BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakidonat (Dorland, 2002). Obat AINS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1899. Obat AINS yang pertama adalah asam asetil as etil salisilat yang diproduksi oleh Felix Hoffman dari Bayer Industries. Industries. Berdasarkan saran dari Hermann Dreser, senyawa tersebut diberi nama aspirin yang berasal dari gabungan kata bahasa Jerman untuk senyawa, acetylspirsäure (spirea = nama genus tanaman asal obat tersebut, dan Säure = asam) (Wolfe, et al., 1999; Katzung & Payan, 1998). Klasifikasi kimiawi NSAID, tidak banyak manfaat kliniknya, karena ada NSAID dari subgolongan yang sama memiliki sifat yang berbeda, sebaliknya ada obat NSAID yang berbeda subgolongan tetapi memiliki sifat yang serupa.
1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu obat anti inflamasi non steroid? 2. Bagaimana efek farmakodinamik dari obat anti inflamasi non steroid? 3. Apa efek samping dari penggunaan obat anti inflamasi non steroid? 4. Apa saja jenis dari obat anti inflamasi non steroid?
1.3 TUJUAN 1. Dapat mengetahui tentang obat anti inflamasi non steroid. 2. Dapat mengetahui efek farmakodinamik dari obat anti inflamasi non steroid. 3. Dapat mengetahui efek samping dari penggunaan obat anti inflamasi non steroid. 4. Dapat mengetahui jenis - jenis dari obat anti inflamasi non steroid.
1
BAB II ISI
2.1 Obat Anti Inflamasi Non Steroid Obat anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID ( Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti radang).
OAINS merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Obat AINS
dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding OAINS, yaitu menghambat konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat melalui penghambatan terhadap enzim fosfolipase.
Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh obatnya antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin.
Hingga saat ini, obat AINS banyak digunakan sebagai peresepan yang utama. Di banyak negara, obat AINS terutama digunakan untuk gejala yang berhubungan dengan osteoarthritis. Indikasi lain meliputi sindroma nyeri miofasial, gout, demam, dismenore, migrain, nyeri perioperatif, dan profilaksis stroke dan infark miokard. Obat AINS memiliki spektrum luas dalam klinis, sehingga banyak digunakan sebagai peresepan (Harder & An, 2003).
2
2.2 Efek Farmakodinamik Obat Anti Inflamasi Non Steroid 2.2.1 Efek Analgesik Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia, dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang, dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau kimiawi.
2.2.2 Efek Antipiretik Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat” hipotalamus. Sebagai antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat
baik
pirogen
yang
diinduksi
oleh
pembentukan
prostaglandin maupun respon susunan syaraf pusat terhadap interleukin1 sehingga dapat mengatur kembali “thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan vasodilatasi.
2.2.3 Efek Anti-Inflamasi Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya
3
mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan
pada
pengobatan
muskuloskeletal
seperti
artritis
rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal. Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS, obat ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan para aminofenol efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan salisilat, namun efek anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan untuk anti rematik seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat analgesik dan antipiretik yang lemah, namun efek antiinflamasinya sama dengan salisilat.
2.3 Efek Samping Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid 2.3.1 Hati dan Limpa Pada penelitian dari FDA terlihat bahwa pada 5,4% pasien Artritis Reumatoid yang diobati dengan aspirin, ditemukan pe- ningkatan persisten lebih dari 1 test fungsi hati, dan hal yang sama ditemui juga pada 2,9% pasien yang diobati dengan OAINS lainnya. Keadaan ini biasanya tanpa gejala dan penghentian atau penurunan dosis umumnya dapat menormalkan kembali nilai transaminase. Usia lanjut, fungsi ginjal yang menurun, peng- gunaan obat multipel, dosis yang tinggi, terapi jangka lama merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko toksisitas hati. Pemanjangan masa protrombin dan hiperbilirubinemia merupakan tanda prognostik yang buruk dan merupakan pula tanda awal dari penyakit hati yang progresif yang dapat meng- akibatkan nekrosis hati yang fatal.
4
2.3.2 Ginjal Prostaglandin Vasodilator E2 dan I1 meningkatkan aliran darah ginjal, meningkatkan ekskresi air, meningkatkan ekskresi natrium klorida dan merangsang sekresi renin. Sedang PGF2a dan TxA2 yang vasokonstriktor dapat menurunkan fungsi ginjal pada keadaan glomerulonefritis akibat rejeksi transplantasi. PGE2 dan PGI2 yang dibentuk di dalam glomerolus mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glome- rulus; PGI1 yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah gin jai. PGE2 yang disintesis oleh sel interstitial medula, membantu mengatur aliran darah ginjal ke medula; PGE2 juga disintesis di dalam duktus koligentes, dapat meng- ubah permeabilitas duktus terhadap air dan reaksinya terhadap hormon antidiuretik. Pada hewan percobaan (anjing), dapat diperlihatkan adanya penurunan aliran darah ginjal dengan memberikan infus Angio- tensin II atau dengan menjepit arteri ginjal utama. Hal ini diikuti dengan peningkatan sintesis PGE2 dan peningkatan kompensasi peredaran darah. Bila diberikan OAINS pada keadaan tersebut terjadi penurunan aliran darah ginjal yang makin hebat akibat terhambatnya sintesis PGE2 vasodilator. Pada orang sehat, dengan hidrasi yang cukup dan ginjal yang normal, PGE2 dan Prostasiklin (PGI2) tidak memegang peranan dalam pengendalian fungsi ginjal. Tetapi pada keadaan tertentu dengan sires sirkulasi yang Fling disertai dengan peningkatan Angiotensin II dart Katekolamin, maka Prostaglandin vasodila- tor yang dibentuk lokal menjadi panting untuk mempertahankan fungsi ginjal yang cukup. Pada tikus yang diinduksi menjadi glomerulonefritis imun secara eksperimental, maka penyum- batan ureter dan penyumbatan vena ginjal akan diikuti dengan produksi yang meningkat dari vasokonstriksi ginjal kronik. 2.3.3 Reaksi Hipersensitifitas Pada beberapa pasien dengan asma bronkial, terutama yang mempunyai trias: rinitis vasomotor, poliposis nasal dan asma akut sering mengalami reaksi
5
ini. Hal ini disebabkan oleh hambatan prostaglandin yang bersifat bronkodilator. Hambatan terhadap jalur siklo-oksigenase akan mendorong metabolisme asam arakidonat ke arah pembentukan produk lipoksigenase seperti zat anafilaksis yang bereaksi lambat dan leukotrien (C4 dan D4). Zatzat ini dapat mencetuskan bronko- spasme. Pasien yang mempunyai reaksi seperti ini umumnya sensitif terhadap OAINS oleh karena itu harus dihindari. Reaksi anafilaksis telah dilaporkan pada beberapa OAINS terutama tolmetin dan zomepirac. Zomepirac telah ditarik dari peredaran oleh karena efek sampingnya. 2.3.4 Sistem Hematopoetik Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopeni jarang dikaitkan dengan OAINS, tetapi menonjol sebagai penyebab kematian yang dikaitkan dengan obat-obat ini. Didasarkan atas perkiraan adanya 22 kematian akibat kelainan darah per 1 juta penderita dan perkiraan FDA terdapat 16 kematian per 1 juta, maka fenilbutason tidak dianjurkan untuk pengobatan pertama pada keadaan apapun. Risiko ini meningkat lebih kurang 6 kali pada wanita yang umurnya lebih dari 60 tahun. Berbagai lapor- an terpisah tentang kelainan darah yang berhubungan dengan OAINS telah banyak dipublikasi. Suatu studi kasus kontrol yang besar memperlihatkan adanya hubungan dengan indometasin dan fenilbutason, dengan risiko sebesar 10,1/1 juta dan 6,6/1 juta. Oleh karena jarangnya masalah ini dan kejadiannya tidak dapat diduga maka perlu dilakukan pengawasan dengan menghitung sel darah rutin. Perlu pertimbangan matang jika akan memberikan fenilbutason atau oxifenbutason pada wanita lebih dari 60 tahun. OAINS mengganggu secara reversibel agregasi trombosit dengan cara menghambat siklo-oksigenase trombosit, dan meng- hambat sintesis TxA2. Efek ini menetap hanya selama obat itu ada, tetapi dapat meningkatkan beratnya perdarahan gastro- intestinal. Pada keadaan preoperatif OAINS harus dihentikan cukup lama sebelum pembedahan untuk memberi kesempatan ekskresi obat yang lengkap, lebih kurang 4 – 5 kali waktu paruh dari obat. Jadi obat-obat yang mempunyai waktu paruh pendek, seperti tolmetin/ibuprofen,
6
dapat dihentikan 18 – 24 jam pre- operatif, sementara obat-obat dengan waktu paruh panjang seperti piroksikam harus dihentikan 8 hari sebelum pembedahan. 2.3.5 Sistem Saraf Pusat Nyeri kepala dan pusing terjadi pada pasien-pasien yang memakai indometasin. Depresi, konvulsi, rasa lelah, halusinasi, reaksi depersonalisasi, kejang, sinkop pernah dilaporkan. Pen- derita usia lan jut yang menggunakan naproxen/ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi kognitif, kehilangan persona- litas, pelupa, depresi, tidak dapat tidur, iritasi, rasa ringan kepala hingga paranoid.
2.4 Jenis Obat Anti Inflamasi Non Steroid 1. Asam mefenamat dan Meklofenamat Asam mefenamat digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam
mefenamat
kurang
efektif
dibandingkan
dengan
aspirin.
Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi pada reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan golongan antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma. Dengan demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah 240400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
7
2. Diklofenak Diklofenak merupakan derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-pass) sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi di cairan sinoval yang menjelaskan ef ek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua AINS, pemakaian obat ini harus berhatihati pada pasien tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90% ibuprofen terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan lengkap.
Pemberian bersama warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena dapat mengurangi efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan amerika karena tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan relatif lama dikenal.
8
4. Fenbufen Berbeda dengan AINS lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug . Jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil asetat. Zat ini memiliki waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini sama seperti AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati. Pada gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2 kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin Merupakan derivat indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro indometasin menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.
Absorpsi pada pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein plasma dan metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh 2- 4 jam. Efek samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami oleh kira-kira 20-25% pasien
dan
disertai
pusing.
Hiperkalemia
dapat
terjadi
akibat
penghambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya tidak dianjurka pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada gangguan lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam hari 50-100 mg sebelum tidur.
9
6. Piroksikam dan Meloksikam Piroksikam merupakan salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien tukak lambung dan yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari. Meloksikam cenderung menghambat KOKS-2 dari pada KOKS-1. Efek samping meloksikam terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat Asam asetil salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan. Struktur kimia golongan salisilat.
Asam salisilat sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi pada gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang baik dalam kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada pemberian oral sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi salisilat segera menyebar ke jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan.
8. Diflunsial Obat ini merupakan derivat difluorofenil dari asam salisil at, bersifat analgetik dan anti inflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Kadar
10
puncak yang dicapai 2-3 jam. 99% diflunsial terikat albumin plasma dan waktu paruh berkisar 8-12 jam. Indikasi untuk nyeri sedang sampai ringan dengan dosis awal 250-500 mg tipa 8-12 jam. Untuk osteoartritis dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari. Efek samping lebih ringan dari asetosal.
9. Fenilbutazon dan Oksifenbutazon Fenilbitazon dan oksifenbutazon merupakan derivat pirazolon. Dengan adanya AINS yang lebih aman, fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai anti-inflamasi kecuali obat lain tidak efektif.
Derivat pirazolon ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat dari pada kerja analgetiknya jadi golongan ini hanya digunakan sebagai obat rematik. Fenilbutazon dimasukan secara diam-diam dengan maksud untuk mengobati keadaan lesu dan letih, otot-otot lemah dan nyeri. Efek samping derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik, dan trombositopenia.
11
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan OAINS merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.
Obat AINS
dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti inflamasi.
Obat AINS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1899. Obat AINS yang pertama adalah asam asetil salisilat yang diproduksi oleh Felix Hoffman dari Bayer Industries. Berdasarkan saran dari Hermann Dreser, senyawa tersebut diberi nama aspirin yang berasal dari gabungan kata bahasa Jerman untuk senyawa, acetylspirsäure (spirea = nama genus tanaman asal obat tersebut, dan Säure = asam)
12
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, A.R. 1992. Ef ek Samping Obat Anti I nf lamasi N on Steroi d , Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kuggy, Rani. 2012. Contoh Obat AI NS.
http://ranikuggy.wordpress.com/2012/10/15/contoh-obat-ains/
Apakah Obat Antii nf lamasi N on Ster oid I tu?
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/nsaid.htm
dr. Desie Dwi Wisudanti . 2013. F armakologi Dasar Obat Golongan NSAI D (N on
Ster oidal Anti I nf lammatory Dr ugs)
http://www.doktermuslimah.com/2013/02/obat-golongan-nsaid-nonsteroidal-anti.html
Maharani, Melinda. 2013. Obat Anti -in fl amasi N onster oid
http://maharanimlinda.blogspot.sg/2013/03/obat-anti-inflamasinonsteroid_7846.html
13