2.3. Aspek Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) 2.3.1 Personalia
Personalia
hendaklah
mempunyai
pengetahuan,
pengalaman,
keterampilan, dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh orang yang berbeda serta tidak ada keterkaitan tanggung jawab. Kepala bagian produksi dan pengawasan mutu harus mendapat pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan obat tradisional. Tanggung jawab dan kewenangan tiap personil harus dijabarkan dengan baik. Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus mendapatkan pelatihan yang berkelanjutan dengan pencatatan dan evaluasi yang baik sesuai prinsip-prinsip CPOTB. 2.3.2 Bangunan
Pada prinsipnya, bangunan industri obat tradisional hendaklah menjamin aktifitas industri dapat berlangsung dengan aman. Bangunan industri harus berada di lokasi yang bebas dari pencemaran, tidak mencemari lingkungan, memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi, sanitas i, memiliki rancangan ukuran dan komstruksi agar tahan terhadap pengaruh cuaca, mencegah rembesan dan masuknya serangga,
binatang pengerat, burung, binatang lain, serta memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan. Bangunan industri harus memiliki ruangan yang rancangan dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat, dan jumlah produk yang dibuat, sesuai dengan jumlah dan jenis peralatan, jumlah karyawan serta fungsi ruangan. 2.3.3 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk harus memiliki rancang bangun konstuksi yang tepat. Dalam hal ini peralatan tidak boleh menimbulkan serpihan atau akibat lain yang merugikan produk. Alat timbang, ukur, dan alat uji harus ditera dan diperiksa ketelitiannya secara teratur. Penyaring yang digunakan tidak boleh mengandung asbes. Bahan-bahan penunjang seperti pelumas, air condenser dan sebagainya tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan produk. Selain itu, peralatan juga harus ditempatkan dengan tepat, sedemikian rupa sehingga memperkecil kemungkinan pencemaran silang, memberikan keleluasan kerja dan mudah dibersihkan. Pipa-pipa saluran air, uap, atau udara harus dipasang
sedemikian
rupa
sehingga
mudah
ditangani
serta
mencegah
kemungkinan terjadinya kebocoran. Sarana pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan proses pembuatan dan bentuk sediaan yang akan dibuat. Peralatan laboratorium hendaklah memadai dan sesuai untuk menguji tiap bentuk sediaan produk yang dibuat. 2.3.4 Sanitasi dan Higiene
Dalam pembuatan produk hendaklah diterapkan tindakan sanitasi dan hygiene yang meliputi bangunan, peralatan, personalia, bahan dan wadah serta faktor lain yang menjadi sumber pencemaran produk.
a. Personalia Karyawan hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala. Karyawan hendaklah dilatih serta menerapkan hygiene secara perorangan. Karyawan yang mengalami luka terbuka atau mengalami suatu penyakit yang dapat menurunkan kualitas produk dilarang menangani bahan baku, bahan dalam proses, bahan pengemas dan produk, sampai dinyatakan sembuh. Karyawan hendaklah mencuci tangan dengan sabun atau detergent lain sebelum masuk ruang pembuatan. Hendaklah dihindarkan persentuhan langsung antara anggota badan dengan bahan baku, produk antara, dan produk ruahan. Karyawan hendaklah mengenakan pakaian kerja, penutup rambut, masker, sarung tangan, dan sebagainya, yang bersih sesuai tugas yang dilaksanakan. Dilarang makan, dan minum serta perbuatan lain yang dapat mencemari mutu produk di dalam ruangan pembuatan dan ruang penyimpanan. b. Bangunan Hendaklah tersedia tempat cuci tangan dengan sabun dan pengering tangan dengan jumlah yang mamadai dan berfungsi dengan baik. Penyiapan, penyimpanan dan konsumsi makanan dilaksanakan di dapur atau ruang makan yang memenuhi syarat kebersihan. Semua bahan pembersih dan pembasmi hama
tidak boleh mencemari peralatan produksi, bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan maupun produk jadi. Ruangan hendaklah dibersihkan sesuai dengan prosedur sebelum dan sesudah digunakan.
c. Peralatan Prosedur pembersihan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dicegah pencemaran peralatan oleh bahan pembersih. Sebelum digunakan, peralatan hendaklah diperiksa kembali untuk memastikan kebersihanya. Setelah digunakan, peralatan dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur serta dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih dan diberi tanda. Jika peralatan dapat dipindah-pindah hendaklah pembersihan dilakukan di ruangan terpisah dari ruang pengolahan. 2.3.5 Penyiapan Bahan Baku
Setiap kedatangan bahan baku hendaklah dilakukan pemeriksaan organoleptis dan laboratorium serta diberi label meliputi nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan dan pemasok. Pemasukan, pengeluaran, dan sisa bahan baku hendakalah dicatat dalam kartu atau buku persediaan meliputi nama, tanggal penerimaan atau pengeluaran, serta nama alamat pemasok. Setiap simplisia sebelum digunakan handaklah dilakukan sortasi dari bahan asing dan kotoran lain. Sebelum digunakan hendaklah dicuci terlebih dahulu dengan air bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia yang bersih dan terbebas dari mikroba pathogen, kapang,
khamir, serta pencemar lainya. Setelah dicuci, simplisia dikeringkan dengan tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan pencapaian kadar air yang dipersyaratkan. Jika simplisia yang telah bersih dan kering tersebut dan juga bahan baku non simplisia tidak langsung digunakan maka disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang hanya boleh dipasang oleh petugas yang ditunjuk pimpinan QC dan warna label dibuat berbeda dengan label yang digunakan pada bahan baku awal datang. Pengeluaran simplisia yang akan diolah menggunakan system FIFO ( First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) serta dilakukan oleh petugas yang ditunjuk. Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan jelas dan disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut. 2.3.6 Pengolahan dan Pengemasan
Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang telah ditetapkan oleh industry sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. a. Verifikasi Sebelum prosedur digunakan, hendaklah dilakukan pembuktian bahwa prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan rutin dan bahwa proses yang ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang ditentukan akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasinya. Tiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian ulang secara periodik. b. Pencemaran
Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik yang dapat merugikan kesehatan
atau
mempengaruhi
mutu
produk
tidak
boleh
terjadi.
Pencemaran khamir, kapang, dan kuman non pathogen hendaknya dicegah sekecil mungkin sampai batas persyaratan yang berlaku. c. Sistem penomoran kode produksi System
penomoran
kode
produksi
hendaklah
dapat
memastikan
diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap sehingga akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya. d. Penimbangan dan penyerahan Kebenaran bahan serta ketepatan timbangan hendaklah dipastikan terlebih dahulu sebelum dilakukan penimbangan atau pengukuran. Penimbangan, penghitungan dan penyarahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah dicatat. Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang ditimbang dan diukur oleh dua petugas yang berbeda. e. Pengolahan Sebelum melaksanakan pengolahan, hendaklah dilakukan pengecekan terhadap kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lainya. Air yang digunakan untuk pengolahan sekurang-kurangnya harus memenuhi persyaratan air minum. Karyawan hendaklah mengenakan pakaian yang bersih serta pelindung yang sesuai. Wadah dan penutup
untuk bahan yang diolah hendaklah bersih. Pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan untuk mencegah hal-hal yang merugikan produk. f. Pengemasan Sebelum dilakukan pengemasan hendaklah dapat dipastikan kebenaran identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan pengemas. Proses pengemasan hendaklah memiliki prosedur tertulis serta dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan pengemas. g. Penyimpanan Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi harus disimpan dengan teratur dan rapi serta diberi label yang menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan cara penyimpanannya. Sistem pengeluaran menggunakan metode FIFO dan FEFO. 2.3.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu menjadi bagian penting dari CPOTB untuk memastikan tiap produk yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. System pengawsan mutu hendaklah dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa tiap produk mengandung bahan dengan mutu yang benar dan dibuat pada kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur standar sehingga produk tersebut senantiasa memenuhi persyaratan produk jadi yang berlaku. Pengawasan mutu dilakukan oleh deprtemen quality control (QC). Quality Control (QC) berdasarkan pedoman CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) merupakan semua upaya pemeriksaan dan pengujian
yang dilakukan selama pembuatan obat tradisional untuk menjamin produk obat tadisional memenuhi persyaratan. Departemen QC merupakan bagian penting dari CPOTB, untuk memastikan setiap produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu. Oleh karena itu, sebaiknya bagian QC memiliki wewenang khusus untuk memberikan keputusan akhir atas mutu ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu produk. Departemen QC mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan pengawsan mutu sejak bahan baku datang, selama proses, pada produk yang dihasilkan, serta pada masa penyimpanan. Peran dari departemen QC adalah sebagai berikut : o
Menyiapkan dan mengawasi pelaksanan prosedur pengawsan mutu.
o
Mempunyai kewenangan khusus untuk memberikan keputusan akhir dalam melulusakan atau menolak atas mutu bahan baku, bahan tambahan, dan produk jadi setelah memenuhi uji spesifikasi yang telah ditetapkan.
o
Memastikan tahapan-tahapan dalam proses produksi telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan (IPC).
o
Memastikan semua pengawsan mutu selam proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets telah dilaksanakan dengan baik dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan.
o
Memastikan bahwa suatu bets produk tetap memenuhi persyaratan mutunya selam waktu edar ( expire date ) yang telah ditetapkan ( stability control ). Pengawasan mutu yang dilaksanakan dalam industry farmasi seluruhnya mengarah kepada pencapaian produk akhir yang sesuai dengan standar mutu produk yang telah ditetapkan dan hasil yang seragam.
2.3.8 Inspeksi Diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah semua aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu dalam pabrik selalu memenuhi CPOTB. Program ini hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOTB dan untuk me netapkan tindakan perbaikan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara teratur. Pelaksanaannya dengan cara membentuk suatu tim inspeksi yang terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang yang ahli di bidang yang berlainan dan paham mengenai CPOTB. Anggota tim berasal dari lingkungan perusahaan atau dari luar perusahaan. Prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri hendaklah didokumentasikan. Tindakan perbaikan yang disarankan hendaklah dilaksanakan. 2.3.9 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari system informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lai
yang diperlukan dalam perencanaan
pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakanya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Setiap dokumtasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari setiap bets suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. System dokumentasi ini digunakan juga
dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi lingkungan, perlengkapan, dan personalia.\ 2.3.10 Penanganan terhadap Produk Jadi di peredaran
Keluhan dan laporan keluhan dapat menyangkut kualitas, efek yang merugikan, atau masalah medis lainnya. Seluruh keluhan dan laporannya hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai. Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau produk tertentu dari semua mata rantai distribusi. Penarikan ini dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Penarikan kembali seluruh produk tertentu dapat merupakan tindak lanjut penghentian pembuatan satu jenis produk yang bersangkutan.
Departemen Produksi
Departemen produksi merupakan bagian vital dari industry farmasi. Departemen produksi betanggung jawab terhadap proses pengolahan bahan awal sampai menjadi produk jadi yang memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan kualitas. Tanggung jawab departemen produksi adalah sebagai berikut : 1. Mengatur dan mengawasi aktivitas produksi, mulai dari proses pengadaan bahan baku, sampai dengan proses pengelolaan dan pengendalian persediaan bahan baku, bahan dalam proses, dan barang jadi. 2. Melakukan penjaminan terhadap kualitas produk perusahaan. 3. Melakukan inspeksi dan pengawasan mesin-mesin produk serta bartanggung jawab terhadap perawatan mesin-mesin produksi. 4. Membantu Direktur dalam mengadakan perencanaan produksi, perencanaan bahan baku, bahan penolong dan alat-alat lain. 5. Melakukan riset dan pengambangan terkait dengan aspek-aspek yang berhubungan dengan aktivitas produksi perusahaan. Tugas pokok departemen produksi adalah sebagai berikut :
Melaksanakan kegiatan pengolahan, pengemasan sesuai jadwal produksi yang ditetapkan.
Menyusun rencana produksi mingguan bersama bagian logistik.
Membuat laporan kegiatan produksi sesuai peraturan perundang-undangaan yang berlaku.
Melaksanakan produksi produk baru.
Menyiapakan dan merencanakan sarana produksi beserta pengembangannya.
Melaksanankan upaya-upaya peningkatan efisiensi proses produksi.
Menjalin hubungan baik dengan instansi pemerintah terkait kegiatan produksi obat.
Menjamin penerapan CPOTB di lingkungan bagian produksi (Muhfrod, 2008). Kegiatan produksi dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek CPOTB
dan disesuaikan dengan rencana produksi yang telah ditetapkan bagian produksi. Prosesnya sendiri dilakukan dengan mengacu pada prosedur baku yang telah ditetapkan oleh penanggung jawaban produksi dan QC berdasarkan hasil riset bagian R & D. 1. Struktur Organisasi Departemen Produksi Apoteker Penanggung Jawab Produksi
Manager Produksi
Asisten Manager
Koordiantor
Kepala Bagian
Mandor Pelaksana Gambar 2. Struktur Organisasi Departemen Produksi
2. Alur Produksi a. Ruangan Produksi Secara umum, ruangan di industri farmasi dibagi menjadi 4 kelas. Pembagian kelas berdasarkan pada jumlah partikel yang berukuran ≥ 5 µm tiap feet³ ( 1 m³ = 35 feet³ ). Debu menjadi permasalahan yang penting karena banyak mikroba menempel pada debu. Jumlah mikroba dibatasi karena untuk dapat bersifat virulen maka mikroba harus memenuhi jumlah tertentu. Mikroba yang dimaksud dalam hal ini adalah mikroba non pathogen, sedangkan keberadaan mikroba petogen sama sekali tidak diperbolehkan. Kelas - kelas ruangan tersebut adalah : 1) Kelas A (White Zone) White Zone atau ruang kelas 1 adalah ruangan dengan jumlah pertikel berukuran ≥ 5 µm tidak lebuh dari 100 tiap feet³, sedangkan berdasarkan jumlah mikroba didalamnya msih dibagi menjadi 2 kelas lagi yaitu 1-B dengan jumlah mikroba < 5 CFU/ m³ dan kelas 1-A dengan jumlah mikroba < 1 CFU/ m³. Ruangan kelas A digunakan untuk memproduksi sediaan injeksi, tanpa tindakan sterilisasi lanjutan (aseptis). 2) Kelas B (Green Zone) Green Zone adalah ruangan dengan jumlah partikel berukuran ≥ 5 µm tidak lebih dari 10.000 tiap feet³ dan
jumlah mikroba yang ada < 100 CFU/ m³. Ruang kelas B digunakan untuk memproduksi sediaan injeksi, dengan tindakan sterilisasi lanjutan. 3) Kelas C (Grey Zone) Grey Zone atau Grey Area adalah ruangan kelas C dengan jumlah partikel berukuran ≥ 5 µm tidak lebih dari 100.000 tiap feet³ dan jumlah mikroba ada < 500 CFU/ m³(CFU= Colony Formit Unit ). Grey area adalah ruangan untuk memproduksi sediaan-sediaan yang non steril. 4) Kelas D ( Black Zone) Black Zone atau Black Area adalah ruang kelas D tanpa adanya batasan jumlah pertikel dan jumlah mikroba. Black area adalah ruangan yang digunakan untuk begian-bagian yang tidak bersentuhan secara langsung dengan produk (Priambodo, 2008). Kelas ruangan yang ada di PT. Deltomed Laboratories adalah black area dan grey area karena PT. Deltomed Laboratories tidak memproduksi sediaan steril. Black area digunakan apabila tidak ada kontak langsung dengan produk, antara lain ruang kepala bagian, kantor staff R&D, dan QC, ruang ganti menuju grey area, ruang janitor, gudang bahan baku, ruang pencucian botol, ruang pengemas sekunder dan gudang barang jadi. Perlengkapan yang digunakan pada area ini adalah baju khusus, pelindung kepala, masker dan alas kaki karet.
Diantara ruang black area dan grey area terdapat ruang antara ( production air lock ) yang merupakan tempat untuk memasukkan bahan baku, bahan pengemas dari gudang. Ruang ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi dari ruang yang satu dengan ruang yang lainya. Grey area adalah area dimana ada kontak langsung produk dengan udara. Ruangan-ruangan grey area antara lain ruang proses produksi yang meliputi ruang crtak tablet, ruang filling sirup, ruang BDP (Barang Dalam Proses), ruang pengemas primer, ruang pencucian botol dan ruang pencetakan batch pada kemasan primer, ruang pencucian botol dan ruang janitor pada grey area. Perangkat yang digunakan pada area ini adalah baju khusus, pelindung kepala, masker, alas kaki karet, dan sarung tanggan (digunakan pada saat berinteraksi langsung dengan produk). Untuk menghindari kontaminasi silang di grey area maka denah ruangan didesain sedemikian rupa sehingga ruang untuk produksi tidak sebagai lalu lintas umum. Pada grey area juga memiliki system AHU (Air Handling Unit) untuk mengatur suhu dan kelembaban ruang. 3. Proses Produksi Kegiatan produksi yang dilakukan PT. Deltomed Laboratories dibagi menjadi proses produk solid dan proses produk liquid . a. Proses produk solid Proses solid disini terbagi menjadi tiga yaitu tablet, pillet, dan kapsul. Tablet adalah bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat
dengan penambahan bahan tambahan farmasetika antara lain bahan pengisi (diluent), bahan pengikat (binder), bahan penghancur