Asuhan Keperawatan Fraktur Basis Cranial
DEFINISI
Trauma kepala atau Head trauma digambarkan sebagai trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial, atau vokasional Fritzell et al, 2001)
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer,2000)
EPIDEMOLOGI
Beberapa faktor yang menjadi resiko dari cidera kepala antara lain anak-anak yang berada dalam rentang usia 6 bulan–2 tahun, usia 15-24 tahun, dan orang tua. Perbandingan angka kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1. Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada individu yang tinggal pada lingkungan yang termasuk dalam golongan sosioekonomi rendah (Okie, 2005). Tingkat mortalitas pada kasus ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan trauma, respon pasca trauma, treatmen yang didapat.
ETIOLOGI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala antara lain:
Kecelakaan lalu lintas(penyebab terbanyak),
pertengkaran,
jatuh,
kecelakaan olahraga,
tindakan criminal
KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis luka, cidera otak dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Cidera kepala tertutup: biasa disebut sebagai blunt trauma terjadi apabila benturan hebat pada objek yang keras atau benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi menabrak kepala. Lapisan dura masih utuh, tidak ada bagian otak yang muncul keluar.
2. Cidera kepala terbuka: tulang tengkorak terbuka, menyebabkan isi kepala nampak dari luar seperti skull, meningens, atau jaringan otak termasuk dura. Tereksposenya isi kepala ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Berdasarkan nilai kesadaran:
Cidera otak ringan (GCS 13 – 15): tidak terjadi ganggguan neurologis, kadang asimptomatik, penurunan kesadaran selama kurang dari 1 jam, amnesia kurang dari 24 jam
Cidera otak sedang (GCS 9 – 12): penurunan kesadaran dalam 1-24 jam, amnesia post trauma selama 1-7 hari.
Cidera otak berat (GCS 3-8): penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan amnesia post trauma lebih dari satu minggu.
Jenis cidera otak menurut Fritzell et al (2001) :
Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat jaringan otak mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita membentur tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan diatasnya ada burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada concussion. Lebih banyak disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
Epidural hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-deselerasi atau coup-contracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak, keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan pada meningeal yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater dan arachnoid). Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat karena sobekan pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri.
Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan memiliki prognosa yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat. Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. ICH sering disebabkan oleh hipertensi. Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik, peningkatan tekanan intracranial.
Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear, comminuted, basilar, dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma, displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor motorik,periorbital ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle's sign (ekimosis pada tulang mstoid), akumulasi darah pada membran timpani.
KASUS
Riwayat Penyakit:
Tn. Joko (33 tahun) datang ke Rumah Sakit SituBondo pada tanggal 3 januari 2000 dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Pasien datang dibawa oleh polisi yang menemukannya tidak sadar di jalan akibat kecelakaan sekitar 5 jam sbelum MRS. Dokter mendiagnosa tuan Joko dengan COB+FBC (fraktur basis cranial)+F. Mandibula. Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 30 januari 2000 didapatkan hasil TTV = TD:130/80 mmHg nadi 68 kali permenit, RR: 16 kali permenit, dan suhu aksila 37,2 derajat celcius. Pasien terpasang trakheostomi, alat bantu nafas simple mask dengan flow oksigen 8 lpm, pada auskultasi paru didapatkan ronchi basah di seluruh lapang paru. Akral pasien teraba hangat, penilaian tingkat kesadaran didapatkan GCS : 3 X 5. Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir didapatkan: Hb 9,09 mg /dL, RBC 3,19 10^6, HCT 29,3 %. Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya perdarahan intracerebri dan memar pada sekitar cranial. Terapi yang diperoleh ciprofloxacin 2x 400 mg, cefazolin 2 x 100 mg, antrain 2x100 mg, ranitidin 3x 1,2 mg, neurotam 3x1 mg.
Diagnosa medis: COB+FBC (fraktur basis cranii)+F. Mandibula
PENGKAJIAN:
Hallo Anamnesa:
S : kecelakaan lalu lintas sehingga Tn. Joko merasakan pusing-pusing di kepala
O : - Penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan laulintas 5 jam sebelum MRS
- Memar pada regio cranial
Pemeriksaan Fisik:
Vital sign
TD:130/80 mmHg nadi 68 kali/menit RR: 16 kali/menit suhu: 37,2®C
Sistem Pernafasan (B1)
RR 16 kpm, suara nafas ronchi diseluruh lapang paru, irama teratur,sekret berwarna putih keruh, terpasang trakheostomi dan simple mask 8 lpm
Masalah keperawatan = bersihan jalan nafas tak efektif
Sistem Kardiovaskular (B2)
irama jantung reguler, S1/S2 tunggal, suara jantung normal, CRT < 2 detik, akral HKM
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
Sistem Persyarafan (B3)
GCS= 3X5, pupil isokor, sklera putih, konjungtiva merah muda, reflek patologis kaku kuduk dan kernig sign positif
Masalah keperawatan = gangguan perfusi jaringan cerebral
Sistem Perkemihan (B4)
pasien tidak terpasang kateter, balance cairan terakhir defisit 245 cc
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
Sistem Pencernaan (B5)
pasien terpasang NGT, intake nutrisi 7 x 200 cc terbagi menjadi 6 x 200 cc susu cair dan 1x 200 cc jus buah, retensi terakhir 10cc
Masalah keperawatan = resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Sistem Muskuloskeletal (B6)
pergerakan sendi bebas, kekuatan otot lengan ka/ki: 5/5 kaki ka/ki: 5/5
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
DIAGNOSA
Daftar Diagnosa keperawatan:
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum
Gangguan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak
Resiko infeksi b. d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman sekunder terhadap pemasangan trakeostomi
INTERVENSI:
A)
Diagnosa
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum: ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas yang bersih.
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 1x15 menit jalan nafas pasien bersih/paten
Rencana
Rasional
Lakukan fisioterapi nafas fibrasi dan suctioning
Rasional : membantu mengalirkan dahak dan mengurangi akumulasi dahak
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan suplai oksigen dalam tubuh
Auskultasi paru tiap 4 jam untuk mendengarkan bunyi nafas
identifikasi adanya suara nafas tambahan sebagai tanda adanya produksi sekret yang menyebabkan jalan nafas terganggu
Pantau perubahan sistem pernafasan meliputi RR, suara nafas, SaO2, konsistensi sekret dan irama nafas
Rasional : sebagai data dasar perkembangan kondisi pasien
B)
Diagnosa
Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak: suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat cerebri.
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 1 x 24 jam perfusi jaringan serebral dapat dipertahankan secara adekuat
Intervensi:
Rencana
Rasional
Posisikan kepala supine (datar)
Pertahankan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung dan aktivitas pasien sesuai indikasi
pantau status kesadarn secara periodik, TTV, dan tanda – tanda PTIK
Rasional : menghindari peningkatan akumulasi cairan dalam otak dan mmbantu menghindari PTIK
C)
Diagnosa
Resiko infeksi b.d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman sekunder terhadap pemasangan trakheostomi: suatu kondisi individu mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogen
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 3x 24 jam tidak terjadi infeksi
Intervensi:
Rencana
Rasional
Lakukan perawatan trakheostomi dengan teknik steril minimal 2 kali sehari
Rasional : mencegah infeksi sekunder
Ajarkan keluarga pasien untuk mempertahankan kesterilan area insersi trakheostomi
Rasional : meningkatkan dukungkan keluarga untuk perbaikan kondisi pasien dan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang kondisi pasien
Kolaborasi pemberian antibioti
Rasional : sebagai profilaksis atau pengobatan pada kasus infeksi
Pantau hasil laboratorium DL, LED, kultur, dan TTV
Rasional : mengevaluasi perkembangan kondisi pasien melalui analisa perubahan-perubahan pada hasil lab dan tanda-tanda vital
IMPLEMENTASI
A)
Diagnosa
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum: ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas yang bersih.
Rencana
Rasional
Lakukan fisioterapi nafas fibrasi dan suctioning
Rasional : membantu mengalirkan dahak dan mengurangi akumulasi dahak
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan suplai oksigen dalam tubuh
Auskultasi paru tiap 4 jam untuk mendengarkan bunyi nafas
identifikasi adanya suara nafas tambahan sebagai tanda adanya produksi sekret yang menyebabkan jalan nafas terganggu
Pantau perubahan sistem pernafasan meliputi RR, suara nafas, SaO2, konsistensi sekret dan irama nafas
Rasional : sebagai data dasar perkembangan kondisi pasien
Kriteria hasil:
Irama nafas teratur
Suara nafas vesikuler (tidak terdapat suara nafas tambahan)
Frekuansi nafas antara 12-20 kali/menit
Tidak didapatkan sekret
Saturasi oksigenasi 95-100%.
B)
Diagnosa
Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak: suatu penurunan jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat cerebri.
Rencana
Rasional
Posisikan kepala supine (datar)
Pertahankan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung dan aktivitas pasien sesuai indikasi
pantau status kesadarn secara periodik, TTV, dan tanda – tanda PTIK
Rasional : menghindari peningkatan akumulasi cairan dalam otak dan mmbantu menghindari PTIK
Kriteria hasil:
Pasien akan mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran
Fungsi kognitif dan sensorik baik
Tidak ada tanda PTIK (muntah proyektil, nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran)
TTV dalam batas normal (TD= 60-90 mmgh/90-130mmhg, nadi 60-100 kpm, suhu 36,5 – 37,5 derajat celcius, RR 12- 20 kpm)
C)
Diagnosa:
Resiko infeksi b.d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman sekunder terhadap pemasangan trakheostomi: suatu kondisi individu mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogen
Rencana
Rasional
Lakukan perawatan trakheostomi dengan teknik steril minimal 2 kali sehari
Rasional : mencegah infeksi sekunder
Ajarkan keluarga pasien untuk mempertahankan kesterilan area insersi trakheostomi
Rasional : meningkatkan dukungkan keluarga untuk perbaikan kondisi pasien dan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang kondisi pasien
Kolaborasi pemberian antibioti
Rasional : sebagai profilaksis atau pengobatan pada kasus infeksi
Pantau hasil laboratorium DL, LED, kultur, dan TTV
Rasional : mengevaluasi perkembangan kondisi pasien melalui analisa perubahan-perubahan pada hasil lab dan tanda-tanda vital
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, calor, dolor)
Laboratorium menunjukkan hasil normal (WBC dalam rentang 4,5 – 10,0 10^3)
Hasil kultur normal
Sputum tidak berwarna, berbau, atau purulen.
EVALUASI
S : kecelakaan lalu lintas sehingga Nn. Sinden merasakan nyeri di kepala
O : - Penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan laulintas 5 jam sebelum MRS
- Memar pada regio cranial
TD:120/70 mmHg nadi 78 kali/menit RR: 18 kali/menit suhu: 36,7®C
A : masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi dan kaji masalah keperawatan yanglain
Daftar Pustaka
Carpenito, LJ.,2004. Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnoses and Collaborative Problems 4th Edition. Philadelpia :LWW Publisher
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Japardi, I., 2002. Penatalaksanaan Cidera Kepala Akut. Medan : USU
Okie, S., 2005. Traumatic Brain Injury in the War Zone, The New England Journal of Medicine, 352:2043-2047.
Smeltzer, BG., 2000. Brunner's and Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher