MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KASUS CHEST PAIN (NYERI DADA)
Oleh:
AHMAD AMRUN TAMAJI 093 SYE 11 TINGKAT 3C / SEMESTER V
YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN JENJANG D-III MATARAM 2014
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Konsep Dasar Teori
1.2 Definisi Nyeri dada adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain) (John, 2009). Nyeri coroner adalah rasa sakit akibat terjadinya iskemik miokard karena suplai aliran darah koroner yang pada suatu saat tidak mencukupi untuk kebutuhan metabolisme miokard (Abdurrahman, 2008). Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Hudak dan Gallo, 2006). 1.3 Etiologi Nyeri dada dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1.3.1 Nyeri dada pleuritik Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam danseperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurangbila menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal daridinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma,mediastinum dan saraf interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan olehDifusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radangsubdiafragmatik pneumotoraks dan penumomediastinum. 1.3.2 Nyeri dada non pleuretik Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapatmenyebar ke tempat lain. Plaing sering disebabkan oleh kelainan di luar paru:
a. Kardial Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernalyang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lenganterutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeridada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga
merupakan
jalannya
rangsangan
saraf
sensoris
dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung
akan
berkurang
karena
adanya
penyempitan
pembuluh darah koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu 1) Angina stabil (Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeridada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapamenit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dadadapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi. 2) Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kalimengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saatkerja ringan dan berlangsung lebih lama. 3) Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30menit dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris,
timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita ,mengeluh dispea, palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung. 4) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal
atausubsternal
yang
dapat
berlangsung
sebentar maupun lama. Adanyamurmur akhir sisttolik dan mid sistolik-click dengan gambaranechokardiogram dapat membantu menegakan diagnose. b. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik. c. Perikardial Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatasdiafragma. Nyeri perikardial lokasinya di daerah sternal 1.4 Patofisiologi Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi nitrat oksido yang berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat menyebabkan otot polos berkontraksi
dan
timbul
spasmus
koroner
yang
memperberat
penyempitan lumen karena suplai O2 ke miokardium berkurang. Penyempitan atau blok ini ini belum menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu dengan aktivitas berlebihan maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk
memenuhi
kebutuhan
energi
mereka.
Metabolisme
ini
menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai O2 menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat nyeri akan reda (Abdurrahman, 2008). 1.5 Pathway
Kehilangan endotel dan nitrat oksido
Spasmus koroner dan vasokontriksi lumen
Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan me↓
Metabolisme anaerob
Iskemik jaringan terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan
Asam laktat me↑ MK: Nyeri akut Nyeri dada Ketidak seimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan
Fatique
Penurunan aliran darah ke jaringan
MK: Perubahan perfusi jaringan
MK: Intoleransi aktivitas
Sumber: Web of coution modifikasi Abdurrahman (2008), Nanda dan Nic-Noc (2013) dan Doenges (2000).
1.6 Manifestasi Klinis Tanda dan gejala yang biasa menyertai nyeri dada adalah : 1.6.1 Nyeri ulu hati 1.6.2
Sakit kepala
1.6.3 Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung 1.6.4
Diaforesis / keringat dingin
1.6.5
Kulit pucat, takikardi, sesak nafas
1.6.6
Sulit tidur (insomnia), kelemahan
1.6.7
Mual, Muntah, anoreksia
1.6.8
Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
1.6.9
Wajah tegang, merintih, menangis
1.7 Pemeriksaan Penunjang 1.7.1
EKG 12 lead selama episode nyeri a. Takhikardi / disritmia b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
1.7.2
Laboratorium a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH b. Fungsi hati : SGOT, SGPT c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin d. Profil Lipid : LDL, HDL
1.7.3
Foto Thorax
1.8 Komplikasi 1.8.1
Infark miokard
1.8.2
Kematian jantung secara tiba-tiba
1.8.3
Abnormalitas sirkulasi
1.8.4
Dekompensasi jantung
1.9 Penatalaksanaan Prinsip-prinsip Tindakan:
1.9.1 Tirah baring (bedrest) dengan posisi fowler / semi fowler. 1.9.2
Melakukan EKG 12 lead kalau perlu 24 lead.
1.9.3
Mengobservasi tanda-tanda vital.
1.9.4
Kolaborasi pemberian O2 dan pemberian obat-obat analgesik, penenang, nitrogliserin, Calcium antagonis dan observasi efek samping obat.
2.
1.9.5
Memasang infus dan memberi ketenangan pada klien.
1.9.6
Mengambil sampel darah.
1.9.7
Mengurangi rangsang lingkungan.
1.9.8
Bersikap tenang dalam bekerja.
1.9.9
Mengobservasi tanda-tanda komplikasi.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian 2.1.1
Pengkajian primer Airway a.
Bagaimana kepatenan jalan nafas
b.
Apakah ada sumbatan / penumpukan sekret di jalan nafas?
c.
Bagaimana
bunyi
nafasnya,
apakah
ada
bunyi
nafas
tambahan? Breathing a.
Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?
b.
Aapakah menggunakan otot bantu pernafasan?
c.
Apakah ada bunyi nafas tambahan?
Circulation a.
Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan tegangan)
b.
Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau oliguri?
2.1.2
c.
Apakah ada penurunan kesadaran?
d.
Bagaimana tanda-tanda vitalnya ? T, S, N, RR, HR?
Pengkajian sekunder Hal-hal penting yang perlu dikaji lebih jauh pada nyeri dada (koroner): a.
Lokasi nyeri Dimana tempat mulainya, penjalarannya (nyeri dada koroner: mulai dari sternal menjalar ke leher, dagu atau bahu sampai lengan kiri bagian ulnar)
b.
Sifat nyeri Perasaan penuh, rasa berat seperti kejang, meremas, menusuk, mencekik atau rasa terbakar, dll.
c.
Ciri rasa nyeri Derajat nyeri, lamanya, berapa kali timbul dalam jangka waktu tertentu.
d.
Kronologis nyeri Awal timbul nyeri serta perkembangannya secara berurutan
2.2 Diagnosa Keperawatan 2.2.1
Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan.
2.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan. 2.2.3
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan, fatique.
2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan modifikasi Nanda dan Nic-Noc (2013) dan Doenges (2000). 2.3.1
Perubahan perfusi jaringan (otot jantung) berhubungan dengan penurunan aliran darah ke jaringan. a.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan adekuat.
b.
Kriteria hasil: 1)
Menunjukkan keseimbingan cairan, yang dibuktikan oleh indikator tekanan darah, nadi perifer dan turgor kulit.
2)
Menunjukkan integritas jaringan: kulit membran mukosa yang dibuktikan indikator suhu, sensasi, elastisitas, hidrasi, keutuhan, dan ketebalan kulit.
3)
Menunjukkan perfusi jaringan: perifer, yang dibuktikan oleh indikator pengisian ulang kapiler (jari tangan dan jari kaki), warna kulit, sensasi dan integritas kulit.
4)
Tidak terjadi perubahan warna kulit (sianosis).
Intervensi 1) Perhatikan Hb/Ht sebelum dan setelah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan.
2) Pantau tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemi.
3) Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
Rasional 1) Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen 2) Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan derajat dan durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menunjukkan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik. 3) Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia.
4) Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi, dan lidah; perhatikan suhu kulit.
5) Pantau analisa gas darah (GDA) dan kadar pH (derajat keasaman).
6) Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan. 7) Pasang jalan nafas; penghisap sesuai indikasi.
Sianosis, tanda lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO 2 turun dibawah 50 mmHg. 4) Pada kompensasi vasokonstriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer diturunkan, yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin. 5) Membantu dalam mendiagnosa derajat hopoksia jaringan atau asidosis yang diakibatkan dari terbentuknya asam laktat dari metabolisme anaerob. 6) Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk tansport sirkulasi ke jaringan. 7) Memudahkan pemberian oksigen.
2.3.2 Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri, inflamasi jaringan. a.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau teratasi.
b.
Kriteria hasil 1) Klien menyatakan nyeri hilang/terkontrol 2) Menunjukkan
rileks, istirahat/tidur
dan
peningkatan
aktivitas dengan tepat 3) TTV dalam batas normal (normal TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-24 x/mnt, S: 36,537,5oC).
Intervensi a. Tentukan karakteristik nyeri , mis, tajam, konstan, ditusuk. Selidiki perubahan karakter/lokasi /intensitas nyeri. b. Pantau tanda-tanda vital
c. Berikan tindakan nyaman, mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/ perbincangan,relaksasi / latihan napas.
2.3.3
Rasional a. Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis. b. Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri,khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat. c. Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan metabolisme jaringan, fatique. a. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan Klien akan menunjukkan keseimbangan energi yang adekuat b. Kriteria hasil: 1) Pasien dapat mengikuti aktivitas sesuai kemampuan 2) Istirahat tidur tercukupi 3) TTV dalam batas normal (normal TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-24 x/mnt, S: 36,537,5oC)
Intervensi
Rasional
1) Ikuti pola istirahat pasien, hindari pemberian intervensi pada saat istirahat. 2) Bantu pasien memilih kegiatan yang tidak melelahkan.
1) Menghindari gangguan pada istirahat tidur pasien sehingga kebutuhan energi tercukupi. 2) Meningkatkan kebutuhan isrirahat pasien dari kegiatan yang melelahkan. 3) Perubahan suhu lingkungan yang mendadak merangsang kebutuhan akan oksigen yang meningkat. 4) Kecemasan meningkatkan respon psikologis yang merangsang peningkatan kortisol dan meningkatkan suplai O2. 5) Stres dan kecemasan berpengaruh terhadap kebutuhan O2 jaringan.
3) Hindari perubahan suhu lingkungan yang mendadak.
4) Kurangi kecemasan pasien dengan memberi penjelasan yang dibutuhkan pasien dan keluarga.
5) Respon perubahan keadaan psikologis (menangis, murung) dengan baik
2.4 Implementasi Pelaksanaan merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dimana rencana keperawatan yang telah di tentukan di laksanakan, membagi implementasi menjadi 3 fase, yaitu fase persiapan, fase implementasi yang berorientasi pada tujuan dan fase terminasi. Pada setiap implementasi yang di lakukan perawat harus memantau dan mencatat respon klien dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan lainnya. Implementasi pada klien dengan asfiksia neonatorum secara teoritis di laksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah di tetapkan untuk masing masing diagnose keperawatan yang mungkin muncul (Hidayat Alimul, 2006).
2.5 Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana proses evaluasi ini di lakukan terus menerus, di perlukan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan continue, karna setiap tindakan keperawatan yang di lakukan, respon klien di catat dan di evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan. Kemudian, berdasarkan pada respon klien tersebut di lakukan revisi intervensi keperawatan dan atau revisi hasil, mungkin di perlukan. Evaluasi di klasifikasikan sebagai berikut: 2.5.1
Evaluasi formatif Evaluasi yang diberikan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera
2.5.2
Evaluasi somatif Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang di laksanakan pada tahap perencanaan. Evaluasi terdiri dari: S (Subyektif) O (Objektif) A (Assesment atau penilaian) P (Planning atau rencana) I (Intervensi) Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai: a. Tercapai : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan pada tujuan. b. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman.
(2008).
Anamnesa
dan
pemeriksaan
Jasmani
Sistem
Kardiovaskuler dalam IPD Jilid I . Jakarta: FKUI. Doenges, E. M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Hidayat, A.A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC. Hudak dan Gallo. (2006). Keperawatan Kritis cetakan 1. Jakarta: EGC. Jhon, A. B. (2009). Perawatan Gawat Darurat . Jakarta: EGC. Nurarif, A.H, dan Hardi, K. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi, Jilid 1 dan 2. Yogyakarta: Media Action.