BAB I PENDAHULUAN Autisme, adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive). Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Di California pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 15.00060.000 anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya pe rsisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4 : 1, namun anak perempuan yang menderita ASD akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Autisme termasuk kasus yang jarang, biasanya identifikasinya melalui pemeriksaan yang teliti di rumah sakit, dokter atau sekolah khusus. Dewasa Dewasa ini terdapat kecenderungan peningkatan kasus-kasus autisme pada anak (autisme infantil) yang datang pada praktek neurologi dan praktek dokter lainnya. Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah keterlambatan bicara, perilaku aneh dan acuh tak acuh, atau kecurigaan terhadap ketulian. Terapi anak autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, dan peran serta orang tua sehingga melibatkan banyak bidang, baik bidang kedokteran, pendidikan, psikologi maupun bidang sosial. Dalam bidang kedokteran, untuk menangani masalah autisme dengan pengobatan khususnya medika mentosa, di bidang pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan latihan pada orang tua penderita. Terapi perkembangan perilaku dapat dilakukan dalam bidang psikologi, sedangkan mendirikan yayasan autisme sebagai lembaga yang mampu secara professional menangani masalah autisme adalah salah satu contoh yang dilakukan dalam bidang social. Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi. 1
BAB II STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
Nama
: MAA
Umur
: 3 tahun 1 bulan (23 September 2015)
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Dabuk Rejo Lempung, Kab. Ogan Komering Ilir
Nama Ayah
: Tn. H
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan
: S1
Nama Ibu
: Ny. Y
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SMP
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 2 Oktober 2018 di Poli tumbuh kembang anak RSMH
Keluhan Utama
: Belum bisa bicara
Keluhan Tambahan : Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak dibawa oleh orangtuanya ke Poliklinik tumbuh kembang RSMH dikarenakan belum dapat berbicara. Anak baru b aru dapat mengucapkan kata “ma” “ti” “gi”. Bila ingin sesuatu anak menangis, merengek, dan tidak menunjuk ataupun menarik tangan orang tua. Anak sudah bisa melompat, memanjat, dan berlari. Anak bisa mencoret-coret kertas bila diberi alat tulis. Anak sudah bisa makan dan minum sendiri. s endiri. Anak sering memasukkan benda seperti mainan ke dalam mulut. Anak sering melihat jari dan asyik main sendirian, anak tidak suka bermain dengan anak lain. Bila dipanggil anak tidak menjawab, tidak melihat atau menatap mata ke orang apabila diajak 2
berbicara. Anak ketakutan bila mendengar suara blender. Anak sering mematikan dan menghidupkan tombol kipas angin, membuka dan menutup pintu berulang kali. Anak sering berputar sendiri tanpa tujuan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga •
Tidak ada anggota keluarga baik dari keluarga ayah maupun ibu yang menderita keluhan yang serupa, mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, atau mengalami gangguan mental lainnya.
Riwayat Kehamilan •
G2P1AO, sakit saat hamil (-)
•
Selama kehamilan, ibu rajin kontrol ke dokter setiap bulan. Tidak ada riwayat hipertensi, DM, demam tinggi dan tidak ada riwayat minum obat tertentu.
•
Kesan : Riwayat kehamilan prenatal baik.
Riwayat Persalinan •
Anak laki-laki lahir dari ibu G2P1A0, hamil cukup bulan, lahir secara Sectio Cesarian, lahir langsung menangis, berat badan ibu lupa, panjang badan anak ibu lupa, lingkar kepala saat lahir ibu lupa, lingkar dada saat lahir ibu lupa, tidak ada kelainan bawaan.
•
Kesan : Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan
Riwayat Pemeliharaan Postnatal •
Ibu membawa anaknya ke Posyandu dan mendapat imunisasi dasar dengan riwayat imunisasi
•
Sehari-hari anak diasuh dan diurus oleh ibu dan neneknya.
•
Anak sering dibiarkan menonton TV
•
Anak tidak bermain hp
•
Orangtua sering mengajarkan anak untuk berbicara menyebut nama benda
3
Riwayat Imunisasi IMUNISASI DASAR Umur
Umur
Umur
BCG
1 bulan
DPT 1
2 bulan
DPT 2
3 bulan
DPT 3
HEPATITIS B 1
2 bulan
HEPATITIS
3 bulan
HEPATITIS B 4 bulan
B2
4 bulan
3
Hib 1
2 bulan
Hib 2
3 bulan
Hib 3
4 bulan
POLIO 1
2 bulan
POLIO 2
3 bulan
POLIO 3
4 bulan
CAMPAK
9 bulan
Booster (-) Kesan :Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak •
Pertumbuhan
Berat badan lahir - gram, panjang badan - cm Berat Badan
: 11 kg
TinggiBadan : 86 cm Lingkar kepala : 49.5 cm
•
BB/U
: < -2 SD (underweight)
PB/U
: -2 SD (stunted)
BB/PB
: 0-2 SD (normal)
LK
: Normocephali
Perkembangan
Kepala tegak
: 4 bulan
Tengkurap
: 6 bulan
Merangkak
: 9 bulan
Duduk
: 1 tahun
Berdiri
: 1 tahun 2 bulan
4
Berjalan
: 1 tahun 6 bulan
Berlari
: 2 tahun
Kesan
: Pertumbuhan Baik
Riwayat Makan dan Minum Anak
Diberikan ASI dari lahir sampai umur 1 tahun
Diberikan susu formula dari lahir sampai sekarang
Mulai usia 6 bulan sampai 1 tahun diberikan makanan tambahan berupa bubur nasi
Mulai usia 1 tahun sampai sekarang, anak diberikan makan nasi, daging, ikan, dan tempe
Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan dan minuman baik
Riwayat Sosial Ekonomi
- Satu rumah tinggal 5 orang (kedua orang tua, penderita, kakak penderita dan nenek penderita). Penderita diasuh oleh ibu kandung. -
Ayah pasien pekerja swasta dan menanggung 1 orang istri dan 2 orang anak. Gaji sebulan kurang lebih Rp 1.500.000. Kesan: keadaan sosial ekonomi kurang
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 2 Oktober 2018 di Poli Anak RSMH. Keadaan Umum : Compos mentis a. Tanda Vital
Tekanan darah
:-
Nadi
: 100 x/ menit, isi dan tegangan cukup
Suhu
: 36,6oC
Pernapasan
: 24 x/ menit
b. Status Gizi Berat Badan
: 11 kg
TinggiBadan : 86 cm Lingkar kepala : 49.5 cm 5
BB/U
: < -2 SD (underweight)
PB/U
: -2 SD (stunted)
BB/PB
: 0-2 SD (normal)
LK
: Normocephali
c. Status Generalis -
Kepala
: kesan normocephali, rambut hitam
-
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+), isokor (± 3mm)
-
Telinga
: discharge (-/-), Nyeri (-/-)
-
Hidung
: secret (-), napas cuping hidung (-)
-
Mulut
: bibir kering (-), lidah tremor (-), pernapasan mulut (-), sianosis(edema (-)
- Leher
: pembesaran KGB (-), pulsasi normal, jejas(-), luka (-)
- Thorax
: pergerakan dinding dada saatinspirasidan ekspirasi simetris, retraksi dinding dada (-), ICS tidak melebar
a.
Jantung Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea midcla-vikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi
b.
Kanan jantung
: ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung
: ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung
: ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung
: ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke medial
Auskultasi
: bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan
: Normal
Pulmo Perkusi
:
sterm fremitus hemithorax dextra sama dengan sinistra
Palpasi
:
sonor di kedua lapang paru
Auskultasi
:
suara napas dasar vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) 6
Kesan c.
:
Normal
Abdomen Inspeksi
: datar
Auskultasi
: peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani di seluruh kuadran
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar, lien tidak teraba
d.
Genital
: laki-laki, tidak ada kelainan
e.
Ekstremitas
Sianosis Edema Akral dingin Pelebaran vena Capillary refill time Refleks fisiologis Refleks patologis
Superior -/-/-/-/< 2”/ < 2” ↑/ ↑ -/-
Inferior -/-/-/-/< 2”/ < 2” ↑/↑ -/-
Status Neurologis
Tungkai Kanan
Tungkai Kiri
Lengan Kanan
Lengan Kiri
Gerakan
Terbatas
Terbatas
Terbatas
Terbatas
Kekuatan
4
3
4
3
Tonus
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Klonus
-
-
R. Fisiologis
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
S. Patologis
-
-
GRM
: (-)
7
Hasil Pemeriksaan KPSP 36 Bulan
Kesan :Terdapat keterlambatan di bidang gerak kasar, gerak halus, sosial kemandirian pada anak. Ditemukan skor KPSP 1 yang menunjukkan
kemungkinan
adanya
penyimpangan (P).
8
FORMULIR M-CHAT-R
Hasil Pemeriksaan M-CHART-R
Terdapat jawaban YA pada item 2, 5, dan 12
Skor total
: 12 TIDAK
Interpretasi
: Resiko Tinggi ASD
risiko
ASD
9
V. DIAGNOSIS BANDING
Global Development Delayed e.c Autistic Spectrum Disorder Global Development Delayed e.c Retardasi Mental
VI. DIAGNOSIS SEMENTARA
Global Development Delayed e.c Autistic Spectrum Disorder
VII. TERAPI Medikamentosa
Risperidon 2 x 0,1 mg PO
Non medikamentosa
Rujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan terapi sensori integrasi, okupasi, bicara, dan sosial kemandirian
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Konsultasi ke bagian THT untuk dilakukan pemeriksaan pendengaran (BERA).
IX. EDUKASI
a. Edukasi tentang keadaan pasien dan menjelaskan penyakit yang pasien derita pada keluarga. b. Mengedukasi cara mendidik pasien dengan ASD c. Menjelaskan bahwa pengobatan bersifat jangka panjang dan memerlukan kerja sama dengan keluarga. d. Mengedukasi keluarga pasien untuk latihan bicara dengan mengucapkan kata yang mudah diucap dan dilakukan rutin dan setiap hari
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Quo ad sanationam
: dubia ad bonam
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Autism Spectrum Disorders (ASD) 3.1.1
Definisi
Autisme adalah gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) dengan karakteristik gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum usia 3 tahun. Menurut PPDGJ-III (penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa-III) 1993, autism digolongkan gangguan perkembangan pervasive (Pervasive Developmental Disorder :PDD) Menurut DSM-V yang tergolong dalam PDD adalah Austic Spectrum Disorder dimana austic disorder , Asperger syndrome, PPD-NOS telah terintegrasi didalamnya.
3.1.2
Epidemiologi
Di California pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autisme perharinya. Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 15.000-60.000 anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2,6-4 : 1, namun anak perempuan yang menderita ASD akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Suatu penelitian di Canada pada tahun 2006 melaporkan prevalensi autisme sebesar 21,6 % per 10.000 anak. Penelitian di Canada yang lain juga menemukan prevalensi autisme sebesar 6,5 per 1000 anak. Prevalensi autisme sampai saat ini terus menunjukkan adanya peningkatan. Sejak penelitian epidemiologi pertama yang dilakukan pada tahun 1966 hingga tahun 2000 diperkirakan terjadi peningkatan 10 kali lipat yaitu jika pada t ahun 1966 diperkirakan sebesar 4-5 per 10.000, maka pada tahun 2000 menjadi 40-60 per 10.000 anak.
3.1.3
Anamnesa
11
Gejala autisme biasanya timbul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala-gejala bisa sudah ada sejak lahir yang akan tampak makin jelas setelah anak mencapai 3 tahun. 1. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non verbal
Terlambat bicara
Meracau dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain
Bicara tidak dipakai untuk berkomunikasi
Meniru atau membeo (echolalia)
Pandai meniru nyanyian, nada maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya
Sebagian (20%) anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai dewasa
Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Menolak/menghindar untuk bertatap mata (kontak mata tidak ada)
Tak mau menengok bila dipanggil
Seringkali menolak untuk dipeluk
Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, asyik main sendiri
Bila didekati untuk main malah menjauh
3. Gangguan dalam bidang perilaku Pada anak autis terdapat perilaku yang berlebihan dan kekurangan Contoh perilaku yang berlebihan:
Hiperaktivitas motorik seperti tidak bisa diam, lari ke sana ke mari tak terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau meja,
mengulang-ulang
gerakan
tertentu.
Perilaku
ini
dapat
membahayakan diri sendiri dan dapat berupa agresifitas melawan orang lain. Contoh perilaku yang kekurangan:
12
Duduk bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang
Duduk diam terpaku oleh suatu hal, misalnya bayangan atau benda yang berputar-putar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa ke mana-mana.
4. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
Tidak ada atau kurangnya empati misalnya melihat anak menangis tidak merasa kasihan melainkan merasa terganggu sehingga anak yang menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukulnya
Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, ia bisa menjadi agresif dan destruktif (merusak)
5. Gangguan dalam persepsi sensoris (tactile, auditory hipersensity)
Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja
Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
Tidak menyukai rabaan atau pelukan
Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar
6. Gangguan tidur dan makan 7. Gangguan efek dan mood (suasana hati) 8. Gangguan kejang 9. Aktivitas dan minat yang terbatas 10. Gangguan kognitif: 75-80% anak autis mengalami retardasi mental. Gejala-gejala di atas tidak harus ada semuanya pada setiap anak, tergantung pada berat atau ringannya keadaan autisnya.
3.1.4
Pemeriksaan fisik
-
Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dapat normal atau abnormal 13
-
Anak tidak menjalin interaksi sosial yang memadai seperti: kontak mata kurang atau tidak ada, tidak mau bermain dengan teman
3.1.5
-
Ada gerakan repetitif, stereotipik, hiperaktif, dan hipoaktif
-
Skrining dengan Checklist for Autism in Toddler (CHAT)
Kriteria diagnosis
Berikut ini merupakan kriteria diagnosis ASD menurut DSM V: Terdapat gejala yang memenuhi kriteria A, B, C, D yang ditemukan saat ini atau dari riwayat.
A. Hambatan komunikasi dan interaksi sosial, dengan semua gejala:
Defisit dalam hubungan sosial-emosional secara timbal balik: pendekatan sosial yang aneh; percakapan tidak bisa dua arah: tidak bisa berbagi minat, emosi, afek; tidak bisa memulai/merespon interaksi sosial.
Defisit dalam komunikasi non verbal dalam interaksi sosial: kurang dapat menggunakan/mengartikan bentuk mata, gestur tubuh, ekspresi wajah, dan komunikasi non verbal.
Defisit untuk mengembangkan, mempertahankan, dan mengerti suatu relasi sosial: sulit beradaptasi di lingkungan tertentu, sulit berteman, berbagi minat/permainan.
B. Perilaku, minat, aktifitas yang terbatas dan repetitif/monoton, minimal 2 gejala:
Gerak motorik/perkataan yang repetiti/stereotipi: deret-deret mainan, ekolalia, flapping . Perilaku verbal/non verbal yang ritual, tidak fleksibel, tidak suka perubahan, pola pikir yang kaku, makanan/ kebiasaan yang monoton
Minat yang terbatas, terfiksasi, yang tidak normal dalam intensitas/fokus
Hiper/hiporeaktifitas terhadap sensoria atau minat/ respon yang tidak biasa terhadap obyek
C. Gejala timbul dalam tahapan perkembangan awal, dapat tidak tampak sampai tuntutan sosial melebihi kemampuan anak
14
D. Gejala menyebabkan hambatan yang bermakna dalam khidupan sosial dan fungsional sehari-hari E. Hambatan tersebut bukan disebabkan oleh disabilitas intelektual/ global
developmental delayed. 3.1.6
Diagnosis banding
a. Sindrom Rett Anak dalam sindrom ini mempunyai gambaran klinis autisme pada tahap regresi perkembangan cepat (biasanya pada usia 1-2 tahun). Tanda-tanda meliputi tidak adanya ketertarikan pada benda atau orang, respon-respon stereotipik terhadap stimulus lingkungan, tidak adanya atau kurangnya kontak interpersonal, manifestasi cemas atau ketakutan saat menghadapi situasi baru, dan yang paling khas adaah gerakan tangan stereotipik, gemertak gigi, memegang lidah, dan gerakan-gerakan lain. Sindrom ini hanya didiagnosis pada anak perempuan. b. Sindrom Asperger Merupakan sindrom yang dinyatakan oleh Asperger sebagai gangguan kepribadian yang muncul setelah usia 3 tahun. Ciri utamanya adalah kurangnya interaksi sosial sehigga muncul tingkah laku aneh, sulit menjalin hubungan dengan orang lain, kecerdasan normal tetapi koordinasi dan persepsi visuospasialnya lemah, dan terdapat preokupasi obsesif atau pola minat yang terbatas. c. Retardasi Mental Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ <70), disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku adaptif sosial dan gejala yang timbul dalam masa perkembangan (usia <18 tahun). d. Gangguan Disintegratif pada Anak Gangguan disintegratif pada anak merupakan gangguan dengan penurunan intelektual progresif dan munculnya tanda-tanda neurologis. Pada keadaan ini perkembangan anak biasanya normal atau mendekati normal hingga usia 3-4 tahun, kemudian terjadi disintegrasi basanya menunjukkan gejala-gejala seperti hilangnya kemampuan sosial dan ketertarikan pada objek, penurunan kemampuan berbahasa dan berbicara, dan perilaku stereotipik.
15
i. Pemeriksaan penunjang
Tes pendengaran
Tes IQ
ii. Terapi
Tujuan: -
Menggurangi masalah perilaku yang abnormal
-
Meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya, terutama dalam penguasaan bahasa Ditangani oleh satu tim kerja yang terpadu yang terdiri dari: tenaga pendidik,
tenaga medis (psikiater, dokter anak), psikolog. Ahli terapi wicara, pekerja sosial, fisioterafis dan perawat Berbagai jenis terapi yang harus dijalankan secara terpadu tersebut, sesuai dengan keadaan dan keperluan anak, mencakup:
1. Terapi medikamentosa
Pada penderita autisme dengan gejala-gejala seperti temper tantrum, agresifitas, melukai diri sendiri dan perilaku stereotifik, pemberian obat akan membantu memperbaiki perilaku dan respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima terapi yang lain. Obat-obatan yang diberikan adalah obat-obatan yang mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas kadar neurotransmitter, seperti: -
Risperidon, dimulai dengan dosis 2x0,1 mg, dapat dinaikkan 0,05 mg setia p 1-2 minggu, dosis bisa mencapai 1-2 mg/hari. Dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas, dan perilaku menyakiti diri sendiri.
-
Aripiprazole, dimulai dengan dosis 2 mg sekali sehari, dapat dinaikkan bertahap hingga maksimal 10 mg/hari. Dapat mengurangi gangguan iritabilitas yang berhubungan dengan autis (tantrum, agresivitas, perubahan mood tiba-tiba, perilaku yang merugikan diri sendiri). Digunakan pada anak usia 6-17 tahun.
-
Haloperidol, dosis 0,25-3 mg/hari, dibagi 2-3 dosis. Dapat memperbaiki agresivitas hieraktifitas, iritabilitas, dan stereotifik.
16
-
Thioridazine, dosis 0,5-3 mg/kg/hari dibagi 2-3 dosis. Dapat menurunkan agresivitas dan agitasi.
2. Terapi non medikamentosa
-
Terapi Perilaku
Keadaan hiperaktifitas, implusifitas, gerakan stereotifik, cara bermain yang tidak sama dengan anak yang lain, juga adanya agresifitas, temper tantrum, dan cenderung melukai diri sendiri memerlukan intervensi perilaku. Metode yang banyak dipakai adalah ABA ( Applied Behavioral Analysis). Usia terbaik adalah sekitar 2-3 tahun dan intensitas terapi sekitar 40 jam per minggu -
Terapi Bicara
terapi bicara perlu dilakukan sejak dini dengan intensif bersama dengan terapi lain. -
Terapi Okupasi
terapi okupasi diperlukan untuk melatih motoric halus dan keterampilan agar anak dapat melakukan gerakan memegang, mengguntung, menulis dengan terkontrol dan teratur. -
Sensori Integrasi
Sensori integrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang ada (gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan, pendengaran, body awareness dan gravitasi) untuk menghasilkan respons yang bermakna. -
AIT ( Auditory I ntegration Training)
Diberikan kepada individu yang hipersensitif terhadap suara dan mengganggu pendengaran mereka. Mulanya ditentukan suara yang menggangu pendengaran dengan perangkat audiometer, lalu diikuti seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang direkam, tetapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desitisasi terhadap suara yang menyakitkan tersebut. -
Terapi Edukasi
17
Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan sosial, keterampilan sehai-hari agar anak dapat mandiri. Salah satu metode yang banyak dipakai adalah metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children), metode ini sangat terstruktur, mengintegrasikan metode klasik yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus. -
Terapi Diet
Terapi diet bebas glutein dan casein bersifat individual. Dapat dipertimbangkan bila dengan diet tersebut ada penurunan hiperaktifitas.
iii. Edukasi
1. Pengobatan bersifat jangka panjang 2. Sangat memerlukan kerja sama dengan keluarga 3. Terapi bicara dirumah 4. Sekolah dan Pendidikan khusus
iv. Prognosis
Quo ad vitam: bonam Quo ad sanationam: dubia ad bonam Quo ad functionam: dubia ad bonam Dengan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu, gejala-gejala autistiknya bisa dikurangi semaksimal mungkin. Bila anak tersebut mempunyai kecerdasan yang normal atau tinggi, tidak menutup kemungkinan ia bisa mencapai jenjang pendidikan yang tinggi. Prognosis penyandang autisme sangat bergantung dari diagnoss dini, berat ringannya gejala, kecerdasan anak, umur pada saat terapi, kemampuan bicara dan terutama intensitas terapi. Keterlibatan orang tua sangat mempengaruhi dan penting dalam kemajuan anaknya. Penyandang autisme dikatakan “sembuh” bila ia telah bisa membaur dalam masyarakat.
3.2. Skrining Perkembangan
Dalam memantau perkembangan anak, skrining dan deteksi dini penyimpangan perkembangan sangat diperlukan. Karena deteksi dini penyimpangan perkembangan pada anak 18
sangat berguna, agar diagnosis maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal, tumbuh kembang anak diharapkan dapat berlangsung seoptimal mungkin.
3.2.1. Tes Denver II
Tes Denver II merupakan tes psikomotorik dan merupakan salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Fungsi Denver II adalah : -
Menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan umurnya
-
Menilai perkembangan anak tanpa gejala terhadap kemungkinan adanya kelainan perkembangan.
-
Memastikan apakah anak dengan kecurigaan terdapat kelainan, memang benar mengalami kelainan perkembangan.
-
Melakukan pemantauan perkembangan anak yang beresiko (missal anak dengan masalah perinatal)
Denver II merupakan cara skrining dengan membandingkan kemampuan perkembangan deorang anak dengan anak lain yang seumur. Denver II berisi 125 gugus tugas (item) yang disusun dalam formulir menjadi 4 sektor untuk menjaring fungsi-fungsi berikut : 1. Personal-sosial 2. Gerakan motoric halus 3. Bahasa 4. Motorik kasar Dever II berguna sebagai instrument skrining, tetapi tidak dapat menilai perkembangan sosioemosional secara adekuat. Anak dengan skor “diduga” atau “tidak dapat dinilai” haus dipantau dengan cermat. Semua tugas di sebelah kiri garis yang tidak berhasil dikerjakan oleh anak dianggap terlambat (paling tidak 90% populasi mampu menyelesaikan tugas tersebut). Jika instruksinya tidak diikuti dengan baik atau tidak dikerjakan, maka validitas pemeriksaan ini menurun.
3.3. M-CHAT-R
Untuk deteksi dini autisme, peneliti dari University of Cambridge UK mengembangkan checklist sederhana yang dapat digunakan oleh tenaga medis. 19
M-CHAT-R valid digunakan untuk skrining balita usia 16-30 bulan, untuk menilai risiko gangguan spektrum autis (autism spectrum disorder/ ASD). Pengguna harus memperhatikan walaupun dengan Follow-Up, angka signifikan anak yang gagal M-CHAT-R tidak didiagnosis ASD; melainkan anak ini berisiko mengalami gangguan atau keterlambatan perkembangan lainnya, oleh karena itu, follow-up harus dilakukan pada anak yang diskrining positif.
Formulir M-CHAT-R Mohon jawab pertanyaan berikut ini tentang anak anda. Pikirkan bagaimana perilaku anak anda biasanya. Jika pernah melihat anak anda melakukan tindakan itu beberapa kali, namun dia tidak selalu melakukannya, maka jawab tidak. Tolong lingkari ya atau tidak pada setiap pertanyaan. 1
2 3
4 5
6
7
8 9
10
11 12
13 14
Jika anda menunjuk sesuatu di ruangan, apakah anak anda melihatnya? (Misalnya, jika anda menunjuk hewan atau mainan, apakah anak anda melihat ke arah hewan atau mainan yang anda tunjuk?) Pernahkah anda berpikir bahwa anak anda tuli? Apakah anak anda pernah bermain pura-pura? (Misalnya, berpura-pura minum dari gelas kosong, berpura-pura berbicara menggunakan telepon, atau menyuapi boneka atau boneka binatang?) Apakah anak anda suka memanjat benda-benda? (Misalnya, furniture, alatalat bermain, atau tangga) Apakah anak anda menggerakkan jari-jari tangannya dengan cara yang tidak biasa di dekat matanya? (Misalnya, apakah anak anda menggoyangkan jari dekat pada matanya?) Apakah anak anda pernah menunjuk dengan satu jari untuk meminta sesuatu atau untuk meminta tolong? (Misalnya, menunjuk makanan atau mainan yang jauh dari jangkauannya) Apakah anak anda pernah menunjuk dengan satu jari untuk menunjukkan sesuatu yang menarik pada anda? ( Misalnya, menunjuk pada pesawat di langit atau truk besar di jalan) Apakah anak anda tertarik pada anak lain? (Misalnya, apakah anak anda memperhatikan anak lain, tersenyum pada mereka atau pergi ke arah mereka) Apakah anak anda pernah memperlihatkan suatu benda dengan membawa atau mengangkatnya kepada anda – tidak untuk minta tolong, hanya untuk berbagi? (Misalnya, memperlihatkan anda bunga, binatang atau truk mainan) Apakah anak anda memberikan respon jika namanya dipanggil? (Misalnya, apakah anak anda melihat, bicara atau bergumam, atau menghentikan apa yang sedang dilakukannya saat anda memanggil namanya) Saat anda tersenyum pada anak anda, apakah anak anda tersenyum balik? Apakah anak anda pernah marah saat mendengar suara bising sehari-hari? (Misalnya, apakah anak anda berteriak atau menangis saat mendengar suara bising seperti vacuum cleaner atau musik keras) Apakah anak anda bisa berjalan? Apakah anak anda menatap mata anda saat anda bicara padanya, bermain bersamanya, atau saat memakaikan pakaian?
Ya
Tidak
Ya Ya
Tidak Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya Ya
Tidak Tidak
Ya Ya
Tidak Tidak
20
15
16 17
18
19
20
Apakah anak anda mencoba meniru apa yang anda lakukan? (Misalnya, melambaikan tangan, tepuk tangan atau meniru saat anda membuat suara lucu) Jika anda memutar kepala untuk melihat sesuatu, apakah anak anda melihat sekeliling untuk melihat apa yang anda lihat? Apakah anak anda mencoba utuk membuat anda melihat kepadanya? (Misalnya, apakah anak anda melihat anda untuk dipuji atau berkata “lihat” atau “lihat aku”) Apakah anak anda mengerti saat anda memintanya melakukan sesuatu? (Misalnya, jika anda tidak menunjuk, apakah anak anda mengerti kalimat “letakkan buku itu di atas kursi” atau “ambilkan saya selimut”) Jika sesuatu yang baru terjadi, apakah anak anda menatap wajah anda untuk melihat perasaan anda tentang hal tersebut? ( Misalnya, jika anak anda mendengar bunyi aneh atau lucu, atau melihat mainan baru, akankah dia menatap wajah anda?) Apakah anak anda menyukai aktivitas yang bergerak? (Misalnya, diayunayun atau dihentak-hentakkan pada lutut anda)
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Untuk semua pertanyaan kecuali 2, 5, dan 12, respon “TIDAK” mengindikasikan risiko ASD; untuk pertanyaan 2,5, dan 12, “YA” mengindikasikan risiko ASD. Algoritme berikut ini memaksimalkan psikometrik M-CHAT-R: -
Risiko Rendah : Skor total 0-2 ; jika anak lebih muda dari 24 bulan, lakukan skrining
lagi setelah ulang tahun kedua. Tidak ada tindakan lanjutan yang diperlukan, kecuali surveilans untuk mengindikasikan risiko ASD -
Risiko Medium : Skor total 3-7; lakukan Follow-up (M-CHAT-R/F tahap kedua) untuk
mendapat informasi tambahan tentang respon berisiko. Skrining positif jika skor MCHAT-R/F 2 atau lebih. Tindakan yang diperlukan: a dalah rujuk anak untuk evaluasi diagnostik dan evaluasi eligibilitas untuk intervensi awal. Skrining negatif jika skor MCHAT-R/F 0-1. Tidak ada tindakan lanjutan yang diperlukan, kecuali surveilans untuk mengindikasikan risiko ASD. Anak harus diskrining ulang saat datang kembali. -
Risiko Tinggi : Skor total 8-20 ; Follow-up dapat tidak dilakukan dan pasien dirujuk segera
untuk evaluasi diagnostik dan evaluasi eligibilitas untuk intervensi awal.
21
BAB IV ANALISIS KASUS Pasien bernama AA, anak laki-laki usia 3 tahun 1 bulan datang ke Poli RSMH dikarenakan belum bisa berbicara hingga saat ini Anak baru dapat mengucapkan kata “ma” “ti” “gi”. Bila ingin sesuatu anak menangis, merengek, tidak menunjuk dan menarik tangan orang tua, Anak sering melihat jari sendiri, bila dipanggil tidak menjawab, tidak melihat ke orang apabila diajak berbicara, ketakutan bila mendengar suara blender, dan sering mematikan menghidupkan kipas angin, membuka tutup pintu, dan melakukan gerakan berulang-ulang sehingga ditemukan tidak adanya kontak mata yang adekuat, gerakan stereotip dan gerakan repetitif yang dapat disimpulkan kedalam diagnosis ASD. Pengkajian riwayat kehamilan, persalinan dan asuhan sampai saat ini tidak ditemukan kelainan. Dari pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni penilaian KPSP didapatkan skor 2 berarti terdapat kemungkinan penyimpangan. Berdasarkan pemeriksaan Denver II didapatkan Personal sosial: 6D2C, Bahasa: 13D4C, Motorik halus: 3D2C, Motorik kasar: 1C. Berdasarkan Hasil Denver II maka dapat didiagnosis anak ini dengan Global Developmental Delay karena ada keterlambatan di 3 aspek yaitu Motorik Halus, Personal sosial dan Bahasa. Kriteria diagnosis ASD (Autism Spectrum Disease) didasari dengan adanya riwayat gangguan kualitatif dan interaksi sosial, kualitatif dan komunikasi dan pengulangan suatu pola perilaku. Pada pasien ini, Gangguan pada aspek personal sosial, dapat dilihat pada penderita yang tidak dapat menyatakan keinginan tanpa menangis, tidak dapat menirukan kegiatan, sering berputar-putar, dipanggil tidak menjawab, ketakutan bila mendengar bunyi bising, sering melihat jari, sering memanjat, melakukan gerakan berulang-ulang. Maka dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis ASD dapat ditegakkan. Tatalaksana pada pasien ini adalah melakukan terapi medikamentosa dan non medikamentosa. Terapi medikamentosa yaitu dengan pemberian Risperidon 2 x 0,1 mg PO. Pemberian Risperidon ditujukan untuk mempengaruhi kerja sel otak dan memperbaiki abnormalitas kadar neurotransmitter, agar dapat dapat memperbaiki hubungan sosial, atensi, agresifitas, hiperaktifitas, dan perilaku menyakiti diri sendiri. Terapi nonmedikamentosa pada pasien dirujuk ke bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan terapi sensori integrasi, okupasi, bicara, dan sosial kemandirian. Masih dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan merujuk ke bagian THT untuk dilakukan pemeriksaan pendengaran apakah
22
ada gangguan pada telinga sehingga menyebabkan anak tidak dapat melakukan interaksi dengan orang lain dan mengalami kesulitan bicara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Diana L. Robins, Ph.D. 2009. Modified Checklist for Autism in Toddlers, Revised with Follow-Up (M-CHAT-R/F)TM. www.mchatscreen.com (Diunduh pada 7 Oktober 2018). 2. Soetjiningsih. 2015. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 3. Rismarini, Yudianita K. Autisme dalam Panduan Praktik Klinis Ilmu Kesehatan Anak. Departemen Kesehatan Anak FK UNSRI/ RSMH. 2016. Palembang. 4. Marcdante, Kliegman, Jenson, dan Behrman dalam Suryawan, dkk. 2014. Nelson: Ilmu Keshatan Anak Esensial. Edisi VI. Hal. 85-87. Elsevier : USA. 5. Yeni, A. F., Murni, J. Y., & Oktora, R. 2009. Autisme dan Penatalaksanaan. http://www.Files-of-DrsMed.tk/. (Diakses tanggal 7 Oktober 2018). 6. Campell M, Shay J. Pervasive developmental disorders. In clinical psychiatry. US: 2007. H.2277-92 7. Fombonne E, Zakarian R, Benner A, Linyang M, Heywood DM. pervasive developmental disorders in Montreal, Quebec, Canada: 2006; 118.h.139-50. 8. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan perkembangan pervasive dalam buku ajar psikiatri klinis. Ed 2. Jakarta: EGC; 2010. h.588-96
23
24