ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN HIV DENGAN TUBERCULOSIS PARU (TBC)
OLEH :
IDA AYU EKA JAYANTHI 0802105048
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA 2012
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU (TBC)
A.
Konsep Dasar Penyakit 1.
Definisi
Mycobacterium Mycobacterium tuberculosis tuberculosis kebanyakan mengenai struktur alveolar paru. Presentasi Presentasi klinis penyakit ini bervariasi bervariasi berkisar asimtomatik dengan dengan hanya menunujukkan tes kulit positif sampai meliputi pemeriksaan laboratorium atau diagnostik. Tuber Tuberkulo kulosis sis Paru Paru (TB Paru) Paru) adalah adalah penyak penyakit it infeksiu infeksius, s, yang yang terutama terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001: 584). Tube Tuberk rkulo ulosis sis Paru Paru (TB (TB Paru) Paru) adala adalah h peny penyak akit it infek infeksi si menu menular lar yang yang disebabkan oleh Mycoba oleh Mycobacterium cterium tuberculosis tuberculosis.. (Price, 2005 : 852).
Gbr. 1. Paru-p 1. Paru-paru aru pada pada klien TB
2.
Epidemiologi / Insiden Kasus
Indone Indonesia sia adalah adalah negeri negeri dengan dengan prevale prevalensi nsi Tb ketiga ketiga tertingg tertinggii di dunia dunia setelah cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan diperkirakan TB di Cina, India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun
UNIVERSITAS UDAYANA 2012
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU (TBC)
A.
Konsep Dasar Penyakit 1.
Definisi
Mycobacterium Mycobacterium tuberculosis tuberculosis kebanyakan mengenai struktur alveolar paru. Presentasi Presentasi klinis penyakit ini bervariasi bervariasi berkisar asimtomatik dengan dengan hanya menunujukkan tes kulit positif sampai meliputi pemeriksaan laboratorium atau diagnostik. Tuber Tuberkulo kulosis sis Paru Paru (TB Paru) Paru) adalah adalah penyak penyakit it infeksiu infeksius, s, yang yang terutama terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001: 584). Tube Tuberk rkulo ulosis sis Paru Paru (TB (TB Paru) Paru) adala adalah h peny penyak akit it infek infeksi si menu menular lar yang yang disebabkan oleh Mycoba oleh Mycobacterium cterium tuberculosis tuberculosis.. (Price, 2005 : 852).
Gbr. 1. Paru-p 1. Paru-paru aru pada pada klien TB
2.
Epidemiologi / Insiden Kasus
Indone Indonesia sia adalah adalah negeri negeri dengan dengan prevale prevalensi nsi Tb ketiga ketiga tertingg tertinggii di dunia dunia setelah cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan diperkirakan TB di Cina, India dan Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun
1998 1998.. Berda Berdasar sarka kan n surve surveii keseh kesehat atan an rumah rumah tangg tanggaa 1985 1985 dan dan surve surveii kesehatan kesehatan nasional nasional 2001, 2001, TB menempati ranking no.3 sebagai sebagai penyebab penyebab kematia kematian n terting tertinggi gi di Indone Indonesia. sia. Prevale Prevalensi nsi nasiona nasionall terakhir terakhir TB paru diperkirakan 0,24 % (Amin, 2007: 988) Negara
Per 100.000
Semua kasus
populasi
India
1.983.000
168
Cina
1.301.000
97
Indonesia
430.000
189
Nigeria
458.000
303
Afrika Selatan
477.000
960
Tabel 1. TB statistik untuk "beban tinggi" negara, 2008
3.
Penyebab / Faktor Predisposisi
Tuberkulosis Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan disebabkan oleh bakteri berbentuk berbentuk batang (basil) yang bernama bernama Mycobacterium Mycobacterium tuberculosis tuberculosis.. Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang memb membua uatt miko mikoba bakt kteri erium um lebih lebih tahan tahan terhad terhadap ap asam asam dan dan lebih lebih tahan tahan terhada terhadap p gangg gangguan uan kimia kimia dan fisik. fisik. M. tuberculosis tuberculosis hominis hominis merupakan penyebab penyebab sebagian sebagian besar kasus tuberculosis. tuberculosis. Mikobak Mikobakterium terium ini tahan tahan hidup pada udara kering maupun maupun dalam keadaan keadaan dingin (dapat tahan bertahunbertahuntahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dorm dorman ant. t. Dari ari sifa sifatt dorm dorman antt ini ini kuma kuman n dapa dapatt bang bangki kitt kemb kembal alii dan dan menjadikan menjadikan tuberkulosis tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunj menunjuk ukkan kan bahwa bahwa kuman kuman lebih lebih menyen menyenang angii jaringa jaringan n yang yang tinggi tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi tinggi dari dari pada pada bagian bagian lainnya lainnya,, sehingg sehinggaa bagian bagian apikal apikal ini merupak merupakan an tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Macam-macam jenis Micoba jenis Micobacterium cterium tubercolusae tubercolusae complex complex adalah: a. M. tube tuberc rcul ulos osae ae b. Varian Asian Asian c. Varia arian n Afric frican an I
d. Varian African II e. M. Bovis Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah: a. M. kansasi b. M. avium c. M. intra cellular d. M. scrofulaceum e. M.malmacerse f. M. xenopi (Amin, 2007:988)
4.
Patofisiologi Penyakit
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb). Tempat masuk kuman M. Tuberkulosis adalah saluran pernapasan, saluran perncernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi doplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Infeksi dimulai dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat ditangkap oleh sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli.
Di dalam alveoli kuman ditangkap makrofag alveoli, kuman akan bermultiplikasi hingga mencapai jumlah tertentu yang akan mengaktivasi sel limfosit T. Antigen kuman dipresentasikan oleh Major histocompatibility complex class I (MHC I) ke sel CD8 dan oleh MHC II ke sel CD4. Sel CD4 terdiri atas Th1 dan Th2 yang masing-masing menghasilkan sitokin yang berperan dalam sistem imunitas. Respon imunitas pada infeksi M. Tb meliputi cell mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH), kedua respon imunitas tersebut bertujuan untuk melokalisir infeksi dan membunuh M. Tb.
Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia akut. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getang bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hari.
Pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antara imunitas host dan M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon imunitas terhadap M. Tb. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel CD4 dan defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko terinfeksi baru TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga terjadi gangguan respon imunitas baik CMI dan DTH, akibatnya replikasi M. Tb meluas tanpa disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun kavitas. Ini menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB diseminata atau TB ekstra paru sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan kelainan TB yang lebih sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko berkembangnya TB 510%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko berkembangnya TB 50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV, individu dengan HIV mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk berkembangnya TB.
Dalam perjalanannya penyakit TB dapat menimbulkan nekrosis pada bagian sentral lesi yang memberikan gambaran relative padat dan seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibrolas menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang yang sehat yang
kebetulan
menjalani
pemeriksaan
radiogram
rutin.
Namun,
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat berulang, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Walaupun peradangan dapat mereda, kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkejuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan kapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran lomfo hematogen yang biasanya sem buh sendiri.(Price, 2005:852-853)
5.
Klasifikasi Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes,
2003) a)
Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru ini merupakan satu-satunya bentuk tuberculosis yang paling mudah menular. b)
Tuberculosis ekstra paru
Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat, dan perut. Pada dasarnya penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini menyerang semua organ tubuh.
Klasifikasi II ( Menurut American Thoracic Society, 2000)
Class 0
Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar,
Class 1
reaksi test tuberculin (PPD) tidak bermakna. Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak
Class 2
bermakna Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan
Class 3
bakteri (-), tidak ada bukti. Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna, Rontgent Thorax (+). Lokasi tempat : Paru-paru, Pleura,
Class 4
Limfatik, tulang/sendi, meninges, peritoneum, dsb. Sedang sakit, ada riwayat mendapat pengobatan,
Class 5
Rontgent Thorax (+), test mantoux bermakna. dicurigai TBC, sedang dalam pengobatan
Klasifikasi III
a)
Tuberculosis Primer •
Tuberculosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi
pada orang yang belum pernah terpajan (orang yang belum pernah mengalami TB) atau peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. •
Dampak utama dari tuberculosis primer adalah
1.
penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan
resistensi. 2.
fokus jaringan parut mungkin mengandung basil
hidup selama bertahun-tahun bahkan seumur hidup 3.
penyakit ini (meskipun jarang) dapat menjadi
tuberculosis primer progresif . Hal ini terjadi ada orang yang mengalami gangguan akibat suatu penyakit (terutama penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, seperti AIDS dan biasanya terjadi pada pada anak yan mengalami malnutrisi atau usia lanjut). b)
Tuberculosis Sekunder (Tuberculosis Post Primer ) •
Merupakan penyakit yang terjadi pada seseorang yang telah
terpajan penyakit tuberculosis atau peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang di mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium tersebut. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberculosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika sistem pertahanan penjamu (seseorang yang pernah terkena TB sebelumnya) melemah.
Klasifikasi IV
Klasifikasi TB Paru berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi sebagai berikut: a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: 1. Dengan atau tanpa gejala klinik 2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali. 3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru. b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif 2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif. c. Bekas TB Paru dengan kriteria: 1. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative 2. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru. 3. Radiologik
menunjukkan
gambaran
lesi
TB
inaktif,
menunjukkan serial foto yang tidak berubah. 4. Ada
riwayat
pengobatan
OAT
yang
adekuat
(lebih
mendukung).
Klasifikasi V Berdasarkan tipe penderita. Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita : a) Kasus baru : penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan. b) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif. c) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah. d) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
6.
Gejala Klinis
Penyakit tuberculosis sering dijuluki “the great imitator”
yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik. 1. Gejala Respiratorik a) Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. b) Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. c) Sesak nafas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. d) Nyeri dada Nyeri dada pada Tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala Sistemik a)
Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. b)
Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah berkeringat pada malam hari, sakit kepala, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan, dan malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan.
7.
Pemeriksaan Fisik •
Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi abdomen, batuk dan barrel chest. •
Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak. •
Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila memberikan
terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi
suara
amforik.
Bila
mengenai
pleura,
auskultasi
memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali. •
Palpasi
badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. (Amin, 2007 : 990-991)
8.
Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium •
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis
pada tahap aktif penyakit. Pemeriksaan dapat memperkirakan jumlah basil tahan asam ( AFB) yang terdapat pada sediaan. Sediaan yang positif memberikan petunjuk awal untuk menekankan diagnosa, tetapi suatu sediaan yang negative tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi penyakit. Pemeriksaan biakan harus dilakukan pada semua biakan. Mikrobakteri akan tumbuh lambat dan membutuhkan suatu sediaan kompleks. Koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan, seperti kulit dan bentuknya seperti kembang kol. Jumlah sekecil 10 bakteri/ml media konsentrasi yang telah diolah dapat dideteksi oleh media biakan ini (Price,2005:857). •
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat. •
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda. Tes mantoux adalah dengan menyuntikan tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara intrakutan pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit dibesihkan dengan lalkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimal diperlukan waktu antara 48 sampai 72 jam sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam peiode tersebut. Interpretasi tes kulit menunjukan adanya beberapa tipe reaksi : Indurasi ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut :
a) Orang dengan HIV positif. b) Baru saja kontak dengan orang yang menderita TB. c) Orang dengan perubahan fibrotic pada radigrafi dada yang sesuai dengan gambaran TB lama yang sudah sembuh. d) Pasien yang menjalani tranplanstasi organ dan pasien yang mengalami penekanan imunitas ( menerima setara dengan ≥ 15 mg/hari prednisone selama ≥1 bulan). Indurasi ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut : a)
Baru tiba ( ≤ 5 tahun ) dari Negara yang
berprevalensi tinggi. b)
Pemakai obat-obat yang disuntikkan.
c)
Penduduk
dan
pekerja
yang
berkumpul
pada
lingkungan yang berisiko tinggi. Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan penampungan untuk tuna wisma d)
Pengawai laboratorium mikrobakteriologi.
e)
Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka
yang berisioko tinggi. f)
Anak di bawa usia 4 tahun atau anak-anak dan
remaja yang terpajan orang dewasa kelompok risiko tinggi. Indurasi ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok
berikut : a)
Orang dengan factor risiko TB.
b)
Target program-program tes kulit seharusnya hanya
dilakukan di anatara kelompok risiko tinggi. (Price,2005:855) •
Uji tuberculin : Menggunakan standar tuberkulin 1:10.000/5
TU PPD-S intrakutan yang dibaca 48-72 jam dengan indurasi > 5 mm. Uji tuberkulin negatif belum dapat menyingkirkan TB. False negatif pada pemeriksaan uji tuberkulin sering ditemukan pada
pasien HIV dan
kejadiannya meningkat
sebanding
dengan
peningkatan imunosupresi. •
Histologi atau Culture jaringan (termasuk kumbah lambung,
urine dan CSF, biopsi kulit) : positif untuk Mycobacterium tuberculosis •
Pemeriksaan Darah : a) Hb dapat ditemukan menurun. Anemia bila penyakit berjalan menahun b) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan. c) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
•
Biopsi jarum pada jaringan paru ( Needle Biopsi of Lung Tissue):
Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis. •
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas. •
Tes antibody serum: Skrining Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa. Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
orang yang terinfeksi awalnya
tidak
memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. •
limfosit CD4
Jumlah CD4 : Mencerminkan status imunitas pasien. Penderita HIV/AIDS perlu diperiksa jumlah CD4 karena infeksi HIV
menyerang sistem ini. Hasil pemeriksaan jumlah CD4 berguna untuk menentukan pengobatan TB-HIV/AIDS selanjutnya. •
Tes
blot
western:
Mengkonfirmasi
diagnosa
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) •
Sel T4 helper: Indikator system imun (jumlah <200)
•
T 8 ( sel supresor sitopatik ): Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau
lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun. •
P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus
(HIV): Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi •
Kadar Ig: Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal
atau mendekati normal •
Reaksi rantai polimerase: Mendeteksi DNA virus dalam
jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler. •
Pasien TB yang perlu dilakukan pemeriksaan HIV adalah
pasien yang mempunyai risiko tinggi terinfeksi HIV, hasil pengobatan OAT yang tidak memuaskan (contoh: TB kronik), multi drug resistance (MDR) TB. Demikian juga bila di fasilitas kesehatan menemukan pasien terinfeksi HIV/AIDS perlu dibuktikan ada tidaknya TB paru. Dengan adanya kerjasama yang baik antara program TB dan program HIV/AIDS dapat menurunkan beban pasien TB-HIV/AIDS. Setiap pemeriksaan HIV harus disertai konseling sebelum dan sesudah pemeriksaan, oleh karena itu diperlukan VCT (Voluntary Counselling Test ) dan PITC ( Provider Initiated Testing and Counselling ) di setiap pelayanan kesehatan. b. Radiologi •
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru oleh
simpanan kalsium lesi yang sembuh primer atau efusi cairan. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
•
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk
melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB. Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC paru
•
adalah
penebalan
pleura,
efusi
pleura
atau
empisema,
penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura). c. Pemeriksaan fungsi paru Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural.
9.
Diagnosis / Kriteria Diagnosis
a) Anamnesis dan pemeriksaan fisik b) Laboratorium
darah
rutin
(LED
normal
atau
meningkat,
limfositosis) c) Foto thorax PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang menunjang diagnosis TB, yaitu : o
Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah
o
Bayangan berawan ( patchy) atau berbercak (nodular)
o
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
o
Kelainan bilateral, terutama dilapangan atas paru
o
Adanya kalsifikasi
o
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
o
Bayangan milier
d) Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini. e) Tes PAP (Perksidase Anti Peroksidase) Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB f) Tes Mantoux/Tuberkulin g) Tehnik Polymerase Chain Reaction h) Bection Dickinson Diagnostic Instrument System Deteksi growth index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis i) Enzyme Linked Immunosorbent Assay Deteksi respon humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama sehingga menimbulkan masalah.
j) MYCODOT Deteksi antibody
memakai
antigen lipoarabinomannan yang
direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibody spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah. (Mansjoer, 1999 : 472-473)
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak
mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan. Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA
positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen
dada, untuk mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB
BTA negatif rontgen positif. Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan
TB.
10.
Therapy / Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama dengan infeksi tanpa HIV saat pemberian obat pada ko-infeksi TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 yang sesuai
Jumlah CD4
Regimen yang dianjurkan
Keterangan
(per mm3) < 200
Mulai terapi TBC, Mulai
Dianjurkan ARV : EFV
ARV segera setelah tetapi
adalah kontraindikasi untuk
TBC dapat ditoleransi
ibu hamil atau perempuan
( antara 2 minggu- 2
usia subur tanpa
bulan) Paduan yang
kontrasepsi, sehingga EFV
mengandung EFV.
dapat diganti.
Pertimbangan ARV : Mulai 200-350
Mulai terapi TBC
salah satu paduan di bawah ini setelah fase intensif: -
Paduan yang mengandung EFV
-
Paduan yang mengandung NVP jika paduan TBC fase lanjutan tidak menggunakan fifampisin.
Tunda ARV
>350
Mulai terapi TBC
CD4 tidak
Mulai terapi TBC
Pertimbangan ARV
memungkinkan untuk diperiksa Tabel 2. Pengobatan TBC pada HIV berdasarkan CD4
Pencegahan
Ada vaksin terhadap TB. Namanya BCG, diberikan dengan suntikan di bawah kulit. Namun vaksin ini tampaknya hanya efektif pada anak yang baru lahir, untuk mencegah penyakit TB yang berat, termasuk meningitis TB, pada usia kanak-kanak. BCG tidak mempunyai dampak dalam mengurangi jumlah kasus TB pada orang dewasa. Saat ini belum ada vaksin terhadap TB yang efektif untuk orang dewasa. Belum jelas apakah BCG tetap efektif pada anak dengan HIV. Di negara dengan
prevalensi
TB
yang
tinggi
(termasuk
Indonesia),
WHO
mengusulkan BCG diberikan pada semua anak kecuali yang mempunyai gejala penyakit HIV/AIDS.
BCG juga dapat menyebabkan pembacaan palsu-positif pada tes tuberkulin kulit. Jika diberikan kepada orang dewasa yang HIV positif atau anak-anak dengan sistem kekebalan sangat lemah, BCG kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit BCG diseminata, yang sering fatal.
11. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan menimbulkan komplikasi 1.
Komplikasi dini 2.
lanjut.
:
Komplikasi lanjut
Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis. : Kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjad pada TB milier dan kavitas TB. (Amin, 2000:993)
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu : •
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian
karena
syok
hipovolemik
atau
karena
tersumbatnya jalan napas. •
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
•
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
•
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
12. Prognosis
TB adalah IO yang pada urutan kedua dalam daftar frekuensi IO di Indonesia, dan adalah penyebab kematian kebanyakan Odha. Namun TB dapat disembuhkan dan dicegah. Perkembangan dari infeksi TBC dengan penyakit TBC terjadi ketika bakteri TB mengatasi pertahanan sistem kekebalan tubuh dan mulai berkembang biak.
Pada TB primer 1-5% dari kasus-penyakit ini terjadi segera setelah infeksi. Namun, dalam sebagian besar kasus, infeksi laten terjadi yang tidak memiliki gejala yang jelas. Ini basil TBC yang tidak aktif dapat menghasilkan dalam 223% dari kasus-kasus laten, sering bertahun-tahun setelah infeksi.
Risiko
meningkat reaktivasi dengan imunosupresi, seperti yang disebabkan oleh infeksi HIV. Pada pasien koinfeksi M. TB dan HIV, risiko reaktivasi meningkat sampai 10% per tahun. Pasien dengan TB ini disebarluaskan memiliki tingkat kematian mendekati 100% jika tidak diobati. Namun, Jika diobati, tingkat kematian berkurang hingga hampir 10%.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Tgl/ Jam Triage Transportasi
s a t i t n e d I
: Oktober 2012 No. RM : P1/ P2/ P3 Diagnosis Medis : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …
:14045 : Tuberkulosis Paru
Nama
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 27 Tahun
Alamat
: Jalan P.B Sudirman Denpasar
Agama
: Hindu
Status Perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan
: Tamat SMA
Sumber Informasi
: klien dan keluarga
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Hubungan
: Orang tua
Suku/ Bangsa
: Bali
Keluhan Utama
: Sesak nafas & lemas
Y A W Jalan Nafas R I A Obstruksi
:
Paten
: Lidah Muntahan
Suara Nafas : Snoring
Tidak Paten Cairan Darah
Gurgling
Benda Asing
Tidak Ada
Oedema Stridor
Tidak ada
Keluhan Lain: ... ... Masalah Keperawatan: 1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Nafas
:
Tidak Spontan
Spontan
Gerakan dinding dada:
Asimetris
Simetris
Normal
Irama Nafas
: Cepat
Dangkal
Pola Nafas
: Teratur
Tidak Teratur
Jenis
: Dispnoe Kusmaul
Cyene Stoke
Suara Nafas
: Vesikuler Stidor
Wheezing
Lain… …
Ronchi
Tidak Ada G Sesak Nafas : Ada N I H Cuping hidung Ada Tidak Ada T A E Retraksi otot bantu nafas : Ada Tidak Ada R B
Pernafasan :
Pernafasan Dada
Pernafasan Perut
RR : 30 x/mnt Keluhan Lain: … … Masalah Keperawatan: 1. Ketidakefektifan Pola Nafas
: Teraba
Nadi
Tidak teraba
N: 130x/mnt
Tekanan Darah : 90/50mmHg
N O I T A L U C R I C
Tidak
Pucat
:
Sianosis
: Ya
Tidak
CRT
: < 2 detik
> 2 detik
Akral
: Hangat
Dingin
Pendarahan
: Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc
Turgor
: Elastis
Diaphoresis:
Ya
Ya
S:35°C
Tidak ada
Lambat Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: Diare Muntah Luka bakar Keluhan Lain: Kunjungtiva pucat, wajah pucat, nadi teraba lemah Masalah Keperawatan: 1.
Kekurangan Volume Cairan
Kesadaran: Composmentis Delirium Somnolen
Apatis Koma
GCS
: Eye 2
Verbal 2
Motorik 3
Pupil
:
Unisokor
Pinpoint
Refleks Cahaya:
Isokor Ada
Medriasis
Tidak Ada
Refleks fisiologis: Patela Lain-lain : Tidak dapat dikaji Refleks patologis : Babinzky Kernig Lain-lain : Tidak dapat dikaji Kekuatan Otot : tidak dapat dikaji Keluhan Lain : klien dikeluhkan sesak nafas kemudian perlahan-lahan kesadaran mulai
Y menurun T I Masalah Keperawatan: L I B 1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral A S I D
E R U S O P X E
Lokasi ... ...
Deformitas
:
Ya
Tidak
Contusio
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Abrasi
: Ya
Tidak
Lokasi : …
Penetrasi
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Laserasi
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Edema
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Luka Bakar
: Ya
Tidak
Lokasi ... ...
Grade : …. Jika ada luka/ vulnus, kaji: Luas Luka
: ….
Warna dasar luka: …. Kedalaman Lain-lain
: ..... : ... ...
Masalah Keperawatan: (-) Monitoring Jantung : Sinus Bradikardi
I S N E V R E T N I E V I F
Sinus Takikardi
Saturasi O2 : 85% Kateter Urine : Ada
Tidak
Pemasangan NGT : Ada, Warna Cairan Lambung : ... ...
Tidak
Pemeriksaan Laboratorium : Hasil AGD menunjukkan Asidosis Respiratorik Lain-lain: ... ... Masalah Keperawatan: 1. Kerusakan Pertukaran Gas Tidak Nyeri : Ada
T R Problem O F Qualitas/ Quantitas M Regio O C Skala E Timing V I Lain-lain G
: ... ... : ... ... : ... ... : ... ... : ... ... : ... ... Masalah Keperawatan: -
E L P Keluhan Utama M A S Riwayat Penyakit 0 1 H (
: Sesak Nafas dan lemas : Keluarga mengatakan klien menderita Tuberkulosis sejak setahun yang lalu. Klien dikatakan rutin control ke puskesmas dan sudah mengkonsumsi OAT. Klien dibawa ke rumah sakit karena sesak nafas yang dikeluhkan
semakin
memberat
dan
penurunan
kesadaran Sign/ Tanda Gejala
: klien tampak kesulitan bernafas serta tampak gelisah, akral teraba dingin dan pucat.
Allergi
: tidak memiliki alergi terhadap makanan, obat, dan alergen lainnya
Medication/ Pengobatan
: Klien sedang mendapatkan terapi OAT
Past Medical History
: Tuberkulosis Paru
Last Oral Intake/Makan terakhir
: 6 jam sebelum MRS
( Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma) Kepala dan wajah
: Tidak ditemukan lesi dan deformitas, rambut tampak utuh,
E O Leher T O T D Dada A E H ) 2 H ( Abdomen dan Pinggang Pelvis dan Perineum
E C A F R U S R O I R E T S O P / K C A B I S K E P S N I 2.
tidak terdapat cephal hematoma : Tidak tampak deviasi trakhea dan pembesaran kelenjar tiroid : Tampak retraksi otot-otot interkosta, pergerakan dada simetris, RR 30x/menit, nafas tampak cepat dan dangkal : Tidak terdapat lesi dan ascites : Tidak tampak deformitas, tidak teraba krepitasi
Ekstremitas : Ekstremitas teraba dingin, tampak pucat, CRT >2dtk Masalah Keperawatan: (-) Tidak Ada Jejas : Deformitas
:
Ada
Tidak
Tenderness
:
Ada
Tidak
Crepitasi
:
Ada
Tidak
Laserasi
:
Ada
Tidak
Lain-lain : ... ... Masalah Keperawatan: -
Diagnosa Keperawatan
1)
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
sekresi yang kental atau sekresi yang berlebihan sekunder akibat TBC ditandai dengan batuk tak efektif, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas, bunyi napas ronchi, RR> 20 x/menit, irama dan kedalaman napas abnormal. 2)
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru sekunder akibat penumpukan cairan ditandai dengan dispnea, RR>20 x/menit, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, irama napas tidak teratur.
3)
Kekurangan
Volume
Cairan
berhubungan
dengan
peningkatan metabolisme tubuh sekunder akibat tuberkulosis ditandai dengan TD 90/50 mmHg, turgor kulit menurun. 4)
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan klien mengeluh pusing, tekanan darah klien 90/60mmHg, nadi klien 124x/menit, nadi teraba lemah, RR klien 20x/menit, suhu tubuh klien 35° C. 5)
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kapasitas difusi paru ditandai dengan adanya dispneu saat melakukan aktivitas, SaO2 <95%, pH asam (<7,35). a) Perencanaan Perawatan No. 1.
DX Keperawatan Bersihan jalan nafas
Tujuan Setelah diberikan
Intervensi Mandiri :
tidak efektif
asuhan
- Lakukan suction
berhubungan dengan
keperawatan
membersihkan jalan
sekresi yang kental
selama ... x 24 jam
nafas dari cairan
atau sekresi yang
diharapkan
sehingga udara dapat
berlebihan sekunder
bersihan jalan
mengalir ke paru
akibat TBC ditandai
napas klien efektif
dengan baik
dengan batuk tak
dengan outcome
efektif,
- klien mampu
- kaji fungsi
Rasional
Membantu
penurunan bunyi nafas
ketidakmampuan
mengeluarkan
pernafasan (bunyi
dapat menimbulkan
untuk mengeluarkan
sekret
nafas, kecepatan
atelektasis. Ronki,
nafas, dan
mengi menunjukkan
kedalaman)
akumulasi sekret /
sekresi jalan napas, bunyi napas ronchi, RR> 20 x/menit,
- klien dapat batuk efektif - bunyi nafas
ketidakmampuan
irama dan kedalaman
normal, tidak
membersihkan jalan
napas abnormal.
ada ronchi,
nafas yang dapat
mengi dan
menimbulkan
stridor
peningkatan kerja
- tidak ada
pernafasan.
dipsnea - RR dalam batas
- catat kemampuan
Pengeluaran sulit bila
normal (12-20
untuk
sekret sangat tebal.
x/menit), irama
mengeluarkan
Sputum berdarah
dan kedalaman
mukosa / batuk
kental / darah cerah
napas normal.
efektif (catat
diakibatkan oleh
karakter, jumlah
kerusakan paru atau
sputum, adanya
luka bronkial.
hemoptisis)
- berikan pasien
Posisi membantu
posisi semi fowler
memaksimalkan
dan bantu pasien
ekspansi paru dan
untuk batuk dan
menurunkan upaya
latihan nafas dalam pernafasan. Latihan nafas dalam membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. - bersihkan sekret
dari mulut dan
Mencegah aspirasi /
trakea
obstruksi. Penghisapan
(penghisapan
dilakukan jika pasien
sesuai keperluan)
tidak mampu mengeluarkan sekret
- lakukan fisioterapi
dada
Membantu mengeluarkan dahak
Kolaborasi : - lembabkan udara /
oksigen inspirasi
Mencegah pengeringan mukosa dan membantu pengenceran sekret.
- beri obat-obatan
sesuai indikasi -
Mukolitik menurunkan
mukolitik (contoh
kekentalan sekret /
asetilsistein)
sputum sehingga mudah untuk dikeluarkan.
Bronkodilator -
meningkatkan ukuran
bronkodilator
lumen percabangan
(contoh
trakeobronkial
okstrifilin)
sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara. Berguna pada saat respon inflamasi mengancam hidup.
-
kortikosteroid (prednison)
2.
Ketidakefektifan pola
Setelah diberikan
•
napas berhubungan
asuhan
frekuensi dan
mengkaji kualitas,
dengan penurunan
keperawatan
kedalaman
frekuensi dan
ekspansi paru
selama ...x24 jam
pernafasan,
kedalaman
sekunder akibat
diharapkan pola
laporkan setiap
pernafasan, kita
penumpukan cairan
napas efektif
perubahan yang
dapat mengetahui
ditandai dengan
dengan kriteria
terjadi.
sejauh mana
dispnea, RR>20
hasil :
x/menit, adanya
•
Kaji kualitas,
•
Dengan
perubahan kondisi Irama,
•
Baringkan
pasien.
penggunaan otot bantu
frekuensi dan
pasien dalam
•
pernapasan, irama
kedalaman
posisi yang
diafragma
napas tidak teratur.
pernafasan
nyaman, dalam
memperluas daerah
dalam
posisi duduk,
dada sehingga
normal
dengan kepala
ekspansi paru bisa
(RR=12-20
tempat tidur
maksimal.
x/menit).
ditinggikan 60 –
•
batas
Pada
90 derajat.
pemeriksaan
•
•
Peningkatan
sinar X dada
•
tidak
tanda-tanda vital
merupakan indikasi
ditemukan
(suhu, nadi,
adanya penurunan
adanya
tekanan darah,
fungsi paru.
akumulasi
RR dan respon
•
cairan.
pasien).
Observasi
Bunyi nafas vesikuler
•
Penurunan
Tidak ada
RR dan tachcardi
Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban
•
Kolaborasi
pernafasan dan
dengan tim medis
mencegah
penggunaan
lain untuk
terjadinya sianosis
otot bantu
pemberian O2 dan
akibat hiponia.
pernapasan
obat-obatan serta
Dengan foto thorax
foto thorax.
dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.
3.
Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif ditandai dengan Klien tampak lmah Klien tampak pucat,TD : 90/50 mmHg,Nadi 130x/menit teraba lemah,RR
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...x24 jam diharapkan status neurologis klien membaik dengan kriteria hasil: - Mukosa bibir lembab - Turgor kulit normal 20x/menit,Suhu 35° C - CRT < 2 detik ,CRT > 2 detik, Akral - TTV dalam dingin, Turgor lambat, keadaan normal TD : Diaphoresis, Wajah 110-140/60 pucat 90mmHg Nadi : 60-100x/menit RR : 16-24x/menit Suhu : 36,5-37,50C - Output urine dalam batas normal : dewasa = 0,5-1 cc / kg / jam ; pediatrik =1-2cc/kg/jam - Tidak terjadi oliguria maupun anuria
Pasang 2 line IV dengan cairan IV normal Salin atau RL secara cepat •
Lalukan Pemasangan Kateter urine, Pantau masukan dan haluaran, karakter, perkiraan kehilangan yang tak terlihat, misal berkeringat, ukur berat jenis urine, observasi oliguria •
Pantau tanda - tanda vital.
Resusitasi cairan penting untuk mengembalikan keadekuatan volume •
Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah. Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan sebagai pedoman untuk penggantian cairan. •
•
•
Perubahan
tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah
4.
Kerusakan pertukaran
Setelah diberikan
Mandiri
gas berhubungan
asuhan
- kaji dispnea,
dengan penurunan
keperawatan
takipnea, tak
efek luas pada paru
kapasitas difusi paru
selama .. x 24 jam
normal /
dari bagian kecil
ditandai dengan
diharapkan
menurunnya bunyi
bronkopneumonia
adanya dispneu saat
kerusakan
nafas, peningkatan
sampai inflamasi difusi
melakukan aktivitas,
membran alveolar
upaya pernafasan,
luas, nekrosis, effusi
SaO2 <95%, pH asam
klien dapat teratasi
terbatasnya
pleural, dan fibrosis
(<7,35), Hasil AGD
dengan outcome :
ekspansi dinding
luas. Efek pernafasan
dalam batas normal
- klien tidak
dada, dan kelelahan
dapat dari ringan
TB paru menyebabkan
(PCO2 : 35-45 mmHg,
mengalami
sampai dispnea berat
PO2 : 95-100 mmH
dispnea saat
dan bisa juga sampai
melakukan
distres pernafasan.
aktivitas - kilen tidak
- evaluasi perubahan
Akumulasi sekret /
mengalami
pada tingkat
pengaruh jalan nafas
kelelahan
kesadaran. Catat
dapat mengganggu
- SaO2 dalam
sianosis dan atau
oksigenasi organ vital
batas normal
perubahan pada
dan jaringan.
(>95%), pH
warna kulit,
darah netral
termasuk membran
(7,35-7,5) PO2
mukos dan kuku.
(80-100) - - tingkatkan tirah
Menurunkan konsumsi
pasien baring / batasi
oksigen atau kebutuhan
aktivitas dan bantu
selama periode
aktivitas perawatan penurunan pernafasan diri sesuai
dapat menurunkan
keperluan.
beratnya gejala.
Kolaborasi
Menurunnya saturasi
- Monitor GDA
oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya
-
penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
Membantu mengoreksi - berikan oksigen
hipoksemia yang
tambahan yang
terjadi sekunder
sesuai
hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
5.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan klien mengeluh pusing, tekanan darah klien 90/60mmHg, nadi klien 124x/menit, nadi teraba lemah, RR klien 20x/menit, suhu tubuh klien 35°
Setelah diberikan Mandiri : asuhan Pertahankan • keperawatan selama...x24 jam kepatenan jalan diharapkan status nafas. neurologis klien membaik dengan kriteria hasil: - Pusing, skala 5 (none) - Status kongnitif, Monitor • skala 5 (not compromised ) aliran oksigen. - Tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg, • Monitor skala 5 (not tanda-tanda vital compromised) - Nadi dalam batas normal (60100x/menit),
•
mempertahanka
n kepatenan jalan nafas
bertujuan
untuk
mencegah
terputusnya oksigen
ke
aliran otak
sehingga mencegah terjadinya hipoksia jaringan otak. untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan kebutuhan. •
memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan status keefektifan •
skala 5 (not compromised) - RR dalam batas normal, skala 5 (not compromised) - Suhu tubuh dalam batas normal (3637)± 0,5° C, skala 5 (not compromised)
3.
Evaluasi
Evaluasi dibuat berdasarkan kriteria hasil
•
perfusi jaringan.
Monitor
Adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak •
kualitas
dan
frekuensi nadi
C. PENDIDIKAN KESEHATAN YANG DIBERIKAN KEPADA PASIEN MAUPUN KELUARGA PASIEN
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien dan keluarganya meliputi : pengertian penyakit TB Paru, penyebab penyakit TB Paru, cara pencegahan penyakit TB Paru, cara penularan penyakit TB Paru, dan cara pengobatan penyakit TB Paru. 1.
Pengertian Penyakit TB Paru
Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis. 2.
Penyebab Penyakit TB Paru
Penyebab penyakit TB Paru adalah
bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium
tuberculosis
memiliki beragam jenis dan jenis yang paling sering dijumpai pada penyakit TB Paru adalah Mycobacterium tuberculosis hominis. 3.
Tanda dan Gejala Penyakit TB Paru
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang mempunyai
banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Perasaan tidak enak (malaise), lemah. Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa
lebih lanjut, jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti menderita TBC, harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen. 4.
Cara Pencegahan Penyakit TB Paru
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit tuberculosis paru cukup sederhana, yaitu pola hidup sehat adalah kuncinya karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman penyebab tuberculosis paru, yakni Mycobacterium tuberculosis. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman penyebab tuberculosis paru, tidak akan timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan: mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, rumah harus mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak
lembab), selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.
5.
Cara Penularan Penyakit TB Paru
Pada umumnya proses penulran penyakit TB Paru ini adalah melalui percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa ahli mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga melalui debu, alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman yang masuk