BAB 1 TINJAUAN TEORI
1.1 Tinjauan Tinjauan Medis / Laporan Pendahulua Pendahuluan n 1.1.1 1.1.1 Defini Definisi si
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang keluar dari rongga peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum dan terjadi perlengketan (Sjamsuhidajat, 1997). Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus atau lateralis menyelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga perut melalui anulus inguinalis externa atau medialisis (Arif Mansjoer dkk, 2001). 1.1.2 1.1.2 Etiolo Etiologi gi 1.1.2.a 1.1.2.a.. Faktor Faktor kongeni kongenital tal Pada pria terdapat suatu processus yang berasal dari peritoneum parietalis, yang dalam masa intra uterin merupakan guide yang diperlukan dalam desenskus testikulorm, processus ini seharusnya menutup. Bila testis tidak sampai ke skrotum, processus ini tetap akan terbuka, atau bila penurunan baru terjadi 1 – 2 hari sebelum kelahiran, processus ini belum sempat menutup dan pada waktu lahir masih tetap terbuka. 1.1.2.b 1.1.2.b.. Faktor Faktor utama utama Terjadi setelah operasi sebagai akibat gangguan penyembuhan luka. 1.1.2.c 1.1.2.c.. Faktor Faktor umur umur dan jenis jenis kelam kelamin in Orang tua lebih sering daripada anak muda, pria lebih banyak dari pada wanita. 1.1.2.d 1.1.2.d.. Faktor Faktor adipos adiposita itass Pada orang gemuk jaringan lemaknya tebal tetapi dinding ototnya tipis sehingga mudah terjadi hernia. 1.1.2.e. 1.1.2.e. Faktor kelemahan kelemahan muskulo muskulo aponeurosis aponeurosis Biasanya ditemukan pada orang kurus. 1.1.2.f 1.1.2.f.. Faktor Faktor tekana tekanan n intra intra abdom abdomina inall Ditemukan pada orang-orang dengan batuk yang kronis, juga pada penderita dengan kesulitan miksi seperti hypertrofi prostat, gangguan defekasi, serta pada orang yang sering mengangkat berat.
1.1.3 Web of Caution Prosesus vaginalis tidak berobliterasi
Mengejan, batuk kronis, menangis, sering jatuh, sering loncat
Canalis Inguinalis terbuka Tekanan intra abdomen ≠
Timbul lubang alami di scrotum Fasia abdomen terkoyak
HIL Kongenital
HIL Akustika
Anulus Internus
Anulus Anternus
HIL incomplete
Lokal
General
Sel limfe terbendung
Mual muntah
Suplai darah terhenti
MK: Gangg pemenuhan keb cairan dan
Canalis inguinalis terbuka
Turun ke scrotum
Hernia Scrotalis Oedim
MK: Nyeri
Reabsorbsi toxic
Ischemic usus
Paralise
Dehidrasi
1.1.4 Patofisiologi
Ligamentum gubernaculum turun pada tiap sisi abdomen dari pole inferior gonad ke permukaan interna labial/scrotum. Gubernaculum akan melewati dinding abdomen yang mana pada sisi bagian ini akan menjadi kanalis inguinalis. Processus vaginalis adalah evaginasi diverticular peritoneum yang membentuk bagian ventral gubernaculums bilateral. Pada pria testes awalnya retroperitoneal dan dengan processus vaginalis testes akan turun melewati canalis inguinalis ke scrotum dikarenakan kontraksi gubernaculum. Pada sisi sebelah kiri terjadi penurunan terlebih dahulu sehingga ,yang tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada laki-laki dan yang paling sering adalah yang sebelah kanan. Pada wanita ovarium turun ke pelvis dan gubernaculum bagian inferior menjadi ligamentum rotundum yang mana melewati cincin interna ke labia majus. Processus vaginalis normalnya menutup, menghapuskan perluasan rongga peritoneal yang melewati cincin interna. Pada pria kehilangan sisa ini akan melekatkan testis yang dikenal dengan tunika vaginalis. Jika processus vaginalis tidak menutup maka hidrokel atau hernia inguinalis lateralis akan terjadi. Sedangkan pada wanita akan terbentuk kanal Nuck. Akan tetapi tidak semua hernia ingunalis disebabkan karena kegagalan menutupnya processus vaginalis dibuktikan pada 20%-30% autopsi yang terkena hernia ingunalis lateralis proseccus vaginalisnya menutup. 1.1.5 Klasifikasi Hernia terbagi menjadi 2 kategori, yaitu hernia menurut letaknya dan hernia menurut sifat atau tingkatanya. 1.1.5.a. Adapun hernia menurut letaknya adalah : 1. Hernia Inguinalis Lateralis (indirek) Hernia ini terjadi melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior,menyusuri kanalis inguinalis dan keluar kerongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Hernia ini lebih tinggi pada bayi & anak kecil 2. Hernia Inguinalis Medialis (direk) Hernia ini terjadi melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika inferior di daerah yang dibatasi segitiga Haselbach. 3. Hernia femoralis Terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum terjadi pada wanita dibanding pria. Hernia ini mulai sebagai penyumbat dikanalis femoralis yang membesar secara bertahap menarik peritonium dan akibatnya kandung kemih masuk ke dalam kantung. 4. Hernia umbilikalis Batang usus melewati cincin umbilical. sebagian besar merupakan kelainan yang didapat. Hernia umbilikalis sering terjadi pada wanita dan pada pasien yang memliki keadaan peningkatan tekanan intra abdomen, seperti kehamilan, obesitas, asites, atau distensi abdomen. Tipe hernia ini terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh secara tidak adekuat karena masalah pasca operasi seperti infeksi dan nutrisi yang tidak adekua t. 5. Hernia skrotalis Merupakan hernia inguinalis lateral yang mencapai skrotum. 1.1.5.b. Menurut sifat atau tingkatannya : 1. Hernia reponibel. Pada hernia ini isi hernia dapat keluar masuk. Usus akan keluar jika berdiri atau men edan dan masuk la i ika berbarin atau di doron masuk. Pada
2. Hernia ireponibel. Merupakan kebalikan dari hernia reponibel ( hernia tidak masuk kembali ) biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantung pada peritoneum. 3. Hernia inkaserata. Pada hernia ini isi perut atau usus yang masuk kedalam kantung hernia tidak dapat kembali disertai dengan gangguan aliran khusus. Gambaran klinis obstruksi usus dengan gambaran keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa. Keadaan ini hernia bisa terjepit oleh cincin hernia. Sehingga isi kantung bisa terperangkap dan tidak dapat kembali ke rongga perut, akibatnya terjadi gangguan passase dan hernia ini lebih dimaksudkan hernia irreponibel 4. Hernia strangulata Pada hernia ini pembuluh darah yang mempengaruhi usus yang masuk ke dalam kantung hernia terjepit sehingga usus kehilangan system perdarahannya sehingga mengakibatkan nekrosis pada usus. Pada pemeriksaan lokal usus tidak dapat dimasukan kembali di sertai adanya nyeri tekan. 1.1.6 Manifestasi Klinis 1.1.6.a. Gejala Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha ,pada beberapa orang adanya nyeri dan membengkak pada saat mengangkat atau ketegangan.seringnya hernia ditemukan pada saat pemeriksaan fisik misalnya pemeriksaan kesehatan sebelum masuk kerja. Beberapa pasien mengeluh adanya sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum. Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya. Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit dibandingkan hernia ingunalis lateralis.dan juga kemungkinannya lebih berkurang untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi. 1.1.6.b. Tanda Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit untuk dilihat.kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara memasukan jari ke annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke kanalis inguinalis dan akan sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang sebenarnya pada saat batuk. Lain halnya pada cincin yang lebar hernia dapat dengan jelas terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan pada tonjolan di kanalis ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat didiagnosa. Perbedaan hernia inguinalis lateralis dan hernia inguinalis medialis pada pemeriksaan fisik sangat sulit dilakukan dan ini tidak terlalu penting mengingat groin hernia harus dioperasi tanpa melihat jenisnya. Hernia ingunalis pada masing-masing jenis pada umumnya memberikan gambaran yang sama. Hernia yang turun hingga ke skrotum hampir sering merupakan hernia ingunalis lateralis. Pada inspeksi pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct kebanyakan akan terlihat simetris,dengan tonjolan yang sirkuler di cicin eksterna. Tonjolan akan menghilang pada saat pasien berbaring . Sedangkan pada hernia ingunalis lateralis akan
pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan tonjolan tersa pada sisi jari maka itu hernia direct. Jika terasa pada ujung jari maka itu hernia ingunalis lateralis. Penekanan melalui cincin interna ketika pasien mengedan juga dapat membedakan hernia direct dan hernia inguinalis lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan melewati Trigonum Hesselbach’s dan kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika hernianya besar maka pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin dan kanalis inguinalis sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia inguinal tidak dapat ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan. 1.1.7 Pemeriksaan Penunjang 1.1.7.a. Laboratorium Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut: Leukocytosis, Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-muntah dan menjadi dehidrasi. Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha. 1.1.7.b. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia. Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis. Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang tidak biasa terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal dengan Spontaneous Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga extraperitoneal. 1.1.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada hernia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu konservatif dan pembedahan. 1.1.8.a. Konservatif Penggunaan alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian korset. Tapi untuk hernia inguinalis pamakaian korset tidak dianjurkan karena alat ini dapat melemahkan otot dinding perut. Pada terapi konservatif dapat pula di berikan obat anti analgetik yaitu mengurangi nyeri. 1.1.8.b. Pembedahan Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah : Herniotomy : membuang kantong hernia, ini terutama pada anak – anak karena dasarnya adalah kongenital tanpa adanya kelemahan dinding perut. Herniorrhaphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis. Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak dilakukan pembedahan, dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia (truss). Sabuk itu dipakai waktu pagi dimana penderita aktif dan dilepas pada waktu istirahat (malam).
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan 1.2.1
Pengkajian
1.2.1.1 Anamnesa
Data Dasar / Biodata 1.1. Identitas pasien (nama, umur, jenis klamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, diagnosa medis, tanggal MRS, tanggal dan jam dilakukan pengkajian, golongan darah). 1.2. Keluhan Utama Adanya benjolan di inguinal, mengejan, menangis, mual, muntah 1.3. Riwayat Penyakit sekarang Pada umumnya penderita mengeluh merasa ada benjolan di bawah pusar, atau bisa juga di inguinal (di daerah lipatan). Benjolan tersebutterlihat ketika penderita berdiri lama, menangis, mengejan, waktu defekasi atau miksi, mengangkat benda berat dan lain-lain sehingga ditemukan rasa nyeri pada benjolan tersebut. Selain itu juga didapatkan adanya gejala lain seperti mual dan atau muntah sebagai akibat dari peningkatan tekanan intra abdomen. 1.4. Riwayat penyakit masa lalu Biasanya pasien dengan hernia pernah atau sedang mempunyai penyakit kronis sebelumnya, misalnya; batuk kronis, gangguan proses perkemihan, konstipasi kronis, dan semua kondisi lain yang merupakan predisposisi meningkatnya tekanan intra abdomen. 1.5. Riwayat Kesehatan Keluarga Adanya anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien saat ini hernia, atau penyakit menular lainnya. Genogram digunakan apabila ada kemungkinan penyakit keturunan dan atau ada potensi penularan penyakit dari anggota keluarga. Genogram dibuat minimal 3 (tiga) generasi ke atas dan hanya fokus kepada kemungkinan terjadinya penyakit keturunan dan atau potensi penularan penyakit saja. 1.6. Pola Psikososial dan Spiritual Bagaimana hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungannya, adakah adat atau kepercayaan pasien sehubungan dengan penyakitnya, agama yang dianut, apa saja yang boleh dan tidak boleh berdasarkan keyakinannya tersebut. 1.7. Pola Aktifitas sehari-hari Membandingkan beberapa aspek saat di rumah (sebelum sakit) dan saat dirawat di rumah sakit, antara lain berisi tentang hal – hal sebagai berikut: a. Pola Nutrisi Kesadaran makan-minum klien secara kualitas dan kuantitas, serta kemungkinan adanya gangguan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. b. Pola Eliminasi Mengkaji adanya gangguan kebiasaan BAB/BAK, adanya konstipasi/distensi abdomen/kaku perut, tidak dapat kentut atau retensi urine sehubungan dengan efek anestesi. c. Pola Istirahat Mengkaji ada/tidaknya dampak post operatif (nyeri, kecemasan, dll) yang mungkin menyebabkan pasien mengalami kesulitan tidur.
e. Pola Personal Hygiene Mengkaji pola mandi, jenis mandi, dan frekwensi mandi per hari sehubungan dengan keadaan dan kemampuan pasca operasi. f. Pola Kebiasaan Mengkaji kebiasaan aktivitas pasien sebelum MRS dan saat MRS, perokok atau tidak, tinggal di lingkungan keluarga/pekerjaan yang merokok atau tidak. 1.8. Keadaan / Penampilan / Kesan umum pasien Pemeriksaan tingkat kesadaran pasien. 1.9. Harapan klien dan keluarga sehubungan dengan penyakitnya. Berisi tentang harapan pasien secara subjektif tentang penyakit yang sedang di alaminya. 1.10.Tanda – tanda vital Mengukur suhu aksila pada pasien dewasa dan anak – anak atau suhu rektal pada bayi, jumlah nadi per menit, jumlah pernapasan per menit, dan tekanan darah. 1.11.Antropometri Mengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas tangan yang tidak dominan, dan lingkar perut pasien. 1.2.1.2 Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan seluruh tubuh dengan tehnik Inspeksi (melihat), Palpasi (meraba dan menekan), Perkusi (mengetuk untuk mengamati bunyi ketukannya), dan Auskultasi (mendengarkan). Tehnik yang dipakai dan urutan pemeriksaannya tergantung pada aspek pemeriksaan manakah yang akan kita kaji. Aspek tersebut antara lain adalah seba gai berikut: a. Pemeriksaan Kepala Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan kepala, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑ Inspeksi: Bagaimanakah bentuk kepalanya (bulat atau oval, simetris atau tidak), warna dan kebersihan rambut, menggunakan penutup kepala atau tidak, berketombe atau tidak, apakah ada luka/lesi dan benjolan yang tak wajar. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. b. Pemeriksaan Mata Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan mata, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑ Inspeksi: kesimetrisan bola mata, apakah ada luka/lesi/peradangan, Konjungtiva (pucat karena anemis, sianosis karena hipoksemia, terdapat ptechial karena emboli lemak atau endokarditis), Sklera (ikterik/merah/putih), apakah ada edema periorbital. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. c. Pemeriksaan Hidung Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan pada hidung, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑ Inspeksi: lubang hidung, kebersihan hidung, adakah luka/lesi, benjolan tak normal pada hidung, apakah pasien menggunakan erna asan cu in hidun .
Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan pada telinga, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑
Inspeksi: apakah ada luka/lesi, benjolan tak normal, Liang telinga kotor/bersih dari serumen, daun telinga, bertindik atau tidak. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. e. Pemeriksaan Mulut Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan pada mulut, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑ Inspeksi: amati mukosa bibir, apakah mukosa bibir sianosis, apakah ada stomatitis, keadaan gigi, lidah, tonsil, sampai dengan faring, apakah bernapas dengan mengerutkan bibir. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. f. Pemeriksaan Leher Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan pada leher, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑ Inspeksi: Periksa apakah ada luka/lesi, benjolan abnormal, pembengkakan kelenjar tiroid dan parotid, distensi / bendungan vena. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. g. Pemeriksaan Ketiak Biasanya pada pasien dengan hernia inguinalis lateralis tidak terdapat kelainan pada ketiak, akan tetapi jika memang dikehendaki untuk pelayanan paripurna dapat dilakukan sebagai berikut: ∑ Inspeksi: amati kebersihan ketiak, kering atau lembab, bulu ketiak, apakah ada benjolan atau perlukaan. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. h. Pemeriksaan Dada / Thorax ∑ Pemeriksaan Dada: - Inspeksi: bagaimanakah bentuk dadanya, kesimetrisannya, apakah ada luka atau lesi. - Palpasi: apakah ada crepitasi, nyeri raba dan tekan atau tidak. ∑ Pemeriksaan Paru-paru - Inspeksi: Berapa jumlah Respiratory Rate per menitnya, pola pernapasannya, apakah ada retraksi otot bantu pernapasan, dispnea, atau obstruksi jalan napas, kesimetrisan pergerakan ada kanan dan kiri. - Palpasi: bagaimanakah keseimbangan vocal fremitus antara paru dextra dan sinistra apakah sama atau tidak - Perkusi: suara paru resonan/sonor, hiperresonan, dullness. - Auskultasi: Bagaimana bunyi dan irama napasnya, apakah ada wheezing, ronchi, rales/crackles, friction rub/pleural friction. ∑ Pemeriksaan Jantung - Inspeksi: apakah tampak ictus cordisnya. - Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula sinistra - Perkusi: Suara perkusi jantung pekak - Auskultasi: Suara jantung Lup Dup / S1-S2 sama, tidak ada bunyi tambahan. ∑ Pemeriksaan Pa udara
j.
k.
∑ Auskultasi: Berapakah bising ususnya dalam 1 menit ∑ Perkusi: suara lambung timpani, suara hepar pekak ∑ Paplasi: terdapat nyeri tekan di abdomen kuadran LLQ. Pemeriksaan Genetalia ∑ Inspeksi: amati kebersihan genetalia, lembab atau kering, kondisi rambut kemaluan, terpasang DK atau tidak. ∑ Palpasi: apakah ada nyeri raba/tekan. Pemeriksaan Ekstermitas ∑ Pemeriksaan Tangan: Inspeksi: warna kulit, apakah ada luka/lesi, benjolan tak wajar, terpasang IVFD atau tidak, berapa MMTnya. Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak, berapa CRTnya. ∑ Pemeriksaan Kaki: warna kulit, apakah ada luka/lesi, benjolan tak wajar, terpasang IVFD atau tidak, berapa MMTnya. Inspeksi: Palpasi: apakah ada nyeri tekan atau tidak. Pemeriksaan Kulit dan Kuku Inspeksi: Warna kulit, warna kuku, kebersihan. Palpasi: Turgor kulit, CRT, Nyeri tekan atau tidak
1.2.2 Kasus asuhan keperawatan 1.2.2.1 Analisa data a. Data Gayut ÿ DS : Data yang didapat saat kita melakukan pengkajian terhadap pasien ÿ DO : Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan yang meliputi ( pemeriksan fisik, tanda-tanda vital ) b. Masalah Masalah keperawatan yang muncul dan dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan a. Kemungkinan penyebab Etiologi dan proses berjalanya gangguan hingga muncul masalah keperawatan 1.2.2.2 Daftar Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri b.d agen injury. 2. Kerusakan integritas kulit b.d eksisi pembedahan 3. Gangguan mobilitas fisik b.d pengobatan, terapi pembatasan gerak 4. Resiko infeksi 1.2.2.3 Rencana Keperawatan/Intervensi Dx 1 : Nyeri b.d agen injury ÿ Tujuan / NOC Pain Level Pain Control Comfort Level Setelah dilakukan tindakan keperawatan 8 jam maka nyeri berkurang Kriteria Hasil 1. Pasien tampak rileks 2. Melaporkan nyeri berkurang 3. Skala nyeri berkurang menjadi 1-2 4. TTV dalam rentang normal 5. Tidak men alami an uan tidur
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan. Ajarkan teknik non farmakologi Kolaborasi dalam pemberian analgesik yang sesuai. Tingkatkan istirahat. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang, dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.
Dx 2 : Kerusakan intergritas jaringan b.d eksisi pembedahan ÿ Tujuan NOC Tissue integrity: skin and mucous membranes Wound healing: primary and secondary intention setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam proses penyembuhan luka berjalan dengan baik Kriteria Hasil 1. Luka bersih tidak disertai tanda infeksi 2. Ketebalan dan tekstur jaringan normal 3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang 4. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka ÿ Intervensi NIC 1. Anjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang longgar 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali. 4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 5. Monitor status nutrisi pasien 6. Observasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik, warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal. 7. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka 8. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet TKTP 9. Cegah kontaminasi feses dan urine 10. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik b.d pengobatan, terapi pembatasan gerak ÿ Tujuan NOC Joint movement: active Mobility level Self care: ADLs Transfer performance Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi. ÿ Kriteria Hasil 1. Aktivitas fisik klien meningkat 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 4. Memperagakan penggunaan alat bantu mobilisasi ÿ Intervensi NIC
4.
Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. 5. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan. Dx 4 : Resiko Infeksi ÿ Tujuan NOC Immune status Knowledge: Infection control Risk control setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam tidak mengalami infeksi Kriteria Hasil 1. Klien terbebas dari tanda gejala infeksi 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi 3. Jumlah leukosit dalam batas normal. 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat ÿ Intervensi NIC 1. Pertahankan teknik aseptik 2. Batasi pengunjung bila perlu 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai APD 5. Ganti letak IV perifer dengan dressing sesuai dengan petunjuk umum 6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 7. Monitor tanda gejala infeksi
1.2.2.4 Implementasi ÿ Dx
a. b. c. d. e. f. g. h.
ÿ Dx
a. b. c. d. e. f.
1 : Nyeri b.d agen injury Meakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi. Mengbservasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan. Mengajarkan teknik non farmakologi berupa teknik distraksi dan relaksasi Berkolaborasi dalam pemberian analgesik ketorolac iv. Menganjurkan pasien agar meningkatkan kuantitas istirahatnya. Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang, dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur. Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali. 2 : Kerusakan intergritas jaringan b.d eksisi pembedahan Menganjurkan pasien untuk mengenakan pakaian yang longgar Menganjukan agar pasien menjaga kebersihan kulit dengan teknik personal hygiene semampunya dan atau dibantu keluaga. Meobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali. Memonitor aktivitas dan mobilisasi pasien Memonitor status nutrisi pasien Mengbservasi luka: lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,
ÿ Dx
3 : Gangguan mobilitas fisik b.d pengobatan, terapi pembatasan gerak b. Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi. a. Mengkonsultasiksan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan. b. Melatih pasien dalamhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan. c. Mengajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan. d. Mengkonsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai kebutuhan.
ÿ Dx
a. b. c. d. e. f. g.
4 : Resiko Infeksi Memertahankan teknik aseptik Membatasi pengunjung bila perlu Mencuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan Menggunakan baju, sarung tangan sebagai APD Mengganti letak IV perifer dengan dressing sesuai dengan petunjuk umum Berkolaborasi dalam pemberian antibiotik Memonitor tanda gejala infeksi
1.2.2.5 Evaluasi
Evaluasi yaitu catatan perkembangan setelah dilaksanakannya tindakan keperawatan atau implementasi yang sesuai dengan rencana inervensi keperawatan dengan menggunakan format SOAP atau SOAPIER ÿ Dx
1 : Nyeri b.d agen injury S : Minta pasien mendeskripsikan keadaan nyerinya O: Amati kesan umum pasien, lakukan observasi TTV A: Lakukan penilaian apakah semua kriteria hasil sudah tercapai P: Intervensi dilanjutkan jika belum keseluruhan kriteria hasil dapat dicapai, jika sudah intervensi dihentikan
ÿ Dx
2 : Kerusakan intergritas jaringan b.d eksisi pembedahan S : Minta pasien mendeskripsikan keadaan lukanya O: obsevasi luka secara komprehensif, lakukan observasi TTV A: Lakukan penilaian apakah semua kriteria hasil sudah tercapai P: Intervensi dilanjutkan jika belum keseluruhan kriteria hasil dapat dicapai, jika sudah intervensi dihentikan
ÿ Dx
3 : Gangguan mobilitas fisik b.d pengobatan, terapi pembatasan gerak S : Minta pasien mendeskripsikan keadaan dirinya O: Amati kesan umum pasien, lakukan observasi TTV A: Lakukan penilaian apakah semua kriteria hasil sudah tercapai P: Intervensi dilanjutkan jika belum keseluruhan kriteria hasil dapat dicapai, jika sudah intervensi dihentikan
ÿ Dx
4 : Resiko Infeksi S : Minta pasien mendeskripsikan keadaan nyerinya
DAFTAR PUSTAKA
Saifudin. 2009. “Fisiologi Organ Tubuh Manusia.” Jakarta: Salemba Medika Tarwoto, wartonah. 2011. “Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan ed.4”. Jakarta: Salemba Medika. Carpenito Lynda Jual. 1995. “Buku Saku Diagnosis Keperawatan”, Edisi 6 Terjemahan Monica Ester (2000) EGC : Jakarta