari dokter interupsi O : Klien sebelumnya ditetesi obat
mata
sembarangan
menyebabkan iritasi A
:
Risiko
tinggi
infeksi
berhubungan
dengan
peningkatan sekunder
kerentanan
terhadap
interupsi
permukaan tubuh belum teratasi P : berikan tetes obat sesuai resep
dokter,
lanjutkan
intervensi 7/05/11
Gangguan Sensori Perseptual : S
13.30
Penglihatan b/d
:
klien
lebih
menjaga
gangguan kebersihan lingkungan
penerimaan sensori / status organ O : lingungan klien sebelumnya indera.
Lingkungan
secara kotor,
penuh
debu
dan
terapetik dibatasi.
ketajaman
penglihatan
masih
rabun A
:
Gangguan
Perseptual
:
Sensori
Penglihatan b/d
gangguan penerimaan sensori / status
organ
indera
belum
teratasi P : melatih ketajaman mata, lanjutkan intervensi 7/05/11
Kurangnya
pengetahuan S : klien membaca dengan
13.30
(perawatan) berhubungan dengan duduk keterbatasan informasi
O : sebelumnya klien membaca dengan
tiduran
dan
mata
menjadi merah A
: pengetahuan (perawatan)
berhubungan
dengan
keterbatasan informasi teratasi P : pertahankan intervensi
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan . Ed. 2. Jakarta : EGC Doengoes, Marylin E., 1989, Nur sin g Care Plans , USA Philadelphia: F.A Davis Company. Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media. Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata . Jakarta : FKUI Jakarta. Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata . Jakarta : FKUI Jakarta http:///www.rusdi .blogspot.com