ANALISIS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN ANGGARAN 2009
Perspektif
: sebagai Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta
Tujuan melakukan analisis Laporan Keuangan bagi pemerintah daerah adalah sebagai alat untuk mengetahui kinerja pemerintah daerah dan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dan penyusunan APBD tahun berikutnya.
Pada dasarnya penilaian kinerja sektor publik, yang diantaranya dilakukan dengan analisis laporan keuangan, dilakukan untuk memenuhi tiga tujuan yaitu: a) Untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah b) Untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan ekonomi, sosial dan politik c) Untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2004).
Langkah-langkah dalam melakukan analisis Laporan Keuangan adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui dan memahami gambaran umum dan karakteristik Pemerintah Kota Yogyakarta yang akan dianalisa. 2. Menentukan dari perspektif mana (untuk kepentingan siapa) melakukan analisis laporan keuangan 3. Menentukan tujuan analisis laporan keuangan. Tujuan melakukan analisis laporan keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta yaitu untuk penilaian kinerja keuangan pemerintah. 4. Menyiapkan sumber data sekunder berupa laporan keuangan pemerintah kota Yogyakarta. Analisa menggunakan data Laporan Keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta tahun anggaran 2009. 5. Memperoleh data benchmark (perbandingan), yaitu dengan data periode sebelumnya yaitu tahun anggaran 2008 dan dengan target yang ada.
6. Melakukan penyesuaian (adjust) atas Laporan Keuangan yang ada supaya sesuai dan lebih tepat ketika dilakukan analisis rasio. 7. Melakukan analisis rasio dan menginterpretasikannya. 8. Membuat kesimpulan mengenai kinerja entitas secara keseluruhan
Analisis Laporan Keuangan untuk menilai kinerja Pemerintah Kota Yogyakarta adalah: 1. Analisis Varians Aspek utama Analisis Varians adalah
Apakah selisih realisasi dengan anggaran menyenangkan (Favorable) atau tidak menyenangkan (Unfavorable)
Apakah jumlah selisih signifikan
Berapa besar selisih yang bisa ditoleransi
Mencari penyebab terjadinya selisih
Apakah selisih anggaran disebabkan oleh efisiensi ataukah lemahnya perencanaan anggaran
Analisis Varian dilakukan dengan membandingkan Anggaran tahun 2009 dan realisasinya beserta realisasi tahun 2008, sehingga didapat selisih antara anggaran dan realisasi beserta pembandingnya satu tahun sebelumnya. Analisis Varians dilakukan dengan membandingkan data di Laporan Realisasi Anggaran Tahun 2009 dengan Laporan Arus Kas beserta Catatan Atas Laporan Keuangan. PENDAPATAN
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Transfer
Lain-lain Pendapatan yang sah
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan dari Pajak daerah dengan anggaran sebesar Rp66.969.000.000,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp71.852.539.011,00 atau 107,29%. Jumlah selisih tidak signifikan yaitu sebesar Rp4.883.539.011,02 atau naik sebesar 7,29% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih positif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp62.452.770.490,00. Dengan membandingkan antara target 2009 beserta realisasinya
dengan
Realisasi 2008 perencanaan pendapatan pajak daerah sudah berjalan dengan baik ,terukur dan realistis, karena adanya peningkatan target dari realisasi tahun sebelumnya dan target tersebut dapat tercapai. Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan dari Retribusi daerah dengan anggaran sebesar Rp22.158.537.725,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp23.497.748.962,00 atau 106,04%. Jumlah selisih tidak signifikan yaitu sebesar Rp1.339.211.237,00 atau naik sebesar 6,04% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih positif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp34.940.602.210. Dengan membandingkan antara target 2007 beserta realisasinya dengan Realisasi 2008 perencanaan pendapatan retribusi daerah sudah berjalan dengan baik ,terukur dan realistis, karena adanya peningkatan target dari realisasi tahun sebelumnya dan target tersebut dapat tercapai. Pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan anggaran sebesar Rp10.159.369.381,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp10.218.454.601,27 atau 100,58%. Jumlah selisih tidak signifikan yaitu sebesar Rp59.085.220,27 atau mengalami kenaikan sebesar 0,58% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih positif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi Tahun 2008 sebesar Rp8.454.823.854,45 (LAK). Dengan membandingkan
antara target 2009 beserta realisasinya dengan Realisasi 2008 perencanaan pendapatan tersebut sudah berjalan dengan baik ,terukur dan realistis, karena adanya peningkatan target dari realisasi tahun sebelumnya walaupun target tersebut tidak dapat tercapai. Lain-lain PAD yang sah Pendapatan dari lain-lain PAD yang sah dengan anggaran sebesar Rp46.159.369.381,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp55.905.095.635,68 atau 121,11%. Jumlah selisih cukup signifikan yaitu sebesar Rp9.745.726.254,68 atau mengalami kenaikan sebesar 21,11% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih positif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp26.583.374.960,27. Dengan membandingkan antara target 2009 beserta realisasinya dengan Realisasi 2008 perencanaan pendapatan tersebut telah berjalan dengan baik ,terukur dan realistis, karena adanya peningkatan target dari realisasi tahun sebelumnya, sehingga target tersebut dapat tercapai. Pendapatan Transfer
Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan Pendapatan dari Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan dengan anggaran sebesar Rp522.128.489.869,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp517.366.876.957,00 atau 99,09%. Jumlah selisih tidak signifikan yaitu sebesar Rp4.761.612.912,00 atau turun sebesar 0,94% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih negatif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang unfavorable (tidak menyenangkan). Realisasi Tahun 2008 adalah sebesar Rp504.741.154.863. Dengan membandingkan
antara target 2009 beserta realisasinya
dengan Realisasi 2008 perencanaan pendapatan transfer
pemerintah pusat sudah berjalan dengan baik ,terukur dan realistis, karena adanya peningkatan target dari realisasi tahun sebelumnya walau target tersebut tidak dapat tercapai. Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya Pendapatan dari Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya dengan anggaran sebesar Rp929.264.600 dan dapat terealisasi sebesar Rp10.831.673.400 atau 1165,62%. Jumlah selisih sangat signifikan yaitu sebesar Rp9.902.408.800 atau mengalami kenaikan sebesar 1065,62% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih positif yang sangat besar dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang very favorable (sangat menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp5.140.227.999,27. Dengan membandingkan antara target 2009 beserta realisasinya dengan Realisasi 2008 perencanaan pendapatan tersebut belum berjalan dengan baik, karena tidak memperhatikan pendapatan transfer tahun sebelumnya, belum terukur dan menargetkannya terlalu rendah sehingga target tersebut sangat mudah untuk dicapai. Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan dari Transfer Pemerintah Provinsi dengan anggaran sebesar Rp46.059.402.500 dan dapat terealisasi sebesar Rp46.059.402.800 atau 100,00%. Jumlah selisih tidak signifikan (sangat kecil) yaitu sebesar Rp300 atau naik sebesar 0,00% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa hampir tidak terdapat selisih dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, walau sangat kecil selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 adalah sebesar Rp43.333.111.500. Dengan membandingkan antara target 2009 beserta realisasinya dengan Realisasi 2008 perencanaan pendapatan transfer pemerintah propinsi sudah berjalan dengan baik ,terukur dan realistis, karena adanya peningkatan target dari realisasi tahun sebelumnya dan target tersebut dapat tercapai.
Lain-lain Pendapatan yang sah
Hibah Pendapatan dari Hibah dari pihak ketiga dengan anggaran sebesar Rp144.825.000 dan terealisasi sebesar Rp144.825.000 atau 100%. Jumlah selisih tidak ada yaitu sebesar Rp0 dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat selisih dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga anggaran tersebut bersifat favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 Rp20.332.060.000 Dana Darurat Pendapatan dari Dana Darurat untuk tahun 2009 tidak ada, tetapi Realisasi tahun 2008 Rp962.407.471 Pendapatan Lainnya Pendapatan dari pendapatan lainnya dengan anggaran sebesar Rp14.112.400.000 dan terealisasi sebesar Rp14.112.400.000 atau 100%. Jumlah selisih tidak ada yaitu sebesar Rp0 dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat selisih dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga anggaran tersebut bersifat favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 Rp13.312.400.000 BELANJA
Belanja Operasi
Belanja Modal
Belanja Tidak Terduga
Belanja Operasi
Belanja Operasi
dianggarkan sebesar Rp753.429.913.544,00 dan dapat terealisasi sebesar
Rp695.351.653.000,86
atau
92,29%.
Jumlah
selisih
cukup
signifikan
yaitu
sebesar
Rp58.078.260.543,14 atau mengalami penurunan sebesar 7,71% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih negatif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp591.219.774.234,78. Selisih disebabkan oleh efisiensi penggunaan anggaran karena semua kegiatan dapat terlaksana. Belanja Modal Belanja
Modal
dianggarkan
Rp86.735.745.635,80
atau
sebesar 91,70%.
Rp94.586.338.685,00 Jumlah
selisih
dan
cukup
dapat
terealisasi
signifikan
yaitu
sebesar sebesar
Rp7.850.593.049,20 atau mengalami penurunan sebesar 8,30% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih negatif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp107.286.061.886. Selisih disebabkan oleh efisiensi dan slak pada anggaran, penggunaan anggaran terbilang efektif karena semua kegiatan dapat terlaksana. Tetapi belanja modal tahun tahun 2009 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Belanja Tak Terduga
Belanja Tak Terduga dianggarkan sebesar Rp12.958.513.622,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp1.764.294.123,00 atau 13,61%. Jumlah selisih sangat signifikan yaitu sebesar Rp11.194.219.499,00 atau mengalami penurunan sebesar 86,39% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih negatif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Tetapi penganggaran pada Belanja Tak Terduga tersebut belum dilaksanakan dengan baik karena selisih tersebut terlalu besar yang disebabkan slack pada anggaran. Realisasi tahun 2008 sebesar Rp60.828.000
PEMBIAYAAN
Penerimaan Pembiayaan Daerah
Pengeluaran Pembiayaan Daerah
Penerimaan Pembiayaan Daerah Dianggarkan sebesar Rp143.847.315.073,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp143.752.738.194,54 atau 99,93%. Jumlah selisih tidak signifikan yaitu sebesar Rp94.576.878,46 atau mengalami penurunan sebesar 0,07% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih negatif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi Tahun 2008 sebesar Rp134.894.008.134,80. Pengeluaran Pembiayaan Daerah Dianggarkan sebesar Rp11.693.329.297,00 dan dapat terealisasi sebesar Rp11.693.328.451,86 atau 100,00%. Jumlah selisih tidak signifikan yaitu sebesar Rp845,14 atau mengalami penurunan sebesar 0,00% dari target yang dianggarkan, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat selisih negatif dari perbandingan antara Anggaran dan Realisasi, sehingga selisih tersebut merupakan selisih yang favorable (menyenangkan). Realisasi tahun 2008 sebesar Rp12.982.962.288,20.
2. Analisis Rasio Keuangan dan Analisis Trend Pertumbuhan 2008-2009 a. Analisis Likuiditas -
Rasio Kas
= 33,52
(2008 = 40,15)
(kemampuan kas dan setara kas untuk membayar kewajiban lancar) -
Rasio Cepat
= 37,21
(2008 = 42,36)
(kemampuan kas, setara kas dan piutang untuk membayar kewajiban lancar) Hal ini berarti keadaan likuiditas entitas adalah sangat likuid, bahwa entitas sangat mampu untuk membayar kewajibannya yang harus segera dapat dipenuhi dengan aset lancar yang likuid. Hanya dari saldo kas saja, entitas mampu membayar kewajiban lancarnya sebanyak 33 kali dari total kewajiban lancar. Namun dibandingkan dengan tahun 2008, keadaan likuiditas entitas mengalami penurunan, yang disebabkan oleh penurunan jumlah kas dan setara kas sebesar 32% dari tahun 2008. -
Rasio kelancaran pembiayaan operasional dari PAD = Belanja Operasional / PAD = 430,63%
(2008 = 446,43%)
Rasio ini menunjukkan kelancaran membiayai kebutuhan operasional daerah melalui Pendapatan Asli Daerah, tanpa menggantungkan dari pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi. Rasio yang baik adalah < 100%. Dari
perhitungan di atas, dapat terlihat bahwa Belanja Daerah sangat besar sekali di atas PAD, yang berarti PAD sangat tidak mampu untuk membiayai belanja operasional daerah. Namun dibandingkan dengan tahun 2008, menunjukkan kemampuan PAD mengalami peningkatan yang tidak signifikan dalam membiayai belanja operasional daerah. -
Kemampuan kas membayar Gaji Pegawai Rata-rata kebutuhan kas untuk membayar Belanja Pegawai adalah sebesar Rp38,432 Miliar (2008 sebesar Rp35,680 Miliar). Kemampuan kas untuk membayar belanja pegawai = 2,59 bulan (2008 sebesar 4,08 bulan). Hal tersebut menunjukkan kemampuan kas untuk dapat membayar rata-rata kebutuhan belanja pegawai apabila pendapatan belum diterima adalah selama 2,59 bulan ke depan, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 yang mampu membiayai kebutuhan gaji pegawai sampai dengan 4 bulan.
b. Rasio Aktivitas -
Rasio Belanja Operasional
= 88,71%
(2008 = 84,63%)
-
Rasio Belanja Modal
= 11,07%
(2008 = 15,36%)
Hal ini berarti sebesar 88,71% belanja daerah digunakan untuk belanja operasional pemerintah daerah, sedangkan 11,07% digunakan untuk belanja modal. Belanja operasional yang lebih besar dari belanja modal menggambarkan pemda kurang optimal memanfaatkan dana APBD untuk pelayanan kepada masyarakat. Pada tahun 2008 rasio Belanja Modal sebesar 15,36 % dimana sudah tergolong kecil, namun rasio Belanja Modal tersebut mengalami penurunan lagi sebesar 4% menjadi 11,07% di tahun 2009, yang menunjukkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat sangat kecil dan menurun lagi di tahun 2009. -
Rasio Belanja per fungsi / unit organisasi 5 unit organisasi dengan proporsi belanja terbesar adalah: Belanja Adm, Keuangan Daerah dan Perangkat
= 40,02%
-
Belanja Pendidikan
= 31,81%
Belanja Kesehatan
= 10,15 %
Belanja PU
= 5,17%
Belanja Lingkungan Hidup
= 3,53%
Rasio Belanja Modal Urutan persentase belanja modal dari yang terbesar adalah: Belanja Gedung & Bangunan
46,43%
Belanja jalan, irigasi, & jaringan
28,32%
Belanja Peralatan dan Mesin
18,90%
Belanja Tanah
2,84%
Belanja Aset Tetap Lainnya
2,28%
Belanja Aset Lainnya
1,23%
c. Analisa Efektivitas dan Efisiensi -
Rasio Efektivitas PAD
= 111,02%
Pemda dikatakan mampu menjalankan tugasnya bila rasio yang dicapai minimal sebesar 100%. Semakin tinggi rasio efektivitas berarti kemampuan daerah semakin baik. Mengacu pada Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut : Kriteria Efektivitas Sangat efektif Efektif Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif
% Efektivitas 100 90 – 100 80 – 90 60 – 80 < 60
Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 /1996
Maka dengan rasio efektivitas 111,02% maka pemerintah Kota Yogyakarta sangat efektif dalam menjalankan tugasnya dan mengelola PAD.
-
Rasio efisiensi belanja daerah Rasio efisiensi Belanja Daerah = Belanja Daerah / Total Pendapatan = 104,52% Rasio Surplus/Defisit
(2008 = 96,99%)
= Defisit Belanja / Total Pendapatan = -4,52%
(2008 = 3,01%)
Kriteria efisiensi kinerja keuangan adalah mengacu pada Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut: Kriteria Efisiensi Tidak Efisien Kurang Efisien Cukup Efisien Efisien Sangat Efisien
% Efisiensi 100 90 – 100 80 – 90 60 – 80 < 60
Dari rasio efisiensi di atas, terlihat bahwa pengeluaran untuk belanja daerah lebih besar dibandingkan penerimaan pendapatan yaitu sebesar 104,52% sehingga terjadi defisit sebesar -4,52% dibandingkan pendapatan yang diterima. Mengacu pada kepmendagri di atas, maka dapat dikatakan Pemkot Yogyakarta tidak efisien dalam membelanjakan pendapatannya. Dibandingkan tahun 2008 dimana tingkat efisiensi belanja daerah termasuk dalam kategori kurang efisien, maka di tahun 2009 pemkot Yogya semakin tidak efisien lagi dalam membelanjakan pendapatannya, yang ditambah lagi hampir sebagai besar belanja tersebut (88,71%) bukan merupakan belanja untuk pelayanan kepada masyarakat, namun hanya merupakan belanja operasional pemda saja.
d. Analisa Derajat Desentralisasi -
Derajat desentralisasi
= 21,53%
(2008 = 18,39%)
-
Rasio Kemandirian daerah
= 27,87%
(2008 = 23,64%)
-
Rasio Ketergantungan
= 76,57%
(2008 = 76,81%)
Mengacu pada Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1996, sebagai berikut : Kemampuan Keuangan
Kemandirian (%)
Rendah Sekali Rendah Sedang Tinggi
0% - 25% 25%-50% 50%-75% 75%-100%
Sumber : Kepmendagri No. 690.900.327 /1996
Maka dapat dikatakan bahwa Kota Yogyakarta merupakan daerah dengan tingkat kemandirian yang rendah. Hal tersebut dapat terlihat juga pada derajat desentralisasi daerah dimana proporsi PAD sebesar 21,53% dibandingkan total penerimaan daerah, yang artinya PAD daerah sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan dari dana perimbangan pemerintah pusat dan transfer pemerintah provinsi. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2008, maka tingkat kemandirian daerah mengalami
peningkatan
dan
tingkat
ketergantungan
daerah
mengalami
penurunan, walaupun peningkatan rasio kemandirian (4%) dan penurunan rasio ketergantungan (0,24%) tersebut tidak signifikan. Rendahnya kemandirian daerah berarti memperbesar ketergantungan daerah terhadap pusat, dimana daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan dan pelayanan masyarakat
dengan
sumber-sumber
daya
daerah
sendiri
dan
perlu
menggantungkannya dari transfer pusat dan provinsi, yang terlihat dari rasio ketergantungan atau proporsi pendapatan transfer sebesar 76,57% dari total penerimaan daerah.
e. Analisis Dana Perimbangan -
Kontribusi Dana Perimbangan dibandingkan total Penerimaan = 68,98% (2008 = 70,08%) Kontribusi dana perimbangan bagi total penerimaan daerah sangat besar yaitu sebesar 68,98%, dimana kontribusi PAD hanya sebesar 21,53%.
-
Rasio DBH Pajak
= 12,84%
(2008 = 12,10%)
-
Rasio DBH SD Alam
= 0,02%
(2008 = 0,03%)
Rasio Dana Bagi Hasil Pajak tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2008 yang berarti peningkatan penerimaan pajak pusat. Sedangkan Dana Bagi Hasil dari sumber daya alam mengalami penurunan di tahun 2009.
f. Analisis Kontribusi BUMD Derajat Kontribusi BUMD = 6,33%
(2008 = 6,38%)
Derajat kontribusi BUMD menunjukkan kontribusi pendapatan yang diterima dari BUMD sebesar 6,33% dibandingkan total PAD, mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun 2008 sebesar 6,38%. Pendapatan BUMD yang terbesar diterima dari Bank Pembangunan Daerah yaitu sebesar Rp6,7 Miliar.
KESIMPULAN KINERJA PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA Untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, antara lain dilakukan dengan melakukan analisa rasio keuangan terhadap Laporan Keuangan. Hasil analisis rasio keuangan selanjutnya dipergunakan sebagai tolok ukur dalam menilai (Abdul Halim, 2007): 1. Kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan 2. Efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah 3. Sejauh mana aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan daerahnya 4. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah 5. Pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Berdasarkan hasil analisis laporan keuangan yang telah dilakukan di atas, dan mengacu pada hasil analisis rasio keuangan sebagai tolok ukur dalam penilaian kinerja pemda (menurut Halim, 2007), maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kemandirian keuangan daerah Pemerintah Kota Yogyakarta termasuk kategori rendah, yang terlihat dari proporsi PAD yang sangat kecil (21,53%) dan proporsi dana transfer dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang besar (76,57%).
2. Pemerintah Kota Yogyakarta sangat efektif dalam pencapaian PAD yaitu terealisasi sebesar 111,02% dari anggaran yang telah ditetapkan, dan mengalami peningkatan sebesar 21,94% dibandingkan realisasi tahun 2008. Namun dalam penggunaan dananya, Pemerintah Kota Yogyakarta tidak efisien dalam membelanjakan pendapatannya, terlihat dari jumlah belanja daerah sebesar 104,52% lebih besar dibandingkan penerimaan pendapatan 3. Aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan daerahnya kurang baik, karena lebih mengutamakan belanja operasional (88,71%) dari pada belanja modal (11,07%). Pemda kurang optimal memanfaatkan dana APBD untuk pelayanan kepada masyarakat. 4. Kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah. Kontribusi terbesar pendapatan diperoleh dari Dana Perimbangan Pemerintah Pusat khususnya Dana Alokasi Umum (80% dari total Dana Perimbangan). Sedangkan untuk Pendapatan Asli Daerah, kontribusi terbesar adalah dari penerimaan Pajak Daerah (44,5% dari total PAD), khususnya Pajak Hotel (sebesar 42,85% dari total penerimaan pajak) 5. Perolehan pendapatan Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 4,13% dibandingkan tahun 2008, dimana perolehan PAD mengalami peningkatan juga sebesar 21,94% dibanding tahun 2008. Pengeluaran belanja Pemerintah Kota Yogyakarta pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 12,21% dibandingkan realisasi tahun 2008.