Otong Rosadi, Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Edisi II-2013 (Yogyakarta: Thafa Media, 2013), hlm. 90
Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif: Rekontruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), hlm. 60-61
Sunarty Hartono dalam Artidjo Alkostar dan M. Sholeh Amin, Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, ( Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 1
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL DALAM RPJM NASIONAL KE-III TAHUN 2015-2019 DENGAN RPJP TAHUN 2005-2025
PENDAHULUAN
RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu dengan tidak dibuatnya lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 akan terwujud melalu politik hukum nasional. Politik hukum nasional tidak hanya meliputi pembangunan materi hukum, namun juga budaya hukum, pembangunan lembaga dan aparatur hukum termasuk penyempurnaan proses, prosedur dan mekanisme hukum serta modernisasi sarana dan prasarana hukum. Politik hukum merupakan aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan social dan hukum tertentu dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa politik hukum adalah arahan atau garis resmii yang dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanankan hukum dalam rangka mencapai tujuan bangsa dan Negara sehingga penyusun menetapkan rumusan masalah penelitian ini yaitu Bagaimanakah arah kebijakan pembangunan hukum nasional dalam RPJM Nasional ke-III Tahun 2015-2019 dan RPJP Nasional Tahun 2005-2025 untuk Mencapai Tujuan Negara???
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Pembangunan Hukum dalam Rencana Pembangunan Panjang (RPJPN) Nasionall Tahun 2005-2025
Pembangunan hukum dalam RPJN 2005-2025 adalah
Pembangunan hukum diarahkan kepada upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang mantap yang mampu berfungsi baik sebagai sarana untuk mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan, maupun sebagai sarana untuk melakukan pembangunan.
Pembangunan sistem hukum nasional dilakukan dengan melakukan pembentukan materi hukum yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat, serta pewujudan masyarakat hukum yang tercermin dari tingginya kepatuhan dan penghargaan kepada hukum.
Materi hukum harus dapat menjamin terciptanya kepastian hukum, ketertiban hukum, dan perlindungan hak asasi manusia yang berintikan keadilan dan kebenaran, mampu menumbuhkembangkan disiplin nasional, kepatuhan dan penghargaan kepada hukum, serta mampu mendorong tumbuhnya kreativitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan nasional.
Pembangunan materi hukum harus dilakukan dengan tetap memperhatikan tertib peraturan perundang-undangan, baik vertikal maupun horizontal, serta taat kepada asas hukum universal, serta mengacu kepada Pancasila dan UUD 1945.
Pemantapan kelembagaan hukum yang antara lain meliputi penataan kedudukan, fungsi dan peranan institusi hukum termasuk badan peradilan, organisasi profesi hukum, serta organisasi hukum lainnya agar semakin berkemampuan untuk mewujudkan ketertiban; kepastian hukum; dan memberikan keadilan kepada masyarakat banyak serta mendukung pembangunan.
Pewujudan masyarakat hukum dilakukan dengan melakukan (a) penyuluhan hukum secara intensif baik terhadap rancangan peraturan perundang-undangan maupun peraturan perundangundangan yang telah ada; (b) penerapan dan pelayanan hukum secara adil sehingga mampu mewadahi dinamika sosial dan menunjang pembangunan; (c) penegakan hukum yang tegas dan manusiawi untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Penyuluhan hukum dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan budaya patuh hukum. Sasaran penyuluhan hukum adalah semua lapisan masyarakat, akan tetapi diutamakan para aparatur hukum dan penyelenggaran negara, agar lebih mampu berperilaku keteladanan dan berperan sebagai agen perubahan.
Penerapan dan pelayanan hukum diarahkan kepada peningkatkan kualitas pelayanan hukum kepada masyarakat banyak, antara lain dengan menyederhanakan syarat dan prosedur dalam penerbitan berbagai perizinan, melakukan deregulasi berbagai bidang, dan memberikan bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang kurang mampu.
Penegakan hukum dimaksudkan untuk menjaga bekerjanya norma/kaedah hukum di dalam masyarakat serta mempertahankan nilai-nilai sosial dan rasa keadilan masyarakat melalui tindakantindakan korektif terhadap perilaku baik individual maupun institusional yang tidak sesuai dengan norma dan kaedah hukum dan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap masyarakat. Penegakan hukum juga dimaksudkan untuk mengendalikan perubahan-perubahan sosial yang terjadi agar kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan tertib dan teratur.
Gambaran Umum Rencana Pembanguan Menengah Nasional (RPJMN) Ke-III Tahun 2015-2019
Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional 2015-2019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke depan, maka arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 adalah Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, Meningkatkan Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) Yang Berkelanjutan, Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan, Peningkatan kualitas lingkungan hidup, Mitigasi bencana alam dan perubahan iklim dan Penyiapan Landasan Pembangunan yang Kokoh, Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan.
Pengembangan dan Pemerataan Pembangunan Daerah Sasaran pembangunan bidang hukum diwujudkan dalam meningkatnya kualitas penegakan hukum dalam rangka penanganan berbagai tindak pidana, mewujudkan sistem hukum pidana dan perdata yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel bagi pencari keadilan dan kelompok rentan, dengan didukung oleh aparat penegak hukum yang profesional dan berintegritas; dan Terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak atas keadilan bagi warga negara.
Arah Kebijakan dan Strategi Hukum dalam RPJM Nasional Ke-III Tahun 2015-2019, sebagai berikut;
1) Meningkatkan Kualitas Penegakan Hukum Dalam Rangka Penanganan Berbagai Tindak Pidana termasuk tindak pidana perbankan dan pencucian uang. Untuk melaksanakan arah kebijakan ini dilakukan melaluii penguatan peraturan perundang-undangan yang mendukung penegakan hukum berbagai bidang, mendorong adanya koordinasi antara instansi penegak hukum serta memberikan prioritas dalam rangka penanganan terhadap tindak pidana tersebut. Reformasi lembaga peradilan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada sehingga sejalan dengan upaya reformasi di lingkungan lembaga peradilan. Disamping itu, dalam mendukung upaya reformasi lembaga peradilan perlu adanya komitmen yang kuat untuk memberantas mafia peradilan. Langkah penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum sebagai pelaku perlu mendapatkan perhatian yang serius dan hukuman yang lebih berat.
2) Meningkatkan Keterpaduan Dalam Sistem Peradilan Pidana, yang dilakukan melalui keterpaduan substansi hukum acara pidana baik KUHAP maupun peraturan perundangundangan lainnya, sinkronisasi kelembagaan antar lembaga yang terlibat dalam sistem peradilan pidana untuk mengurangi tumpang tindih hingga konflik dalam pelaksanaan kewenangan antar penegak hukum melalui penyempurnaan mekanisme koordinasi dan forum komunikasi; pendidikan bagi aparat penegak hukum untuk mengatasi disparitas pemahaman aparat penegak hukum dalam pemberlakuan dan penerapan hukum; pembangunan sarana dan prasarana yang berbasis teknologi termasuk sistem informasi manajemen penanganan perkara pidana yang terintegrasi, transparan dan akuntabel sehingga mendorong adanya efisiensi dan transparansi dengan didukung oleh sistem pengawasan internal dan eksternal sehingga dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum, serta penguatan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan;
3) Melaksanakan Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai bentuk jaminan dan perlindungan atas hak anak yang berhadapan dengan hukum berlandaskan prinsip restorative justice yang merupakan hal baru dalam dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai dasar hukum pelaksanaan sistem peradilan pidana anak berbasis prinsip restorative justice yang memerlukan strategi peningkatan koordinasi antar Kementerian/Lembaga; peningkatan kemampuan aparat penegak hukum dan stakeholders; penyusunan peraturan pelaksanaan; penyediaan sarana dan prasarana; serta pengembangan restorative justice;
4) Melaksanakan Reformasi Sistem Hukum Perdata yang Mudah dan Cepat, merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Dalam rangka mewujudkan daya saing tersebut, pembangunan hukum nasional perlu diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan dan perlindungan hukum. Oleh karena itu diperlukan strategi secara sistematis terhadap revisi peraturan perundangundangan di bidang hukum perdata secara umum maupun khusus terkait hukum kontrak, perlindungan HaKI, pembentukan penyelesaian sengketa acara cepat (small claim court), dan peningkatan utilisasi lembaga mediasi;
5) Meningkatkan Kualitas Aparat Penegak Hukum, merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas aparat penegak hukum sebagai penentu utama keberhasilan pembangunan hukum secara terpadu. Khususnya untuk mengatasi permasalahan korupsi yudisial melalui strategi peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum, penyempurnaan mekanisme promosi dan mutasi, serta rekrutmen aparat penegak hukum;
6) Melakukan Harmonisasi dan Evaluasi Peraturan Terkait HAM, Indonesia telah meratifikasi konvensi HAM internasional dan menyusun Parameter HAM. Namun, dari berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, terdapat beberapa instrumen internasional yang belum dilaksanakan. Permasalahan ini akan diatasi melalui strategi harmonisasi peraturan nasional dan daerah berdasarkan prinsip HAM dan kesetaraan gender;
7) Penanganan Pengaduan HAM, dilatarbelakangi oleh kondisi pengaduan HAM yang belum cukup membaik jika dilihat dari tren pengaduan pelanggaran HAM yang tidak banyak berkurang dari tahun ke tahun. Pengaduan pelanggaran HAM yang paling banyak diajukan khususnya terkait dengan hak memperoleh keadilan dan hak atas kesejahteraan. Bahkan, pihak yang paling banyak diadukan sebagai pelanggar HAM adalah aparat penegak hukum, yakni Kepolisian. Permasalahan ini akan diatasi melalui strategi pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan HAM; dan optimalisasi penanganan pengaduan pelanggaran HAM;
8) Penyelesaian Secara Berkeadilan Atas Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu, memerlukan konsensus nasional dari semua pemangku kepentingan. Hal tersebut merupakan suatu langkah awal penting untuk dapat menarik garis tegas bahwa tidak ada toleransi bagi pelanggaran HAM di Indonesia berdasarkan praktek dan pengalaman kekerasan yang masif di masa lalu. Konsensus bersama dalam upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM merupakan langkah penting untuk membangun kesadaran baru dalam masyarakat bahwa pelanggaran HAM tidak dapat dibiarkan dan terulang kembali di masa yang akan datang. Dengan memfasilitasi proses pengungkapan pelanggaran HAM di masa lalu, maka implementasi perintah putusan Mahkamah Konstitusi untuk segera mengeluarkan kebijakan untuk menangani pelanggaran hak asasi di masa lampau, maupun realisasi mandat TAP No. V Tahun 2000 Tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional menjadi wadah yang kuat untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu akan dilakukan melalui pembentukan suatu komisi yang yang bersifat ad-hoc/temporer, dengan tugas memfasilitasi proses pengungkapan pelanggaran HAM di masa lalu yang berada langsung dibawah Presiden dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada Presiden. Proses pengungkapan pelanggaran HAM dilakukan melalui serangkaian kegiatan baik pengumpulan informasi langsung maupun dokumen untuk menyusun suatu laporan yang komprehensif mengenai berbagai kekerasan dan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu;
9) Optimalisasi Bantuan Hukum dan Layanan Peradilan bagi Masyarakat, dilatarbelakangi oleh adanya komitmen Pemerintah dalam memberikan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin yang merupakan amanat dari UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan berbagai kebijakan terkait layanan peradilan. Namun, pada pelaksanaannya, kebijakan tersebut tidak berjalan optimal. Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan ini akan diatasi melalui strategi sosialisasi, penguatan institusi penyelenggara bantuan hukum, penguatan pemberi bantuan hukum, dan pelibatan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan bantuan hukum, optimalisasi pelaksanaan sidang keliling, pemanfaatan dana prodeo bagi masyarakat miskin, serta peningkatan pelayanan informasi di Pengadilan dan Kejaksaan;
10) Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, dilatarbelakangi oleh adanya komitmen Pemerintah mengenai perlindungan hukum terhadap perempuan baik dalam konstitusi maupun berbagai konvensi internasional yang diratifikasi. Namun, kondisi faktual justru menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh belum optimalnya peran dan fungsi aparat penegak hukum dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Oleh karena itu, permasalahan ini akan diatasi melalui strategi penguatan mekanisme koordinasi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual terhadap perempuan, serta penguatan mekanisme tindak lanjut penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Demikian juga penanganan anak sebagai korban maupun saksi dalam kasus kekerasan perlu untuk mendapatkan perhatian. Data menunjukan bahwa kekerasan terhadap anak sering kali terjadi dari orang-orang terdekat baik yang berasal dari keluarganya sendiri maupun dari lingkungan sekolahnya. Dalam rangka penanganan kasus kekerasan dimana anak sebagai korban atau saksi perlu adanya perlakukan khusus baik dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut maupun perlu adanya fasilitas prasarana penunjang sehingga dapat mengurangi pra dan pasca trauma yang dihadapi oleh anak tersebut. Melalui upaya peningkatan kemampuan dan pemahaman dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus anak sebagai korban atau saksi akan dapat meminimalisir dampak negatif yang akan mempengaruhi kejiwaan anak tersebut. Disamping itu dukungan sarana dan prasarana yang memadai untuk penanganan kasus kekerasan terhadap anak akan sangat berperan terhadap keberhasilan dalam penanganan kasus tersebut;
11) Meningkatkan Pendidikan HAM, dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sebagian besar aparat penegak hukum dan penyelenggara negara masih belum memiliki pemahaman HAM yang memadai sehingga hal ini berdampak pada masih banyaknya kasus pelanggaran HAM. Dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang HAM, diperlukan pendidikan HAM bagi aparat penegak hukum dan penyelenggara negara melalui strategi pendidikan HAM bagi aparat penegak hukum serta sinkronisasi dan sinergi fungsi penelitian.
12) Membangun Budaya Hukum, dalam masa transparansi dimana sumber informasi terbuka sangat luas dan era dimana masyarakat diberikan ruang luas untuk menyampaikan pendapatnya, maka peran serta masyarakat dalam rangka pembangunan hukum akan sangat penting. Dengan tingkat kesadaran hukum sebagai bagian dari budaya masyarakat diharapkan masyarakat tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Disamping itu masyarakat dapat ikut berperan dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penegakan hukum. Informasi dari masyarakat akan sangat membantu bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya. Namun demikian kualitas laporan masyarakat akan sangat mempengaruhi tingkat kegunaan laporan tersebut. Melalui upaya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap hukum diharapkan akan dapat menumbuhkan budaya hukum yang baik. Masyarakat tidak hanya ikut berperan dalam mengurangi adanya pelanggaran hukum akan tetapi juga ikut berpartisipai dalam proses pengawasan penegakan hukum.
Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Nasional dalam RPJM Nasional dan RPJP Nasional untuk Mencapai Tujuan Negara
Melihat uraian RPJP dan RPJM di atas tentunya kita sangat optimis bahwa pembangunan hukum Negara Indonesiai akan menjadi tameng keamanan dan stabilitas kehidupan masyarakat. Namun, berdasarkan data yang ada pada situs resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia (http://www.setneg.go.id) jumlah produk hukum khussnya undang-undang yang dihasilkan pada tahun 2015 – 2016 berjumlah 27 buah dengan uraian pada tahun 2015 ada 14 undang-undang. yang mengatur tentang perjanjian ekstradisi antar Negara, kerja sama bidang pertahanan dengan Negara lain, pemilihan pejabat daerah, perubahan undang-undang tindak pidana korupsi, pencabutan PP tentag jaring pengaman system keuangan, pengesahan perjanjian timbal balik dalam masalah pidana dengan Vietnam dan APBN 2016.
Pada tahun 2016 sampai saat ini ada 13 undang-undang yang telah diterbitkan yang mengatur tentang penjaminan, kerja sama bidang pertahanan, tabungan perumahan rakyat, perlindungan dan pemberdayaan nelayan, penyandang disabilitas, pencegahan dan penanganan krisis system keuangan, pengampunan pajak, paten, dan APBN 2016. Berdasakan review produk hukum yang dikeluarkan pada tahun 2015-2016 sebagian besar mengatur tentang perjanjian ekstradisi antar negara, pemilihan pejabat daerah, kerja sama bidang pertahanan antar Negara, system keuangan. Tidak terlihat produk hukum yang dihasilkan dalam rangka mewujudkan RPJP dan RPJM di bidang pembangunan hukum.
Mengapa hal demikian dapat terjadi?pada mulanya politik pembentukan perundang-undangan didasarkan kepada kebutuhan masyarakat namun, dalam praktek bersamaan dengan dimulainya formulsi norma-norma hukum bersamaan dengan itu muncul pula berbagai kepentingan (berbasis ideology, politik, profesi, wilayah/regional dsb).
Jika melihat penjelasan secara gambaran umum terlihat bahwa arah kebijakan dan strategi hukum yang termuat dalam RPJM Nasional Ke-III Tahun 2015-2019 sesuai dengan RPJP Nasional Tahun 2005-2025 yaitu meningatkan kinerja pembangunan system hukum melalui materi, lembaga, aparat penegak, sanksi, pelayanan, HAM dan kelembagaan yang komitmen, karena di dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, hukum bukan hanya merupakan perangkat norma yang mewadahi nilai-nilai sosial dan aturan berperilaku, tetapi juga merupakan suatu instrumen untuk menggerakkan dan mengarahkan dinamika sosial untuk mewujudkan tujuan negara.
Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksanaan pembangunan bidang hukum mau tidak mau harus melalui proses perencanaan yang matang sehingga memudahkan penerapan, penegakan dan evaluasi pelaksanaannya. Hanya dengan cara ini hukum dapat menjalankan peran utamanya, yaitu menciptakan ketertiban serta mengendalikan pembangunan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
Namun dalam pelaksanaan nyatanya tidak demikian. Indonesia saat ini berada dimana kekuasaan politik lebih kuat dibandingkan dengan kekuasaan hukum. Sehingga ini menjadikan salah satu factor mengapa arah pembangunan hukum Indonesia tidak sesuai yang dicita-citakan atau lambat berjalan. Menurut Romli Atmasasmita mengemukakan bahwa " hukum nasional (Indonesia) sebagai suatu system belum terbentuksecara holistic, komprehensif atau belum diperkaya nilai-nilai kehidupan masyarakat adat untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat maju. Usaha untuk menyatakan telah terdapat suatu system hukum nasional, terbukti hanya merupakan pewarisan system hukum pemerintah Hindia Belanda yang menganut civil law system semata-mata dipaksaka berlakunya ditengah-tengah masyarakat hukum adat. Pembentukan system hukum nasional sampai saat ini masih belum selesai dan patut dipertanyakan sebelum dan setala memasuki era reformasi, pembentukan system hukum tersebut lebih banyak hasil harmonisasi pengaruh hukum asing atau hukum internasional ke dalam peraturan perundang-undangan.
Secara konseptual dan mendasar perlu dilaksanakan transformasi hukum barat, hukum Islam, dan hukum adat ke dalam system hukum nasional, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai siste hukum nasional yang berfilsafatkan pancasila dan UUD 1945. Namun, karakteristik dan system hukum nasional Indonesia sangat ditentukan oleh politik hukum nasional. Sunarty Hartono mengatakan bahwa apabila kita menempatkan hukum sebagai jembatan yang akan membawa kita kepada ide yang dicita-citaan, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia. Setelah kita mengetahui, dapatlah dicari system hukum untuk mewujudkan cita-cita tersebut dan politik hukum yang bagaimana yang dapat menciptakan system hukum nasional yang dikehendaki.
Terkait dengan globalisasi Romli Atmasasmita, mengatakan bahwa dari sudut kepentingan pembangunan hukum, Indonesa menghadapi tantangan global. Solusi atas ancaman dan tantangan global abad ke-21 yang direkomendasikan oleh PBB adalah diperlukan pengakuan dan penerapan konsep Collective Security Responsible of State (CSR). Namun konsep CSR aman rentan terhadap ketangguhan kedaultana suatu Negara karena dapat menggoyahkan pemeilharaan dan penguatan stabiltas hukum, politik, social, keamanan dan budaya.
Politik humum nasional yang menjadi arah kebijakan hukum nasional ke depan haruslah berpijak pada cita hukum Indonesia dengan berorientasi pada kepentingan masa depan Indonesia, pembentukan hukum di Indonesia harus bersumber dari pancasilan dan UUD 1945, disediakannya filter yang dapat menyaring dan menjadi pedoman agar kepentingan bangsa Indonesia menjadi yang utama dengan menjadikan pacasila sebagai pemandu dan alat filterisasi bagi politik hukum nasional sebagaimana yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945.
Sistem hukum nasioal yang bedasarkan kepada pancasila dan UUD 1945 yang akan diwujudkan melalui politik hukum nasional merupakan system hukum yang bersumber dan berakar pada masyarakat Indonesia yang meliputi system hukum adat, system hukum Islam, dan system hukum Eropa. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk yang tepat untuk menerapkan arah kebijakan pembangunan huku di Indonesia ialah seperti yang dimanahkan UUD 1945 sebelum amandemen yaitu melalui ketetapan MPR yang mana mencantumkan arah poliik hukum nasional yang terdiri dari politik pembentukan hukum dan politik penegakan hukum, sehingga idealnya politik hukum nasional harus mengikuti landasan, arah, kompoen dan strategi pencapainya.
DAFTAR PUSTAKA
Alkostar Artidjo dan M. Sholeh Amin, 1986M Pembangunan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali.
Atmasasmita Romli, 2012, Teori Hukum Integratif: Rekontruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Yogyakarta: Genta Publishing, 2012.
Rosadi Otong, 2013. Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Edisi II Yogyakarta: Thafa Media
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019
http://www.setneg.go.id
TUGAS POLTIK HUKUM
Arah Kebijakan Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Kajian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun Ke-III 2015-2019
Oleh
Tri Aktariyani
NIM. 16/402762/PHK/09266
MAGISTER HUKUM KESEHATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2016
14