LAPORAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID DI RUANG MAWAR RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK
DISUSUN OLEH :
PROGRAM STUDI ILMU I LMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESEHATAN
LAPORAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID
DI RUANG MAWAR RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK
I.
Definisi
Tifus
Abdominalis
(demam
tifoid
enteric
fever)
adalah adalah penyakit penyakit infeksi infeksi akut yang besarnya besarnya tedapat tedapat pada pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu satu ming minggu gu,, gang ganggu guan an pada pada salu saluran ran penc pencer erna naan an dan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985) Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, halus, disebarka disebarkan n dari kotoran ke mulut melalui melalui makanan makanan dan dan air air minum minum yang yang tercem tercemar ar dan dan sering sering timbul timbul dalam dalam wabah. (Markum, 1991).
I.
Etiologi
Tyfus
abdominalis
disebabkan disebabkan
oleh
salmonella
typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipo lipopo poli lisa saka karid rida) a),, anti antige gen n H (fla (flage gella lla)) dan dan antig antigen en Vi. Vi. Dalam alam seru serum m pend ender erit ita a terd terdap apat at zat zat anti anti (glu (gluta tani nin) n) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
II.
Patofisiologi
Kuman Kuman salmonella salmonella typhosa masuk masuk kedalam kedalam saluran saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar
DI RUANG MAWAR RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK
I.
Definisi
Tifus
Abdominalis
(demam
tifoid
enteric
fever)
adalah adalah penyakit penyakit infeksi infeksi akut yang besarnya besarnya tedapat tedapat pada pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu satu ming minggu gu,, gang ganggu guan an pada pada salu saluran ran penc pencer erna naan an dan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 1985) Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, halus, disebarka disebarkan n dari kotoran ke mulut melalui melalui makanan makanan dan dan air air minum minum yang yang tercem tercemar ar dan dan sering sering timbul timbul dalam dalam wabah. (Markum, 1991).
I.
Etiologi
Tyfus
abdominalis
disebabkan disebabkan
oleh
salmonella
typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipo lipopo poli lisa saka karid rida) a),, anti antige gen n H (fla (flage gella lla)) dan dan antig antigen en Vi. Vi. Dalam alam seru serum m pend ender erit ita a terd terdap apat at zat zat anti anti (glu (gluta tani nin) n) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
II.
Patofisiologi
Kuman Kuman salmonella salmonella typhosa masuk masuk kedalam kedalam saluran saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar
akan ak an mati ati oleh oleh asam asam lam lambung bung HCL dan dan seb sebagia agian n ada ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (pla (plag g paye payer) r) dan dan meng mengel elua uarka rkan n endo endotok toksi sin n sehi sehing ngga ga meny menyeb ebab abka kan n
bakt bakter erim imia ia
prim primer er dan dan
meng mengak akib ibatk atkan an
perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh dara darah h lim limfe ak akan an menu menuju ju ke or orga gan n RES RES teru teruta tama ma pada pada organ hati dan limfe. Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan ak an masuk asuk pembu embulu luh h dara darah h sehi sehing ngga ga menye enyeba barr ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperpe rperistal taltik tik hipotalamus
usus akan
mengakibatkan
sehingga menekan
demam
terja rjadi
diare.
termoregulasi
remiten
dan
Pada yang terjadi
hipermeta hipermetabolism bolisme e tubuh akibatnya akibatnya tubuh menjadi menjadi mudah mudah lelah. Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kap ka pile iler
menye nyebab babka kan n
rose ro seol ola a
pada
kuli ulit
dan
lida idah
hiperm hipermi. i. Pada Pada hati hati dan dan limpa limpa ak akan an terjad terjadii hepato hepatospl spleno eno megali. megali. Konstipa Konstipasi si bisa terjadi terjadi menyebab menyebabkan kan komplikas komplikasii intest intestina inall (perd (perdara arahan han usus, usus, perfar perfarasi asi,, perito peritonit nitis) is) dan dan ekst ek stra ra
inte intest stin inal al
neuropsikratrik).
(pne (pnem monia onia,,
menin eningi giti tis, s,
kole ko lesi sist stit itis is,,
III.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi
mungkin
ditemukan
gejala
prodomal
yaitu
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersamangat kemudian menyusul gejala klinis sbb: Demam
Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama
duhu
berangsur-angsur
meningkat,
biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ke-2 penderita terus demam dan minggu ke-3 penderita demamnya berangsur-angsur normal. Gangguan
pada
saluran
pencernaan Nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated tongue) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar. disertai nyeri pada perabaan
Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun walaupun tidak berapa dalam yaitu apatis sampai samnolen. Disamping gejala-gejala tersebut ditemukan juga pada penungggungdan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.
Pathways Makanan terkontaminasi salmonella
Mulut
HCL (lambung)
Hidup
Tidak hidup
usus terutama plag peyer
kuman mengeluarkan endotoksin
Bakteiema primer
Difogosit
Tak difogosit
mati
bakteriema sekunder
Pembuluh darah kapiler
Procesia pada kulit
Tidak hiperemi
Usus halus
Hipotalamus
Hepar
peradangan
menekan termoreguler
hipotasplenom
Malababsorbsi nutrien
Hipertermi
Endotoksin merusak hepar
Hiperperistaltik usus cepat lelah SGOT/SGPT diare
bedrest
konstipasi
intoleransi aktifitas reinterkasi usus
Komplikasi
Intestinal perdara han usus Revolu si Periton
IV.
Ekstraintestinal Pneumonia Meningitis kolesistitis Neuropsikia trik
Diagnosa Keperawatan
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d arbsorpsi nutrisi 2.
Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus 3.
Resiko
tinggi
kurang
volume
cairan
b/d
kehilangan cairan sekunder terhadap diare 4.
Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut 5.
Kurang
pengetahuan
mengenai
kondisi
b/d
kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat
V.
Focus Intervensi
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b/d arbsorpsi nutrisi Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi:
a.
Dorong tirah baring
Rasional: Menurunkan meningkatkan
kebutuhan penurunan
metabolic kalori
dan
untuk simpanan
energi b.
Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan
c.
Berikan kebersihan oral
Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan d.
Sediakan makanan dalam ventilasi yang
baik, lingkungan menyenangkan Rasional: Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan e.
Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses f.
Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV
sesuai indikasi Rasional:
Program
ini
gastrointestinal,
mengistirahatkan sementara
saluran
memberikan
nutrisi
penting. 2.
Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal Intervensi: a.
Pantau suhu klien
Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut b.
pantau
tambahkan
linen
suhu
lingkungan,
tempat
tidur
batasi
sesuai
atau
dengan
indikasi Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal c.
Berikan kompres mandi hangat
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam d.
Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional: Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus
3.
Resiko
tinggi
kurang
volume
cairan
b/d
kehilangan cairan sekunder terhadap diare Tujuan: Mempertahankan
volume
cairan
adekuat
dengan
membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal Intervensi: a.
Awasi masukan dan keluaran perkiraan
kehilangan cairan yang tidak terlihat Rasional: Memberikan
informasi
tentang
keseimbangan
cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan b.
Observasi kulit kering berlebihan dan
membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler Rasional: Menunjukkan
kehilangan
cairan
berlebih
atau
terhadap
efek
dehidrasi c.
Kaji tanda vital
Rasional : Dengan
menunjukkan
respon
kehilangan cairan d. baring
Pertahankan pembatasan peroral, tirah
Rasional: Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus e.
Kolaborasi
utnuk
pemberian
cairan
parenteral Rasional: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan 4.
Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut Tujuan: Melaporkan
kemampuan
melakukan
peningkatan
toleransi aktivitas Intervensi: a.
Tingkatkan
tirah
baring
dan
berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung Rasional: Menyediakan
energi
yang
digunakan
untuk
penyembuhan b.
Ubah
posisi
dengan
sering,
berikan
pernafasan
dan
perawatan kulit yang baik Rasional: Meningkatkan
fungsi
meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
c.
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat d.
Berikan
aktifitas
hiburan
yang
tepat
(nonton TV, radio) Rasional: Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi 5.
Kurang
pengetahuan
mengenai
kondisi
b/d
kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat Tujuan: Dapat menyatakan pemahaman proses penyakit Intervensi: a.
berikan
mempertahankan
nformasi
tentang
cara
pemasukan
makanan
yang
memuaskan dilingkungan yang jauh dari rumah Rasional: Membantu individu untuk mengatur berat badan b.
Tentukan
persepsi
tentang
proses
penyakit Rasional: Membuat pengetahuan dasar
dan memberikan
kesadaran kebutuhan belajar individu
c.
Kaji
ulang
proses
penyakit,
penyebab/efek hubungan faktor yang menimbulkan gejala
dan
mengidentifikasi
cara
menurunkan
faktor pendukung Rasional : Faktor
pencetus/pemberat
kebutuhan
pasien
untuk
individu,
sehingga
waspada
terhadap
makanan, cairan dan faktor pola hidup dapat mencetuskan gejala
VI.
Komplikasi
Dapat terjadi pada: 1.
Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal yaitu: a.
Perdarahan
usus
bila
sedikit
hanya
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat disertai perasaan nyari perut dengan tanda-tanda rejatan b.
Perforasi usus
c.
Peritonitis
ditemukan
gejala
abdomen
akut yaitu: nyeri perut yang hebat, diding abdomen dan nyeri pada tekanan
2.
Diluar anus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefelopati. Terjadi
karena
infeksi
sekunder
yaitu
bronkopneumonia
VII.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium antara lain sebagai berikut: a.
Pemeriksaan darah tepi
b.
Pemeriksaan sumsum tulang
c.
Biakan
empedu
untuk
menemukan
salmonella thyposa d.
Pemeriksaan
widal
digunakan
untuk
membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti VIII.
Penatalaksanaan
Pengobatan/penatalaksaan
pada
penderita
typus
abdominalis adalah sebagai berikut: 1.
Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan
ekskreta 2.
Perawatan
yang
baik
untuk
menghindari
komplikasi 3.
Istirahat selama demam sampai dengan 2
minggu
4.
Diet makanan harus mengandung cukup cairan
dan tinggi protein 5.
Obat Kloramfeniko
KEBUTUHAN MOBILISASI
A. Pengertian Mobilisasi
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuha hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan
kemandirian
diri,
untuk
meningkatkan
meningkatkan
kesehatan,
memperlambat proses penyakit. B. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi
Gaya hidup
Mobilisasi seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut,serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat) •
Ketidakampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan
ada
dua
ketidakmampuan primer dan sekunder.
macam,
yakni
- Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma - Ketidakmampuan
sekunder
terjadi
akibat
dari
dampak ketidakmampuan primer. (misal: kelemahan otot, tirah baring) a. Tingkat energi Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini, cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi. Disamping itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari stressor guna memmpertahankan kesehatan fisik dan psikologis. - Usia Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan. Konsep imobilitas 1. Pengertian Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif,misalnya,individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total,tetapi juga mengalami penuaan aktivitas dari kebiasaan normalnya,ada beberapa alasan dilakukan imobilisasi.
•
Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan/terapi
•
Keharusan (tidak terelakkan)
•
Pembatasan secara otomatis sampai dengan daya hidup
JENIS IMOBILISASI
1. Imobilitas fisik Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisis orang tersebut. 2. Imobilitas intelektual Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebgai mana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak. 3. Imobolitas emosional Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan sesorang yang dicintai. 4. Imobilisasi sosial Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit. Dampak fisik imobilitas •
Sistem muskuloskeletal:
- osteoporosis - Atrofi otot
- Kontraktur - Kekakuan otot dan nyeri sendi •
Eliminasi urin : - Stasis urin
•
-
Batu ginja
-
Retensi urine
-
Infeksi perkemihan
Gastrointestinal : kondisi imobilitas mempengaruhi tiga fungsi sistem pencernaan, yaitu fungsi ingesti, dingesti, dan eliminasi. Dalam hal ini, masalah yang umum ditemui salah satunya adalah konstipasi, konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltik dan mobilitas usus, jika konstipasi terus berlanjut, terus akan menjadi sangat keras dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkananya.
•
Respirasi : - Penurunan gerak pernafasan -Penumpukan sekret - Atelektasis
•
Sistem kardiovaskuler :
- Hipotensi ortostatik - Pembentukan trombus - Edema dependen •
Metabolisme dan nutrisi : - Penurunan laju metabolisme -
balance nitrogen negatif
- Anoreksia •
Sistem integumen : - Turgor kulit menurun -Kerusakan kulit
•
Sistem neurosensorik : - Ketidak mampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik, menimbulkan perasaan lebih, Iritabel, persepsi tidak realistis, dan mudah bingung.
Tingkatan imobilitas
Tingkat imobilitas bervariasi, diantaranya adalah : •
Imobilitas komplet Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran.
•
Imobilitas parsial Imobilitas inin dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur ekstremitas bawah (kaki)
imobilisasi
Mengakibatkan penekanan pada daerah yang menonjol
Tanda yang terlihat: kemerahan, luka pada kulit di atas tulang yang menonjol
Penekanan mengakibatkan terhambatnya sirkulasi darah ke jaringan sehingga menyebabkan iskemia lokal
Jaringan akan mengalami anoksia dan kematian jaringan selanjutnya menimbulkan perlukaan
•
Imobilitas karena alasan pengobatan Imobilisasi ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan (misal sesak nafas) atau pada penderita penyakit jantung,pada kondisi tirah baring total, klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh berjalan kekamar mandi atau duduk dikursi,akan tetapi tirah baring bukan total, klien masih diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan kekamar mandi atau duduk dikursi. Keuntungan dari tirah baring antara lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel tubuh,menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan dan dapat mengurangi respons nyeri.
ASUHAN
KEPERAWATAN
KLIEN
DENGAN
GANGGUAN
MOBILISASI Pengkajian Saat
mengkaji
imobilitas,perawat
data
menggunakan
tentang
masalah
metode
pengkajian
inspeksi, palpasi, dan auskultasi, selain itu,perawat juga memeriksa hasil tes laboratorium serta mengukur berat badan, asupan cairan dan haluaran cairan klien, karena
tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah komplikasi
imobilisasi,
mengidentifikasi
klien
maka yang
perawat
beresiko
mengalami
komplikasiini termasuk klien yang mengalami buruk,
(b)
penurunan
sensitivitas
perlu
(a) gizi
terhadap
nyeri,
temperatur atau tekanan, (c) maasalah kardiovaskuler , paru, dan neuromuskular, serta (d) perubahan tingkat kesadaran. Penetapan diagnosis,contoh label diagnosis dengan imobilitas sebagai etiologi -konstipasi b/d imobilitas - Resiko ketidakefektifan Bersihan jalan nafas b/d imobilitas - ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d imobilitas - kelebihan volume cauran b/d bendungan vena dependen sekunder akibat imobilitas. Perencanaan dan implementasi Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami gangguan mobilisasi bervariasi, bergantung pada diagnisis dan batasan karakteristik masing-masing individu.menurut Kozier (2004), beberapa tujuan umum untuk klien yang mengalami, atau berpotensi mengalami, masalah mobilisasi adalah sebagai berikut:
•
Meningkatkan toleransi klien untuk melakukan aktifitas fisik
•
Mengembalikan atau memulihkan kemampuan untuk bergerak / berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari
•
Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh atau akibat pengguna mekanika tubuh yang salah
•
Menigkatkan kebugaran fisik
•
Mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilisasi
•
Meningkatkan kesejahteraan sosial, Emosional, dan intelektual
Dua bentuk diagnosis dengan imobilisasi sebagai label diagnosis sebagai etologi. 1. Hambatan mobilitas fisik b/d kelemahan otot Kriterial hasil : individu akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitas. Indikator
:
- melakukan langkah-langkah pengamanan untuk meminimalkan kemungkinan cidera. -mendemostrasikan secara penggunaan alat-alat adaptif untuk meningkatkan mobilitas. - menjelaskan rasional intervensi - mendemostrasikan langkah-langkah untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi
-
Kaji faktor penyebab :
Trauma
prosedur pembedahan
penyakit yang melemahkan
- Tingkat mobilitas dan pergerakan yang optimal - Posisikan tibuh yang sejajar untuk mencegah komplikasi - Lakukan mobilitas yang progresif -
Berikan penyuluhan kesehatan Rasional
-
Program latihan teratur yang meliputi ROM, dan aktivitas aerobik pilihan dapat membantu mempertahankan integritas fungsi sendi (addams+clough,1998)
- Latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan sirkulasi dan kekuatan otot - Latihan fisik meningkatkan kemandirian seseorang -
ROM dapat meningkatkan massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot
- Imobilitas yang lama dan gangguan fungsu neurosensorik dapat menyebabkan kontraktur primer 2. Ketidak efektifan bersih jalan nafas b/d imobilitas sekunder akibat trauma Kriteria hasil : Individu tidak akan mengalami aspirasi
Indikator
Memperlihatkan upaya batuk efektif dan peningktan pertukaran gas Menjelaskan rasinal intervensi untuk menigkatkan batuk Intervensi
- Kaji faktor penyebab - Ajarkan klien batuk efektif yang benar - Lakukan fisioterapi dada dan drainase postural sesuai kebutuhan - Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai
kebutuhan -
Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan suction guna mempertahankan kepatenan jalan nafas Rasional
- Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelebihan dan tidak efektif - Pernafasan diafragma mengurangi frekuensi pernafasan dan meninkatkan ventilasi alveolar - Sekret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan - Nyeri atau rasa takut akan nyeri dapat melelahkan dan menyakitkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan . Edisi III. EGC : Jakarta Nelson. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi XII. EGC : Jakarta Staf Pengajar IKA (1995). Ilmu Kesehatan Anak .
EGC :
Jakarta mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran . edisi IV. EGC: Jakarta Sarwana (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi III. FKUI: Jakarta.
FORMAT DOKUMEMTASI ASKEP DEWASA (KD II) SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDY S1 ILMU KEPERAWATAN IDENTITAS KLIEN Nama : sdr.L Umur : 25th Jenis kelamin : laki-laki Suku/bangsa : jawa/ indonesia Agama : islam Pekerjaan : swasta Alamat : SLTA Alamat : cabean demak No. REG : 106148 Tgl.masuk RS : 12 Oktober 2010 Diagnosa : typoid I.RIWAYAT KEPERAWATAN Riwayatpenyakit sekarang - Keluhan utama : klien mengatakan badannya panas - Alasan masuk RS : Klien mengatakan panas tinggi, mual, lemes, kemudian dibawa ke RSUD demak - Terapi/operasi : klien mengatakan belum pernah menjalani operasi
Riwayat sebelum sakit - Penyakit yang pernah diderita : Klien mengatakan tidak menderita penyakit menukar - Alergi : klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi -
Kebiasaan merokok/alkohol : klien mengatakan merokok, tidak minum alkohol
- Riwayat kesehatan keluarga : klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit typoid II. PENGKAJIAN KEPERAWATAN DAN PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum: lemes, CM, Terpasang infus RL 30 tpm ditangan kiri TTV
:
TD :110/70 mmhg N : 80 X/mnt S : 38oC RR: 24x/mnt Body sistem B1. Pernafasan Hidung : bersih,tidak ada polip, tidak menggunakan alat bantu pernafasan Thorak : simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak menggunakan otot bantu pernafasan Focal fremitus : paru-paru kanan : getaran lebih besar Paru-paru kiri : getaran lebih kecil Suara pernafasan : normal, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing B2. Kardiovaskuler Suara jantung :S1 : lub(normal) - S2 : dub(normal) - Tidak ada suara tambahan
, CRF: <3detik Tidak ada peningkatan vena jugularis Tidak ada edema pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah B3.PERSYARATAN Kesadaran : CM GCS : E : 4, V: 5 , M: 6 nilai total : 15 Kepala dan wajah Mata kanan : normal Mata kiri : normal Sklera : tidak ikterik Konjung tiva : tidak anemis, pupil isochor Telinga kanan : normal Telinga kiri : normal Perabaan : normal Pemenuhan istirahat tidur : baik, ±8jam/hari Pemenuhan termoregulasi : panas Suhu : 38oC
Komunikasi : baik, tidak ada gangguan komunikasi B4. PERKEMIHAN-ELIMNINASI URI (BAK) BAK_produksi urin : ±1200ml/24jam, frekuensi:4x/hari Warna : kuning pekat Tidak terapasang DC kateter Intake (minum) : ±2000ml/24jam, Jenis :air putih, air teh B5. PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI Mulut : bersih, lidah kotor, tidak ada karies gigi, mual Tenggorokan : tidak ada nyeri telan Abdomen : inspeksi : simetris Auskultasi : peristaltik usus meningkat Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa Perkusi : timpani Tidak ada pembesaran hepar Rectum : tidak ada hemoroid Eliminasi (BAB) : 2x/hari, konsistensi: cair B6. TULANG-OTOT-INTEGUMEN Simetris, tidak ada peradangan tulang ROM : aktifitas terbatas Ekstremitas atas : dapat menggerakan kedua tangan Ekstremitas bawah : dapat menggerakan kedua kaki Kulit,warna.turgor : normal, tidak ada sianosis, turgor sedang Personal hygiene : terjaga bersih Kemampuan dalam aktivitas terbatas ADL dibantu keluarga Sistem endokrin Tidak pernah menjalani therapi hormon Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik: normal Perubahan ukuran kepala, Tangan atau kaki pada waktu dewasa: normal Sistem reproduksi Laki-laki kebersihan terjaga Tidak terpasang kateter Psikososisal Mendapat dukungan dari teman, keluarga ,masyarakat Reaksi saat interaksi kooperatif, komunikasi baik
Spiritual Ibadah klien hanya berdoa untuk kesembuhan Klien yakin penyakitnya dapat sembuh
ANALISA DATA Nama :sdr.L alamat:cabean demak Umur : 25th Dx.medis: thypoid no Data fokus 1 DS: klien mengatakan badannya panas DO: S: 38oC
2
Ds: klien mengatakan mual Do: - nafsu makan klien menurun -klien tampak lemas
Problem Hipertermi
Etiologi Proses berjalannya penyakit
Ketidakseimbang an nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Anoreksia
3
Ds: klien mengatakan lemes tidak dapat beraktivitas Do: klien hanya berbaring ditempat tidur
Gangguan mobilisasi
Kelemahan otot
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL 1. Hipertermi b/d proses berjalannya penyakit 2. Ketidak seimbangan nutrisikurang dari kebutuhan tubuh b/d anorexia 3. Gangguan mobilisasi b/d kelemahan otot
INTERVENSI N o 1
Dx.Keperawatan
Tujuan
Hipertermi b/d Seteleh proses dilakukan berjalannya tindakan penyakit keperawata n 3x24 jam masalah dapat teratasi dengan KH:panas turun,suhu normal 3637 ◦
Intervensi Kaji TTV R:mengetahui kondisi klien Beri kompres air biasa pada kedua aksila R:membantu menurunkan panas Anjurkan banyak •
•
•
para f
minum air putih R:menyeimbang kan suhu tubuh Kolaborasi medis dalam pemberian obat antipiuretik R:mempercepat penyembuhan •
2
Ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
Setelah dilakukan tindakan keperawata n 3x4 jam diharapkan masalah dapat teratasi dengan KH:klien tidak lemes,klien tidak mual
Kaji adanya alergi makanan R:mengetahui apa saja yang dapat dimakan klien Anjurkan klien untuk meningkat kan intake makanan R:mempertahan kan keseimbangan nutrisi Kolaborasi medis dalam pemberian obat anti emetik R:Membantu penyembuhan Gangguan Setelah Ajarkan mobilisasi b/d dilakukan latihan kelemahan otot tindakan fisik pasif keperawata dan aktif n selama R:melatih 3x24 jam pergerakan masalah pasien dapat Observasi teratasi mobilitas dengan KH: •
•
•
3
•
•
klien dapat klien beraktivitas R:mengetahui sendiri sejauh mana mobilitas klien Libatkan keluarga dalam pemenuha n aktifitas klien R:membantu sebagian aktfitas klien •
IMPLEMENTASI Hari/tgl/ja Dx Implementasi m rabu/13dx. mengaji 10-2010 1 TTV 14.30 •
•
•
Respon hasil S:Klien kooperatif O:s=36 c ;TD=110/70mmHg;RR=24x/m; N=86x/m S:klien kooperatif ⁰
memberi kompres air biasa pada S:klien kooperatif kedua aksila S:klien kooperatif menganjurk an banyak minum air
Pa af
•
Rabu/1310-2010 18.30
dx. 2
•
•
•
Rabu/1310-2010 20.00
dx. 3
•
•
•
putih berkolabora si medis dalam pemberian obat antipiuretik mengkaji adanya alergi makanan menganjurk an klien untuk meningkatk an intake makanan berkolabora si medis dalam pemberian obat anti emetik mengajarka n latihan fisik pasif dan aktif mengobser vasi mobilitas klien melibatkan keluarga dalam pemenuhan aktifitas klien
S:klien kooperatif O:tidak ada alergi S:klien kooperatif
S:klien kooperatif
S:klien kooperatif
S:klien kooperatif S:klien kooperatif
EVALUASI N O 1.
Hr/tgl/ja Dx keperawatan Evaluasi para m f Kamis Hepertermi b/d S: klien 14/10/10 proses penyakit mengatakan