REFERAT
MANAJEMEN ANESTESI PADA PENYAKIT KATUP JANTUNG
Oleh:
Dr. Chandra Mahyuddin Dr. Alia Pranita Sari
Pembimbing:
Dr. Endang Melati Maas, SpAn.
BAGIAN/DEPARTEMEN BAGIAN/DEPARTEMEN ANESTESI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RUMAH SAKIT Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG 2008
2
I.
PENDAHULUAN
Sejarah Anestesi berkembang pesat menjelang tahun 1940, dimana para dokter mulai aktif mempelajari dasar-dasar ilmu anestesi yang menjadi cabang ilmu kedokteran yang disebut Anesthesiologi. Dalam bahasa Yunani, “Anestesia” berarti tanpa rasa sensasi.1 Pemilihan Pemilihan cara anestesia anestesia dipengaruh dipengaruhii oleh beberapa faktor faktor antara lain lain
umur,
status status fisik, fisik, posis posisii pembeda pembedahan han , ketram ketrampil pilan an dan kebutuh kebutuhan an dokter dokter pembeda pembedah, h, ketr ketram ampil pilan an dan dan penga pengala lama man n dokt dokter er anest anestes esio iolo logi gi,, keing keingin inan an pasi pasien en,, bahay bahayaa kebakar kebakaran an dan ledaka ledakan, n, pendidi pendidikan. kan. Sebagi Sebagian an besar besar operas operasii (70-75 (70-75%) %) dilakuk dilakukan an dengan anestesia umum, lainnya dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra-torakal, intra abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakea. Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi. Anestesia regional berdasarkan tekhnik pemberian yaitu infiltrasi infiltrasi lokal, blok lapangan ( field block ), ), blok saraf (nerve (nerve block ), ), analgesia permukaan (topikal), dan analgesia regional intra vena.2 Jenis-jenis penyakit kelainan katup jantung dibagi menjadi tipe regurgitasi dan stenosis. Tipe regurgitasi memiliki keluhan dispnu, edema pulmonal, murmur, dan pada echocardiogram didapatkan pada Doppler gambaran regurgitasi. Sedangkan pada yang stenosis didapatkan keluhan dispnu. edema pulmonal, murmur, sinkope, hipotensi, penurunan pulsasi karotis, atrial fibrilasi, hipertropi ventrikel kiri dan pada echocardiogram tampak pengurangan area katup. Perbaikan prognosis pasien dengan penyakit katup jantung tampak lebih efektif pada pemantauan non infasif fungsi ventrikel, pemakaian katup jantung prosthesis , merupakan teknik rekonstruksi katup jantung yang lebih maju, dan memilih waktu yang tepat pada intervensi pembedahan menjadi dasar petunjuk dalam pengembangan tehnik ini.2-4 Penatal Penatalaks aksanaa anaan n pasien pasien dengan dengan kelain kelainan an katup katup jantun jantung g selama selama period periodee peri peri oper operat atif if memb membut utuh uhkan kan pema pemaha hama man n peru peruba baha han n hemo hemodi dinam namik ik yang yang meny menyer erta taii
3
disfungsi dari katup jantung. Pemilihan tehnik anestesi pada keadaan ini mempertimbangkan perubahan status hemodinamik yang minimal. Pada refrat ini mencoba membahas tentang anestesi pada penyakit kelainan jantung katup.2-5
II.
KELAINAN-KELAINAN KATUP JANTUNG
A. PROLAPS KATUP MITRAL
Mitral Valve Prolapsed (MVP) adalah suatu kondisi dimana menggelembungnya berlebihan lapisan katup mitral (umumnya, lapisan posterior) kedalam atrium kiri selama systole. Insidensi dari sindroma MVP yang telah dilaporkan sekitar 10 % (kemungkinan overestimasi; insidensi tepat sedikitnya 3 %). Suatu proliferasi miksomatus dari lapisan, annulus, dan chordae, yang menyebabkan prolaps dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan rupture chordae dan mitral regurgitation (MR) berat.3 1. Evaluasi Klinis Kebanyakan keluhan dari pasien dengan MVP adalah palpitasi dan dada rasa tidak nyaman. Nyeri dada seperti angina dengan rasa ditusuk dan diiris. Pada MR yang jelas, dapat pula terjadi gagal jantung. Terdapat klik midsistolik, yang diikuti dengan murmur sistolik middle-to-late: semakin berat regurgitasi, semakin panjang pula murmur. Klik timbul pada awal dan murmur bertambah panjang pada manuver valsava.3 2. Premedikasi Pasien dengan MVP seringkali tampak cemas, dan takikardia, Sangatlah penting persiapan yang tepat secara fisiologis dan farmakologis. Pasien dengan MR membutuhkan antibiotik profilaksis sebelum operasi. Pasien tanpa regurgitasi dapat dengan atau tanpa antibiotik. 3
4
3. Monitor Monitoring standar diperlukan terutama pada MR yang meragukan. Pasien dengan pasti MR diamati serupa dengan pasien dengan kelainan katup.3,5 4. Manajemen Anestesi Tehnik anestesi terpilih adalah yang paling kecil mengakibatkan takikardia atau yang menggangu status hemodinamik. Untuk prosedur perifer, block syaraf atau plexus atau saddle block yang terpilih. Spinal dan epidural dapat setidaknya secara tiba-tiba menurunkan preload dan afterload, yang dapat memberatkan MVP. Menghindari obat-obatan yang melepaskan histamine, dan pemilihan obat muscle relacsan haruslah dengan pertimbangan terhadap efek kardiovaskular. Atropin, ketamin
hendaknya dihindari, dan pada
keadaan dehidrasi serta penggantian cairan dan darah hendaknya secara agresif dilakukan. Jika takikardia timbul pada keadaan euvolemia maka pengobatan dengan beta-bloker sesuai untuk diberikan. Jika vasopressor dibutuhkan pada keadaan hipovolemia relatif (pada spinal tinggi) maka phenylepinefrin yang terpilih. 3,4 5. Pemulihan Monitoring tekanan darah, denyut jantung dan status volume intravaskular postoperatif secara terus-menerus hingga hemodinamik stabil.3
5
Skema 1. Manajemen anestesi pada Mitral Valve Prolapse (MVP) 3
6
B. MITRAL STENOSIS
Mitral Stenosis (MS) seringkali disebabkan penyakit jantung rheumatik dengan gambaran klinis penyakit bermanifestasi setelah 3-5 tahun pasca infeksi. Pada kasus ini, 25% merupakan murni MS , dan 40% merupakan kombinasi MS dan mitral regurgitasi (MR). Stenosis terjadi karena fusi komissura, kalsifikasi, dan penebalan lapisan dan chordae tendineae. 1. Evaluasi Klinis Gejala
yang
timbul
akibat
aktivitas
yang
menimbulkan
gangguan
hemodinamik merupakan suatu hal yang penting dalam menilai derajat beratnya MS. Gejala utama pada MS yaitu dyspnea yang dikarenakan berkurangnya daya komplains dari paru. Orthopnea, paroksimal nocturnal dyspnea dan dyspnea saat istirahat seringkali berhubungan dengan tekanan atrium kiri, sekunder karena perbedaan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Gradien ini dapat berubah secara cepat sebagai akibat perubahan cardiac output dan waktu pengisian diastolik.3,4 2. Premedikasi Pemberian obat profilaksis pada pasien dengan MS seperti penanganan gagal jantung antara lain digitalis untuk memperlambat laju ventrikel pada atrial fibrillasi, diuretika dan retriksi natrium. Pemberian antikoagulan 1-3 hari sebelum operasi. Terdapat beberapa obat-obatan untuk mengobati hipertensi pulmonal yang berat antara lain inhaled prostasiklin dan nitrit oxide.3,4 3. Monitor Pembesaran Atrium kiri dan atrial fibrilasi merupakan gambaran utama pada EKG. Deviasi aksis kanan dan hipertropi ventrikel kanan timbul akibat hipertensi pulmonal. Gambaran rontgen dada menunjukkan pembesaran atrium kiri dan ventrikel kanan. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat
7
sebagai pemeriksaan non invasif. Doppler echo juga berguna dalam menilai derajat beratnya MS dan memperkirakan gradien transvalvular. System skoring dengan menggunakan ekokardiografi berguna dalam menilai hasil pemakaian percutaneus ballon valvuloplasty. Cardiac catheterization juga dapat menentukan gradien transvalvular, area katup mitral , fungsi ventrikel kiri dan tekanan ventrikel kanan. Takikardi memperberat hemodinamik dengan cara menurunkan waktu diastolik. Curah jantung yang menurun berkaitan tidak hanya dikarenakan oleh derajat beratnya stenosis tetapi juga sekunder oleh penyakit vaskuler pulmonal dan reflex vasokontriksi pada sirkulasi sistemik. Kenaikan yang mendadak pada volume darah dapat mecetuskan edema, gagal jantung kanan, atau atrial fibrillasi. 2-5 4. Manajemen Anestesi Epidural anestesi merupakan tekhik anestesi regional yang terpilih. Hindari hidrasi yang cepat, dan pertahankan level anestesi yang pelan. Efedrin dapat meningkatkan denyut jantung. Epinefrin menyebabkan peningkatan afterload ventrikel yang dapat mencetuskan gagal jantung. 3,4 5. Pemulihan Pasien dengan MS mempunyai resiko terjadinya edema paru dan gagal jantung kanan. Nyeri, hiperkarbia, asidosis respiratorik, dan hipoksia arteri merupakan penyebab meningkatnya denyut jantung atau pulmonary vascular resistence (PVR). Pemberian antibiotik dan antikoagulan dilanjutkan.3
8
9
Skema 2. Manajemen anestesi pada Mitral Stenosis
3
C. MITRAL REGURGITASI
Prolapse Katup Mitral dan penyakit jantung rheumatik kronis akan menyebabkan mitral regurgitasi (MR). Ruptur chordae tendineae dan prolaps katup mitral dapat disebabkan trauma dan endokarditis. Derajat beratnya regurgitasi dan lesi merupakan faktor yang menentukan perjalanan penyakit. MR berat akut yang disebabkan oleh apapun, tanpa terapi bedah memiliki prognosis yang jelek. MR ringan kronik memiliki prognosis yang lebih baik hingga beberapa tahun tanpa adanya tanda-tanda disfungsi ventrikel kiri. Kelelahan dan dispnoe merupakan gejala yang timbul sebagai konsekuensi dari disfungsi ventrikel kiri. MR akut dapat menimbulkan manifestasi gagal jantung kongestif yang berat dan edema paru, dan kadang terdapat kolaps kardiovaskuler dan hipotensi. 3,4 1. Evaluasi Klinis Pada MR kronis terjadi overload volume ventrikel kiri. Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan LV end-diastolic pressure (LVEDP) terpelihara normal, meskipun ada peningkatan LV end-diastolic volume (LVEDV). Pembesaran atrium kiri dan distensible menyebabkan tekanan atrium kiri normal walaupun pada keadaan volume regurgitasi yang besar. Stroke volume ventrikel kiri meningkat. Pada MR akut, complains dari atrium kiri terbatas dan secara jelas meningkatkan tekanan pada atrium kiri yang menyebabkan edema pulmonal serta mencetus kontraksi dan takikardia karena kompensasi simpatis. 3,4
10
2. Premedikasi Reduksi afterload bermanfaat dalam hal penatalaksanaan pasien dengan akut dan kronik MR yang diharapkan akan mempertahankan stroke volume. Selain itu dengan menurunkan volume ventrikel kiri dapat menurunkan ukuran annulus mitral dengan demikian terhadap orifisium regurgitasi. Pasien ini seringkali juga diobati dengan inotropik (digitalis) dan diuretik, karena akan menurunkan fraksi regurgitan. Beberapa tindakan pembedahan dapat lebih bijaksana dipertimbangkan sebelum terjadinya kegagalan ventrikel kiri yang jelas, misalnya pada pasien dengan disfungsi otot papillary mungkin memerlukan pemasangan pompa balon intraortic pre operatif. 3,4 3. Monitor Monitoring didasarkan pada derajat disfungsi ventrikel. Pemantauan tekanan arteri pulmonal sangat bermanfaat pada pasien dengan gejala. Penurunan afterload intraoperatif akibat vasodilator memerlukan pengawasan penuh terhadap hemodinamik.4 Kateterisasi arteri pulmonal sangat berguna untuk menilai tekanan pengisian ventrikel, curah jantung, dan efek pemberian vasodilator. Ukuran regurgitan dan gelombang V tidak berkorelasi dengan derajat MR. 4,5 4. Manajemen Anestesi Penanganan anestesi disesuaikan dengan derajat beratnya MR dan fungsi ventrikel kanan. Faktor-faktor yang memicu regurgitasi harus dihindari, seperti denyut jantung yang lambat (sistolik yang panjang) dan peningkatan afterload
secara
mendadak.
Bradikardi
dapat
meningkatkan
volume
regurgitasi akibat peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri dan annulus mitral yang melebar secara mendadak. Denyut jantung harus dipertahankan antara 80-100x/menit. secara mendadak,
seperti
Peningkatan afterload ventrikel kiri
akibat intubasi endotrakeal
dan
stimulasi
11
pembedahan, harus segera ditangani tetapi tanpa depresi miokardium yang berat.
Kelebihan
cairan
juga
dapat
memperburuk
regurgitasi akibat
melebarnya ventrikel kiri.3,4 Anestesi spinal dan epidural dapat ditoleransi dengan baik, juga dapat menghindari terjadinya bradikardi. Anestesi epidural dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik (SVR), sehingga membantu aliran darah dan mencegah kongesti paru. Pasien dengan gangguan ventrikel yang berat sering sangat sensitif dengan efek depresan dari obat volatile. Anestetik yang berbahan
dasar
opioid
lebih
cocok
digunakan,
karena
menghindari
bradikardia. Pemilihan pankuronium sebagai relaksan otot disertai anestetik yang berbahan dasar opioid biasanya sangat bermanfaat.4 5. Pemulihan Mencegah nyeri, hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis dapat membantu meningkatkan SVR.3
12
Skema 3. Manajemen anestesi pada Mitral Regurgitasi
3
13
D. AORTA STENOSIS
Aorta stenosis (AS) bisa terjadi kongenital atau didapat. Penyebab kongenital meliputi katup unikuspid atau bikuspid dan fusi sebelum lahir. Penyebab didapat meliputi kalsifikasi senilis dan penyakit jantung rematik. Pada AS karena kalsifikasi terjadi degenerasi dari daun katup, pembentukan kalsifikasi, diikuti obstruksi akibat stenosis. Pada AS terjadi kelebihan tekanan ventrikel kiri. Hipertropi konsentrik mempertahankan tekanan dinding yang normal, sehingga fraksi ejeksi dipertahankan. Tekanan sistolik yang melampaui 50 mmHg dengan curah jantung yang normal atau muara aorta efektif <0,75 cm2 pada rata-rata ukuran dewasa biasanya dianggap sebagai kritis obstruksi aliran ventrikel kiri. Ventrikel kiri menghadapi peningkatan secara bertahap untuk mengatasi ejeksi. Afterload terus meningkat sampai pada saat volume sekuncup berkurang dan ventrikel kiri mulai membesar akibat timbunan volume.2,3 1. Evaluasi klinis Tanda kardinal dari AS adalah trias dispnoe, angina, dan sinkop. Pasien bisa tetap asimptomatik untuk waktu yang lama, namun onset gejala menunjukkan harapan hidup kurang dari 5 tahun. Ekokardiagrafi sangat penting untuk menilai derajat beratnya AS. Pada pasien yang menunjukkan gejala diperlukan kateterisasi jantung untuk menilai gradasi AS berdasarkan pengukuran aortic valve area (AVA). Pasien bisa ditangani secara non operatif dengan ballon valvuloplasi aorta perkutaneus. Sedangkan pada pasien senilis dengan fungsi ventrikel yang buruk mungkin memerlukan pembedahan penggantian katup aorta untuk dapat memperbaiki gejala klinis.3,4 2. Premedikasi Pasien AS memerlukan antibiotika profilaksis untuk mencegah endokarditis infektif. Teknik anestesi yang dapat menyebabkan depresi miokardium atau penurunan tekanan darah harus dihindari, biasanya yang disebabkan oleh agen volatile. Pemilihan agen penghambat neuromuscular didasarkan pada denyut
14
jantung pada saat istirahat. Obat-obatan yang menurunkan afterload dapat menurunkan
tekanan
diastolik
aorta
dan
mengganggu
aliran
darah
subendokardial. 3,4 3. Monitor Diperlukan pengawasan ketat pada EKG dan tekanan darah, yang bertujuan mempertahankan irama sinus, denyut jantung, dan volume intravaskular yang normal. Hipotensi harus dihindari dan preload harus dipertahankan adekuat. Hipotensi harus segera diatas untuk mencegah penurunan tekanan perfusi koroner. Kebutuhan oksigenasi meningkat. Fenilefrin dosis kecil (50-100 ug) dapat menaikkan tekanan darah dan perfusi koroner. Takikardi sangat penting diperhatikan karena menurunkan waktu perfusi subendokardial. Bradikardi akan meningkatkan gradient katup, yang menyebabkan hipertensi sistemik dan iskemik subendokardial. Pada EKG, iskemia akan menunjukkan depresi segmen-ST dan kelainan gelombang-T. Takiartimia supraventrikular harus ditangani segera karena dapat menyebabkan kekacauan hemodinamik. Hilangnya sistolik atrial dapat mengganggu pengisian ventrikel kiri dan kongesti paru yang berat. Disritmia atrial memerlukan DC kardioversi. 3-5 4. Manajemen Anestesi Pada pasien dengan AS ringan sampai sedang (biasanya asimptomatik) umumnya anestesi spinal atau epidural lumbal dapat ditoleransi dengan baik. Perhatian khusus diberikan pada terjadinya hipotensi akibat penurunan preload, afterload, atau keduanya. Anestesi epidural lebih disukai k arena onset hipotensi lebih lambat dan memungkinkan penanganan yang lebih agresif. 3,4 Pada pasien dengan AS yang berat, anestesi spinal dan epidural menjadi kontraindikasi. Pemilihan obat anestesi umum sangat penting. Tekhik anestesi yang berbahan dasar opioid biasanya menyebabkan depresi jantung minimal, sehingga lebih sesuai dipakai agen induksi non-opioid seperti etomidat dan kombinasi ketamin dan benzodiazepine. Jika digunakan agen volatile, konsentrasinya harus diperhatikan untuk menghindari depresi miokardium, vasodilatasi, dan hilangnya sistolik atrium yang normal. Esmolol, pilihan penghambat beta adrenergik, lebih disukai karena waktu paruhnya pendek.4
15
5. Pemulihan Analgesia harus diberikan serta menghindari disritmia, hiperkarbia, dan hipotermia merupakan hal yang diperhatikan post operatif.3
16
Skema 4. Manajemen anestesi pada Aorta Stenosis
3
17
E. AORTA INSUFISIENSI
1. Evaluasi klinis Aorta insufisiensi (AI) dapat disebabkan oleh penyakit katup akibat demam rematik, atau proses degeneratif pada akar aorta yang menyebabkan kelemahan katup pada usia lanjut. AI biasanya berkembang secara lambat dan progresif (kronis), tetapi juga bisa berkembang secara akut. Pada AI kronis, terjadi kelebihan volume yang menyebabkan dilatasi ventrikel kiri, hipertrofi dinding ventrikel, dan dapat berlanjut menjadi disfungsi ventrikel kiri akibat hipertrofi yang tidak lagi adekuat untuk mengatasi tekanan pada dinding ventrikel. Pada AI yang akut, terjadi overload diastolik ventrikel kiri yang berat, yang dapat berlanjut menjadi kegagalan ventrikel kiri. Penurunan curah jantung mengaktifkan refleks system saraf simpatik yang meningkatkan denyut jantung dan SVR. Gejala yang dapat ditemui antara lain takikardi dan dispnoe akibat kongesti vena pulmonal, serta angina akibat berkurangnya tekanan perfusi koroner. Sedangkan pada AI yang akut dengan onset kegagalan ventrikel kiri yang cepat tanpa kompensasi, menimbulkan gejala kolaps kardiovaskular (kelelahan, dispnoe, dan hipotensi). 3,4 2. Premedikasi Pasien AI akut sering
memerlukan operasi emergensi sehingga beresiko
tinggi untuk terjadi aspirasi. Induksi dengan etomidat bermanfaat karena menurunkan SVR dengan depresi miokardium minimal. Pankuronium merupakan pilihan yang baik sebagai relaksan otot karena dapat mencegah bradikardi. 3,4 3. Monitor Denyut jantung harus dipertahankan dalam batas atas normal (80-100 x/menit). Bradikardi meningkatkan volume regurgitan. Distensi ventrikel
18
dapat menghasilkan bradikardi yang berat. Penderita lebih bisa mentoleransi kenaikan denyut jantung yang moderat. Agen inotropik positif dapat bermanfaat untuk mempertahankan tekanan perfusi sistolik, khususnya pasien pre-operatif dengan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai vasopressor untuk mengatasi hipotensi lebih dipilih menggunakan efedrin. Fenilefrin dosis kecil (25-50 ug) dapat digunakan jika terjadi hipotensi akibat vasodilatasi yang berat.
Penurunan afterload intraoperatif
dengan nitroprusside secara optimal membutuhkan monitoring ketat pada hemodinamik. 3,4 4. Manajemen Anestesi Penderita AI kronik dapat dengan aman diberikan anestesi umum atau regional. Sebagian besar penderita mentoleransi dengan baik anestesi spinal dan epidural. Anestesi umum sebaiknya menggunakan isoflurane dan desflurane karena adanya vasodilatasi. Penderita AI berat mungkin tidak dapat mentoleransi depresi miokardium, sehingga tekhik narkosis berbahan dasar opioid lebih sesuai. 4
19
Skema 5. Manajemen anestesi pada Aorta Insufisiensi
3
20
F. TRIKUSPID REGURGITASI
1. Evaluasi klinis Regurgitasi trikuspid umumnya merupakan kelainan fungsional yang ditandai dilatasi dari ventrikel
kanan
yang disebabkan hipertensi pulmonal.
Regurgitasi trikuspid biasanya terjadi pada hipertensi pulmonal dan overload volume dari ventrikel kanan yang sering disebabkan kegagalan ventrikel kiri akibat penyakit katup aorta atau mitral. Angka kejadian yang signifikan regurgitasi tricuspid yang merupakan komplikasi sekunder
dari infeksi
endokarditis yang sering menyertai penderita penyalahgunaan obat secara intravena. Regurgitasi trikuspid biasanya dikarenakan stenosis dari katup tricuspid yang merupakan komplikasi dari demam rheumatik. 6
2. Monitor Volume cairan intravaskuler dan tekanan vena sentral dipertahankan dalam batas maksimal normal untuk menjamin terpenuhinya stroke volume ventrikel kanan dan pengisian dari ventrikel kiri. Tekanan intratorak yang tinggi pada tekanan positif ventilasi paru atau venodilatasi oleh obat dapat menurunkan tekanan balik vena dan lambat laun akan mempengaruhi stroke volume ventrikel kiri. Hindari terjadinya peningkatan resistensi vaskuler pulmonal seperti hypoxemia arterial dan hiperkarbia. 6 Pengawasan intraoperatif temasuk pengukuran tekanan pengisian atrium kanan akan sangat membantu dalam memilih pengganti cairan intravena dan menditeksi efek yang lebih lanjut dari obet anastesi atau tehnik pada jumlah regurgitasi tricuspid. 5,6
3. Manajemen anestesi Manajeman anastesi dari pasien dengan regurgitasi tricuspid sama, baik dengan satu kelainan itu saja maupun yang disertai dengan penyakit katup aorta atau mitral. Kombinasi obat-obat anestesi atau tehnik yang spesifik tidak dianjurkan dalam menangani pasien dengan regurgitasi tricuspid. Namun anastesi
21
volatile
yang
dapat
menyebabkan
vasodilatasi
pulmonal
dapat
dipertimbangkan untuk digunakan, dan ketamin dapat digunakan karena efeknya dalam mempertahankan aliran balik vena. Nitro-oksida adalah vasokonstriktor yang lemahapabila dikombinasikan dengan opioid dan dapat memperparah regurgitasi tricuspid dengan mekanisme ini. Penggunaan nitrooksida akan membantu mengontrol aliran darah balik vena sentral dan kemungkinan dapat membantu meningkatkan tekanan atrium kanan. 6
III.
RINGKASAN
Pemilihan cara anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit penderita. Penyakit kelainan katup jantung dibagi menjadi tipe regurgitasi dan stenosis.. Penatalaksanaan pasien dengan kelainan katup jantung selama periode peri operatif membutuhkan pemahaman perubahan hemodinamik yang menyertai disfungsi dari katup jantung. Pemilihan tehnik anestesi pada keadaan ini harus mempertimbangkan perubahan status hemodinamik.
22
23
RUJUKAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi kedua. Jakarta. Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001: 1-8 Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical anesthesiology. Valvular heart disease. 4 th ed. The United States of America. Appleton and lange, 2006:463-78 Bready LL, Mullins RM, Noorily SH, Smith RB. Decision making in anesthesiology an algorithmic approach. 3rd ed. Mosby. St Louis Missouri. 2000: 122-34 Bongard FS, Sue DY. Critical care diagnosis and treatment. 1 st ed. The United States of America. Appleton and lange. 1994: 463-77 Stoelting RK, Dierdorf SF. Anesthesia and co-existing disease. 4 th ed. Churchill livingstone. Philadelphia. 2002: 25-43 Gurkowski MA, Bracken CA. Specialty Anesthesia. 2nd ed. Mosby. Pennsylvania. 2002: 279-89
24
DAFTAR ISI
hal. I.
Pendahuluan ……………………………………………………………...
1
II.
Manajemen Anestesi pada Kelainan-kelainan Katup Jantung ……………
2
A. Prolapsus Katup Mitral ………………………………………………..
2
B. Mitral Stenosis …………………………………………………………
4
C. Mitral Regurgitasi ……………………………………………………..
7
D. Aorta Stenosis …………………………………………………………
10
E. Aorta Insufisiensi ……………………………………………………...
13
F. Trikuspid Regurgitasi …………………………………………………
16
25
DAFTAR GAMBAR
hal. Skema 1. Manajemen anestesi pada Mitral Valve Prolapse (MVP) …………………..
3
Skema 2. Manajemen anestesi pada Mitral Stenosis ………………………………….
6
Skema 3. Manajemen anestesi pada Mitral Regurgitasi ………………………………
9
Skema 4. Manajemen anestesi pada Aorta Stenosis …………………………………… 12 Skema 5. Manajemen anestesi pada Aorta Insufisiensi ………………………………... 15