PENDAHULUAN
Semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang segala aspek bidang khususnya bidang kesehatan dan keperawatan memuat makinmeningkatnya masalh kesehatan yang perlu diatasai dan harus mendapatkan perhatian yang besar dalam mencapai tujuan tercapainya Indonesia sehat 2011.oleh karena itu,peranan perawat dalam menjalankan tugasnya sebagai perawat harus diwujudkan dalam pengetahuan,sikap serta keterampilan yang sangat diperlukan oleh banyak masyarakat.
A. Lata Latarr bela belaka kang ng SLE ( sistemic Lupus Erythematous ) adalah penyakit radang multisistem yang yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan kronis. Disertai oleh terdapatnya bebagai macam auto anti body dalam tubuh.
B. Tujuan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah 1. Sebagai Sebagai pedoman pedoman dalam dalam menerapka menerapkan n Asuhan Asuhan Keperawata Keperawatan n khususn khususnya ya pelaksanaan tindakan keperawatan pada penderita SLE 2. Agar kita kita dapat mengeta mengetahui hui hal-hal hal-hal yang yang bisa menimb menimbulkan ulkan ganggu gangguan an sistem sistem pernafasan
1
BAB II Tinjauan Teoritis Medis
2.1 Defenis Defenisii SLE adalah Penyakit radang multi sistem yang sebabnya belum diketahui. Dengan perjalanan penyakit yang akut dan kronik disertai adanya berbagai macam auto antibody dalam tubuh. SLE merupakkan suatu penyakit radang atau inflamasi multi sistem yang disebabkan oleh banyak faktor ( inserbg and horsfall ) dan karakteristik oleh adanya gangguan gangguan disgerulasi sistem imun berupa pengangkatan sistem imun dan produksi auto anti body yang berlebihan ( albar,2003). Terbentuknya autoantibody terhadap dSDNA, berbagai macam ribonikleoprotein intraseluler, sel-sel darah dan fosfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan (albar,2003) melalui mekanisme pengaktifan komplemen ( Epstein,1998). Sistem lupus erythematous adalah suatu penyakit kulit yang menahun yang ditandai dengan peradangan dan oembentukan jaringa parut yang terjadi pada wajah, telinga, kuli, kepala dan kandung pada bagian tubuh lainnya .
Klasifikasi
2
Penyakit Lupus yang diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu : 1. Dicoid Lupus lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas erithema yang meninggi, skuama, sumbatan falikuler dan telangiektasia. Lesi ini timbul dikulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung dan dada. Penyakit ini menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan jaringan parut.
2. Sistemik lupus erythematous SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor dan karekteristik oleh adanya gangguan disgerulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi. Autoantibody yang berlebihan terbentuknya auto antibodi terhadap dSDNA, berbagai macam ribonuklea protein intraseluler, sel-sel darah dan fosfolipid dan dapat menyebabkan jaringan melalui mekanisme pengaktifan komplemen
3. Lupus Yang diinduksikan oleh obat Lupus yang disebabkan oleh induksi tertentu khususnya pada asetilator lambat yang mempunyai gen HLA DP-4 menyebabkan asetilatasi akan menjadi lambat. Obat banyak terakumulasi ditubuh sehinggan memberikan kesempatan obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon benda asing oleh tubuh sehingga tubuh manusia membentuk kompleks antibody antinuklir ( ANA ) untuk menyerang benda asing tersebut.
Insiden SLE lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dengan perbandingan 10: 1. Perbandingan ini menurun menjadi 3 : 2 pada lupus yang diinduksi oleh obat.penyakit SLE juga menyerang penderita usia
3
produktif yaitu 15 – 64 tahun . meskipun begitu, penyakit ini dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia dan jenis kelamin. Prevalensi SLE berbeda-beda untuk tiap etnis yaitu etnis afrika. Amerika mempunyai prevalensi sebesar 1 kasus / 2000 populasi, cina 1 dalam 1000 populasi, 12 kasus / 100.000 populasi terjadi di inggris, 39 kasusdalm 100.000 populasi terdapat di swedia. Di newzeland, terjadi perbedaan antara etnis polinesian sebanyak 50 kasus / 100.00 populasi dengan orang kulit putih sebesar14,6 kasus dalam 100.000 populasi. 2.2 Etiologi Faktor genetik Lingkungan Menyebabkan timbulnya SLE yaitu sinar Uvyang menyebar struktur DNA didaerah yang terpapar sehingga menyebabkan perubahan sistem imun didaerah tersebut serta menginduksi apoptosis dari sel keratonosit.SLE juga dapat diinduksikan oleh obat tertentu khususnya pada asetelator lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi lambat, obat banyak terakumulasi ditubuh sehingga memberikan kesmpatan tubuh membentuk kompleks antibodi antinukler ( ANA ) untuk menyerang benda asing tersebut ( herfindal et., al 2000 ).Makanan seperti wijen (alfafa sprouts)yang mengandung asam amino L-Camavine dapat mengurangi respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE . selain itu virus dan bakteri juga menyebabkan perubahan pada sistem imunabdengan mekanisme menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme menyebabkan peningkatan antibodi antiviral sehingga mengaktivasi sel B limfosit nonspesifik yang akan memicu terjadinya SLE.
4
2.3 Patofisiologi
Bakteri/virus
Tubuh
Kompensasi
Antibody
5
Malfungsi/gangguan Imnoregulasi
infeksi Berkelanjutan
Peradangan
SLE
Menyerang organ
Sistem hemotologi Gangguan pembekuanDarah Trombus divena dan arteri Gangguan sirkulasi Jantung bekerja ekstra Miokarditis Pucat, anemis
sitem integumen perubahan barier kulit ruam kupu-kupu DX: 2 Gangguan integritas kulit
sistem muskuloskletal
sistem perkemihan
nyeri sendi/arhthritis
gangguan glumoleorus
kematian jaringan edema,hematoma DX:3 Ganggua n rasa nyaman : nyeri
DX: 1 Intoleransi aktifitas
6
DX:4 gangGuan citra tubuh
2.4 Manifestasi klinis Manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah,malaise,demam,penurunan nafsu makan,dan penurunan nafsu makan ,dan penurunan berat badan (Hahn,2005).Gejala muskuloskeletal
sering terkena adalah sendi
interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut ,pergelangan tangan,metakarpofalangeal,siku,dan pergelangan kaki.
Gejala dikulit
Dapat berupa timbulnya ruam kulit yangkhas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosa SLE yaitu ruam kulit berbentuk kupu-kupu(Butterfly Rash) berupa eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi.Dengan pengobatan yang tepat,kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas.Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hypersensitivitas ( photohypersensitivitas ). Lesi cakram terjadi pada 10 – 20 % pasien SLE . gejala lain yang timbul adalah vaskulitis eritema periungual, livido retikularis, alopesia, ulserasi, dan fenomena raynaud .
Gejala SLE pada jantung
Sering ditandai dengan adanya perikarditis, miokardirtis, gangguan katub jantung ( biasanya aorta atau mitral ) termasuk gejala endokarditis libman – sachs. Penyakit jantung pada pasien umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti hypertensi, kegemukan, dan hyperlipidema. Terapi dengan kortokosteroid dan adanya penyakit ginjal juga dapat meningkatkan resiko penyakit jantung pada pasien SLE. Gejala lain yang juga sering timbul adalah gejala pada parut yang meliputi pleuritia dan efusi pleura. Pneumonia lupus menyebabkan demam, sesak nafas dan batuk. Gejala pada parut ini jarang terjadi namun mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Nyeri abdomen terjadi pada 25 % kasus SLE. Gejala saluran pencernaan ( gastrointestinal ) lain yang sering timbul adalah mual, diare, dan dispepsia, selain itu dapat pula terjadi faskulitis, perporasi usus, pankreatitis, dan hepatosplenomegali.
7
Gejala SLE pada susunan saraf
Terjadinya neurapati perifer berupa gangguan sensorik dan motorik yang umumnya bersifat sementara atau ( albar, 2003 ). Gejala lain yang juga timbul adalah disfungsi kognitif, psikosis, depresi, kejang-kejang,stroke.
Gejala hematologi
Umumnya adalah anemia yang terjadi akibat inplamasi kronik pada sebagian besar pasien saat lupusnya aktif. Pada pasien dengan uji coomBs nya positif dapat mengalami anemia hemolitik. Leukopenia ( biasanya limfo penia ) sering ditemukan tetapi tidak memerlukan terapi dan jarang kambuh. Trombositopenia ringan sering terjadi, sedangkan trombositopenia berat disertai perdarahan dan purpura terjadi pada 5% pasien dan harus diterapi dengan glukortikoid dosis tinggi. Perbaikan jangka pendek dapat dicapai dengan pemberian gamaglobulin intravena. Bila hitung trombosit tidak dapat mencapai kadar yang memuaskan dalam2 minggu, harus dipertimbangkan tindakan splenektomi.
Gejala SLE pada otot dan kerangka tubuh
Pada otot yang mengakibatkan nyeri dan dapat mengakibatkan Artritis terjadi kelemahan jaringan.
Gejala pada Perkemihan
Glomelurus renal yang biasanya terkena terjadinya retensi urine << atau mengalami kesulitan berkemih,adanya edema,hematuria.
8
2.5 Penatalaksanaan Pemeriksaan diagnostik Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihans ecara penurunan berat badan dan kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis. Tidak ada 1 terlaboratorium megungkapkan anemia yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leucopenia dan antibody antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin tetapi tidak memastikan diagnostik. a. Anti ds DNA Batas normal : 70 – 200 iu/mL Negatif Positif
: < 70 iu/mL : > 200 iu/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65-80% penderita denga SLE aktif dan jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumblah yang tinggi merupakan spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan pada penderitadengan penyakit reumatik dan lain-lain, hepatitis kronik, infeksi mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan 9
pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit terutama Lupus glomerulonetritis. Jumlahnya mendekati negativ pada penyakit SLE yang tenang. b. Antinuklear antibodies ( ANA ) Harga normal : nol ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimunyang lain. ANA adalah sekelompok antibody protein yang beraksi menyerang inti dari suatu sel. Ana cukup sensitif untuk mendektisi adanya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE tetapi ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan kemunculan penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah pemberian terapi maka penyakit tidak lagi aktif sehingga jumblah ANA diperkirakan menurun. Jika hasil test negativ, maka pasien belum tentu negativ terhadap SLE karena harus dipertimbangkan juga data klinis dan test laboratorium yang lain, jika hasil test posotof maka sebaiknya dilakukan test laboratorium yang lain tetapi jika hasil test negativ maka sebaiknya dilakukan test serelogi yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita SLE. ANA dapat meliputi anti-smith ( anti SM ). Anti RNP/antiribonukleo protein.
c. Test laboratorium lain Test laboratorium lainya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta untuk monitoring tetapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal P, antikardiolipin, lupus antikoagulan, urinalisis, serum kreatinin, test fungsi hepar. 2.6 Pengobatan -Nonsteroid anti inflamatori drugs {NSAIDS} NSAIDS berguna karena kemampuanya sebagai analgesic, antipiretik dan inflamasi.
Obat
ini
berguna
arthralgia/arthiritis. Aspirin
untuk
adalah
mengatasi
SLE
dengan
demam
dan
salah satu yang paling banyak diteliti
kegunaannya. Ibuferon idometasin cukup efektif untuk mengobati SLE dengan 10
arthiritisdan pleuritis, dalam kombinasi dengan steroid dan antimanalria. Keterbatasan obat ini adalah efek samping yang lebih sedikit, diharapkan dapat mengatasi hal ini, saying belum ada penelitian mengenai efektifitasnya pada SLE. Efek samping dari OAINS adalah: reaksi hipersensivitas, gangguan renal, retensi cairan, meningitis aseptik. -Korticosteroid Cara kerja steroid pada SLE adalah melalui mekanisme antiinflamasi dan amunosuprefh dari berbagai jenis steroid yang paling sering digunakan adalah pprednison dan multipred nisinosolon. Pada SLE yang ringan yang tidak dapat dikontrol oleh NSAID dan antimalaria, diberikan prednison 2,5 mg samapai 5 mg,. Dosis ini ditingkatkan 20% 1 sampai 2 minggu tergantung dari respon klinis. Pada SLE yang akut dan yang mengancam jiwa langsung diberikan steroid, NSAID dan antimalariatidak efektif pada keadaan itu. Manifestasi serius SLE yang membaik de ngan steroid antara lain: vaskulitis, dermatitis berat miocarditis, lupus pneumonitis, glomerulonefritis, anemia haomolitik, neufropati perifer dan kasus lupus.Pada SLE aktif dan berat, terdapat beberapa regment pembenan steroid: 1. Regmen I : daily oral short acting {predmison, prednisolon, multiprednisolon} dosis: 1-2mg/kgBB/hari dimulai dari dosis terbagi, lalu diturunkan secara bertahap sesuai dengan perbaikan klinis dan laboratories. Regimen ini sangat cepat mengontrol penyakit ini, 5-10 hari untuk manifestasi hamatologis atau saraf atau vaskulitis, 3-10 minggu untuk glumerulonefritis. 2. Regimen II : methyprednisolon intravena, dosis : 500-1000mg/hari, selama 3-5 minggu atau 30 mg/kgBB/hari selama 3 hari. Regimen mungkin sangat cepat mengontrol penyakit lebih cepat dari pada terapi oral setiap hari, tetapi efek yang hanyan bersifat sementara, sehingga tidak digunakan untuk terapi SLE jangka lama. 3. Regimen III : Kombinasi regimen 1 dan 2 obat sitoksit ezayhioprine cyclophos phamide. Setelah kelainan klinis menjadi tenang dosis diturunkan dengan kecepatan 2,55 mg/minggu sampai dicapai maintenance dose.
11
-
Antimalaria Efektifitas antimalaria terhadap SLE yang mengenai kulit dan sendi telah lama diketahui dan obat ini telah dianggap sebagai obat pilihan pertama untuk cara mengganggu pemoresan antigen dimakrofag dan sel pengaji antigen yang lain dengan peningkatan PH di dalam vakuolalisosomal. Juga menghamabat dan mengabsorbsi sinar UV, bebera penelitian melaporkan bahwa antimalaria dapat menurunkan kolestrol total, HDL, LDL. Pada penderita SLE yang menerima steroidmaupun yang tidak. Terdapat 3 obat antimalaria yang tersedia, hidroksikolokulin. Dosis 200400mg/hari, klorokuin dan efek sampingnya lebih ringan. Efek samping antimalaria yang paling sering adalah efek pada saluran pencernaan, kembung, mual dan muntah. Efek ssamping lain adalah timbulnya ruam, toksisitas retin dan neurologis.
-
Methoreksat
Methoreksat adalah antagonis folat yang jika diberikan dalam dosis untuk penyakit rematik efek imunosupresifinyalebih lemah dari pada obat alkilating atau zat hioprin . methorekxate dosis rendah mingguan 7,5-15mg, efektif sebagai “steroid spring agent” dan dapat diterima baik oleh penderita, terutama pada manifestasi klinis dan muskluskletal. Efek smaping yang paling seringdipakai adalah: lekopenia, ulkus oral, toksisitas gastrointestinal
dan
hepaktotoksitas.
Untuk
pemantauan
efek
samping
diperlukan
pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi ginjal dan hepar pada penderita dengan efek samping gastrointestinal, pemberian asam folat 5mg tiap minggu akan mengurangi efek tersebut.
12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1.Pengkajian
a. Identitas Umur
: pada usia 20-40 tahun
Jenis kelamin
: penderita penyakit pada wanita dan pria atau 9:1 dan Kasus ini menyerangn wanita dalam usia produktif
b. Riwayat Keperawatan a. Keluhan Utama 13
Pasien mengeluhkan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien. b. Riwayat penyakit sekarang Pasien biasanya mengeluh sama dengan keluhan utamanya, akan tetapi respon tiap orang berbeda terhadap tanda dan gejala SLE tergantung imunitas masing-masing c. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan didapatkan adanya keluhan mudah lelah, nyeri, anoreksia dan penurunan berat badan secara signifikan. d. Riwayat penyakit keluarga Pasien yang mempunyai keluarga yang pernah terkena penyakit Lupus ini akan dicurigai berkecenderungan untuk terkena penyakit ini, >/ 5-12% lebih besar dibandingkan orang normal.
2.1.Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum b. Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan amnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. c. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan pasien d. Sistem pernafasan pada pleuritis atau efusi pleura
14
e. Sistem kardiovaskuler Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura,lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,siku,jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan f. Sistem persyarafan yang Sering terjadi depresi dan psikosis juga serangan kejangkejang,korea ataupun manifestasi ssp lainnya g.Sistem pencernaan menurunya frekuensi eliminasi BAB,mual,muntah,terdengar suara bising usus jelas h.sistem intergumen lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam terbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi,ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau platum durum i.sistem muskuluskletal Pembengkakan sendi,nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,rasa kaku pada pagi hari. 3.3.Diagnosa Keperawatan
1.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard kurang dari kebutuhan. Tujuan
: Perbaikan dalam pernafasan
Kriteria hasil : -Pasien tidak merasa sesak -Dapat bernafas kembali dengan normaL Intervensi Rasional 1.Catat frekuensi jantung, irama, dan 1.kecenderungan menentukan perubahan TD sebelum, selama, sesudah pasien aktivitassesuai
indikasi.
Hubungkan
dengan laporan nyeri dada/nafas pendek.
terhadap
mengindifikasikan
aktivitas penurunan
respon dan
dapt
oksigen
miokardia yang memerlukan penurunan tingkat aktivitas/kembali tirah baring, perubahan program obat, penggunaan oksigen tambahan
2.Tingkatkan istirahat
{tempat tidur 2.menurunkan kerja miokardia/konsumsi
15
/kursi}.
Batasi
nyeri/respon
aktivitas
pada
hemodimanik.
dasar oksigen, menurunkan resiko komplikasi
.berikan
{contoh; perluasan miokardium}
aktivitas sengang yang tidak berat 3.Batasi penugunjung atau kunjungan 3.Pembicaraan oleh pasien
yang
panjang
sangat
mempengaruhi pasien, namun periode yang tenang bersifat teraupetik. 4.Aktivitas memerlukan menahan nafas
4.Anjurkan
pasien
menghindari
dan
menunduk dapat
mengakibatkan
peningkatan tekanan abdomen, contoh barikardi juga menurunkan jurah jantung mengejan saat defikasi
dan takikardi dan peningkatan TD 5.Aktivitas
yang
maju
memberikan
control jantung, meningkatkan regangan 5.Jelaskan pola peningkatan bertahap dari
dan mencegah aktivitas berlebihan.
tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi dan istirahat setelah makan
2.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit, penumpukan kompleks imun. Tujuan
: Pemeliharaan integritas kulit
Kriteria hasil : -Tidak terjadi kerusakan integritas kulit -Tidak terjadi perubahan pada fungsi kulit Intervensi Rasional 1.lindungi kulit yang sehat terhadap 1.Agar kulit tidak terpajan dengan sinar kemungkinan malserasi
UV
2.Juga dengan cermat terhadap resiko 2.Menghindari kerusakan integritas kulit 16
terjadinya
cedera
termal
akibat
penggunaan kompres panas yang terlalu panas.
3.Menghambat reaksi sinar UV
3.Nasehati pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya 4.Kolaborasi kortikosteroid
pemberian
NSAID
dan 4.Untuk memberikan efek antipiretik, antiinflamasi dan analgesic
3. Nyeri berhubungn dengan kerusakan jaringan. Tujuan
: Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
kriteria hasil
: - Pasien merasa derajat nyeri menurun - Dapat melakukan relaksasi dan distraksi
17
1.Lakukan
Itervensi sejumlah tindakan
Rasional yang 1.mengendalikan rasa nyeri dan relaksasi
memberikan kenyaman atau kompres terhadap nyeri panas/ dingin: masase, perubahan posisi, istirahat, kasur busa, bantal penyangga, bidai teknik relaksasi aktivitas yang mengalihkan perhatian. 2.Berikan
preparat
anti
inflamasi
analgesic seperti yang dianjurkan
2.Mengurangi rasa nyeri dan memberikan
3.Sesuaikan jadwal pengobatan untuk kenyaman pasien memenuhi kebutuhan pasien terhadap 3.Mengatur penatalaksanaan nyeri
kesiapan
pasien
untuk
melakukan pengobatan
4.Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat 4.Mengetahui derajat keparahan nyeri kronik penyakitnya
pasien
5.Jelaskan
patofisiologik
membantu
pasien
untuk
nyeri
dan
menyadari
bahwa rasa nyeri sering membawanya 5.Menjelaskan efek dari pengobatan yang kemetode terapi yang belum terbukti sedang dijalani sekarang manfaatnya 6.Bantu dalam mengenali nyeri dalam kehidupan
seorang
yang
membawa 6.metode terapi yang tepat
pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya 7.Lakukan penilaian terhadap perubahan
7.mengetahui rasa nyeri
subjektif pada rasa nyeri
4.Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya edema Tujuan : Dapat memberikan keseimbangan cairan untuk mengurangi edema Kriteria hasil: -Tidak terjadi edema -Adanya pemberian cairan yang seimbang INTERVENSI
RASIONAL 18
1.Kaji
tingkat
pengetahuan
pasien 1.Mengidentifikasi luas masalah
dan
tentang kondisi dan pengobatan, dan perlunya intervensi. ansietas sehubungan dengan situasi saat ini. 2.Diskusikan arti kehilangan/ perubahan
2.Beberapa pasien memandang situasi
pada pasien
sebagai
tantangan,
beberapa
sulit
menerima perubahan hidup/penampilan peran dan kehilangan kemampuan control tubuh sendiri.
3.Perhatikan perilaku menarik diri, tidak 3.Indikator terjadinya kesulitan menagani efektif menggunakan pengingkaran atau steres terhadap apa yang terjadi. perilaku yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya. 4.Kaji
penggunaan
contoh
alcohol.
substansi
adiktif,
Pengerusakan
diri/perilaku bunuh diri.
4.menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk menangani masalah dalam
5.Tentukan tahap berduka. Perhatiakan tindakan tidak efektif. tandadepresi berat/lama.
5.Identifikasi tahap yang pasien sedang alami
memberikan
pedoman
untuk
mangenal dan menerima perilaku dengan tepat. 6.Akui kenormalan perasaan.
Depresi
menunjukkan
perlunya intervensi lanjut. 6.Pengenalan daharapkan menerima
7.Dorong menyatakan konflik kerja dan
lama
perasaan membantu
dan
pasien
mengatasinya
tersebut untuk secara
efektif.
pribadi yang mungkintimbul, dan dengar 7.Membantu pasien mengidantifikasi dan dengan aktif.
solusi masalah.
8.Tentukan peran pasien dalam keluarga
8.Penyakit
lama/permanen
dan
dan persepsi pasien akan diharapkan diri ketidakmampuan pasien untuk memenuhi dan orang lain.
peran dalam keluarga/kerja. 9.Menyampaikan harapan bahwa pasien
19
9.Anjurkan
orang
terdekat mampu
untuk
mengatur situasi
memperlakukan pasien secara normal dan
membantu
untuk
bukan sebagai orang cacat.
perasaan harga diri dan tujuan hidup.
dan
mempertahankan
10.Kebutuhan pengobatan memberikan 10.Bantu
pasien
untuk
memasukkan
manajemen penyakit dalam pola hidup.
aspek labil normal bila ini adalah bagian ruti sehari-hari. 11.Berfokus
11.Identifikasi dahulu,
kakuatan,
metode
kaberhasilan kemempuan
sebelumnya
yang
berhasil untuk mengatasi steesor hidup.
amsalah
pada
ingatan
sendiri
dapat
akan
mengahadapi
membantu
pasien
mengatasi situasi pasien saat ini.
12.Bantu pasien mengidentifikasi area 12.Memeberikan perasaan control di atas dimana mereka mempunyai beberapa situasi tak terkontrol, mengembalikan tindakan konrtol. Beriakn kesempatan kemandirian. untuk
berpartisipasi
dalam
proses
pengambilan keputusan.
BAB IV PENUTUP
4.1Kesimpulan
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan oleh banyak faktor .dan karaktersasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan imun dan produksi autoantibody yang berlebihan. Klasifikasi SLE ada 2 yaitu: 1.Discoid lupus
20
2.Systemik Lupus Erythematosus 3.Lupus Yang diinduksi oleh obatSLE lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria,manifestasi klinik secara umum yang sering timbul pada pasien SLE adalah rasa lelah, malaise,demam,penurunan napsu makan,dan penurunan BB.Tidak ada satu test laboratorium tunggal yang dapat memastikan diagnostik SLE.pengobatan yang digunakan pada SLE adalah nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),corticosteroids dan lain lain yang dapat mendukung pengobatan penyakit SLE.
4.2
Saran
1.Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan SLE diperlukan pengkajian,konsep dan teori oleh seorang perawat. 2.Informasi atau pendidikan kesehatan berguna untuk klien dengan SLE misalnya membatasi aktivitasnya. 3.Dukungan psikologik sangat berguna utuk klien.
21