BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cerpen “Rumah Yang Terang” karya Ahmad Tohari adalah salah satu judul cerpen yang dimuat dalam buku Ahmad Tohari yang berjudul “Senyum Karyamin”. Banyak sekali makna yang tersirat bagi kehidupan masyarakat pada umumnya, karena dalam cerpen “Rumah Yang Terang” menceritakan tentang kehidupan sosial masyarakat yang mengalami perubahan setelah adanya listrik di desa mereka. Setelah membaca cerpen “Rumah Yang Terang”, penulis akhirnya menentukan pendekatan sosiologi sastra, karena dalam cerpen tersebut mengandung nilai-nilai sosial dalam bermasyarakat. Menurut Ratna (
2003: 25, dalam
http://pengertianpengertianinfo.blogspot.com ) pendekatan sosiologi sastra adalah penelitian karya sastra yang melibatkan struktur sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut dengan kehidupan masyarakat. Sedangkan menurut Wellek & Warren (1990: 111, dalam http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/) membagi sosiologi sastra menjadi tiga bagian, pertama adalah sosiologi pengarang yang meliputi profesi, institusi, latar belakangdan ideologi pengarang yang terlibat d ari berbagai di luar karya sastra. Untuk memenuhi semua data tersebut maka dibutuhkan biografi tentang pengarang dan data akurat melalui wawancara terhadap pengarang karya sastra tersebut mulai dari studi hingga lingkunga tempat tinggal pengarang. Yang kedua yaitu sosiologi karya sastra, karena dalam karya sastra menjadi pokok penelaahannya atau apa saja yang tersirat dalam karya sastra tersebut bagi kehidupan masyarakat, dan tujuan dari karya satra tersebut untuk masyarakat karena pendekatan sosiologi ini merupakan potret dari kehidupan masyarakat. Yang ketiga yaitu sosiologi pembaca, banyak sekali pembaca yang meniru gaya hidup tokoh-tokoh baik tokoh dunia maupun rekaan seperti dalam sebuah karya sastra dan bagaimana reaksi para pembaca terhadap karya sastra yang telah
dibacanya memberikan dampak dan mempengaruhi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Maka penulis memfokuskan pendekatan sosiologi sastra menurut Wellek dan Warren sebagai acuan untuk menganalisis cerpen “Rumah Yang Terang” karya Ahmad Tohari. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pendekatan sosiologi karya sastra menurut Wellek dan Warren dalam cerpen “Rumah Yang Terang” karya Ahmad Tohari ? C. Tujuan Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah prosa fiksi serta untuk mengetahui bagaimana cara menerapkan pendekatan sosiologi dalam sebuah karya sastra. D. Manfaat a. Bagi Penulis Menambah wawasan penulis tentang teori pendekatan sosiologis sastra dan penerapannya terhadap karya sastra. b. Bagi pembaca 1. Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk masalah di bidang pendidikan 2. Sebagai bahan referensi atau dikembangkan lebih lanjut terhadap bahan penelitian yang sejenis BAB II TINJAUAN TEORI A. Pendekatan Sosiologi Karya Sastra menurut Wellek dan Warren Menurut Wellek dan Warren (1990: 122, dalam http://kajiansastra.blogspot.com) sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. ada semacam potret sosial yang bisa ditarik dari karya sastra. Penelitian semacam ini kurang bermanfaat juka memukul rata bahwa sastra adalah cerminan kehidupan, sebuah reproduksi, atau sebuah dokumen sosial. penelitian semacam itu baru berarti kalau kita meneliti metode artistic yang digunakan novelis. Kita perlu menjawab secara konkret, bagaimana hubungan potret yang muncul dari karya sastra dengan kenyataan
sosial. (Wellek & Warren, 2014 : 110-111) Penelitian yang menyangkut tentang karya sastra dan masyarakat biasanya terlalu sempit dan menyentuh berbagai masalah dari luar karya sastra seperti kehidupan masyarakat yang menyangkut kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. (Wellek & Warren, 2014 : 98) Latar karya sastra yang paling dekat adalah tradisi linguistic dan sastranya. Tradisi ini dibentuk oleh iklim budaya yang bersangkutan. Sastra hanya berkaitan secara tidak langsung dengan situasi ekonomi, politik dan sosial yang konket. 3 Tentu saja semua segi aktivitas manusia saling berkaitan. Pad a akhirnya, kita dapat melihat hubungan antara cara produksi dengan sastra karena system ekonomi menyiratkan system kekuasaan yang pada akhirnya mengontrol bentuk kehidupan keluarga. Tetapi banyak karya sastra yang sedikit sekali atau bahkan tidak mempunyai relevansi nilai sosial. sastra yang bersifat sosial hanya merupakan satu ragam sastra dari banyak ragam lainnya. Sifat sosial bukan merupakan inti teori sastra, kecuali kalau kita beranggapan bahwa sastra pada dasarnya adalah tiruan hidup dan kehidupan sosial. B. Analisis Cerpen Rumah Yang Terang karya Ahmad Tohari dengan pendekatan sosiologi karya sastra a. Analisis Sosiologi Karya Pertama, adalah latar belakangnya cerpen rumah yang terang berada di kampung. Pengarang menonjolkan perubahan yang terjadi di kampung semenjak listrik dapat menjangkau kampung tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipankutipan berikut ini. “Listrik sudah empat tahun masuk kampungku dan sudah banyak yang dilakukannya. Kampung seperti mendampat injeksi tenaga baru yang membuatnya menggeliat penuh gairah. Listrik memberi kampungku cahaya, musik, es, sampai api dan angin. Di kampungku, listrik juga membunuhbulan di langit. Bulan tidak lagi menarik hati anak-anak. Bulan tidak lagimampu membuat bayang-bayang pepohonan. Tapi
kampung tidak merasakehilangan bulan. Juga tidak merasa kehilangan tiga laki-laki yang tersengat listrik hingga mati.”(Ahmad Tohari, 2005:43) Dari kutipan tersebut dapat dibuktikan bahwa ada pengaruh perubahan yang terjadi tidak hanya suasana di dalam kampung, tapi juga dengan kehidupan 4 masyarakatnya. Sebelum listrik terpasang suasana di kampung sangat ramai, anakanak masih bermain di bawah cahaya bualan, masyarakat masih sering bersosialisasi. Sesudah listrik terpasang di kampung, memang banyak hal positif yang diambil adalah kampung semakin ramai karena adanya hiburan yang masuk seperti musik, ditemani cahaya-cahaya lampu. Kampung seperti mendapat kehidupan baru setelah adanya listrik. Namun hal negatifnya juga ada terutama pada masyarakatnya. Karena adanya listrik masyarakat kurang bersosialisi, kerukunan, dan rasa empati kepada orang lain. Anak-anak sudah tidak tertarik lagi bermain diluar, masyarakat tidak lagi memikirkan tiga orang yang meninggal tersengat listrik. Peristiwa ini berlalu begitu saja karena mereka terlalu sibuk dengan hal-hal yang sudah bisa dilakukan setelah adanya listrik seperti mendengar radio, menonton televise. Ini merupakan cerminan dari kehidupan jaman sekarang yang membuat rasa sosial diantara manusia sudah mulai terkikis karena teknologi. Kedua, dalam cerpen ini adalah kebiasaan masyarakat di kampung masih percaya dengan tahayul dan hal-hal yang berbau mistis. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut: “Kadang celoteh yang sampai di telingaku sedemikian tajam sehingga aku tak kuat lagi menerimanya. Mereka mengatakan ayahku memelihara tuyul. “Tentu saja Haji Bakir tak mau pasang listrik karena tuyul tidak suka cahaya terang.”” (Ahmad Tohari, 2005:43-44) Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan masyarakat Indonesia terutama di kampung masih percaya hal-hal yang berbau klenik, mitos-mitos yang
berkembang, maupun tahayul. Meskipun jaman sudah berkembang, tetapi hal ini sudah seperti kebiasaan yang melekat. Masyarakat selalu mengaitkan kehidupan ini dan peristiwa-peristiwa yang terjadi adalah campur tangan kekuatan lain yang sarat akan unsur klenik. 5 Seharusnya di jaman yang modern dengan segudang peralatan canggih ini, peristiwa tersebut bisa dijelaskan dengan logika maupun dibuktikan secara ilmiah. Tetapi kembali lagi bahwasannya ini adalah budaya masyarakat yang berakar dari nenek moyang. Ketiga, cerpen ini adalah kebiasaan masyarakat selain percaya pada hal berbau klenik yaitu suka bergosip. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Data 1: “Kampungku yang punya kegemaran berceloteh seperti mendapat jalan buat berkata seenaknya terhadap ayah. Tentu saja dua tetangga itulah sumbernya. “Haji Bakir itu seharusnya berganti nama menjadi Haji Bakhil. Dia kaya, tapi tak mau pasang listrik. Tentu saja dia khawatir akan keluar banyak duit”” (Ahmad Tohari, 2005:43) Data 2: “Yang terkahir kedua tetanggaku itu merencanakan tindakan yang lebih jauh. Entah belajar darimana mereka menuduh ayahkutelah melanggar asas kepentingan umum. Mereka menyamakan ayahku dengan orang yang tidak mau menyediakan jalan bagi seseorang yang bertempat tinggal di tanah yang kurang beruntung” (Agmad Tohari, 2005:44) Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kabiasaan masyarakat dikampung adalah bergosip. Gossip adalah istilah yang digunakan dalam kegiatan membicarakan orang lain. Gossip biasanya berupa kabar yang masih belum pasti, kabar ini menyebar dari mulut ke mulut dan belum di pastikan kebenarannya. Gossip ini bisa menimbulkan fitnah dan sampai kepada pertikaian apabila orang yang menjadi bahan gossip merasa terganggu. Ber-gossip masih merupakan kegiatan di masyarakat yang lazim dilakukakan
hingga saat ini. Seperti halnya tokoh aku dalam cerpen ini yang merasa semakin tidak nyaman dengan sikap orang-orang di kampung yang seenaknya menyebarkan kabar yang tidak benar tentang ayahnya. Keempat, dari watak tokoh aku tergambar bahwa ia memiliki watak mudah terpengaruh orang lain dan mudah tersinggung. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: 6 Data 1: “Aku sendiri bukan tidak punya masalah dengan sikap ayah. Pertama, akulah yang lebih banyak menjadi bulan-bulanan celoteh yang kian meluas di kampungku. Ini sungguh tidak nyaman. Kedua, gajiku sebagai propagandis pemakaian alat kontrasepsi memungkinkan aku punya radio, pemutar pita rekaman, juga TV (karena aku masih bujangan). Maka alangkah konyolnyasementar listrik ditawarkan sampai ke depan rumah, aku masih harus repot dengan setiap kali membeli baterei dan nyetrum aki”(Ahmad Tohari, 2005:44) Data 2: “Ketika belun tahu latar belakang sikap ayah, aku sering membujuk. Lho, kenapa aku dan ayah tidak ikut beramai-ramai bersama orang sekampung membunuh bulan? Pernah kukatakan, apabila ayah enggan mengeluarkan uang maka pasal memasang listrik akulah yang menanggung biayanya. Karena kata-kataku ini ayah tersinggung. Tasbih di tangan ayah yang selalu berdecik tiba-tiba berhenti.” “Jadi kamu seperti orang-orang yang mengatakan aku bakhil dan pelihara tuyul?” (Ahmad Tohari, 2005:44) Dari kutipan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tokoh aku adalah orang yang berwatak mudah tersinggung. Ia merasa kesal karena tetangga selalu membicarakan Haji Bakir yaitu ayahnya sendiri karena tidak mau memasang listrik. Apalagi dua rang teatangga belakang rumahnya yang menyebar fitnah tentang ayahnya yang dituduh memelihara tuyul serta akan berniat melaporkan hal
ini kepada Lurah semakin membuat tokoh aku tersinggung dan ikut-ikutan menyalahkan ayahnya. Kelima, adalah tokoh ayah yaitu Haji Bakir sendiri memiliki watak teguh pendirian, penyabar dan taat beragama. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: Data 1: “Jadi, aku mengalah pada keteguhan sikap ayah. Rela setiap kali beli baterai dan nyetrum aki, dan rela menerima celoteh orang sekampung yang tiada hentinya.” “Ketika ayah sakit, beliau tidak mau dirawat di rumah sakit. Keadaan beliau makin hari makin serius. Tapi beliau bersiteguh tak mau diopname. Aku berusaha menyingkirkan perkara yang kukira 7 menyebabkan ayah tak mau masuk rumah sakit.”(Ahmad Tohari, 2005:45) Data 2: “Linglung. Maka tiba-tiba mulutku nyerocos. Kepada tamu yang bertahlil aku mengatakan alasan yang sebenarnya mengapa ayahku tidak suka listrik, suatu hal yang seharusnya tetap kusimpan. “Ayahku memang tidak suka listrik. Beliau punya keyakinan hidup dengan listrik akan mengundang keborosan cahaya. Apabila cahaya dihabiskan semasa hidupnya maka ayahku khawatir tidak ada lagi cahaya bagi beliau di dalam kubur.””(Ahmad Tohari, 2005:46) Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa tokoh ayah memiliki watak yang penyabar, teguh pendirian karena ia juga taat beragama. Meskipun Haji Bakir mendengar dan menerima banyak hinaan serta fitna, ia tetap sabar. Ia tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak akan memasang listrik. Seperti saat ia sedang sakit juga, Haji Bakir tetap mempertahankan pendiriannya untuk tidak dirawat di rumah sakit. Selain itu Haji Bakir adalah orang yang taat beragama. Alasan ia tidak mau memasang listrik adalah ia takut akan terbuai dengan cahaya kenikmatan dunia dan akan kehilangan cahaya kubur
serta kenikmatan di akhirat. Keenam, pekerjaan tokoh aku yang notabennya adalah seorang propagandis pemakaian kondom dan spiral mempunyai peluang yang menguntungkan ba ginya baik dari segi materil maupun non materil. Dapat dilihat dari kutipan berikut: Data 1: “Aku mendapat peluang besar berhadapan dengan kaum perempuan yang masih subur rahimnya, subur dadanya, bahkan subur birahinya. Aku seperti mendapat SIM untuk berbicara yang nyrempet-nyrempet bahaya. Dan sekiranya orang berani secara jujur mengakui, berbicara keporno-pornoan adalah dorongan untuk melampiaskan naluri primitive yang mengasyikkan.”(Ahmad Tohari, 2005:45) Dari kutipan tersebut dapat diambil simpulan bahwa perkerjaan yang tokoh aku jalani membuat ia tidak hanya membawa keuntungan material beripa gaji dan insentif, tetapi juga keuntungan yang lain. Yaitu hal yang berupa kebutuhan biologis sebagai seorang laki-laki, karena secara alamiah ketika mereka melihat 8 hal-hal yang mengundang nafsu psikis, jika ada kesempatan akan melampiaskannya sebagai kebutuhan. Hal ini mencerminkan perilaku orang pada jaman sekarang yang sering mengambil kesempatan dan kesempitan apalagi jika kesempatan ini menyangkut tentang hal berbau porno yang masih dianggap tabu di masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu juga sekali lagi perkembangan jaman yang membuat hal tabu ini sudah layak untuk menjadi konsumsi public meskipun masih banyak pro kontra yang ada. Jika kesempatan ini bisa dilakukan dengan positif maka banyak pelajaran yang bisa diambil, namun jika dilakukan dengan tujuan negative makan akan banyak sekali tindak criminal berupa kejahatan seksual dan banyak pihak yang akan dirugikan. Ketujuh, tokoh aku mengalami gangguan emosional setelah kematian ayahnya. Gangguan ini berupa rasa traumatic dan keresahan yang tinggi karena beberapa faktor yang menjadi alasannya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
Data 1: “Listrik memang sudah kupasang, tapi aku justru takut menghidupkan radio, TV, dan pemutar pita rekaman. Sore hari aku tak pernah berbuat apapun sampai ibu yang menghidupkan lampu. Aku enggan menjamah sakelar karena setiap kali aku melakukan hal itu tiba-tiba bayangan ayah muncul dan kudengar keletak-keletik suara tasbihnya.” (Ahmad Tohari, 2005:46) Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa ada rasa traumatic dan keresahan yang terjadi pada tokoh aku setelah kematian ayahnya. Trauma sendiri dalam psikiater memiliki makna yang mengacu pada pengalaman emosional yang menyakitkan, menyedihkan, atau mengejutkan yang sering menghasilkan efek mental dan fisik berkelanjutan. Disini tokoh aku mengalami trauma sebagai hasil pengalaman yang meyedihkan karena refleksi kejadian masa lalu ayahnya. Seperti yang sudah dijelaskan dalam data sebelumnya bahwa alasan ayahnya tidak ingin memasang listrik adalah karena ia takut tidak akan mendapat cahaya di kubur. Hal ini seperti pukulan bagi tokoh aku karena mengingat pekerjaannya sebagai propaganda pemakaian kondom dan spiral ternyata mempunyai arti 9 negative bagi ayahnya. Sebab itulah tokoh aku menyesal karena pernah menuduh ayahnya dan menertawakan pikiran kolot ayahnya. Sehingga ia menjadi sangat takut dan resah apabila ia tidak bisa seperti ayahnya yang tidak pernah terlena dengan dunia dan selalu mengingat akhiratnya. BAB III PENUTUP A. Simpulan Pendekatan sosiologi dalam karya sastra adalah mengkaji tentang isi dari karya sastra, tujuan penulisan karya sastra, hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra berupa masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Sosiologi dalam karya sastra dilatarbelakangi oleh keberadaan karya sastra yang tidak dapat terlepas dari realistas sosial dalam masyarakat. Sosiologi dalam karya sastra dapat mengacu 10
pada cara untuk memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan dari segi kemasyarakatan. Dalam cerpen “Rumah Yang Terang” karya Ahmad Tohari terdapat masalahmasalah sosial di masyarakat. Masyarakat yang berada di daerah kampung masih percaya dengan hal-hal berbau klenik, suka ber-gossip, serta perubahan-perubahan sikap-sikap sosial setelah terjadi pemasangan listrik. Hal ini mencerminkan keadaan pada jaman sekarang dimana orang-orang terlalu siau dengan cahaya di dunia dan melupakan cahay di akhirat kelak. B. Saran 1. Bagi pembaca agar mampu menjadikan makalah ini sebagai bahan reverensi di bidang yang sama 2. Bagi penulis agar mampu menjadikan hal ini sebagai pembelajaran dan ilmu untuk bisa menghadapi masalah-masalah yang sejenis. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Sosiologi Sastra (Online). http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/ diakses pada 21 januari 2016. 11
Aziz, Siti Aida. 2009. Sosiologi Sastra Sebagai Pendekatan Menganalisis Karya Sastra (Online). http://kajiansastra.blogspot.co.id/2009/04/sosiologi-sastrasebagai-pendekatan.html?m=ldiakses pada 21 januari 2016 Damanik, Ericson. 2015. Pengertian Sosiologi Sastra Menurut Ahli (Online). http://pengertia-pengertian-info.blogspot.co.id/2015/05/pengertian-sosiologisastra-menurut-ahli.html?m=l Tohari, Ahmad. 2005. Senyum Karyamin. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2014. Teori Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama