Apomiksis Diplospori Pada Tanaman Manggis ( Garcini a m angos angostana L.) L.) Diajeng Ayu C.M, Sri Rejeki Utami, Putu Shantiawan P
Program Pasca Sarjana, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Pemuliaan Tanaman Lanjutan Manggis (Garcinia (Garcinia mangostana mangostana L.) adalah jenis buah yang berasal dari hutan hujan tropis Asia Tenggara, antara lain banyak ditemukan di Indonesia. Manggis yang banyak dibudidayakan saat ini adalah hasil persilangan (hibridisasi (hibridisasi)) alami antara Garcinia hombroniana hombroniana (2n = 48) dengan Garcinia malaccensis malaccensis (2n = 42). Garcinia hombroniana disebut juga dengan manggis hutan yang memiliki ukuran pohon mencapai 4-6 m, buahnya lunak, bentuknya bulat dengan kulit berwarna merah muda. Untuk Garcinia malaccensis memiliki rasa daging buah yang manis namun sudah jarang ditemukan lagi dewasa ini (Sarasmiyarti, 2008). Manggis memiliki citarasa khas yakni perpaduan rasa manis, asam, dan sepet yang tidak dimiliki oleh buah lainnya. Keistimewaan lain dari buah manggis adalah, mampu menghasilkan biji tanpa melalui penyerbukan yang disebut dengan peristiwa apomiksis. apomiksis. Biji manggis apomiksis bersifat vegetatif sehingga memiliki sifat sesuai dengan induknya Biji apomiksis merupakan proses reproduksi tanaman dimana pembentukan embrio tidak didahului dengan proses pembuahan. Pembiakan dengan biji apomiksis menghasilkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induk. Biji apomiksis terjadi secar a alamiah sehingga disebut perbanyakan vegetatif alami (Sarasmiyarti, 2008). Tanda-tanda apomiksis pada manggis antara lain adalah terjadinya terjadin ya pengecambahan biji tanpa adanya peran dari organ jantan, adanya proembryo adventitious, adventitious, pertumbuhan secara vegetatif dari nucellar atau jaringan integumen, integumen, dan menghasilkan beberapa kecambah dari satu biji (Ihsan F dan Sukarmin, 2011). Peristiwa apomiksis yang terjadi pada tanaman manggis menyebabkan variasi jenis manggis di lapang masih sangat rendah. Mekanisme apomiksis yang terjadi pada manggis juga turut menyebabkan variasi genetik buah manggis rendah. Penulisan karya tulis ini adalah ad alah untuk mempelajari jenis apomiksis dan bagaimana mekanisme apomiksis yang terjadi pada manggis, sehingga dapat diketahui penyebabkan rendahnya variasi genetik manggis yang saat ini terdapat dilapangan.
1
Apomiksis
Apomiksis adalah proses reproduksi aseksual yang terjadi pada ovul tanaman berbunga sebagai struktur yang berkembang untuk melaksanakan fungsi reproduksi seksual betina pada tanaman angiosperma. Pada reproduksi apomiksis, biji terbentuk tanpa reduksi jumlah kromosom dan fertilisasi, sehingga keturunannya akan identik dengan induknya (Mansyah dan Muas, 2006). Jenis tanaman yang mengalami apomiksis yang dibahas dalam karya tulis inia adalah buah manggis. Biji manggis apomiksis bersifat vegetatif dan mempunyai sifat serupa dengan induknya Berdasarkan sifatnya apomiksis dibedakan menjadi dua yaitu apomiksis obligat dan apomiksis fakultatif. Apomiksis fakultatif adalah tanaman yang berkembang biak dengan apomiksis, namun juga menggunakan perkembangbiakan secara seksual sehingga nantinya akan dihasilkan sebagian biji apomiksis dan sebagian lagi biji normal (melalui fertilisasi) umumnya apomiksis jenis ini ditemukan pada tanaman jeruk. Tanaman manggis, diyakini termasuk kedalam apomiksis obligat karena hanya ditemui bunga betina saja yang masih melekat pada tanaman, sedangkan bunga jantan manggis memiliki ukuran yang kecil, dan biasanya benang sarinya mengering (rudimentum) sehingga tidak memungkinkan terjadinya penyerbukan dan biasanya akan menghasilkan biji fertil sehingga semua biji yang terdapat pada manggis adalah biji apomiksis penuh. Biji apomiksis manggis terbentuk tanpa reduksi jumlah kromosom dan fertilisasi sehingga menghasilkan keseragaman buah manggis dimanapun ditanam (Sarasmiyarti, 2008).
Gambar 1. Bunga betina (ukuran besar) dan bunga jantan (ukuran kecil) pada tanaman manggis. 2
Berdasarkan sel yang membentuk embrio pada biji, terdapat dua tipe utama apomiksis yaitu sporophytic apomixis dan gametophytic apomixis. Sporophytic apomixis dikenal juga dengan adventive embryony. Embrio pada tipe adventive embryony berkembang secara langsung (mitosis) dari sel somatik (sporofit) pada jaringan ovul selain sel induk megaspora, yaitu sel nuselus dan integumen. Sedangkan embrio pada tipe gametophytic apomixis berkembang dari megagametophyte yang tidak tereduksi (tidak terjadi pengurangan jumlah kromosom). Pada tipe gametophytic apomixis terjadi tiga komponen perkembangan utama: pembentukan kantung embrio tanpa meiosis yang sempurna, terbentuknya embrio tanpa pembuahan (partenogenesis), dan perkembangan endosperma dengan atau tanpa fertilisasi (autonomous). Tipe gametophytic apomixis dibagi menjadi 2 macam yaitu apospori dan diplospori. Apospori merupakan tipe apomiksis dimana sel somatik (nuselus) dapat membentuk kantung embrio dan embrio berkembang secara partenogenesis dari sel telur yang tidak tereduksi (diploid). Namun, polinasi dan fertilisasi diperlukan untuk perkembangan endosperma. Diplospori merupakan mekanisme apomiksis dimana kantung embrio terbentuk dari sel induk megaspora tanpad terjadi meiosis maupun meiosis yang tidak sempurna, embrio berkembang dari sel telur yang tidak tereduksi, dan endosperma terbentuk dengan atau tanpa fertilisasi (autonomous) (Lestari, 2012).
meiotic Diplospory Gametophytic apomiksis
mitotic Apospory
Sporophytic
Gambar 2. Skema pembagian jenis apomiksis Apomiksis dapat dideteksi. Deteksi apomiksis berdasarkan dasar indikator morfologi memerlukan observasi yang hati-hati terhadap progeni dari setiap individu tanaman oleh seorang yang tahu betul tentang fertilisasi tetua dan perkiraan variabilitas pada keturunannya. 3
Turunan dari apomiksis obligat seluruhnya seragam dan semua identik dengan tetuanya, sedangkan apomiksis fakultatif cocok dengan reproduksi seksual dan walaupun tetua homozigot dan menyerbuk sendiri, mungkin akan ada variasi tanaman dalam turunannya. Tes progeni dikombinasikan dengan pelajaran sitologi dari megasporogenesis dan perkembangan kantung embrio biasanya diperlukan untuk memastikan kehadiran apomiksis dan untuk mekanisme identifikasinya. Pada apomiksis apospori, pergantian megaspora fungsional oleh sebuah sell asposporus mungkin terjadi secara cepat dan tak teramati. Untuk mendeteksi diplospori, seorang harus menentukan yang mana pembelahan pertama dari sel induk megaspora apakah secara meiosis atau mitosis. Sedangkan untuk mengidentifikasi apospori dan diplospori, seorang harus mengamati ovul individual mewakili seluruh tahapan perkembangan dari inisiasi sel induk megaspora sampai pembentukan kantung embrio. Selain itu indentifikasi apomiksis juga dapat ditentukan dengan: uji keturunan melalui evaluasi fenotip keturunan, teknik sito-histologis dengan melakukan pengamatan kantung embrio (embrio sac), screening benih dengan menggunakan flow cytometry serta dapat menggunakan teknik molekuler yaitu dengan marka molekuler yang terkait dengan apomiksis sehingga akan diketahui tanaman yang mengalami apomiksis dan yang tidak mengalami apomiksis (Anonymous, 2014). Mekanisme Apomiksis Diplospori
Diplospori adalah salah satu jenis dari apomiksis gametophytic (Darrigues, 2003). Diplospori merupakan tipe apomiksis dimana kantung embrio terbentuk dari sel induk megaspora baik tanpa terjadi proses meiosis, maupun meiosis yang tidak sempurna. Hal ini mengakibatkan embrio berkembang dari sel telur yang tidak tereduksi secara partenokarpi, sedangkan endosperma terbentuk secara autonom (Lestari, 2012).
Gambar 3. Mekanisme apomiksis diplospori
4
Menurut Yamashita (2012), pada reproduksi seksual, sel induk megaspora mengalami meiosis menghasilkan megaspora yang tereduksi. Selanjutnya megaspora membelah membentuk embrio sac yang berisi sel telur yang tereduksi, namun pada fenomena apomiksis secara diplospori tidak terjadi meiosis atau terjadi meiosis yang dimodifikasi sehingga sel telur tidak mengalami reduksi. Pada proses diplospori ini sel telur yang tidak tereduksi dihasilkan dari megaspora yang tidak tereduksi pula. Tanaman yang mengalami apomiksis memiliki jumlah kromosom yang bervariasi. Umumnya tanaman yang mengalami apomiksis gametophytic mengalami aneuploidi. Aneuploid merupakan variasi jumlah kromosom akibat penambahan atau pengurangan jumlah kromosom. Perubahan dalam jumlah kromosom tersebut tidak melibatkan seluruh set kromosom, tapi hanya sebagian dari suatu set. Aneuploidi dapat terjadi karena gagalnya duplikasi kromosom, dan gagalnya pemisahan kromosom (non-disjunction) (Elrod dan Stansfield 2007). Darrigues (2003) menyatakan, karakteristik proses diplospori ditandai dengan tidak terjadinya jalur tetrad pada proses oogenesis dan tidak terjadi reduksi jumlah kromosom. Embrio sac diplospori mirip dengan embrio sac hasil perkembangbiakan seksual. Hanya saja pada diplospori tidak ada reduksi jumlah kromosom. Apomiksis dikendalikan secara genetik, namun mekanisme pengendalian genetik penyebab apomiksis belum diketahui. Menurut Van Dijk dan Tanja (2004), diplospory diwariskan seba gai sifat dominan monogenik.
Gambar 4. Perbedaan tahapan pembentukan biji normal dengan pembentukan biji secara diplospori 5
Macam Mekanisme Apomiksis Diplospori
1. Meiosis Diplospory Apomiksis pada marga Taraxacum merupakan apomiksis dengan tipe meiotic diplospory. Sel induk megaspora memasuki tahap meiosis (profase) tapi kromosom tidak terpisah kerena terjadi asinapsis. Kromosom univalen tersebar di spindel pada tahap metafase I. Restitusi inti sel terbentuk setelah pembelahan meiosis I yang kemudian membelah secara mitosis membentuk dyad dengan jumlah kromosom sel somatik (2n). Pembelahan mitosis selanjutnya
membentuk
8
inti
dalam
kantong
embrio.
Embrio
terbentuk
secara
partenogenesisdari sel telur yang tidak tereduksi dan endosperma terbentuk tanpa adanya fertilisasi. 2. Mitosis Diplospory Apomiksis pada marga Antennaria merupakan apomiksis dengan tipe mitosis diplospory. Sel induk mengalami interfase yang panjang, sel tersebut mengalami mitosis normal dan menjadi megaspora binukleat yang tidak tereduksi fungsional. Dua kali pembelahan mitosis selanjutnya menghasilkan kantong embrio tipe Polygonum normal. Kesimpulan
Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.)
adalah salah satu tanaman yang
mengalami peristiwa apomiksis. Berdasarkan sifat, apomiksis dibagi menjadi dua macam yaitu apomiksis obligat dan apomiksis fakultatif. Berdasarkan sel yang membentuk embrio pada biji, terdapat dua tipe utama apomiksis yaitu sporophytic apomixis dan gametophytic apomixis. Manggis termasuk kedalam apomiksis obligat apabila dilihat dari jenis apomiksisnya dan termasuk dalam gametophytic apomixis jika dilihat dari sel yang membentuk mebrio. Apomiksis diplospori (tolong tambahin ya sri ttg diplospori) . Apomiksis diplospori dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu meiosis diplospori dan mitosis diplospori.
6
REFERENSI :
Darrigues, A. 2003. Genetic Analysis of Apomixis. http://www.public.iastate.edu/~mbhattac/bhattacharyya/Genetics.pdf. Diakses 17 Mei 2014 Ihsan, Farihul dan Sukarmin. 2011. Teknik Pengujian Pembelahan Biji Terhadap Efektivitas Perbanyakan Manggis (Garcinia mangostana L.) Melalui Biji. Buletin Teknik Pertanian. Vol 16 (2): 58-60 Lestari, I. 2012. Analisis Jumlah Kromosom Taraxacum officinale Weber ex F. H. Wigg Hasil Regenerasi In Vitro (Skripsi). FMIPA Universitas Indonesia. Depok Mansyah, E dan Muas. 2006. Manggis, Serupa Tapi Tak Sama. Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Solok. Sumatra Barat. Sarasmiyarti, Arini. 2008. Analisis Sitogentika Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Jogorogo. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Van Dijk dan J. M. Tanja. 2004. Formation of Unreduced Megaspores (Diplospory) in Apomictic Dandelions (Taraxacum officinale, s.l.) Is Controlled by a Sex-Specific Dominant Locus. Genetics 166: 483 – 492 Yamashita, K. I. 2012. Modes Of Inheritance Of Two Apomixis Components, Diplospory And Parthenogenesis, in Chinese Chive ( Allium ramosum) Revealed By Analysis Of The Segregating Population Generated By Back-Crossing Between Amphimictic And Apomictic Diploids. Breeding Science 62: 160 – 169
7