Ashabul Kahfi dan Teori Relativitas dalam Al Quran
By
annida
-
April 3, 2018
0
72
Share
Sobat Nida, siapa tak kenal Einstein? Ilmuwan ini terkenal dengan teori relativitasnya. Dan teori ini bayak dikenalkan pada para pelajar di berbagai penjuru negara di dunia. Siapa sangka bahwa teori ini telah ada dalam al-Quran, jauh sebelum dicetuskan oleh Albert Einstein, seorang ahli fisika yang mengemukakan teori relativitas modern pada tahun 1905.
Teori ini dibuktikan dalam firman Allah SWT: "Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar diantara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata' Sudah berapa lama kamu berada (disini)?' Mereka menjawab, ' Kitaberada (disini) sehari atau setengah hari.' Berkata (yang lain),' Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (disini)." (QS. Al-Kahfi: 19)
"Dan mereka tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun." (QS. Al-Kahfi:25)
Maha benar Allah dengan segala firmannya. Al Quran yang diturunkan 15 abad lalu telah menceritakan gejala alam yang disebut dilatasi waktu, perpanjangan waktu, atau relativitas pada sejumlah pemuda yang bersembunyi dalam sebuah gua, sebagaimana tercantum dalam Surat Al-Kahfi.
Apakah dilatasi waktu?
Para ahli berkata, untuk memahami dilatasi, umpamakan kita edang berhadapan dengan apa dan siapa. Dalam situasi yang berbeda, waktu akan berjalan berbeda pula. Misalnya, ketika seseorang duduk bersama dengan kekasihnya, waktu terasa menyenangkan sehingga waktu berjalan sangat cepat. Satu jam terasa satu menit. Berbeda dengan ketika seorang penjinak bom berhadapan dengan teroris. Ia harus menjinakkan bom yang dipasang oleh sekawanan teroris tersebut. Detik-detik waktu terasa menegangkan dan berjalan sangat lambat. Dua menit menjinakkan bom akan terasa dua jam. Ini yang diterangkan secara sederhana oleh para ahli dalam mendefinisikan dilatasi waktu.
Definisi secara ilmiah disampaikan oleh Einstein. Einstein memiliki rumus bahwa waktu, lintasan, atau massa benda yang biasa kita ukur dan timbang, nilainya tidak tetap tetapi berubah-ubah. Bisa lebih besar dan kecil. Menurut Einstein, tidak ada nilai mutlak untuk besaran-besaran di dunia ini seperti massa (berat), panjang, volume, dan sebagainya. Misalnya massa benda, massa sebuah benda di bumi tentu berbeda jika ditimbang di luar angkasa. Kecuali kecepatan cahaya. Menurut Einstein, kecepatan cahaya adalah besaran yang nilainya mutlak. Besar kecepatan cahaya (dihitung dan diteliti oleh Michelson dan Morley), yaitu sekitar 300.000 km/detik. Kecepatan cahaya tidak bergantung pada kecepatan sumbernya maupun pengamatnya. Kecepatan cahaya tetap-bagaimanapun sumber dan pengamatnya. Misalnya, ada dua acuan (hal/benda) yang bergerak satu sama lain dengan kecepatan berbeda, maka pengamat yang bergerak dengan kecepatan yang lebih kecil akan mengalami waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pengamat kedua yang lebih cepat. Inilah dilatasi waktu dan Einstein memiliki formulasi atau rumus matematika untuk dilatasi waktu.
Baca juga: Inilah yang Terjadi pada Pemuda Kahfi Selama 309 Tahun dalam Goa
Dalam kehidupan sehari-hari, gejala dilatasi waktu tidak bisa kita amati. Hal tersebut karena kita bergerak dengan kecepatan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Pesawat supersonik saja hanya 3 atau 4 kali kecepatan suara, yatu 1 km/detik.Untuk mengamati gejala dilatasi waktu dengan baik diperlukan pengamat yang mempunyai kecepatan acuan U, yang mendekati kecepatan cahaya C yang 300.000 km/detik.
Untuk itu diadakan penelitian yang dilakukan oleh Frisch dan Smith menggunakan usia partikel elementer, yang disebut muon. Mereka berdua membandingkan usia muon tersebut. Membandingkan antara muon yang relatif diam dengan muon yang jatuh ke bumi. dengan kecepatan sekitar 0,994 kali kecepatan cahaya.
Ternyata usia muon di bumi (muon yang relatif diam) 9 kali lebih tua dibandingkan dengan muon yang bergerak dengan kecepatan 0,994 kali kecepatan cahaya tersebut. Untuk lebih mudah memahami ini, para ahli pun membuat contoh yang mudah untuk dipahami, yaitu kecepatan antariksa kita dapat mencapai muon tersebut, yaitu 0,994 kali kecepatan cahaya. Maka, satu tahun bagi astronout yang berada di antariksa (pesawat) berarti sama dengan 9 tahun kita di bumi.
Jika astronout telah menempuh perjalanan selama 10 tahun di antariksa, kita di bumi telah lebih tua 90 tahun. Hal tersebut karena perbedaan kecepatan acuan tersebut. Apabila pesawat antariksa itu mencapai0,9999999999166 kali kecepatan cahaya, satu hari bagi astronout di pesawat sama dengan 300 tahun bagi kita di bumi. Itu imbasnya.
Adanya relativitas suatu besaran dan kemutlakan ukuran kecepatan cahaya menjadikan waktu bisa lambat atau cepat. Meskipun dalam perhitungan kita, sama. Contoh-contoh tadi membuktikan bahwa dalam waktu (perhitungan kita) sama, bisa terjadi perbedaan usia seperti 10 tahun: 90 tahun. 1 hari: 300 tahun.
Al Quran telah mengukir ilmu ini dalam Surat Al-Kahfi. Dalam surah tersebut dikisahkan 3 pemuda saleh yang menghindari kemusyrikan umatnya waktu itu. Mereka bersembunyi dalam gua, berdoa dan bermunajat kepada Rabb-nya.
" Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami." (QS Al-Kahfi: 10)
Lalu Allah memberikan rahmat-Nya.
"Maka Kami tutup telinga mereka di dalam gua itu selama beberapa tahun. Kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah diantara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tiggal ( di dalam gua itu)." (QS. Al-Kahfi: 11-12)
Ternyata Allah "menidurkan" mereka. Tubuh dan pikiran mereka tidak berubah, tetapi lingkungan mereka yang berubah.
"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka, agar di antara mereka saling bertanya. Salah seorang di antara mereka berkata,' Sudah berapa lama kamu berada ( di sini)?" Mereka menjawab, 'Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.' Berkata (yang lain), Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini)." (QS. Al-Kahfi:19)
"Dan mereka tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun." (QS. Al-Kahfi:25)
Mereka tinggal dalam gua selama 300 tahun dalam hitungan waktu matahari (syamsiah), 300 ditambah 9 tahun (309) dalam tahun qamariah (perhitungan tahun berdasarkan peredaran bulan). Inilah kebesaran Allah.
Mungkinkah Allah mempercepat mereka bertiga (Ashabul Kahfi) dalam gua sampai mencapai 0,999999999166 kali kecepatan cahaya sehingga terjadi gejala dilatasi waktu? Satu hari, dalam perhitungan mereka, sama dengan 300 tahun perhitungan manusia di sekeliling mereka. Padahal, dalam teori, kondisi percepatan yang dialami Ashabul Kahfi adalah sesuatu yang tidak mungkin untuk tubuh manusia karena percepatan secepat itu berarti bentuk bendanya berwujud gas atau lebih ringan lagi.
Inilah gejala relativitas. Sebuah ketentuan yang menyatakan bahwa segala sesuatu di duni ini adalah relatif, kecuali kecepatan cahaya. Dan teori yang baru ditemukan di era modern ini ternyata sudah tercatat dalam al-Quran. Bahkan, sumber lain menyatakan teori relativitas juga telah ditemukan oleh ilmuwan muslim al-Kindi jauh sebelum Einstein. Mahabesar Allah. Mahasuci Allah dengan segala firman-Nya.
Referensi:
-Al-Qur'an al Karim
-Nurul Maghfirah: 99 Fenomena Menakjubkan Dalam Al-Qur'an
Foto ilustrasi: google
ASHABUL KAHFI : Teori Relativitas Einstein dalam Al Quran (1)
October 1, 2009 Chimot Leave a comment Go to comments
Bagian pertama
Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin menulis tentang ini, ketika saya teringat tentang artikel menarik yang pernah saya baca waktu zaman SMA dulu, yang membahas tentang hal ini. Namun karena ada perhitungan detil matematis yang saya kurang begitu ingat, maka keinginan menulis saya urungkan.
Kebetulan beberapa saat yang lalu, waktu saya bongkar-bongkar gudang dirumah saya saya menemukan lagi artikel ini tersimpan dalam tumpukan buku-buku lama, maka saya putuskan untuk segera saya tulis di blog ini. Sebelum artikel ini lenyap lagi.
Artikel ini terdapat dalam majalah bulanan SMA milik kakak saya (kebetulan SMA kakak saya dan saya sama yaitu SMA Negeri 2 Kediri), yang diterbitkan oleh OSIS untuk kalangan intern, yaitu DIOSSA (kependekan dari Dian OSIS Smada) edisi Juli 1996. Majalah ini sudah tidak beredar lagi 1-2 tahun kemudian.
Ohya agar tidak terlalu panjang, sehingga memperlambat loading, maka artikel ini saya bagi menjadi 2 bagian.
Baiklah, kita mulai 'kisah'nya.
Kisah sebagaimana tersurat dalam Al Quran surat Al Kahfi ayat 9-26 yang menceritakan sejumlah orang yang beriman pada Allah yang dikejar-kejar oleh tentara penguasa yang syirik nan dholim. Mereka tetap ingin mempertahankan aqidahnya. Orang-orang itu, bersama anjingnya, kemudian masuk di sebuah gua bersembunyi. Gua yang mereka masuki ini memiliki lubang yang memungkinkan cahaya Matahari masuk. Di dalam gua itu, saking lelahnya, mereka kemudian tertidur lelap. Ketika bangun, mereka kelaparan dan berniat untuk membeli makanan. Setelah melihat situasi aman, mereka kemudian keluar dari gua. Ketika berniat membeli makanan, rupanya uang mereka tidak laku. Zaman sudah berubah total. Orang orang sudah berubah. Penguasa sudah berganti. Peradaban baru di depan mata mereka. Mengapa? Ternyata, mereka telah tertidur selama 309 tahun. Dalam kisah yang lain, disebutkan mereka tertidur selama 350 tahun. Dalam Al Quran, para pemuda ini diabadikan dengan sebutan 'ashabul kahfi', artinya sahabat-sahabat gua. Tentang jumlah mereka, lokasi gua, dan zaman masih simpang siur, muncul banyak pendapat. Namun satu hal yang disepakati bersama, bahwa mereka hidup melintasi zaman.
Orang-orang zaman dahulu, terutama orang barat yang memiliki pandangan 'miring' terhadap kaum muslim, menganggap bahwa kisah ashabul kahfi ini adalah cerita fantasi belaka, cerita yang hanya ada di negeri dongeng. Karena mereka menganggap bahwa cerita ini adalah tidak masuk akal, tidak dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Dan dengan ini pula mereka merasa memiliki kesempatan untuk 'memojokkan' Al Quran. Mereka bisa disebut sebagai kaum pemuja akal. Kenapa demikian, karena bagi mereka sesuatu yang tidak masuk akal adalah hal yang tidak mungkin. Padahal, kebanyakan, tidak selalu demikian. Karena akal manusia terbatas. Atau bisa jadi sesuatu yang tidak masuk akal sebenarnya adalah sangat masuk akal, hanya saja kita belum mengetahuinya. Dua ratus tahun lalu tidak ada seorangpun yang akan percaya bahwa kita dapat bercakap-cakap dengan orang yang berada seribu mil jauhnya dari kita. Hal itu akan dianggap tidak masuk akal alias mustahil. Sekarang kita lihat, jangankan suara, gambar orang dibelahan dunia lainpun dapat kita lihat dalam waktu yang sama. Sehingga kata orang bijak benar, nothing impossible.
Dan kisah tentang Ashabul Kahfi ini saat ini sudah dapat dibuktikan melalui fisika modern dengan teori relativitas Einstein.
Teori tersebut berkata : "Jika suatu benda, makhluk hidup atau apa saja yang bergerak dengan kecepatan tertentu (mendekati kecepatan cahaya), maka benda tersebut akan mengalami dilatasi waktu dan kontraksi panjang."
Dalam bentuk rumus, dilatasi waktu adalah :
Dan kontraksi panjang adalah :
Keterangan :
t1 = selang waktu menurut orang yang diam.
t0 = selang waktu menurut orang yang bergerak.
L = panjang benda yang diamati oleh kerangka acuan yang sama.
L1 = panjang benda yang diamati oleh kerangka acuan yang berbeda.
V = kecepatan gerak benda.
C = kecepatan cahaya.
Dengan menggunakan rumus-rumus ini, akan kita gunakan untuk menganalisis kisah Ashabul Kahfi berdasarkan Al Quran surat Al Kahfi ayat 9-26.
Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan?
(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)".
Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,
kemudian Kami bangunkan mereka, agar Kami mengetahui manakah di antara kedua golongan itu yang lebih tepat dalam menghitung berapa lamanya mereka tinggal (dalam gua itu).
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk;
dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran".
Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih lalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?
Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.
Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.
Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya".
Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: "Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka". Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya".
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjingnya", sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah anjingnya". Katakanlah: "Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit". Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,
kecuali (dengan menyebut): "Insya-Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini".
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain daripada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan".
QS 18:9-26
Para Ashabul Kahfi hidup melintasi zaman. Mereka serasa tertidur satu hari didalam gua, namun zaman ternyata telah berganti selama 309 tahun (pendapat lain menyatakan 350 tahun).
"Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)." (QS 18:25)
Bagaimana bisa?
Hal ini bisa dibuktikan dengan analisis melalui fisika modern, yaitu teori relativitas Einstein.
"Jika suatu benda, makhluk hidup atau apa saja yang bergerak dengan kecepatan tertentu (mendekati kecepatan cahaya), maka benda tersebut akan mengalami dilatasi waktu dan kontraksi panjang."
Dan didalam Al Quran surat Al Kahf ayat 18 termaktub :
"Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka." (QS 18:18)
"…Kami balik-balikkan mereka kekanan dan kekiri…" yang berarti mereka di dalam gua bergerak (digerakkan) dengan kecepatan tertentu. Berapa kecepatan mereka, sehingga mereka dapat hidup melitasi zaman? Dari data-data yang kita dapatkan dari Al-Quran berikut analisis untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekaligus pembuktian kebenaran Ashabul Kahfi dalam Al-Quran.
Dari Al-Quran diperoleh data bahwa waktu menurut mereka (Ashabul Kahfi yang bergerak) t0 = 1 hari. Sedangkan waktu yang sebenarnya adalah t = 309 tahun = 109386 hari (tahun qomariah 1 tahun = 354 hari).
Dari penurunan rumus dilatasi waktu :
Didapatkan :
Dan jika nilai t1 dan t0 dimasukkan kedalam rumus :
V2 = 0,99999.C2
V = 0,999999C
Dari penjabaran diatas, jika para Ashabul Kahfi bergerak (digerakkan) mendekati kecepatan cahaya, maka ini membutktikan bahwa peristiwa tersebut sangatlah masuk akal untuk terjadi.
Kemudian penjelasan lainnya.
"…Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka…"
Mengapa orang yang melihat mereka ketakutan?
Seperti penjelasan teori relativitas diatas, bahwa jika suatu benda bergerak dengan kecepatan tinggi maka selalu mengalami dilatasi waktu juga mengalamai kontraksi panjang dengan perumusan ;
Jika V mendekati kecepatan cahaya, maka nilai L1 ( panjang benda yang diamati oleh kerangka acuan yang berbeda) akan mendekati nol. Ini berarti Ashabul Kahfi sudah hampir tidak terlihat wujudnya oleh orang yang melihatnya dari luar. Namun bahwa mereka digerakkan ke kakan dan ke kiri , yang berarti mereka bergerak bolak balik, sesuai dengan teori fisika bahwa sebuah benda yang bergerak dengan arah yang berlawanan dengan arah semula, maka benda tersebut akan mengalami berhenti sesaat sebelum berbalik arah. Pada saat berhenti sesaat ini, maka panjangnnya akan kembali seperti semula. Sehingga setiap saat mereka akan berubah dari ukuran semula… mengecil… menghilang… membesar… ukuran semula. Begitu seterusnya. Dengan kecepatan yang sangat tinggi. Bisa dibayangkan bagaimana wujud mereka. Tentulah sangat mengerikan bukan?
Penjelasan berikutnya.
"Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu," (QS 18:11)
Mengapa telinga mereka ditutup?
Sebagaimana kita semua telah mengetahui bahwa bunyi ditimbulkan dari suatu benda yang bergetar atau bergerak dan getaran benda itu menggetarkan udara. Selanjutnya udara tersebut menggetarkan selaput telinga, gendang telinga yang frekwensi getarannya sama dengan getaran frekwensi getaran benda, maka kita mendengar bunyi.
Namun apabila suatu benda bergerak diatas kecepatan bunyi, maka akan terjadi patahan gelombang (supersonic fracture) yang menimbulkan ledakan suara yang luar biasa kuatnya, bahkan mengakibatkan pecahnya kaca dan bengunan-bangunan. Misalnya pada pengemudian pesawat supersonic yang mengakibatkan suara yang meledak-ledak dan meruntuhkan bangunan dan kaca-kaca disekitarnya.
Demikian pula dengan Ashabul Kahfi. Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa gerakannnya mendekati kecepatan cahaya sehingga juga berlaku patahan-patahan gelombang, yang akan menimbulkan ledakan suara seperti halnya pesawat supersonic. Oleh karena itu sesuai dengan ayat 11 surat Al Kahfi telinga mereka ditutup selama beberapa tahun, ternyata guna melindungi gendang telinga meraka dari ledakan-ledakan suara yang ditimbulkan dari gerakan mereka yang terlalu cepat.
Dari analisis diatas kita dapat membuktikan secara ilmiah kebenaran cerita Ashabul Kahfi yang dulu oleh orang-orang barat dianggap cerita fantasi. Karena mereka mengganggap cerita itu tidak masuk akal, dan selama ini belum terbukti orang mampu hidup tanpa makan dan minum sampai bertahun-tahun. Dan mereka memvonis semua cerita yang tidak masuk akal tidak dapat diterima sebagi suatu kebenaran. Persepsi yang demikian itu salah, analisis diatas membuktikan bahwa sesuatu yang tadinya tidak masuk akal menjadi masuk akal. Ini membuktikan bahwa akal manusia itu terbatas, karena mungkin akal manusia belum mampu mencerna dan menganalisis hal-hal tersebut.
Wallahu a'lam bishowab
Teori Relativitas Einstein Dalam Al Qur'an?
Agu 8
Posted by afdhal
Relativitas khusus atau teori relativitas khusus adalah teori fisika yang diterbitkan pada 1905 oleh Albert Einstein. Teori ini menggantikan pendapat Newton tentang ruang dan waktu kemudian memasukan elektromagnetisme sebagaimana tertulis oleh Persamaan Maxwell. Teori ini disebut "khusus" karena dia berlaku terhadap prinsip relativitas pada kasus "tertentu" atau "khusus" dari rangka referensi inertial dalam ruang waktu datar, di mana efek gravitasi dapat diabaikan. Sepuluh tahun kemudian, Einstein menerbitkan teori relativitas umum yang memasukan efek tersebut.
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah yang telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belum mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. NamunAlbert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan dukungan penelitian dan pengujian ilmiah dengan jelas sebelumnya, tapi ternyata Al Qur'an telah telah memberi informasi tentang waktu yang bersifat relatif tersebut jauh sebelum Einstein terlahir ke dunia ini.
Kita tahu bahwa Teori Relativitas Einstein ada dua macam yaitu teori relativitas khusus dan teori relativitas umum. Berdasarkan teori relativitas khusus menunjukan bahwa kecepatan membuat waktu bersifat relative. Bila suatu benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya maka waktu akan mengalami pemoloran atau melambatnya waktu, fenomena ini disebut dengan delatasi waktu, sedangkan teori relativitas umum mempostulatkan bahwa gravitasi membuat waktu menjadi relative. Waktu akan berjalan lebih lambat di daerah yang gravitasinya lebih besar. Inti dari kedua teori ini adalah waktu yang bersifat relative.
Sebagai contoh, apabila ada manusia yang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya atau berjalan di daerah yang gravitasinya lebih besar dari gravitasi bumi misalnya matahari (ini cuma pengandaian) maka waktu akan berjalan lambat begitu pula fungsi biologi dan anatomi tubuhnya serta semua pergerakan yang terkait dengan atom-atom penyusun tubuhnya. Percobaan yang dilakukan di British Nasional Institute of Physics telah menguatkan fakta tersebut, penelitinya John Laverty, mencocokkan dua jam yang menunjukan waktu yang sama (dua jam tersebut memiliki tingkat ketelitian yang optimal, perkiraan kesalahan kira-kira tidak lebih dari 1 detik dalam 300.000 tahun). Salah satu jam ini disimpan dalam Laboratorium di London, jam yang lainnya dibawa dalam penerbangan pulang pergi antara London dan Cina. Kita tahu bahwa semakin tinggi suatu pesawat maka pengaruh gravitasi bumi semakin kecil,sehingga berdasarkan teori relativitas umum waktu akan berjalan lebih cepat di atas pesawat. Perbedaan gravitasi antara orang yang terbang di udara dengan orang yang berada di atas permukaan bumi tidaklah begitu mencolok walaupun tetap ada perbedaan itu sangat kecil sekali sehingga perbedaan ini hanya dapat dilihat dengan alat yang memiliki tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Ternya dari penelitian ini didapatkan bahwa jam yang berada diatas pesawat berjalan lebih cepat satu per lima puluh lima milar detik, biarpun hasilnya sangat kecil tetap saja ada perbedaan kecepatan jam. Ini menunjukan bahwa waktu memang bersifat relative.
Lalu bagaimana dengan ayat Al Qur'an menjelaskan hal ini, mari kita lihat sejumlah ayat yang menerangkan hal tersebut
"Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Allah, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun" (QS. Al-Ma'arij: 4)
Jika bumi sebagai acuan, relativitas terjadi mungkin karena tempat yang tinggi karena ada istilah naik pada ayat diatas, juga bisa terjadi karena kecepatan para malaikat dan jibril yang mendekati kecepatan cahaya karena malaikat dan jibril bahan dasarnya atau diciptakan dari cahaya. Sehingga waktu mengalami pemoloran satu hari molor menjadi lima puluh ribu tahun dibumi.
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman: "Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS. Al-Sajdah: 5). Ayat ini juga menunjukan pemoloran waktu, yang disebabkan perbedaan ketinggian karena ada istilah naik, sehingga waktu langit berbeda dengan waktu bumi.
Mungkin bagi orang yang beriman sebenarnya dua contoh ayat diatas gak ada masalah, tapi bagaimana dengan orang yang ingin memperdebatkan ayat tersebut dan beranggapan atau mengasumsikan bahwa waktu sama disemua tempat dan semua media yang dapat kita bayangkan di alam semesta ini, maka hal itu akan jadi masalah dan merupakan sesuatu yang tidak mungkin dan tidak masuk akal.
Dalam Al-Qur'an disebutkan juga bahwa orang yang telah meninggal jika dibangkitkan kembali akan berfikir bahwa waktu mereka didunia sangatlah singkat.
Nah, dengan memahami teori relativitas pertanyaan yang membingungkan tentang waktu yang satu hari setara dengan seribu tahun atau bahkan lima puluh ribu tahun dapat diterima akal dengan sebaik-baiknya. Kecuali bagi orang-orang yang ingin mengingkarinya.
"Dan ingatlah pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (didunia) kecuali sesaat saja pada siang hari, (pada waktu) mereka saling berkenalan,sesungguhnya orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah, dan mereka tidak mendapat petunjuk." (QS. Yunus: 5)
Dan Allah berfirman,"berapakah tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?. Mereka menjawab "kami tinggal dibumi sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitug" (QS. Al-Mu'minun: 113)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an diturunkan sejak tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci yang mampu menjangkau seluruh sisi kehidupan manusia dan akan selalu sesuai dengan bidang keilmuan apapun. Namun jika ada teori dari seorang Ilmuan yang bertentangan dengan Al Qur'an, maka dipastikan bahwa teori yang dikemukakan itu SALAH.
Wallahu a'lam bis Shawaab.
Kisah Lengkap Keajaiban Pemuda Ashabul Kahfi
18 Oktober 2012
Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.
Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim. Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.
Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-'Adzim; jilid:3 ; hal.67-71).
Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya. Penulis kitab Fadha'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya. Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:
"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo'a: "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)" (QS al-Kahfi:10)
Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: "Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar. Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi."
"Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan," sahut Khalifah Umar.
"Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?" Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. "Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin! Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok! Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?"
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: "Bagi Umar, jika ia menjawab 'tidak tahu' atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!"
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: "Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!"
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: "Kalian tunggu sebentar!"
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: "Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!"
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: "Mengapa?"
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: "Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!"
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: "Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!"
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: "Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!"
"Ya baik!" jawab mereka.
"Sekarang tanyakanlah satu demi satu," kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: "Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?"
"Induk kunci itu," jawab Ali bin Abi Thalib, "ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!"
Para pendeta Yahudi bertanya lagi: "Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: "Orang itu benar juga!" Mereka bertanya lebih lanjut: "Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!"
"Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta," jawab Ali bin Abi Thalib. "Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!"
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: "Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: "Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!"
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: "Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!"
Ali bin Abi Thalib menjawab: "Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular)."
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: "Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!"
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda."
"Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan," sahut Imam Ali.
"Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?" Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: "Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu."
Pendeta Yahudi itu menyahut: "Aku sudah banyak mendengar tentang Qur'an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!"
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: "Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).
Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius. Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana."
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!"
Ali bin Abi Thalib menerangkan: "Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh. Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas. Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.
Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala."
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: "Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?"
"Hai saudara Yahudi," kata Imam Ali menerangkan, "mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.
Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.
Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri."
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: "Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!"
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.
Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga. Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai "tuhan" dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala.
Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: "Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan."
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: "Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?"
"Teman-teman," sahut Tamlikha, "hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur."
Teman-temannya mengejar: "Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?"
"Sudah lama aku memikirkan soal langit," ujar Tamlikha menjelaskan."
Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: 'siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?
Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?
Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?' Kemudian kupikirkan juga bumi ini: 'Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?
Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?' Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: 'Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku? Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius'…"
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: "Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!"
"Saudara-saudara," jawab Tamlikha, "baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!"
"Kami setuju dengan pendapatmu," sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: "Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar."
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: "Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?"
"Aku mempunyai semua yang kalian inginkan," sahut penggembala itu. "Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!"
"Ah…, susahnya orang ini," jawab mereka. "Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?"
"Ya," jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: "Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian."
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya."
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: "Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?"
"Hai saudara Yahudi," kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, "kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.
Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: "Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t." Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.
Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua."
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: "Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!"
Imam Ali menjelaskan: "Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!"
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali. Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.
Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar. Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: "Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!"
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: "Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu."
Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: "Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!"
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: "Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi."
Tamlikha kemudian berkata: "Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!"
Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: "Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah."
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: "Kusangka aku ini masih tidur!" Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil. Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: "Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?"
"Aphesus," sahut penjual roti itu.
"Siapakah nama raja kalian?" tanya Tamlikha lagi. "Abdurrahman," jawab penjual roti.
"Kalau yang kau katakan itu benar," kata Tamlikha, "urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!"
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: "Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!"
Imam Ali menerangkan: "Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!"
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: "Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!"
"Aku tidak menemukan harta karun," sangkal Tamlikha. "Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!"
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: "Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?"
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: "Bagaimana cerita tentang orang ini?"
"Dia menemukan harta karun," jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: "Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat."
Tamlikha menjawab: "Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!"
Raja bertanya sambil keheran-heranan: "Engkau penduduk kota ini?"
"Ya. Benar," sahut Tamlikha.
"Adakah orang yang kau kenal?" tanya raja lagi.
"Ya, ada," jawab Tamlikha.
"Coba sebutkan siapa namanya," perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: "Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?"
"Ya, tuanku," jawab Tamlikha. "Utuslah seorang menyertai aku!"
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: "Inilah rumahku!"
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: "Kalian ada perlu apa?"
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: "Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!"
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: "Siapa namamu?"
"Aku Tamlikha anak Filistin!"
Orang tua itu lalu berkata: "Coba ulangi lagi!"
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: "Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka."
Kemudian diteruskannya dengan suara haru: "Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!"
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: "Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?"
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
"Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua," demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: "Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!"
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: "Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!"
Tamlikha menukas: "Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?"
"Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja," jawab mereka.
"Tidak!" sangkal Tamlikha. "Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!"
Teman-teman Tamlikha menyahut: "Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?"
"Lantas apa yang kalian inginkan?" Tamlikha balik bertanya.
"Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga," jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: "Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!"
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.
Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu."
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: "Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu."
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam. Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
"Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, "Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka." Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, "Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid."
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: "Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka. Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?"
Pendeta Yahudi itu menjawab: "Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!"
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha 'ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.
Penjelasan Ilmiah" Kisah Ashabul Kahfi Dalam Al Quran" 7 Pemuda Yang Tidur Selama 309 Tahun di Dalam Gua
Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT yang hidup pada masa beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as.
Mereka hidup di tengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim bernama Diqyanus.
Ketika raja mengetahui ada sekelompok pemuda yang tidak mau menyembah berhala, maka raja tersebut marah kemudian memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk menyembah berhala. Namun Ashabul Kahfi menolak perintah raja tersebut dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh.
Waktu mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai untuk bersembunyi.
Dalam alqur'an surat Al-Kahfi, Allah SWT menyebutkan kembali 3 kisah di masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain.
Surat tersebut dinamakan Alkahfi karena banyak menyebut tentang kisah itu. Dan hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena terdapat kisah Ashabul Kahfi di surat itu, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.
Kisah tentang ashabul kahfi ini bukanlah lelucon, dongeng atau hanya sebuah rekayasa fiktif .
Secara historis atau sebab turunnya ayat di surat alkahfi tersebut punya hubungan erat dengan kegelisahan Nabi Muhammad Saw saat ditanya oleh beberapa orang Yahudi untuk membuktikannya bahwa Beliau memang seorang Nabi Utusan Allah.
Kaum Yahudi ini bertanya,
"Wahai Muhammad, tolong ceritakan kepada kami tentang kisah 7 pemuda yang mengasingkan diri untuk mempertahankan keyakinannya kepada Allah SWT, jika engkau sanggup menceritakan dengan benar maka kami juga akan mengikuti ajaranmu dan menjadi bagian dari Islam."
Dan berikut ini Penjelasan Ilmiah Kisah Ashabul Kahfi Dalam Alquran 7 Pemuda Yang Tidur 309 Tahun di Gua.
Pada riwayat, Ashabul Kahfi yang mengalami menembus waktu dan memasuki kehidupan pada zaman 309 tahun kemudian.
Berikut uraian ilmiahnya oleh ilmuwan Fisika Quantum:
Berdasar informasi dalam Al-Qur'an:
"(Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdo'a: "Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."
[QS.18.Al-Kahfi :10]
"Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu". [QS 18.Al-Kahfi :11]
"Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami bolak balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka". [QS.18.Al-Kahfi:18]
"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)"
Mereka menjawab:
"Kita berada (disini) sehari atau setengah hari.
Berkata (yang lain lagi):
"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi kekota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun".
[QS.18.Al-Kahfi :19]
"Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)". [QS.18.Al-Kahfi :25]
Maka sebuah pertanyaan besar muncul :
Mengapa ayat Al-Qur'an tersebut menggunakan kalimat, "mereka dibolak balik?"
Dimana pada ketika turunnya ayat tersebut 1400 tahun lalu tentu membuat umat manusia kala itu tak paham betul.
Sedangkan kini telah terungkap ilmu pengetahuan tentang "Teory perputaran, Relatifitas,Teory Arus Electric,Teory Turbulency dsb" yang sehingga dapat memberi penjelasan makna kalimat dalam ayat tersebut.
"…Kami balik-balikkan mereka kekanan dan kekiri…"
Yang berarti mereka di dalam gua mengalami gaya gerak (digerakkan) atau mengalami gaya putaran.
Maka pada saat itu telah terjadi peristiwa yang berkaitan dengan Teory Relatifitas, yaitu adanya gaya putar dengan kecepatan tertentu.
Berapa kecepatan mereka, sehingga mereka dapat hidup megalami menembus waktu dan melintasi zaman?
Dari data-data Al-Quran, berikut hasil paparan ahli analisis untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekaligus pembuktian kebenaran riwayat Ashabul Kahfi.
Dari Al-Quran diperoleh data bahwa waktu menurut mereka (Ashabul Kahfi yang mengalami gaya gerak) adalah dapat diproyeksikan ke dalam sebuah rumus :
t0 *t=t
t0=1 hari.
*t=waktu tempuh t = 309 tahun
= 109386 hari (dalam tahun Qomariah,1 tahun = 354 hari).
Dan jika nilai t1 dan t0 dimasukkan kedalam rumus :
Maka,kecepatan gaya putar yang dialami oleh Ashabul Kahfi mencapai :
V2 = 0,99999.
C2V = 0,999999C
Ini adalah kecepatan gerak yang mendekati kecepatan cahaya, maka ini membuktikan bahwa peristiwa tersebut sangatlah masuk akal untuk terjadi (Fisika).
Ditambah dengan suatu pertanyaan kembali, mengapa ayat berikutnya menggunakan kalimat,
"jika orang melihat mereka, akan ketakutan?"
"…Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka…"
Seperti penjelasan teori relativitas diatas, bahwa jika suatu benda bergerak dengan kecepatan tinggi maka selalu mengalami Dilatasi waktu juga mengalamai kontraksi panjang dengan perumusan;
Jika V mendekati kecepatan cahaya, maka nilai L1 ( panjang benda yang diamati oleh kerangka acuan yang berbeda) akan mendekati nol.
Ini berarti Ashabul Kahfi sudah hampir tidak terlihat wujudnya jika ada orang yang melihatnya dari luar.
Namun bahwa mereka digerakkan ke kanan dan ke kiri , yang berarti mereka bergerak bolak balik, sesuai dengan teori fisika bahwa sebuah benda yang bergerak dengan arah yang berlawanan dengan arah semula, maka benda tersebut akan mengalami "Berhenti sesaat" sebelum berbalik arah.
Pada saat berhenti sesaat ini, maka panjangnnya akan kembali seperti semula. Sehingga setiap saat mereka akan berubah dari ukuran semula, mengecil, menghilang, membesr kemudian kembali ke ukuran semula. Begitu seterusnya. Dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Bisa dibayangkan bagaimana wujud mereka. Tentulah sangat menakjubkan, bahasa Al-Quran nya "dapat membuat takut."
Yakni karena gerakan bolak balik mereka berkecapatan cahaya, sehingga tidak dapat diikuti oleh penglihatan mata jasad, saking cepatnya seolah bagi yang melihat itu seperti melihat sosok manusia yang sedang berdiam (posisi yoga ataupun terbaring diam), tiba-tiba berubah mengecil, menghilang, kemudian muncul lagi membesar lagi seperti bentuk semula, terus menerus begitu.
(takut bagi yang tak paham, benar-benar luar biasa ayat ini)
Kemudian timbul sebuah tanda Tanya besar, yakni mengapa telinga mereka ditutup?
Ini berkaitan dengan Teory Effect Getar /Resonansi gelombang suara.
Fisika modern telah diketahui bahwa bunyi ditimbulkan dari suatu benda yang bergetar atau bergerak dan getaran benda itu merambatmelalui udara yang jika dalam kekuatan besar dapat menggetarkan udara maupun benda-benda fisik disekitarnya atau pada obyek yangsedang mengalami gaya putar dahsyat.
Selanjutnya udara tersebut menggetarkan selaput telinga, gendang telinga yang frekwensi getarannya sama dengan getaran frekwensi getaran benda, maka kita dapat mendengarbunyi.
Namun apabila suatu benda bergerak diatas kecepatan suara, maka akan terjadi patahan gelombang suara (supersonic fracture) yang menimbulkan ledakan suara yang luar biasa kuatnya, bahkan dapat mengakibatkan pecahnya kaca dan bangunan-bangunan sekitarnya.
Misalnya pada pengemudian pesawat supersonic yang membuat effect suara yang meledak-ledak dahsyat.
Kita ambil contoh;
Ketika kita naik pesawat terbang, jika kita berada diluar dekat pesawat, maka suara pesawat akan dapat memecahkan gendang telinga kita. Demikian pula dengan Ashabul Kahfi.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa gerakannnya mendekati kecepatan cahaya sehingga juga berlaku terjadinya patahan-patahan gelombang suara, yang akan menimbulkan effect ledakan suara bagi yang bersangkutan, seperti halnya kita berada dalam dekat pesawat supersonic.
Oleh karena itu sesuai dengan Al-Qur'an Surat Al Kahfi:11, telinga mereka ditutup selama beberapa tahun, ternyata guna melindungi gendang telinga mereka dari ledakan-ledakan suara supersonic, yang hanya terasakan oleh mereka namun tidak bagi orang di luar area itu.
(Bahasa,"telinga mereka ditutup", menurut bahasa fisikanya adalah terjadinya gaya kompresi).
Maka pada sebuah benda hidup jika mengalami/memasuki gaya perputaran dengan kecepatan cahaya, akan mengakibatkan terhentinya segala aktifitas biologis pada makhluk hidup tersebut, dan mengalami gaya 0 grafitasi yang akan "me-non aktifkan" aliran darah, syaraf dan metabolism tubuh sehingga menjadi bersifat "freeze", beku atau awet (konstan) namun tetap hidup.
Sehingga ternyata apa yang dialami oleh Ashabul Kahfi itulah menjadikan mereka "freeze" (konstan) dan ketika masa gaya putarnya terhenti membuat kesadaran mereka kembali namun tak menyadari bahwa "diam"nya mereka ternyata telah berlangsung selama 309 tahun.
Maka begitulah mereka dapat mengalami menembus waktu hingga 309 tahun di masa depan dengan kondisi masih awet muda seperti usia pada 309 tahun sebelumnya.
Subahanallah…
Alqur'an Memang sangat Ilmiah