BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia penyakit kronik dikenal juga dengan nama anemia gangguan kronik, anemia sekunder, atau anemia sideropenik dengan siderosis retikuloendotelial.Pengenalan akan adanya anemia penyakit kronik dimulai pada awal abad ke 19, dimana pada waktu itu pada pasien – pasien tuberkulosis sering ditemukan muka pucat. Lalu Cartwright dan Wintrobe pada tahun 1842 memperlihatkan adanya benda – benda benda kecil di sampel darah pasien demam tifoid dan cacar air. Juga pada penyakit infeksi lainnya seperti siphilis dan pneumonia. Nama yang dipergunakan waktu itu adalah Anemia penyakit infeksi. Pada tahun 1962 setelah dilakukannya suatu studi tentang infeksi dan ditemukannya gambaran yang sama pada penyakit – – penyakit kronik bukan infeksi seperti artritis reumatoid, nama anemia penyakit kronik diperkenalkan. Anemia penyakit kronik merupakan anemia terumum ke-dua yang sering dijumpai di dunia, tetapi mungkin merupakan yang paling umum dijumpai pada pasien – pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Anemia penyakit kronik bukanlah diagnosis primer tetapi merupakan respons sekunder normal terhadap berbagai ber bagai penyakit di bagian tubuh manapun. Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1 – 2 bulan. Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik. B.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tujuan Penulisan Mahasiswa mampu menjelaskan: Definisi Anemia Penyakit Kronik Etiologi Anemia Penyakit Kronik Patofiosiologi Anemia Penyakit Kronik Manifestasi klinis Anemia Penyakit Kronik Komplikasi Anemia Penyakit Kronik Pemeriksaan Penunjang Anemia Penyakit Kronik Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Anemia Penyakit Kronik
C. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN berisi Latar Belakang, Tujuan, dan Sistematika Penulisan BAB II PPOK berisi Definisi Anemia Penyakit Kronik, Etiologi Anemia Penyakit Kronik, Patofiosiologi Anemia Penyakit Kronik, Manifestasi klinis Anemia Penyakit Kronik, Komplikasi Anemia Penyakit Kronik , Pemeriksaan diagnostic Anemia Penyakit Kronik, Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Anemia Penyakit Kronik. BAB III PENUTUP berisi Kesimpulan
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN ANEMIA PENYAKIT KRONIK A. Definisi Anemia penyakit kronik dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis. Anemia penyakit kronis merupakan anemia hipoproliferatif yang berhubungan dengan proses infeksi/inflamasi kronis, kerusakan jaringan, atau kondisi yang melepaskan sitokin proinflamasi. Anemia penyakit kronis cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru, maka anemia ini sering disebut anemia penggunaan ulang zat besi. Berbagai inflamasi penyakit kronik berhubungan dengan anemia jenis nomositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artritis rematoid, abses paru, osteomielitis, tuberkulosis, dan berbagai keganasan. Anemia biasanya ringan dan tidak progresif. Berkembang secara bertahap selama periode waktu 6 sampai 8 minggu dan kemudian stabil pada kadar hematokrit tidak kurang dari 25 %. Hemoglobin jarang turun sanmpai di bawah 9 g/dl, dan sumsum tulang mempunyai selularitas normal dengan peningkatan cadangan besi. Kadar eritropoetin rendah, mungkin karena turunnya produksi, dan adanya penyekat pada penggunaan besi oleh sel eritroid. Juga terjadi penurunan sedang ketahanan hidup sel darah merah. Kebanyakan pasien tidak menunjukan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah sehingga hemoglobin meningkat. Secara garis besar patogenesia anemia penyakit kronis dititik beratkan pada 3 abnormalitas utama: 1. Ketahanan hidup, 2. Adanya respon sumsum tulang akibat respon eritropoetin yang terganggu atau menurun. 3. Gangguan metabolisme berupa gangguan reutilisasi besi. Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, tranferin saturasi transferin, dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin dapat normal atau meningkat. Kadar reseptor transferin di anemia penyakit kronis adalah normal. Hubungan antara anemia penyakit kronis dan anemia defisiensi besi Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum. Oleh karena itu penentuan parameter besi yang lain diperlukan untuk membedakannya. Rendahnya besi di anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan penurunan saturasi transferin diakibatkan oleh degradasi tranferin yang meningkat. Kadar feritin pada keadaan ini juga meningkat melalui mekanisme yang sama. B. Etiologi Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena anemianya .
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit infeksi, seperti infeksi ginjal, paru (bronkiektasis, abses, empiema, dll) Inflamasi kronik, seperti artritis reumatoid Neoplasma, seperti limfoma malignum, dan nekrosis jaringan
C. Patofisiologi Faktor penyebab (infeksi ginjal, paru, inflamasi kronis) Peningkatan kadar sitokin Respon sumsum tulang belakang terhadap eritropoetin tidak adekuat berkurangnya penyediaan Fe u/ eritropoesis gangguan pembentukan Hb anemia karena penyakit kronis visikositas darah menurun resistensi aliran darah perifer hipoksia,
lemas
suplai
oksigen
ke
jaringan
berkurang gg metabolisme
Kebutuhan nutri si kurang dr kebutuhan intoleransi aktifi tas gg perfusi jaringan
takikardi
beban kerja jantung meningkat payah jantung
D. Pemeriksaan Diagnostik Pada pemeriksaan status besi didapatkan penurunan besi serum, tranferin saturasi transferin, dan total protein pengikat besi, sedangkan kadar feritin dapat normal atau meningkat. Kadar reseptor transferin di anemia penyakit kronis adalah normal. Biasanya < 9 g/dl Hemoglobin Normal atau rendah MCV dan MCH Rendah Besi Serum Normal atau rendah KIBT >25 atau sering >50 Feritin Normal atau tinggi Besi sumsum tulang Kurang Sideroblas Tidak ada Respon besi meningkat Reseptor Trasnferin E. Manifestasi Klinis
Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena anemianya. 1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva pucat, tachkikardi, cepat lelah, lemah, dll. Takikardi, Kuku pucat, Cafilary refil 3. 2. Tetapi pada pasien – pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala. Pada pasien – pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan ditemukan gejala – gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris serta dapat t erjadi gangguan serebral. 3. Pemeriksaan laboratorium, antara lain: Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7-11 gr/dL.b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositiknormokromik atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik. Pemeriksaan sumsum tulang normal, Hematokrit 25-30%. F. Komplikasi Gagal jantung Kejang Kematian G. Penatalaksanaan Medis Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik, kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan membaik. Pemberian obat – obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada manfaatnya. Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain: 1. Rekombinan eritropoetin (Epo), Dapat diberikan pada pasien – pasien anemia penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50 – 100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2 – 3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000 – 20.000 Unit, 3x seminggu. 2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) Dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya jarang sampai berat. 3. Prednisolon
4.
5.
Dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala – gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan Kobalt klorida, Juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan. Suplementasi zat besi Tidak diindikasikan kecuali untuk mengatasi anemia artritis reumatid
BAB III ANALISA DATA Data focus
Masalah
Etiologi
DS : Pasien merasakan palpitasi Perubahan perfusi jaringan (perasaan berdebar-debar) Pasien mengeluh mual dan muntah Pasien merasakan sensitive terhadap dingin
Penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen
DO : Telapak tangan terlihat pucat Kuku pucat Konjungtiva anemia Capillary refill 3 detik Data dari pemeriksaan Lab: Hb: 7-10g/Dl
DS : Intoleransi aktivitas Pasien mengeluh letih, pusing dan vertigo Pasien merasakan palpitasi (perasaan berdebar-debar)
Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dari kebutuhan
DO: Takikardi ringan selama latihan atau naik tangga Ortopnu Data dari pemeriksaan Lab: Hb: 7-10g/Dl
DS : Pasien merasakan tidak enak pada lidah Pasien mengeluh mual dan muntah Pasien mengatakan diare
Perubahan nutrisi dari kebutuhan
kurang
DO : Membran mukosa pucat
No
Diagnose
Kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
1
Perubahan perfusi jaringan b.d Penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen
2
Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dari kebutuhan
3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d Kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
Tanggal
14/11/2012
Tujuan atau Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan asuhan Awasi tanda vital, keperawatan 1x24 jam, kaji pengisian pasien dihrapkan : kapiler, warna kulit / Menunjukan perfusi membran mukosa, dsar kuku adekuat
Rasional
Memberikan informasi tentang keadekuatan perfusi jaringan & membantu menetukan kebutuhan intervensi
Beri semifowler
posisi Meningkatkan ekspansi paru & memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan seluler
Auskultasi napas
bunyi
Mengetahui adanya dispnea / ortopnu
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial / potensial resiko infark Vasokontriksi (ke organ Catat keluhan rasa menurunkan dingin, pertahankan vital) sirkulasi perifer. suhu lingkungan & tubuh hangat sesuai indikasi Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
Kolaborasi : Awasi pemeriksaan Mengidentifikasi defisiensi laboratorium : Hb & kebutuhan pengobatan /
respon terhadap terapi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi 14/11/2012 Setelah dilakukan asuhan Kaji kemampuan keperawatan 1x24 jam, pasien untuk pasien dihrapkan : melakukan aktivitas Melaporkan peningkatan normal toleransi aktivitas TD, nadi, Menunjukan penurunan Awasi tanda fisiologis intoleransi pernapasan, selama dan sesudah aktivita
Berikan tenang
Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan Mempengaruhi pilihan intervensi / bantuan
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung & paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
lingkungan Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
Ubah posisi pasien dengan perlahan & Hipotensi postural / pantau terhadap hipoksia serebral dapat pusing menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan Berikan bantuan resiko cedera dalam aktivitas / ambulasi bila perlu Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila Anjurkan pasien pasien melakukan sesuatu untuk menghentikan sendiri aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, Regangan / stres napas pendek, kardiopulmonal berlebih / kelemahan / pusing stres dapat menimbulkan terjadi dekopensasi / kegagalan
14/11/2012
Setelah dilakukan asuhan Auskultasi bunyi usus Bunyi usus secara umum keperawatan 1x24 jam, meningkatkan pada diare pasien dihrapkan : & menurunkan pada konstipasi Menunjukan peningkatan berat badan Dorong masukkan Dapat mengidentifikasi Tidak mengalami tanda cairan 2500- dehidrasi, kehilangan malnutrisi 3000ml/hari berlebihan / alat dalam Perubahan pola hidup mengidentifikasi defisiensi untuk mempertahankan diet berat badan yang sesuai Membantu memperbaiki
dalam konsistensi
Hindari makanan feses bila konstipasi, akan yang membentuk gas membantu mempertahankan status hidrasi pada diare Mencegah ekskoriasi kulit & kerusakan
Kaji kondisi kulit perianal dengan sering Serat menahan enzim pencernaan & Kolaborasi : mengarbsorpsi air dalam Konsul dengan ahli alirannya sepanjang gizi untuk traktus intestinal & dengan memberikan diet demikian menghasilkan seimbang dengan bulk, yg bekerja sebagai tinggi serat dan bulk perangsang untuk defekasi Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi Berikan pelembek feses : stimulan ringan, laksatif / enema sesui indikasi Menurunkan motilitas usus Berikan obat antidiare bila diare terjadi : difenoxilat hidroklorida dgn atropin (lomotil) dan obat pengabsorbsi air, mis: metamucil
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Anemia penyakit kronik dikenal pula dengan nama sideropenic anemia with reticuloendothelial siderosis adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelahpenderita mengalami penyakit
tersebut selama 1±2 bulan. Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan karena anemianya
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka E. Doenges Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi : 3, Penerbit Buku Kedokteran : EGC.