1
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LEUKOPENIA
MAKALAH
oleh Kelompok 2
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
2
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LEUKOPENIA
MAKALAH
Diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik 6b Fasilitator : Ns. Ratna Sari H,S.Kep., M.Kep.
oleh : Mahbub Ramadhani
(122310101003) (122310101003)
Ananta Erfrandau
(122310101015) (122310101015)
Desi Rahmawati
(122310101021) (122310101021)
Lina Nur Khumairoh
(122310101029) (122310101029)
Wahyu Dini Candra Susila
(122310101043) (122310101043)
Kezia Shinta Pratiwi
(122310101057) (122310101057)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
ii
2
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN LEUKOPENIA
MAKALAH
Diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik 6b Fasilitator : Ns. Ratna Sari H,S.Kep., M.Kep.
oleh : Mahbub Ramadhani
(122310101003) (122310101003)
Ananta Erfrandau
(122310101015) (122310101015)
Desi Rahmawati
(122310101021) (122310101021)
Lina Nur Khumairoh
(122310101029) (122310101029)
Wahyu Dini Candra Susila
(122310101043) (122310101043)
Kezia Shinta Pratiwi
(122310101057) (122310101057)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2014
ii
3
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan “ Asuhan keperawatan klien likopenia”. likopenia”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah KK VI B. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ns.Ratna SH,S.Kep,M.Kep selaku dosen mata kuliah KK VI B; 2. Rekan kerja kelompok satu pada mata kuliah KK VI B; 3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Kami juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah imi dapat berguna dan bermanfaat dengan baik khususnya dalam pembelajaran KK VI B.
Jember, September 2014
Penulis
iii
4
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
iv
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1
1.2 Tujuan ...................................................................................
2
1.3 Implikasi Keperawatan .......................................................
2
BAB 2. TINJAUAN TEORI .....................................................................
3
2.1 Pengertian ..............................................................................
3
2.2 Epidemiologi ..........................................................................
4
2.3 Etiologi ...................................................................................
4
2.4 Tanda dan Gejala..................................................................
4
2.5 Patofisiologi ...........................................................................
5
2.6 Komplikasi dan Prognosis....................................................
7
2.7 Pengobatan ............................................................................
8
2.8 Pencegahan ............................................................................
9
BAB 3. PATHWAYS ................................................................................
11
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN......................................................
12
4.1 Pengkajian .............................................................................
12
4.2 Diagnosa.................................................................................
23
4.3 Perencanaan .........................................................................
24
4.4 Pelaksanaan ..........................................................................
29
4.5 Evaluasi ..................................................................................
30
BAB 5. PENUTUP ....................................................................................
32
5.1 Kesimpulan ...........................................................................
32
5.2 Saran ......................................................................................
32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
33
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sel darah putih adalah sel lain yang terdapat didalam darah. Sel darah putih (dalam bahasa inggris : white blood cell, WBC, leukocyte)
adalah sel yang
membentuk komponen darah. Sel darah putih atau lekosit (leukocyte) ini umumnya berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap penyusupan benda asing yang selalu dipandang mempunyai kemungkinan untuk mendatangkan bahaya bagi kelangsungan hidup individu. Jumlah normal leukosit mempunyai rentangan yang cukup luas, yaitu antara 5.10³ - 10⁴ / mL. Keragaman jumlah yang sampai 100% dapat dimaklumi bila diingat bahwa selalu ada saja kontak dengan benda asing diseberang bagian tubuh. Karena itu, jumlah leukosit tersebut berubah – ubah dari saat ke saat, sesuai dengan jumlah benda asing yang biasa dihadapi dari saat ke saat, dalam batas batas yang masih dapat ditoleransi tubuh tanpa menimbulkan gangguan fungsi. Bila jumlah keseluruhan leukosit di atas 10 ⁴/ mL, hal ini sudah merupakan petunjuk bahwa terjadi konflik dengan benda asing dalam jumlah yang lebih besar dari biasa atau yang lebih resistan dari yang biasa. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x10 -11x10 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dawasa yang sesat-sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam setiap millimeter kubil darah terdapat 6000-10000 (rata-rata 8000) sel darah putih. Leukopenia berasal dari kata leukosit yang ditambah dengan akhiran penia (dalam bahasa yunani, penia berarti kemiskinan). Jadi leukopenia adalah suatu keadaan berkurangnya jumlah leukosit dalam darah, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000/mm³ (Dorlan 1994). Leukopenia merupakan keadaan dengan jumlah sel darah putih (leukosit) kurang dari normal, yaitu kurang dari 3500/ mm³ , atau kurang dari 4000/ mm³ . Leukopenia berat atau severe leucopenia adalah suatu keadaan dengan jumlah leukosit kurang dari 200/mm3 atau ada juga yang mengatakan kurang dari 1000/ mm³ .
2
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum Adapun
tujuan
umum
dari
penulisan
makalah
ini
yaitu
agar
mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada anak leukopenia. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tinjauan teoritis leukopenia. 2. Untuk mengetahui Pengkajian pada anak dengan leukopenia. 3. Untuk mengetahui Diagnosa keperawatan pada anak dengan leukopenia. 4. Untuk mengetahui Intervensi keperawatan pada anak dengan leukopenia. 5. Untuk
mengetahui
Implementasi
keperawatan
pada
anak
dengan
leukopenia. 6. Untuk mengetahui Evaluasi keperawatan pada anak dengan leucopenia
1.3. Implikasi keperawatan
Bidang keperawatan merupakan suatu bidang ilmu yang sangat berpengaruh terhadap kondisi sehat dan sakit dari seorang individu. Dalam keilmuan keperawatan terdapat proses keperawatan yang digunakan untuk melakukan penatalaksanaan
terhadap
suatu
permasalahan
kesehatan,
termasuk
penatalaksanaan terhadap gangguan leukopenia. Melalui makalah ini, mahasiswa keperawatan maupun tenaga kesehatan dapat lebih mendalami mengenai penyakit leukopenia dan penatalaksanaannya, akan tetapi tetap dengan diimbangi dari referensi lainnya. Proses asuhan keperawatan yang diulas dalam makalah ini juga dapat digunakan oleh mahasiswa keperawatan maupun tenaga profesional keperawatan dalam menghadapi klien dengan gangguan leukopenia.
3
BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah lebih rendah daripada normal dimana jumlah leukosit lebih rendah dari 5000/mm³. (Suzanne C. Smeltzer, 2001) Leukopenia adalah berkurangnya jumlah eritrosit di dalam darah, jumlahnya sama dengan 5000/mm³ atau kurang. (Poppy, 2000) Leukopenia berasal dari kata leukosit yang ditambah dengan akhiran penia (dalam bahasa yunani, penia berarti kemiskinan). Jadi leukopenia adalah suatu keadaan berkurangnya jumlah leukosit dalam darah, yaitu kurang dari atau sama dengan 5000/mm³ (Dorlan 1994). Leukopenia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah putih dalam sirkulasi perifer kurang dari 4,0 x 10 ⁹/ L . pada sebagian kasus, penyakit ini dihubungkan dengan penurunan granulosit karena granulosit adalah komponen mayor dari sel darah putih pada sirkulasi perifer. Leukopenia adalah kondisi klinis yang terjadi bila sunsum tulang memproduksi sangat sedikit sel darah putih sehingga tubuh tidak terlindung terhadapa bayak bakteri dan agen-agen lain yang mungkin masuk mengenai jaringan (Guyotn 2008). Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa leukopenia adalah suatu kondisi klinis dimana sumsum tulang memproduksi sangat sedikit sel darah putih pada sirkulasi perifer yaitu kurang dari atau sama dengan 5000/mm³.
2.2. Epidemiologi
Dari 372 orang Yahudi Yemen dari segala usia yang ditinjau dalam rangka untuk menjelaskan epidemiologi jinak leukopenia, terdapat dua puluh satu persen leukosit berada di bawah 5000 cells/mm3. Neutropenia dengan jumlah neutrofil < 2,0 x 10 (3) ditemukan di 15,4% dari jumlah sel darah, secara signifikan penurunan neutrofil terdapat rata-rata dalam populasi, tidak ada variasi yang signifikan dalam prevalensi neutropenia dengan usia. Sebaliknya, rata-rata dihitung limfosit dan eritrosit normal. Jadi dapat disimpulkan bahwa di antara
4
orang Yahudi Yemen leukopenia harus didefinisikan sebagai neutropenia leukopenia.
2.3. Etiologi
Adapun penyebab terjadinya leucopenia adalah sebagai berikut: a. Penyebab tersering adalah keracunan obat; fenotiazin merupakan yang tersering; begitu juga dengan Clozapine, suatu neuroleptikal atipikal. b. Infeksi virus, campak, demam thypoid toksin, rickettsia dari tifus, faktor fisik (radiasi pengion), obat-obatan (sulfanilamides, barbiturat, cytostaties), bensol, kekurangan vitamin B12, asam folat, anafilaksis shock, hypersplenism, juga karena kelainan genetik. c. Meningkatnya kadar stres, syndrom Cushing, kortikosteroid, penyakit menular, corticotrophin dan kortison. d. Faktor keturunan dan immunodeficiency, stres, radiasi penyakit, tuberkulosis e. Batang myeloid tertekan ditembak dari sumsum tulang hemopoiesis (misalnya, dalam penyakit radiasi.
2.4. Tanda dan Gejala
Indikator yang paling umum dari leukopenia adalah neutropenia (pengurangan jumlah neutrofil dalam leukosit). Jumlah neutrofil juga dapat menjadi indikator yang paling umum dari risiko infeksi. Jika leukopenia ringan, orang tidak akan menunjukkan gejala apapun, hanya dalam kasus yang berat gejala mulai muncul. Jika leukopenia telah masuk ke tahap berat, gejala klinis yang biasa muncul : a. Anemia, yaitu penurunan jumlah sel darah merah dan hemoglobin b. Menorrhaggia, yaitu perdarahan yang berat dan berkepanjangan saat periode menstruasi c. Metrorrhaggia, yaitu perdarahan dari rahim, tetapi bukan karena menstruasi dan hal ini merupakan indikasi dari beberapa infeksi d. Neurasthenia, yaitu kondisi yang ditandai oleh kelelahan, sakit kepala, dan mengganggu keseimbangan emosional.
5
e. Trombositopenia, yaitu penurunan jumlah trombosit yang abnormal dalam darah. f. Stomatitis, yaitu suatu peradangan pada lapisan mukosa struktur di dalam mulut, seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dan lain-lain. g. Pneumonia, yaitu peradangan yang terjadi di paru-paru karena kongesti virus atau bakteri. h. Abses hati, yaitu jenis infeksi bakteri yang terdapat dalam hati. Hal ini relative jarang terjadi tetapi fatal akibatnya jika tidak ditangani. i. Kelelahan, sakit kepala, dan demam adalah gejala yang sering terjadi. Selain itu pasien juga mengalami hot flashes, rentan terhadap berbagai infeksi, ulkus oral, dan mudah marah. Pasien tidak akan menunjukkan gejala kecuali sampai terjadi infeksi, yang biasanya timbul apabila granulosit lebih rendah dari 1000/mm3. Demam dan nyeri tenggorok dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering. Dapat terjadi bakterimia.
2.5. Patofisiologi
Leukopenia terjadi karena berawal dari berbagai macam penyebab. Radiasi sinar X dan sinar
(gamma) yang berlebihan serta penggunaan obat-obatan yang
berlebihan, akan menyebabkan kerusakan sumsum tulang. Dengan rusaknya sumsum tulang, maka kemampuan sumsum tulang untuk memproduksi sel darah (eritrosit, leukosit, dan trombosit) pun menurun (dalam kasus ini dikhususkan leukosit
yang
mengakibatkan
mengalam
penurunan).
neutropenia
(produksi
Kondisi neutrofil
tersebut menurun),
akhirnya
akan
monositopenia
(produksi monosit menurun), dan eosinopenia (produksi eosinofil menurun). Selain itu, jika seseorang mengidap penyakit immunodefisiensi, seperti HIV AIDS, maka virus HIV akan menyerang CD4 yang terdapat di limfosit T dalam sirkulasi perifer. Kondisi ini akan menyebabkan limfosit hancur sehingga mengalami penurunan jumlah, yang disebut dengan limfopenia. Oleh karena penyebab penyebab yang berujung pada menurunnya jumlah komponen-komponen leukosit
6
(neutropenia,
eosinopenia,
monositopenia,
limfopenia)
maka
terjadilah
leukopenia. Dalam waktu dua hari sesudah sumsum tulang berhenti memproduksi sel darah putih, di dalam mulut dan kolon dapat timbul ulkus, atau orang tersebot dapat mengalami beberapa bentuk infeksi pernapasan yang berat. Bakteri yang berasal dari ulkus secara cepat menginvasi jaringan sekitar dan darah. Tanpa pengobbatan, dalam waktu kurang dari satu mingggu setelah dimulainya leucopenia total akut, ddapat terjadi kematian. Radiasi tubuh dengan sinar-x atau siner gamma, atau settelah terpajan dengan obat-obatan dan bbahan kimia dengan inti benzene atau inti antrasena, kemungkinan besar dapat menimbulkan aplasia sumsum tulang. Memang, beberapa obat umum seperti kloramfenikol (antibiotik0, tiourasil (dipakai untuk mengobbati tirotoksikosis), dan bahkan berbagai macam obat hiptonik barbiturate, dalam keadaan yang sangat jarang dapat menimbulkan leucopenia, hingga membuat keseluruhan rangkaian infeksi pada orang tersebut. Patofisiologi terjadinya penyakit ini adalah Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur/ abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsurunsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu
perkembangan sel normal. Hal ini
menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leukosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi.
Adanya sel kaker juga mengganggu
metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
7
2.6. Komplikasi dan Prognosis
Pada agranulositosis prognosis bergantung pada gambaran sumsum tulang (hipocellular). Jumlah granulosit yang lebih dari 2000 /mm3 menunjukan prognosis yang lebih baik. Pada leukopenia tanpa pengobatan, dalam waktu kurang dari 1 minggu setelah dimulainya leukopenia total akut, dapat terjadi kematian. Pada leukopenia karena aplasia sumsum tulang, asalkan tersedia waktu yang cukup, pasien diterapi dengan transfusi yang tepat, ditambah antibiotik dan obat-obatan lainnya untuk menanggulangi infeksi, biasanya terbentuk sumsum tulang baru yang cukup dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan supaya konsentrasi sel-sel darah dapat kembali normal (Guyton,2008). Komplikasi yang dapat terjad pada penyakit leukopenia ini adalah : a. Anemia Penurunan jumlah sel darah dan hemoglobin b. Menorhaggia Pendarahan yang berat dan berkepanjangan sat periode menstruasi c. Metrorrhaggia Pendarahan dari rahim, tetapi bukan karena menstruasi dan hal ini merupakan indikasi dari beberapa infeksi d. Neurasthenia Kondisi yang ditandai oleh kelelahan, sakit kepala, dan megganggu keseimbangan emosional. e. Trombositopenia Penurunan jumlah trombosit yang abnormal dalam darah. f. Stomatitis Suatu peradangan pada lapisan mukosa struktur didalam mulut, seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dll. g. Pneumonia Peradangan yang terjadi di paru- paru karena kongesti virus atau bakteri. h. Abses hati Terjadi infeksi bakteri yang terdapat dalam hati. Hal ini relatif jarang terjadi tetapi fatal akibatnya jika tidak ditangani.
8
Menurut Guyton (2008) pada leukopenia tanpa pengobatan, dalam waktu kurang dari 1 minggu setelah dimulainya leukopenia total akut, dapat terjadi kematian. Pada leukopenia karena aplasia sumsum tulang, asalkan tersedia waktu yang cukup, pasien diterapi dengan transfusi yang tepat, ditambah antibiotik dan obat- obatan lainnya untuk menanggulangi infeksi, biasanya terbentuk sumsum tulang baru yang ukup dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan supaya konsentrasi sel- sel darah dapat kembali normal.
2.7. Pengobatan
a. Transfusi darah Biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6g%. Pada trombositopenia yang berat dan pendarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda- tanda DIC dapat diberikan heparin. b. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya) Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan. c. Sitostatika Selain sitotastika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. d. Prednisone Pada pemberian obat- obatan ini sering terdapat efek samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhati-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2000/mm3. e. Infeksi sekunder dihindarkan f. Imunoterapi Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah , imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
9
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut: 1. Induksi Dimaksudkan untuk baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%. 2. Konsolidasi Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi. 3. Rumat (maintenance) Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat- dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa. 4. Reinduksi Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap3-6 bulan dengan pemberian obat- obat seperti pada induksi selama 10- 14 hari. 5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat. Diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanak 2500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi. 6. Pengobatan imunologik Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
2.8. Pencegahan
Pencegahan terhadap leukopenia tergantung dari penyebab terjadinya leukopenia. Jika klien mengkonsumsi obat-obatan yang berlebih, maka setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah, klien harus dilindungi dari setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium
10
(misalnya, hidung atau mulut) dan darah sangat penting, dan jika terjadi demam harus ditangani dengan antibiotik spectrum luas sampai organisme dapat ditentukan. Higiene mulut juga harus dijaga. Irigasi tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar teap bersih dari eksudat nekrotik. Kenyamanan dapat ditingkatkan dengan pemberian kerah es dan analgeik, antipiretik, dan sedatif bila perlu. Tujuan penanganan selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali pada penyakit neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat infeksi dapat dicegah.
11
BAB 3. PATHWAYS MK: Hipertermi
MK: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif MK: Risiko Integritas Kulit
MK: Gangguan Pertukaran Gas
Mobilitas terganggu
Pertukaran O2 di alveolus terganggu MK: Diare
MK: Intoleransi Aktivitas
Kelemahan
MK: Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Echimosis, perdarahan gusi, e istaksis
Perdarahan
Demam
Produksi mukus meningkat
Metabolisme meningkat Proses infeksi
Terpapar bakteri, jamur, virus, parasit
MK: Kerusakan Membran Mukosa Oral
Anoreksia
Gangguan metabolisme
Ronchi
Infeksi pernapasan
Infeksi saluran pencernaan
Kekurangan energi
Sel kekurangan
Dispnue
MK: Risiko Infeksi
Tubuh rentan terhadap penyakit
MK: Nyeri Akut
Peradangan
Pertahanan tubuh menurun
Ulkus dalam mulut dan kolon
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun
LEUKOPENIA
Neutropenia
Monositopenia
Eritrosit menurun
Eosinopenia
Leukosit menurun
Trombosit menurun
Kerusakan sumsum tulang
Radiasi sinar X dan γ berlebih
Limfopenia
Obat-obatan berlebih
12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN 4.1. Pengkajian a.
Identitas
Identitas Klien: Leukopenia dapat terjadi pada klien dengan infeksi virus, campak, demam tipus, rickettsia, kelebihan obat-obatan, terpapar radiasi sinar X dan γ berlebihan, shock anafilatik, sindrom chusing, penyakit menular, dan penyakit menular.
b.
Keluhan Utama
Klien dengan leukopenia dapat mengeluh nyeri pada tubuhnya, keletihan, demam, dan tidak nafsu makan.
c.
Riwayat Penyakit Sekarang
Klien dengan leukopenia mengalami penurunan sistem pertahanan tubuhnya sehingga klien sangat rentang terhadap berbagai jenis penyakit dan dapat terinfeksi. Klien dengan leukopenia juga mengalami sesak napas dan dapat terjadi perdarahan pada mulut.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya suatu infeksi virus, radiasi sinar X dan γ berlebihan, serta penggunaan obat-obatan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya leukopenia. Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.
e.
Riwayat Perinatal
1)
Antenatal: pada klien dengan leukopenia, biasanya ibu sang anak pernah menderita penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, dan infeksi virus.
13
2)
Intra natal: pada klien dengan leukopenia biasanya saat proses kelahiran terjadi infeksi virus atau radiasi sinar X dan γ berlebihan.
3)
Post natal: pada klien dengan leukopenia biasanya klien tinggal di lingkungan dengan keterpaparan radiasi sinar X dan γ berlebihan serta terinfeksi virus.
f.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan leukopenia biasanya dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah menderita penyakit HIV/AIDS, kanke, dan infeksi virus. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap terjadinya leukopenia. Leukopenia bukan merupakan penyakit keturunan.
g.
Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada klien dengan leukopenia dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Klien dengan leujopenia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat, hal ini dikarenakan sumsum tulang di tubuhnya mengalami kekurangan produksi sel darah putih (leukosit). Klien juga akan mengalami anoreksia
sehingga
kebutuhan
nutrisinya
kurang
tercukupi
dan
akan
mempengaruhi proses tumbuh kembangnya.
h.
Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya leukopenia yaitu lingkungan dengan keterpaparan radiasi sinar X dan γ yang berlebihan serta i nfeksi virus.
i.
Pola Fungsi Kesehatan
1)
Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
14
2)
Pola nutrisi dan metabolisme: Klien dengan leukopenia mengalami inflamasi pada mulut, ulkus mulut, mual, muntah, diare, dan anoreksia sehingga klien akan mengalami penurunan berat badan.
3)
Pola eliminasi: Klien dengan leukopenia akan mengalami diare.
4)
Pola aktivitas/bermain: Klien akan mengalami keletihan, kelemahan, dan toleransi terhadap latihan rendah.
5)
Pola istirahat dan tidur: Klien akan mengalami gangguan istirahat dan tidur karena nyeri dan demam yang tinggi.
6)
Pola kognitif dan persepsi sensori: Klien dan keluarga pada umumnya tidak mengetahui tentang penyakitnya.
7)
Pola
konsep
diri:
bagaimana
persepsi orang
tua
dan/atau
anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan. 8)
Pola hubungan-peran: peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat dan mengobati anak dengan leukopenia.
9)
Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada klien yang menderita leukopenia biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
10) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat sembuh bagi klien. 11) Pola nilai dan kepercayaan: bagaimana sistem kepercayaan yang dianut klien dan orang tua dalam kesembuhan penyakitnya.
j.
Pemeriksaan Fisik
1)
Keadaan umum : lemah. TTV :
Tekanan Darah : terjadi peningkatan sistolik dengan diastolik stabil Suhu
: suhu tubuh tinggi, lebih dari 37 o C (normal 36o C37o C)
2)
Nadi
: takikardi
RR
: napas cepat, dispnea (lebih dari 20 x/menit)
Kepala dan leher Inspeksi : Wajah Rambut
: simetris, dahi mengkerut : kering, mudh putus, menipis, dan hiperemia
15
Mata
: sklera berwarna biru atau putih seperti mutiara, konjungtiva pucat
Hidung
: terdapat pernafasan cuping hidung
Telinga
: bersih
Bibir dan mulut
:
mukosa
bibir
pucat,
inflamasi
bibir,
faringitis, ulkus mulut, moniliasis Lidah
: terdapat bercak-bercak putih atau ulkus pada lidah
Palpasi : terdapat peningkatan vena jugularis 3)
Dada Inspeksi Palpasi
: terdapat tarikan otot bantu pernafasan : denyutan jantung teraba cepat, badan demam teraba panas, nyeri tekan (+)
Perkusi
: Jantung : dullness Paru
: sonor
Auskultasi : ronchi, wheezing 4)
Abdomen Inspeksi : flat/datar Palpasi
: terdapat nyeri tekan
Perkusi
: timpani
Auskultasi : terdapat peningkatan bising usus 5)
Kulit Turgor kulit buruk, kering, dan agak kisut
6)
Ekstremitas Tidak terdapat odem pada pada extremitas, keletihan, dan kelemahan
k.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada klien dengan leukopenia adalah sebagai berikut: 1)
Pemeriksaan labolatorium Dilakukan pemeriksaan sel darah lengkap (CBC), termasuk manual diferensial dalam kasus mengevaluasi leukopenia.
16
2)
Imaging Studies Sebagai bagian dari pemeriksaan untuk lokalisasi infeksi, sesuai radiografi (misalnya, gambar dada) ditandai.
3)
Temuan Histologi Pada smear darah tepi menunjukkan penurunan yang ditandai atau tidak adanya neutrofil. Pada sumsum tulang mungkin menunjukkan myeloid hypoplasia atau tidak adanya myeloid prekursor. Dalam banyak kasus, sumsum tulang selular dengan pematangan promyelocyte di sumsum tulang belakang.
4)
Pemeriksaan pungsi lumbal pengambilan cairan Bone Me rrow.
l.
Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada klien dengan leukopenia adalah sebagai berikut: 1)
Transfusi darah
2)
Kortikosteroid
3)
Sitostatika
4)
Prednisone
5)
Infeksi sekunder dihindarkan
6)
Imunoterapi.
17
m. Analisa Data Tanggal
18/09/2014
No
1
Data Fokus
DO:
Etiologi
Bersihan jalan napas
Ronchi, wheezing
tidak efektif
Produksi sputum DS:
Problem
Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan
Bersihan jalan napas tidak efektif
napas tidak
berhubungan dengan peningkatan produksi
efektif
sputum
Gangguan
Gangguan pertukaran gas berhubungan
pertukaran gas
dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Dispnue, ronchi
Klien mengeluh sesak napas
Produksi mukus meningkat
Infeksi pernapasan
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun 18/09/2014
2
DO:
Gangguan
Frekuensi dan
pertukaran gas
kedalaman napas abnormal
Dispnue, pernapasan
Warna kulit pucat
cuping hidung
18
DS: Klien mengeluh sesak napas
Pertukaran O2 di alveolus terganggu
Infeksi pernapasan
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun 18/09/2014
3
DO:
Nyeri: akut
Nyeri: akut
- Klien terlihat melindungi daerah yang nyeri
Nyeri: akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
Ulkus dalam mulut dan kolon
- Klien terlihat meringis menahan nyeri
Produksi leukosit di sumsum tulang
DS:
menurun
- Klien mengeluh nyeri 18/09/2014
4
Leukopenia -
Risiko infeksi
Risiko infeksi
Risiko infeksi berhubungan dengan
18
DS: Klien mengeluh sesak napas
Pertukaran O2 di alveolus terganggu
Infeksi pernapasan
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun 18/09/2014
3
DO:
Nyeri: akut
Nyeri: akut
- Klien terlihat melindungi daerah yang nyeri
Nyeri: akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
Ulkus dalam mulut dan kolon
- Klien terlihat meringis menahan nyeri
Produksi leukosit di sumsum tulang
DS:
menurun
- Klien mengeluh nyeri 18/09/2014
4
Leukopenia -
Risiko infeksi
Risiko infeksi
Risiko infeksi berhubungan dengan
19
penurunan status imunologi Tubuh rentan terhadap penyakit
Sistem pertahanan tubuh menurun
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun 18/09/2014
5
DO:
Hipertermi
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang 0
Kulit kemerahan
Demam
Metabolisme meningkat
DS: Klien/keluarga
Proses infeksi
mengatakan kulit teraba panas/hangat
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
normal (lebih dari 37 )
Hipertermi
Terpapar bakteri, virus, jamur, parasit
19
penurunan status imunologi Tubuh rentan terhadap penyakit
Sistem pertahanan tubuh menurun
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun 18/09/2014
5
DO:
Hipertermi
Hipertermi
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
Demam
normal (lebih dari 0
37 ) Kulit kemerahan
Metabolisme meningkat
DS: Klien/keluarga
Proses infeksi
mengatakan kulit teraba panas/hangat
Terpapar bakteri, virus, jamur, parasit
20
18/09/2014
6
DO:
Pertahanan tubuh menurun Diare
Diare
Diare berhubungan dengan proses infeksi
DO:
Produksi leukosit dalam sumsum tulang menurun Ketidakseimbangan
Ketidakseimbang
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Bising usus berlebih
nutrisi kurang dari
an nutrisi kurang
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dari kebutuhan
anoreksia
- Bising usus hiperaktif
Infeksi saluran pencernaan
DS: - Klien/keluarga
Peradangan
mengatakan BAB lebih dari 3 x/hari - Klien mengeluh
Ulkus dalam mulut dan kolon
nyeri perut
18/09/2014
7
Konjungtiva pucat
kebutuhan tubuh
Faringitis, ulkus pada mulut
tubuh Anoreksia
DS: Klien mengatakan
Echimosis,
20
18/09/2014
6
DO:
Pertahanan tubuh menurun Diare
Diare
Diare berhubungan dengan proses infeksi
DO:
Produksi leukosit dalam sumsum tulang menurun Ketidakseimbangan
Ketidakseimbang
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
Bising usus berlebih
nutrisi kurang dari
an nutrisi kurang
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dari kebutuhan
anoreksia
- Bising usus hiperaktif
Infeksi saluran pencernaan
DS: - Klien/keluarga
Peradangan
mengatakan BAB lebih dari 3 x/hari - Klien mengeluh
Ulkus dalam mulut dan kolon
nyeri perut
18/09/2014
7
Konjungtiva pucat
kebutuhan tubuh
Faringitis, ulkus pada mulut
tubuh Anoreksia
DS: Klien mengatakan
Echimosis,
21
tidak nafsu makan, mual dan muntah Klien/keluarga
perdarahan gusi, epistaksis, serta peradangan mukosa oral
mengatakan klien mengalami diare
18/09/2014
8
DO: - Mukosa bibir pucat,
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun Kerusakan membran mukosa oral
inflamasi bibir, faringitis, ulkus
Kerusakan
Kerusakan membran mukosa oral
membran mukosa berhubungan dengan peradangan oral
Peradangan
mulut, moniliasis DS: - Klien mengatakan
Ulkus dalam mulut dan kolon
nyeri pada mulutnya
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun
18/09/2014
9
DO:
Intoleransi aktivitas
- Respon abnormal dari tekanan darah
Kelemahan
Intoleransi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
aktivitas
kelemahan
21
tidak nafsu makan, mual dan muntah Klien/keluarga
perdarahan gusi, epistaksis, serta peradangan mukosa oral
mengatakan klien mengalami diare
18/09/2014
8
DO: - Mukosa bibir pucat,
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun Kerusakan membran mukosa oral
inflamasi bibir, faringitis, ulkus
Kerusakan
Kerusakan membran mukosa oral
membran mukosa berhubungan dengan peradangan oral
Peradangan
mulut, moniliasis DS:
Ulkus dalam mulut
- Klien mengatakan
dan kolon
nyeri pada mulutnya
Produksi leukosit di sumsum tulang menurun
18/09/2014
9
DO:
Intoleransi aktivitas
- Respon abnormal dari tekanan darah
Intoleransi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
aktivitas
kelemahan
Kelemahan
22
atau nadi terhadap aktivitas
Kekurangan energi
- Klien terlihat tidak bertenaga DS:
Sel kekurangan makanan
- Klien mengeluh kelelahan
Gangguan
- Klien mengeluh
metabolisme sel
sesak napas atau ketidaknyamanan saat beraktivitas 18/09/2014
10
-
Risiko gangguan integritas kulit
Mobilitas terganggu
Kelemahan
Kekurangan energi
Risiko gangguan
Risiko gangguan integritas kulit
integritas kulit
berhubungan dengan immobilitas fisik
22
atau nadi terhadap aktivitas
Kekurangan energi
- Klien terlihat tidak bertenaga DS:
Sel kekurangan makanan
- Klien mengeluh kelelahan
Gangguan
- Klien mengeluh
metabolisme sel
sesak napas atau ketidaknyamanan saat beraktivitas 18/09/2014
10
-
Risiko gangguan integritas kulit
Risiko gangguan
Risiko gangguan integritas kulit
integritas kulit
berhubungan dengan immobilitas fisik
Mobilitas terganggu
Kelemahan
Kekurangan energi
23
Gangguan metabolisme sel
4.2. Diagnosa Tanggal
No
Diagnosa Keperawatan
18/09/2014
1
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
18/09/2014
2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
18/09/2014
3
Nyeri: akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
18/09/2014
4
Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan status imunologi
18/09/2014
5
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
18/09/2014
6
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
18/09/2014
7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
18/09/2014
8
Diare berhubungan dengan proses infeksi
18/09/2014
9
Kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan peradangan
18/09/2014
10
Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik
23
Gangguan metabolisme sel
4.2. Diagnosa Tanggal
No
Diagnosa Keperawatan
18/09/2014
1
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum
18/09/2014
2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
18/09/2014
3
Nyeri: akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
18/09/2014
4
Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan status imunologi
18/09/2014
5
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
18/09/2014
6
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme
18/09/2014
7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
18/09/2014
8
Diare berhubungan dengan proses infeksi
18/09/2014
9
Kerusakan membran mukosa oral berhubungan dengan peradangan
18/09/2014
10
Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik
24
4.3. Perencanaan Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil Tujuan Jangka
Tujuan
Pendek
Jangka
Intervensi
Rasional
Panjang
Bersihan jalan
Mampu
Bersihan
napas tidak efektif
melakukan
jalan napas
berhubungan
batuk efektif dan tidak efektif
dengan
suara nafas
peningkatan
bersih, tidak ada
nyaman untuk
klien
produksi sputum
dyspneu
memaksimalkan ventilasi
oksigen ke paru-paru.
Menunjukkan
yang potensial untuk
jalan nafas yang
masukan O2 seperti posisi
paten (irama nafas, frekuensi
teratasi
1. Monitor adanya dispnea,
1. Dispnea, sekret dan ada tidaknya batuk
dan ada tidaknya batuk
produktif menandakan bersihan jalan
produktif
nafas klien mengalami hambatan.
2. Berikan posisi yang
0
2. Posisi yang nyaman dan tepat untuk
0
semi fowler 30 - 45
3. Batuk
dapat
meningkatkan
produktif
diharapkan
asupan
dapat
menegeluarkan dahak pada saluran nafas klien.
3. Ajarkan klien untuk batuk 4. Dilakukannya postural drainase pada
pernafasan
produktif dengan cara
klien dapat mengeluarkan mukus atau
dalam rentang
memaksimalkan
sekret pada saluran pernafasan klien.
normal, tidak
penghirupan nafas lalu
ada suara nafas
dibatukkan.
abnormal)
4. Memposisikan klien untuk
5. Memberikan terapi yang sesuai dengan indikasi. Mukolitik dan ekspektoran dapat mengencerkan dan
24
4.3. Perencanaan Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil Tujuan Jangka
Tujuan
Pendek
Jangka
Intervensi
Rasional
Panjang
Bersihan jalan
Mampu
Bersihan
napas tidak efektif
melakukan
jalan napas
berhubungan
batuk efektif dan tidak efektif
dengan
suara nafas
peningkatan
bersih, tidak ada
nyaman untuk
klien
produksi sputum
dyspneu
memaksimalkan ventilasi
oksigen ke paru-paru.
Menunjukkan
yang potensial untuk
jalan nafas yang
masukan O2 seperti posisi
paten (irama
semi fowler 30 - 45
teratasi
1. Monitor adanya dispnea, dan ada tidaknya batuk
produktif menandakan bersihan jalan
produktif
nafas klien mengalami hambatan.
2. Berikan posisi yang
0
nafas, frekuensi
1. Dispnea, sekret dan ada tidaknya batuk
2. Posisi yang nyaman dan tepat untuk dapat
3. Batuk
0
meningkatkan
produktif
asupan
diharapkan
dapat
menegeluarkan dahak pada saluran nafas klien.
3. Ajarkan klien untuk batuk 4. Dilakukannya postural drainase pada
pernafasan
produktif dengan cara
klien dapat mengeluarkan mukus atau
dalam rentang
memaksimalkan
sekret pada saluran pernafasan klien.
normal, tidak
penghirupan nafas lalu
ada suara nafas
dibatukkan.
abnormal)
5. Memberikan terapi yang sesuai dengan indikasi. Mukolitik dan ekspektoran
4. Memposisikan klien untuk
dapat mengencerkan dan
25
dapat dilakukan postural
membersihkan mukus dari saluran
drainase pada klien.
pernapasan dengan memecah sputum
5. Kolaborasikan dengan tim
(dahak).
kesehatan lain dalam terapi medikasi, misalnya mukolitik, espektoran. Gangguan
Peningkatan
Gangguan
pertukaran gas
ventilasi
berhubungan
oksigenasi
dengan
adekuat
nafas
ketidakseimbangan
Suara nafas yang
mampuan
perfusi ventilasi
bersih, tidak ada
berbincang.
dan pertukaran yang gas teratasi
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu
. Kaji frekuensi kedalaman 1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan.
Catat
penggunaan otot aksesori,
. Awasi
bibir,
tanda
penyakit.
ketidak
. Takikardi, disritmia, dan perubahan
berbicara/
tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
vital
dan
irama jantung. . Dorong
pernapasan dan/atau kronisnya proses
sistemik
pada
jantung. . kental dan banyaknya sekresi adalah
pengeluaran
sumber utama gangguan pertukaran gas
bernafas dengan
sputum, penghisapan bila
pada
mudah, tidak ada
diindikasikan.
dilakukan bila batuk tidak efektif.
pursed lips)
fungsi
jalan
napas.
Penghisapan
. Tinggikan kepala tempat . Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
Tanda tanda vital
tidur dan ajarkan teknik
dengan posisi duduk tinggi dan latihan
dalam
napas dalam.
nafas untuk menurunkan kolep jalan
rentang
25
dapat dilakukan postural
membersihkan mukus dari saluran
drainase pada klien.
pernapasan dengan memecah sputum
5. Kolaborasikan dengan tim
(dahak).
kesehatan lain dalam terapi medikasi, misalnya mukolitik, espektoran. Gangguan
Peningkatan
Gangguan
pertukaran gas
ventilasi
berhubungan
oksigenasi
dengan
adekuat
nafas
ketidakseimbangan
Suara nafas yang
mampuan
perfusi ventilasi
bersih, tidak ada
berbincang.
dan pertukaran yang gas teratasi
pernafasan.
Catat
penggunaan otot aksesori,
. Awasi
dyspneu (mampu
bibir,
penyakit. . Takikardi, disritmia, dan perubahan
berbicara/
tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia
tanda
. Dorong
mampu
pernapasan dan/atau kronisnya proses
ketidak
vital
dan
irama jantung.
mengeluarkan sputum,
. Kaji frekuensi kedalaman 1. Berguna dalam evaluasi derajat distress
sistemik
pada
fungsi
jantung. . kental dan banyaknya sekresi adalah
pengeluaran
sumber utama gangguan pertukaran gas
bernafas dengan
sputum, penghisapan bila
pada
jalan
napas.
Penghisapan
mudah, tidak ada
diindikasikan.
dilakukan bila batuk tidak efektif.
. Tinggikan kepala tempat . Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
pursed lips) Tanda tanda vital
tidur dan ajarkan teknik
dengan posisi duduk tinggi dan latihan
dalam
napas dalam.
nafas untuk menurunkan kolep jalan
rentang
26
normal
. Kolaborasikan
dalam
pemberian
napas, dispnea, dan kerja nafas.
oksigen . Dapat memperbaiki atau mencegah
tambahan
yang
sesuai
memburuknya hipoksia.
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi klien. Nyeri: akut
Skala nyeri
Nyei: akut
berhubungan
berkurang
teratasi
dengan agen injuri
Wajah klien
karakter
(biologi)
tidak meringis
(skala 0-10).
kesakitan
1. Kaji
keluhan
perhatikan
nyeri, 1. Perubahan lokasi atau karakter atau
lokasi dan
atau
intensitas
. Berikan
intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi atau perbaikan. 2. Meningkatkan relaksasi.
tindakan 3. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi
kenyamanan dasar contoh
dari luar atau sensivitas pada suara-
tekhnik
suara
relaksasi,
perubahan posisi dengan sering. . Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi.
bising
dan
istirahat/relaksasi. 4. Pernyataan pengungkapan
memungkinkan emosi
. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri.
dan
dapat
meningkatkan mekanisme koping.
. Dorong ekspresi perasaan 5. Meningkatkan tentang nyeri.
meningkatkan
penumpukan
vasokontriksi, resepsi
sensori
yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan.
26
normal
. Kolaborasikan
dalam
pemberian
napas, dispnea, dan kerja nafas.
oksigen . Dapat memperbaiki atau mencegah
tambahan
yang
sesuai
memburuknya hipoksia.
dengan indikasi hasil GDA dan toleransi klien. Nyeri: akut
Skala nyeri
Nyei: akut
berhubungan
berkurang
teratasi
dengan agen injuri
Wajah klien
karakter
(biologi)
tidak meringis
(skala 0-10).
kesakitan
1. Kaji
keluhan
perhatikan
nyeri, 1. Perubahan lokasi atau karakter atau
lokasi dan
atau
intensitas
intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi atau perbaikan. 2. Meningkatkan relaksasi.
. Berikan
tindakan 3. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi
kenyamanan dasar contoh
dari luar atau sensivitas pada suara-
tekhnik
suara
relaksasi,
perubahan posisi dengan sering.
bising
dan
istirahat/relaksasi. 4. Pernyataan
. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi.
meningkatkan
memungkinkan
pengungkapan
emosi
dan
dapat
meningkatkan mekanisme koping.
. Dorong ekspresi perasaan 5. Meningkatkan tentang nyeri.
penumpukan
. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri.
vasokontriksi, resepsi
sensori
yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri di lokasi yang paling dirasakan.
27
. Kolaborasikan
dalam 6. Mungkin
pemberian analgetik
diperlukan
untuk
menghilangkan nyeri yang berat serta meningkatkan
kenyamanan
dan
istirahat. Catatan: Narkotik mungkin merupakan
kontraindikasi
sehingga
menimbulkan ketidak-akuratan dalam pemeriksaan neurologis. Risiko infeksi
WBC
berada Risiko
berhubungan
dalam
batas infeksi
dengan penurunan
normal
(5000- teratasi
status imunologi
3
10.000 / mm ) Integritas dan
kulit mukosa
. Pantau tanda dan gejala 1. Memantau keadaan klien apakah telah infeksi
terjadi penyebaran infeksi menjadi
. Pantau TTV secara berkala
. Pantau jika ada tanda- 2. Adanya takikardi, takipnea, demam, tanda sepsis pada klien . Kolaborasikan
membaik
pemberian
Suhu tubuh dalam
antiinflamasi
batas normal (36-
indikasi.
0
0
37 C ± 0,5 C)
penyakit lain.
nadi
dalam
antibioti
dan
cepat
dan
lemah
dapat
menunjukkan terjadi sindroma radang sistemik.
sesuai 3. Sepsis menunjukkan adanya sindroma radang sistemik dengan tanda demam, menggigil,
takipnea,
takikardia,
hipotensi, nadi cepat dan lemah, serta gangguan mental. 4. Pemberian antibiotik untuk mencegah
27
. Kolaborasikan
dalam 6. Mungkin
pemberian analgetik
diperlukan
untuk
menghilangkan nyeri yang berat serta meningkatkan
kenyamanan
dan
istirahat. Catatan: Narkotik mungkin merupakan
kontraindikasi
sehingga
menimbulkan ketidak-akuratan dalam pemeriksaan neurologis. Risiko infeksi
WBC
berada Risiko
berhubungan
dalam
batas infeksi
dengan penurunan
normal
(5000- teratasi
status imunologi
10.000 / mm )
3
Integritas dan
. Pantau tanda dan gejala 1. Memantau keadaan klien apakah telah infeksi
terjadi penyebaran infeksi menjadi
. Pantau TTV secara berkala
. Pantau jika ada tanda- 2. Adanya takikardi, takipnea, demam, tanda sepsis pada klien
kulit
. Kolaborasikan
mukosa
membaik
pemberian
Suhu tubuh dalam
antiinflamasi
batas normal (36-
indikasi.
0
penyakit lain.
nadi
dalam
antibioti
dan
cepat
dan
lemah
dapat
menunjukkan terjadi sindroma radang sistemik.
sesuai 3. Sepsis menunjukkan adanya sindroma
0
radang sistemik dengan tanda demam, menggigil,
37 C ± 0,5 C)
takipnea,
takikardia,
hipotensi, nadi cepat dan lemah, serta gangguan mental. 4. Pemberian antibiotik untuk mencegah
28
infeksi
lanjut,
antiinflamasi
untuk
mencegah inflamasi lebih lanjut. Ketidakseimbangan
Intake nutrisi
Ketidak
klien meningkat
seimbangan
dan output klien serta
berguna untuk pemberian tindakan yang
Menghabiskan
nutrisi
catat perubahan yang
efektif.
berhubungan
porsi makan
kurang dari
terjadi.
dengan anoreksia
yang disediakan
kebutuhan
sesuai diet yang
teratasi
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
dianjurkan
1. Kaji pola nutrisi, intake
2. Timbang berat badan klien secara periodik. 3. Lakukan pemerikasaan
Berat badan
fisik abdomen
meningkat
(palpasi,perkusi,dan auskultasi). 4. Berikan porsi kecil tapi sering. 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam penentuan diet dan kebutuhan medikasi klien.
1. Mengetahui status nutrisi pasien
2. Mengetahui perubahan berat badan pasien. 3. Mengetahui kondisi peristaltik usus. 4. Porsi kecil tapi sering digunakan untuk memenuhi nutrisi pasien. 5. Untuk membantu dalam menentukan diet yang sesuai dan obat-obatan yang diindikasikan.
28
infeksi
lanjut,
antiinflamasi
untuk
mencegah inflamasi lebih lanjut. Ketidakseimbangan
Intake nutrisi
Ketidak
klien meningkat
seimbangan
dan output klien serta
berguna untuk pemberian tindakan yang
Menghabiskan
nutrisi
catat perubahan yang
efektif.
berhubungan
porsi makan
kurang dari
terjadi.
dengan anoreksia
yang disediakan
kebutuhan
sesuai diet yang
teratasi
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Mengetahui status nutrisi pasien
2. Mengetahui perubahan berat badan
2. Timbang berat badan
pasien.
klien secara periodik.
3. Mengetahui kondisi peristaltik usus.
3. Lakukan pemerikasaan
dianjurkan
1. Kaji pola nutrisi, intake
Berat badan
fisik abdomen
meningkat
(palpasi,perkusi,dan
4. Porsi kecil tapi sering digunakan untuk memenuhi nutrisi pasien. 5. Untuk membantu dalam menentukan
auskultasi).
diet yang sesuai dan obat-obatan yang
4. Berikan porsi kecil tapi
diindikasikan.
sering. 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam penentuan diet dan kebutuhan medikasi klien.
29
4.4. Pelaksanaan No
1
Diagnosa Keperawatan
Pelaksanaan
Bersihan jalan napas tidak
1. Monitor adanya dispnea, dan ada tidaknya batuk produktif
efektif berhubungan dengan
2. Berikan posisi yang nyaman untuk memaksimalkan ventilasi yang potensial untuk 0
peningkatan produksi sputum
0
masukan O2 seperti posisi semi fowler 30 - 45
3. Ajarkan klien untuk batuk produktif dengan cara memaksimalkan penghirupan nafas lalu dibatukkan. 4. Memposisikan klien untuk dapat dilakukan postural drainase pada klien. 5. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain dalam terapi medikasi, misalnya mukolitik, espektoran. 2
Gangguan
pertukaran
gas 1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
perfusi 2. Awasi tanda vital dan irama jantung.
ventilasi
ketidak mampuan berbicara/ berbincang.
3. Dorong pengeluaran sputum, penghisapan bila diindikasikan. 4. Tinggikan kepala tempat tidur dan ajarkan teknik napas dalam. 5. Kolaborasikan dalam pemberian oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi klien.
3
Nyeri: akut berhubungan dengan 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas (skala 0-10). agen injuri (biologi)
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh tekhnik relaksasi, perubahan posisi dengan sering.
29
4.4. Pelaksanaan No
1
Diagnosa Keperawatan
Pelaksanaan
Bersihan jalan napas tidak
1. Monitor adanya dispnea, dan ada tidaknya batuk produktif
efektif berhubungan dengan
2. Berikan posisi yang nyaman untuk memaksimalkan ventilasi yang potensial untuk 0
peningkatan produksi sputum
0
masukan O2 seperti posisi semi fowler 30 - 45
3. Ajarkan klien untuk batuk produktif dengan cara memaksimalkan penghirupan nafas lalu dibatukkan. 4. Memposisikan klien untuk dapat dilakukan postural drainase pada klien. 5. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain dalam terapi medikasi, misalnya mukolitik, espektoran. 2
Gangguan
pertukaran
gas 1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
perfusi 2. Awasi tanda vital dan irama jantung.
ventilasi
ketidak mampuan berbicara/ berbincang.
3. Dorong pengeluaran sputum, penghisapan bila diindikasikan. 4. Tinggikan kepala tempat tidur dan ajarkan teknik napas dalam. 5. Kolaborasikan dalam pemberian oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi klien.
3
Nyeri: akut berhubungan dengan 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas (skala 0-10). agen injuri (biologi)
2. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh tekhnik relaksasi, perubahan posisi dengan sering.
30
3. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi. 4. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri. 5. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri. 6. Kolaborasikan dalam pemberian analgetik 4
Risiko
infeksi
dengan
berhubungan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
penurunan
status 2. Pantau TTV secara berkala
imunologi
3. Pantau jika ada tanda-tanda sepsis pada klien 4. Kolaborasikan dalam pemberian antibioti dan antiinflamasi sesuai indikasi
5
Ketidakseimbangan nutrisi
1. Kaji pola nutrisi, intake dan output klien serta catat perubahan yang terjadi.
kurang dari kebutuhan tubuh
2. Timbang berat badan klien secara periodik.
berhubungan dengan anoreksia
3. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). 4. Berikan porsi kecil tapi sering. 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam penentuan diet dan kebutuhan medikasi klien.
4.5. Evaluasi No
1
Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif
Evaluasi
S : orang tua klien mengatakan “anak saya mampu melakukan batuk efektif.”
berhubungan dengan peningkatan O : suara napas bersih, tidak ada sesak napas
30
3. Berikan lingkungan yang tenang sesuai indikasi. 4. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri. 5. Berikan kompres hangat pada lokasi nyeri. 6. Kolaborasikan dalam pemberian analgetik 4
Risiko
infeksi
dengan
berhubungan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
penurunan
status 2. Pantau TTV secara berkala
imunologi
3. Pantau jika ada tanda-tanda sepsis pada klien 4. Kolaborasikan dalam pemberian antibioti dan antiinflamasi sesuai indikasi
5
Ketidakseimbangan nutrisi
1. Kaji pola nutrisi, intake dan output klien serta catat perubahan yang terjadi.
kurang dari kebutuhan tubuh
2. Timbang berat badan klien secara periodik.
berhubungan dengan anoreksia
3. Lakukan pemerikasaan fisik abdomen (palpasi,perkusi,dan auskultasi). 4. Berikan porsi kecil tapi sering. 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam penentuan diet dan kebutuhan medikasi klien.
4.5. Evaluasi No
1
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
Bersihan jalan napas tidak efektif
S : orang tua klien mengatakan “anak saya mampu melakukan batuk efektif.”
berhubungan dengan peningkatan O : suara napas bersih, tidak ada sesak napas
31
produksi sputum
A : tujuan tercapai P : hentikan tindakan keperawatan
2
3
Gangguan
pertukaran
gas S : klien mengatakan “saya sudah bisa bernapas dengan mudah.”
berhubungan
dengan O : RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
ketidakseimbangan
perfusi A : tujuan telah tercapai
ventilasi
P : hentikan tindakan keperawatan
Nyeri: akut berhubungan dengan
S : klien mengatakan “nyeri yang saya rasakan sudah berkurang dan hilang”
agen injuri (biologi)
O : klien tampak rileks A : tujuan telah tercapai P : hentikan tindakan keperawatan.
4
Risiko
infeksi
dengan
berhubungan S : orang tua klien mengatakan “anak saya sudah tidak demam.”
penurunan
3
status O : WBC dalam batas normal (5000-10.000 / mm )
imunologi
A : tujuan telah tercapai P : hentikan tindakan keperawatan.
5
Ketidakseimbangan nutrisi
S : orang tua klien mengatakan “anak saya menghabiskan porsi makan yang disediakan
kurang dari kebutuhan tubuh
sesuai diet yang dianjurkan.”
berhubungan dengan anoreksia
O : WBC dalam batas normal (5000-10.000 / mm3) A : tujuan telah tercapai P : hentikan tindakan keperawatan.
31
produksi sputum
A : tujuan tercapai P : hentikan tindakan keperawatan
2
3
Gangguan
pertukaran
gas S : klien mengatakan “saya sudah bisa bernapas dengan mudah.”
berhubungan
dengan O : RR dalam batas normal (16-20 x/menit)
ketidakseimbangan
perfusi A : tujuan telah tercapai
ventilasi
P : hentikan tindakan keperawatan
Nyeri: akut berhubungan dengan
S : klien mengatakan “nyeri yang saya rasakan sudah berkurang dan hilang”
agen injuri (biologi)
O : klien tampak rileks A : tujuan telah tercapai P : hentikan tindakan keperawatan.
4
Risiko
infeksi
dengan
berhubungan S : orang tua klien mengatakan “anak saya sudah tidak demam.”
penurunan
3
status O : WBC dalam batas normal (5000-10.000 / mm )
imunologi
A : tujuan telah tercapai P : hentikan tindakan keperawatan.
5
Ketidakseimbangan nutrisi
S : orang tua klien mengatakan “anak saya menghabiskan porsi makan yang disediakan
kurang dari kebutuhan tubuh
sesuai diet yang dianjurkan.”
berhubungan dengan anoreksia
O : WBC dalam batas normal (5000-10.000 / mm3) A : tujuan telah tercapai P : hentikan tindakan keperawatan.
32
BAB 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah sel darah putih lebih rendah dari normal. Jumlah leukosit yang lebih rendah dari 5000/mm3 atau jumlah granulosit lebih rendah dari 2000/mm3 merupakan keadaan abnormal dan merupakan tanda kelainan sumsum tulang . Kondisi klinis yang dikenal dengan leukopenia terjadi bila sunsun tulang memproduksi sangat sedikit sel darah putih, sehingga tubuh tidak terlindung terhadap banyak bakteri dan agen lain yang mungkin masuk menginvasi jaringan. Akibatnya timbulah ulkus pada organ-organ yang terinvasi. Ketika memasuki masa akut dan tidak segera diobati, leucopenia akan mengakibatkan kematian. Tetapi asalkan tersedia waktu yang cukup. Tranfusi dengan cepat diberikan beserta terapi antibiotik, infeksi dapat ditanggulangi.
32
BAB 5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Leukopenia adalah keadaan dimana jumlah sel darah putih lebih rendah dari normal. Jumlah leukosit yang lebih rendah dari 5000/mm3 atau jumlah granulosit lebih rendah dari 2000/mm3 merupakan keadaan abnormal dan merupakan tanda kelainan sumsum tulang . Kondisi klinis yang dikenal dengan leukopenia terjadi bila sunsun tulang memproduksi sangat sedikit sel darah putih, sehingga tubuh tidak terlindung terhadap banyak bakteri dan agen lain yang mungkin masuk menginvasi jaringan. Akibatnya timbulah ulkus pada organ-organ yang terinvasi. Ketika memasuki masa akut dan tidak segera diobati, leucopenia akan mengakibatkan kematian. Tetapi asalkan tersedia waktu yang cukup. Tranfusi dengan cepat diberikan beserta terapi antibiotik, infeksi dapat ditanggulangi.
5.2. Saran
Leukopenia merupakan penyakit imun yang efloresensinya terlihat pada seluruh tubuh. Hal ini menjadikan begitu luas cakupan pembelajaran penyakit leukopenia, yaitu dari segi hematologi dan dari segi imunitas serta pertahanan hemostasis tubuh. Oleh karenanya penting bagi mahasiswa untuk mengetahui secara mendetail konsep penyakit leukopenia, untuk nantinya digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam melakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Perlu untuk diketahui dan ditanamkan mengenai patofisiologi penyakit, karena perjalanan penyakit leukopenia berawal dari tidak hemostasisnya system imun dan hematologi tubuh hingga dampaknya pada system pertahanan tubuh dari infeksi.