M.Rawa El Amady
[email protected]
ANALISA KEMAMPUAN PROGRAM PERMBEDAYAAN DESA (PPD) UNTUK MENANGGULANGI KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU Oleh M Rawa El Amady Freelance Researchers
Abstrak Studi ini membahas tentang implementasi kebijakanan penanggulangan kemiskinan pada program pemberdayaan desa (PPD). Studi ini dimaksudkan untuk menganalisis kemampuan PPD dalam menyelesaikana permasalahana kemiskinan di Riau. PPD merupakan program yang fokus kepada pedesaan dengan menyalurkan dana abadi untuk desa. Tentu melalaui studi ini akan diektahui jumlah sentuhan desa dan jiwa yang memanfaatkan program ini. Metoda studi ini lebih bersifat analisis dokumentatif di mana peneliti menjadikan dokumentasi program sebagai bahan utama kajian, hasil dari analisa dokumentatif tertsebut diverivikasi ke enam desa/kelurahan sample. Dari studi ini diketahui bahwa program ini masih sangat dominan warna mobilisasi kepentignan birokrasi yang berorientasi proyek. Pencapaian satusatunya program adalah pengembalian pinjaman yang sangat baik. Namun program ini belum menyentuh kepada desa miskin dan penduduk miskin, karena desa yang menjadi sasaran hanya 14% desa miskin dan penduduk miskin yang menjadi sasaran hanya 0,87% dari jumlah penduduk miskin versi Balitbang di desa sasaran atau 6,05 % peminjam dari jumlah peminjam keseluruhannya. Selain itu diketahui juga bahwa struktur pelaksana program terutama struktur koordinasi pemerintah belum berjalan, sedangkan struktur pelaksana dari fasilitator program masih sangat berorientasi pada kepentingan pencapaian out program yang mengabaikan fungsi-fungsi pengembangan dan koordinasi. Secara umum program ini masih beranjak dari kesalahan program pedesaan sebelumnya yang hanya menguntungkan kelas progresif pedesaan.
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
1
M.Rawa El Amady
[email protected]
ANALISA KEMAMPUAN PROGRAM PERMBEDAYAAN DESA (PPD) UNTUK MENANGGULANGI KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU 1. Latar Belakang
PENJELASAN Kepala BPPM Provinsi Riau dalam beberapa pertemuan, mengemukakan
bahwa program ini berjalan dengan baik, yang ditandai dengan tingginya (diatas 98%) tingkat pengembalian pengembalian pinjaman modal untuk usaha masyarakat masyarakat
anggota kelompok kelompok
(UED/K-SP) pada program ini, dan sudah mendapat kesempatan untuk diekspose di tingkat nasional. nasional. Oleh karena itu, PPD sudah sudah menjadi trade mark bagi pemerintah daerah Provinsi Riau. PPD diperkirakan dapat dengan cepat mengurangi mengurangi kemiskinan karena kemampuan daya sentuhnya yang langsung ke desa-desa. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Riau sejak tahun 2005 telah menggagas arah kebijakan pembangunan kepada penaggulangan kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan infrastruktur (K2I). Kebijakan ini diambil atas dasar masih tingginya angka penduduk/rumah tangga miskin di Riau. Berdasarkan hasil pendataan penduduk/rumah tangga miskin tahun 2004 terdapat 22,19% penduduk miskin, 64% penduduk tidak sekolah dan tidak tamat sekolah dasar dan masih sangat minimnya infrastruktur khususnya akses jalan pedesaan. Badan Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat (BPPM) Provinsi Riau sebagai salah satu dari satuan kerja dari Pemerintah Provinsi Riau yang menangani bidang kemiskinan telah mengimplemtasikan Program Pemberdayaan Desa (PPD). PPD pada intinya adalah membangunan membangunan lembaga keuangan mikro mikro di pedesaan
melalui
kelompok Usaha Ekonomi Simpan Pinjam (UED/K-SP). Program ini memberikan bantuan modal usaha, pelatihan dan dan pendampingan pendampingan yang dikelola oleh menejemen menejemen professional. Program ini telah dimulai dan dilaksanakan sejak tahun 2005 pada 48 desa dan di teruskan pada tahun 2006 sehingga mencapai 107 desa. Menyikapi ekspos pemerintah pemerintah tersebut, maka studi ini dilakukan dilakukan untuk melihat kemampuan PPD itu sendiri dalam mewujudkan cita-cita pemerintah untuk mengurangi kemiskinan di Provinsi Riau. Untuk melakukan kajian tersebut maka studi ini menggunakan pedekatan analsis dukomentasi mulai konsep program, pedoman umum, petunjuk teknis dan laporan
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
2
M.Rawa El Amady
[email protected]
program. Untuk menganalisisnya digunakan digunakan analsis isi (contents analysis) analysis) yaitu konsep program, pedoman umum, petunjuk teknis dan laporan program diverivikasi dengan kondisi kemiskinan di Riau atau pencapaian pencapaian yang diingin dari program program ini. Untuk memastikan analisis dokumentasi mempunyai korelasi dengan pencapaian program maka diambil 6 desa sebagai sample masing-masing dua desa di setiap kabuapten/kota. Penentuan desa sampling bersasarkan desa PPD yang dekat dengan Pekanbaru, dalam hal ini Pekanbaru, Pelalawan dan Kampar, yaitu desa yang paling mudah dijangkau dalam waktu yang terbatas. Adapun nama desa yang dipilih adalah Desa Koto Tuo dan Desa Tanjung di Kecamatan XIII Kota Kampar Kabupaten Kampar, Desa Sungai Pompa Air dan Desa Mandian Gadjah Kecamatan Bunut Kabupaten Pelalawan, Kelurahan Muara Fajar Fajar dan Kelurahan Umban Sari Sari
Kecamatan Rumbai Kota Kota
Pekanbaru. Di desa, peneliti hanya melakukan observasi, dan wawancara dengan pendamping desa dan pengurus UED/K-SP serta wawancara dengan masyarakat secara lepas, sample masyarakatnya tidak ditentukan hanya ingin mendapat opini umum saja.
2. Pembahasan Teoritis
Pembangungan pedesaan mestinya mengacu pada aspek sosial-ekonomi pedesaan.
Pembangunan yang mengabaikan aspek sosial-ekonomi pedesaan pedesaan selama
terbukti gagal dan tidak berkelanjutan. Program-program tersebut hanya menjadi sarana politis yang menguntungkan bagi kepentingan elit saja. Sebagaimana program program yang pernah dilaksanakan bank dunia, dunia, seperti Komuniti Development, Program Revolusi Revolusi Hijau, Program Pembangunan Pembangunan Desa Berhaluan Kemiskinan. Di Indonesia sejak zaman zaman krisis ekonomi telah diterapkan beberapa program pedesaan, mulai dari Inpres Desa Tertinggal, hingga hingga ke Program Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program-program tersebut lebih mementingkan kepentingan politis dan kepentingan pemberi program semata, mengabaikan apa sebenarnya yang menjadi permasalahan yang perlu diselesaikan di desa. Program pembangunan pedesaan UNESCO Community Development – CD yang dijalan 1948 dan dinyatakan gagal tahun 1960-an. Kelemahan utama CD bersumber dari hipotesisnya tentang masyarakat desa. CD melihat masyarakat desa bersifat homogen, mempunyai kepentingan bersama dan mampu menyelesaikan masalah secara bersama. Hipotesis ini berakibat keuntungan hanya hanya dinikmati lapisan masyarakat tertentu yang merupakan elit di desa karena kedudukannya yang mantap
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
3
M.Rawa El Amady
[email protected]
atau pendatang yang sengaja mengikuti program tersebut. Mereka ini memang lapisan petani progresif yang telah mempersiapkan perubahan. Sementara petani kecil, penyewa dan buruh tani tidak mengalami perubahan yang berarti. Myrdal (1968) Hunt (1966) menyebutkan bahwa program CD hanya menjadi alat pemerintah untuk menyalurkan bantuan kepada yang tidak begitu miskin. Kegagalan program CD ternyata masih diikuti pula kegagalan program penggantinya yaitu revolusi revolusi hijau. Program Revolusi Hijau berkembang berkembang tahun 1960-an dan dinyatakan gagal tahun 1970-an. Diantara kelemahan Revolusi Hijau kurang mempertimbangkan aspek sosial, semata-mata pertimbangan ekonomi. Keuntungan hanya diperoleh petani kaya yang dengan mudah mendapatkan teknologi pertanian sedangkan
petani
kecil,
penyewa
tanah
dan
buruh
tani
tentu
tidak
dapat
memanfaatkannya. Selain itu, pendekatan ini mengabaikan dampak dari kemasukan teknologi terhadap perubahan sosial di desa serta sempitnya pemahaman masyarakat desa, sebagaimana pada program CD. Kegagalan
program
revolusi
hijau
memaksa
dunia
internasional
mengembangkan Program Pembangunan Desa Berhaluan Kemiskinan. Program pembangunan desa dikembangkan tahun tahun 1970 oleh seluruh lembaga bantuan keuangan dunia, sebagai kritik terhadap program sebelumnya. Program ini menjadikan petani kecil dan miskin sebagai sasaran utama pembangunan dengan melibatkan petani secara aktif dalam pembangunan. Masyarakat desa diposisikan sebagai subjek yang dinamis. Ternyata melalui progam ini 50% dari seluruh program dinyatakan berhasil. Namun demikian program program ini juga tidak lepas dari kelemahan, kelemahan, yaitu belum jelasnya konsep petani kecil sehingga juga akan menguntungkan petani kaya yang progresif. Selain itu, program ini hanya mengutamakan in-put tidak out-put dan semata-mata atas pertimbangan pertumbuhan ekonomi, akibatnya program ini juga menyebabkan perombakan pada struktur sosial. Indonesia pernah menerapkan program IDT (inpres desa tertinggal), yang tampaknya berpangkal pada konsep Pembangunan Pedesaan Berhaluan Kemiskian ini, toh ternyata juga tidak berhasil. Begitu juga dengan Program Pengembangan Prasarana Pedesaan (P2D) dan Jaring Pengaman Sosial (JPS), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K), dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Faktor kegagalannya hampir sama dengan faktor
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
4
M.Rawa El Amady
[email protected]
kegagalan program lainnya, masyarakat desa diasumsikan homogen, kemiskinan bukan rumah tangga tetapi adalah desa, besarnya keterlibatan birokrasi, fungsi pendamping yang tidak tepat dan tidak mempunyai pengetahuan yang jelas tentang masyarakat desa. Faktor yang terpenting adalah belum tegasnya bentuk usaha yang harus dilakukan, serta lemahnya kontrol dari masyarakat dan t idak berkelanjutan. Belajar dari kegagalan program pembangunan pedesaan sebelumnya tersebut maka adalah
sangat penting
melaksanakan program yang berbasis sosial-ekonomi
pedesaan tersebut. Tindakan bangsa Indonesia selama ini masih sangat mengabaikan mengabaikan aspek sosioekonomi pedesaan perlu di rubah, agar pembangunan pedesaan bukan menjadi sarana kepentingan para politisi, dan pasar bebas. Apa yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pedesaan yang berbasis sosial-ekonomi. Pertama, adalah infrastruktur sosial. Kekuatan sosial apa yang mendorong mendorong masyarakat untuk berkembang berkembang dan potensi apa yang bisa dikembangkan dan stuktur sosial apa yang menghambatnya. Kedua, infrastruktur ekonomi. Ini menyangkut bagaimana masyarakat mampu mempertahakan kelangsungan konsumsi di desa. Apakah struktur produksi yang akses pasar, atau struktur tauke atau faktor lainnya. Ketiga,
tahap pemikiran yang berkembang pada
masyarakat tersebut, tradisional, moderen, subsisten atau pasar. Keempat ,
bebasis
kemandirian lokal dan untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Tahap awal orientasi produksi masyarakat harus diarahkan kepada kebutuhan domestik rumah tangga di des a, setelah itu bertahap pemenuhan kebutuhan lebih besar, khususnya pemenuhan kebutuhan pasar kecamatan lalu berkembang terus sampai ke pemenuhan kebutuhan pasar global. Pada masyaralat pedesaan tidak terdapat batasan yang tegas antara area ekonomi dan area sosial. Keduanya melekat dan saling melengkapi dalam satu kerangka identitas lokal. Jadi infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi seringkali menyatu dalam satu struktur yang tidak begitu tegas. Kekuatan infrasutkrut ekonomi akan secara otomatis meletakan pososi status sosial pada struktur sosial. Kerana itulah jika pembangunan pedesaan didekati hanya dari satu aspek saja, maka akan mengganggu infrastruktur pedesaan yang sudah ada dan biasanya akan mengalami hambatan dalam proses pencapaian tujuan program. Pemahamana sosial-ekomoni pedesaan bisa dengan mudah dipahami melalui identifikasi pemikiran ekonomi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
5
M.Rawa El Amady
[email protected]
Di Provinsi Riau jika dilihat dari kerangka ekonominya maka masyarakatnya masih subsisten (Chayanov 1966, Ever 1984, Scott 1966). Ciri-cirinya pertama tidak ada pasar tenaga kerja, misalnya tenaga kerja tidak disewa oleh keluarga, dan tidak ada bantuan kerja dari anggota keluarga dari luar rumah. Kedua, hasil kebun hanya untuk konsumsi keluarga dan kalau dijual harga dite ntukan oleh pasar. Ketiga, semua keluarga tani lebih mudah berhubungan dengan tanah untuk dikerjakan. Keempat , dalam komunitas tani, norma sosial membuat membuat menerangkan
rendahnya pendapatan. Intinya adalah
household utulity maximisation sebagai usaha memaksimal potensi
ekonomi rumah tangga melalui tenaga kerja rumah tangga tanpa bayar, dan memaksimalkan fungsi lahan pertanian yang sempit. Setiap produksi dicoba untuk mencapai keseimbangan antara produksi dan konsumsi. Semakin tinggi produksi semakin besar konsumsi. Semakin kecil kecil produksi semakin kurang konsumsi. Pada ekonomi subsisten petani tidak mempunyai standar kebutuhan dasar. Standar petani adalah produksi, makin tinggi produksi maka standar belanja dalam rumah tangga juga tinggi. Apabila panen tahun ini bisa mencukupi sampai panen tahun berikutnya, hasil kerja bulanan dan mingguan mingguan akan digunakan untuk membelanjakan keperluan skunder lainnya, artinya hutang akan berkurang. Sayur-mayur, buah-buahan, daging merupakan produksi sendiri, hanya minyak, gula, kopi, garam, korek dan pakaian dan keperluan skunder lainnya dibeli dari hasil kerja mingguan atau bulanan. Kelebihan produksi dari konsumsi akan didistribusikan kepada kerabat dekat, bahkan dialokasikan untuk dana sosial menyumbang pembangunan fasilitas desa atau bahkan membantu kerabat dalam melaksanakan perayaan. Saving (tabungan) dalam arti ekonomi moderen tidak berlaku pada ekonomi subsisten, yang berlaku adalah persiapan modal untuk konsumsi besar seperti perayaan lebaran, pesta perkawinan, pesta kelahiran dan pesta desa lainnya. Setelah berbagai upacara tersebut selesai kondisi ekonomi rumah tangga kembali semula bahkan cenderung makin sulit karena beban hutang dari konsumsi besar tersebut. Hutang bagi penduduk pendesaan ditujukan untuk pemenuhan kekurangan kebutuhan primer dan biaya massal. Hutang terjadi karena hubungan antara masyarakat dengan tauke, yang dibayar melalui hasil kerja harian atau bulanan serta jasa yang tidak dibayar. Tauke mempunyai inisiatif meningkatkan jumlah hutang setiap hari yang bertujuan untuk peningkatan ketergantungan. Kelas tauke ini sangat berpengaruh terhadap persepsi petani pada
perubahan. Semakin tergantung tergantung petani petani pada tauke
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
6
M.Rawa El Amady
[email protected]
semakin sulit perubahan terjadi. Karena perubahan bagi tauke adalah ancaman kestabilan ekonomi, politik dan struktur sosial. Konsumsi desa bercirikan pada kemampuan produksi atau jaminan pendapatan untuk dikonsumsi. Kemampuan produksi adalah jumlah lahan yang bisa diolah secara maksimal untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga melalui tenaga kerja tanpa bayar. Sedangkan jaminan pendapatan untuk kelangsungan konsumsi rumah tangga adalah menghutang. Institusi desa yang paling terkenal yang menjadi jaminan kelangsungan konsumsi adalah tauke. Tauke ini adalah pedagang di desa yang menjamin kelangsungan konsumsi.
1
Tauke merupakan sumber over consumption,
ketika produksi menurun
sementara konsumsi meningkat, petani sering mengabaikan hukum household utulity
maximisation. Konsumsi selalu saja dipenuhi melalui hutang, sementara produksi sangat minim. Akibatnya seluruh produksi tahunan dan bulanan diserahkan semuanya ke tauke untuk membayar hutang. Jika kondisi ini berlaku maka tingkat ketergantungan petani tersebut akan semakin besar pada tauke, bahkan tauke bisa menjadi tuan bagi keluarga tersebut. Kondisi over consumption terjadi pada pertama, suatu massa tertentu terjadi penurunan harga komoditas, atau terjadi persitiwa alam yang dipandang tidak lama atau kepala rumah tangga sakit keras.
Kedua, hari-hari besar agama seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, muharam atau hari-hari besar adat. Pada hari itu semua masyarakat memaksimalkan konsumsi untuk merayakan hari besar tersebut sampai tiga hari. Selain biaya untuk makan juga pembelanjaan tahunan berupa pakaian dan penghiasan rumah.
Ketiga, perayaan perkawinan, kelahiran anak, tujuh bulanan, kematian dan lainnya. Semua jenis perayaan ukuran jumlah konsumsi adalah kampung. Satu rumah tangga menyediakan konsumsi untuk satu kampung. Sumber konsumsi tersebut biasanya berasal dari harta kekayaan berupa tanah, kebun dan binatang ternak yang dijual dan berhutang pada tauke dan j uga pemberian dari anggota komunitasnya. 1
Hubungan penduduk dengan tauke yang sangat eksploitatif dalam hal produksi di mana tauke mempunyai hak otoritatif untuk menentukan harga dalam membeli produksi petani, termasuk produksi jasa yang tidak dibayar. Begitu juga tauke menentukan harga jual barang secara sepihak dan jauh lebih mahal dari harga pasaran. Walaupun demikian hubungan tauke dengan penduduk sudah merupakan hubungan sosial dan kekuasaan. Di mana penduduk miskin desa justeru merasa tauke adalah penyelamat konsumsi rumah tangga, walaupun ditemukan juga tauke yang menolak memberi hutang kepala kliennya sebelum adanya pengurangan hutang sebelumnya. Jika ini terjadi biasanya si klien akan mencari tauke lain. Selain itu, peran tauke juga menjadi alat introdusir kebijakan negara kepada kepada masyarakat
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
7
M.Rawa El Amady
[email protected]
Keempat , ada sebagian kecil dari keluarga petani yang ingin memperbaiki hari tuanya melalui pendidikan. Anak bagi keluarga desa adalah saving yang berguna di hari tua. Anak yang sekolah memerlukan dana besar apalagi kalau sampai kuliah di perguruan tinggi. Sumber biayanya kekayaan berupa tanah, kebun, ternak dan perhiasan dan meminjam uang ke tauke. Program Pemberdayaan Desa (PPD) semestinya secara filosofisnya mampu menjawab permasalah over consumption ( Konsumsi Konsumsi berlebih) sehingga secara perlahan bisa melepaskan ketergantungan masyarakat desa dari tauke. Untuk itu PPD mau tidak mau harus menyentuh pada tiga aspek penting di pedesaan, yaitu manusia, pengembangan usaha dan kapasitas kelembagaan. Aspek manusia meliputi perubahan pola pikir dari pemikiran ekonomi susbsisten ke pemikiran ekonomi pasar, dari berproduksi untuk konsumsi menuju ke berproduksi untuk peningkatan pendapatan. Maka diperlukan langkah-langkah pengembangan usaha melalui penyediaan modal, pendampingan, pembentukan pasar dan kemampuan menejerial. Langkah ini tidak mungkin bisa dilakukan sendiri-sendiri maka perlu dilakukan secara bersama dengan membangun modal sosial melalui kelembagaankelembagaan formal, informal dan kelompok sosial dan ekonomi yang ada di desa. Selanjutnya diperlukan suatu kelembagaan ekonomi yang didukung oleh kelembagaan formal dan informal desa. Untuk menghimpun langkah bersama tersebut diperlukan sebuah lembaga ekonomi berbasis komunitas yang dikenal dengan lembaga keuangan mikro. Agar kelembagaan formal dan non-formal mendukung langkah-langkah ini, maka diperlukan pendampingan bagi perbaikan kelembagaan pedesaan tersebut. Pintu masuk filosofi tersebut adalah a dalah melalui lembaga keuangan mikro atau yang dikenal dalam program ini UED-SP (Usaha Ekonomi Desa – Simpan Pinjam). Pemilihan lembaga keuangan mikro berdasarkan pertimbangan
Pertama, lembaga
keuangan mikro berbasis komunitas yang sangat tergantung pada jumlah dan aktivitas anggota. Di situ juga terbentuk kelembagaan yang bebasis komunitas yang membangun kepercayaan keanggotan kelompok, sebagai fondasi awal membangun modal sosial.
Kedua, lembaga keuangan mikro merupakan satu unit ekonomi yang menuntut pengeloaan oleh sumber daya manusia yang mempunyai keahlian dan sekaligus memotivasi anggota masyarakat untuk memiliki kemampuan sumber daya manusia yang baik agar pengembalian dana bisa tepat waktunya. Pada setiap lembaga keuangan mikro terdapat 3 orang pengelola yang dilatih secara serius yang nanti diharapakan bisa
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
8
M.Rawa El Amady
[email protected]
menelurkan ilmu kepada warga desa. Melalui program ini maka sudah dapat dipastikan 3 orang warga desa memiliki kemampuan pengeloaan lembaga keuangan mikro yang memenuhi standard bank.
Ketiga, persyaratan sebuah lembaga keuangan mikro harus mempunyai standar perbankan agar fungsinya sebagai lembaga keuagan mikro bisa mengakses ke berbagai lembaga keuangan dan satuan kerja pemerintah serta pihak swasta. Tentu saja dalam hal ini harus mempunyai badan badan hukum, sehat dan terakreditasi. Oleh sebab itu, masyarakat masyarakat yang terlibat pada lembaga keuangan ini juga harus mendapat legitimasi dari kelembagaan desa, terutama legalitas asset sebagai penjaminan dan legalitas sebagai warga. Oleh sebab itu, kelembagaan desa harus sehat dan berfungsi optimal agar mampu dengan cepat melayani masyarakat dan memenuhi persyaratan dari lembaga keuangan mikro.
Keempa, lembaga keuangan mikro sudah dipastikan akan mampu memberi dukugan dan motivasi warga masyarakat untuk mengembangkan usaha ataupun membuka usaha baru. lembaga keuangan mikro meminjam dana kepada masyarakat untuk mengembankan usahanya, dan lembaga keuangan mikro juga bisa secara perlahan memutuskan matarantai tengkulak dan tauke di pedesaan yang yang selama ini menjerat leher warga desa. Lembaga keuangan mikro hendak berfungsi sebagai lembaga perpanjangan kredit bank atau lembaga keuangan lainnya ke pada masyarakat dan sekaligus sebagai sumber infomasi pasar bagi produksi masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan akademik yang mendorong dikembangkannya lembaga keuangan mikro ditingkat pedesaan tidak dilepas dari beberapa hal yang mendorong perubahan di tingkat pedesaan. Faktor utama dari kecenderungan perubahan dipedesaan (Rawa 2004) adalah penetrasi perubahan yang yang tidak terkontrol dan mampu mampu merombak tatanan struktur sosial dan ekonomi pedesaan. Perubahan struktur sosial menjadikan pengembangan pilihan-pilihan alternatif yang tidak terikat dengan struktur sosial lama. Kemerdekaan untuk memiliki bebagai alternatif tersebut menyebabkan terjadinya perubahan cara pikir, budaya dan prilaku ekonomi. Kehadiran kebun sawit, industri bubur kertas, imigrasi besar-besaran telah merombak tatanan struktural lama. Perombakan struktural ini telah menyebabkan perobahan ekonomi subsisten ke ekonomi pasar, walaupun tidak secara otomatis diikuti oleh cara berpikir ekonomi. Rumah tangga sudah berada pada ekonomi pasar tetapi cara berpikir masih ekonomi subsisten, ini terjadi karena tidak tampilnya negara untuk
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
9
M.Rawa El Amady
[email protected]
mengantikan posisi tauke pada struktur yang berubah tersebut. Sementara untuk memenuhi persyaratan pemikiran ekonomi pasar tidak tersedia sumber daya yang memadai. Meraka terpaksa bekerja apa saja agar bisa makan hari ini, tetapi pada beberapa daerah penelitian menunjukkan bahwa rakyat miskin sudah memiki rekening di bank untuk menyimpan uang. Rekening bank ini sebagai petanda masuk rakyat miskin pedesaan ke pemikiran ekonomi pasar. Dalam situasi perubahan seperti ini peran lembaga keuangan mikro menjadi sangat dominan, dimana posisi tauke secara perlahan tergeser, sementara lembaga penjamin lainnya belum muncul. Jika tidak ada yang menggantikan psosisi tauke ini maka secara perlahan akan terjadi te rjadi kerawanan pangan. Sementara pada masyarakat yang belum mengalami perubahan struktur sosialekonomi pedesaan, lembaga keuangan mikro ditingkat pedesaan bisa menjadi lembaga penyeimbang dari tauke yang bisa mengurangi tekanan penghisapan tauke kepada masyarakat. Jika tidak tersedia lembaga penyeimbang ini maka petani akan membatasi diri dan tetap bergantung pada tauke sebagai suatu sistem patron-klien. Artinya lembaga keuangan mikro dipedesaan mampu menjadi pendorong bagi arah perubahan di pedesaan untuk lepas dari struktur sosial-ekonomi yang menjerat tersebut. Strategi yang dijalankan petani terhadap perubahan adalah melakukan empat penyesuain diri berupa, pertama, pendalaman pada bentuk-bentuk setempat dari usaha swadaya dalam bentuk pertukaran jenis tanaman ke peralihan padat karya dan peralihan ketanaman komersial. Kedua, pengandalan dari sektor non pertanian, dalam bentuk menyerbu ekonomi uang dengan pergi ke kota mencari serpihan ke kota.
ketiga,
pengandalan pada bentuk patronase dan bantuan dukungan dari negara, berupa projek negara berupa subsidi pangan
Keempat , pengandalan
dan bantuan untuk daerah daerah yang tertimpa kelaparan.
pada struktur-struktur proteksi
dan bantuan yang bersifat
keagamaan atau oposisi. PPD melalui lembaga keuangan mikro ingan tampil sebagai dukungan patronase negara untuk mendorong petani-petani menghadapi perubahan.
3. Diskripsi umum PPD
2
Program Pemberdayaan Desa/Kelurahan
adalah satu bentuk program
penanggulangan kemiskinan kemiskinan yang ditetapkan dalam dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor
2
Bagian ini diringkas dari Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Program Pemberayaan Desa 2005
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
10
M.Rawa El Amady
[email protected]
592/IX/2004, melalui proses pemberdayaan yang melibatkat faktor pendidikan, kesehatan, penguasaan akses sumber-sumber kemajuan ekonomi dan faktor sosial budaya. Langkah yang yang diambil pemerintah daerah memberikan bantuan sejumlah dana kepada masyarakat desa/kelurahan yang diberi nama Dana Usaha Desa/Kelurahan. Sasaran yang akan dicapai dari kegiatan ini adalah meningkatkan kegiatan pembangunan ekonomi masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan ekonomi masyarakat menuju kemandirian desa. Skenario yang dijalankan adalah penciptaan kondisi dan lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat menikmati kehidupan yang lebih baik dan sekaligus memberi kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk melakukan pilihanpilihan secara bebas dan mandiri sesuai dengan potensi dan karakteristik yang mereka miliki. Melalui Program Program Pemberdayaan Desa Desa akan tercipta : 1. Perluasan kesempatan dan peluang bagi orang miskin dalam kegiatan ekonomi produktif dalam bentuk; Penciptaan iklim pertumbuhan ekonomi yang berpihak pada masyarakat miskin;
Penciptaan lapangan kerja; Penyediaan bantuan
permodalan yang berpihak kepada masyarakat miskin; Penguatan peran aparat pemerintah desa/kelurahan 2. Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dalam bentuk; Penguatan kelembagaan masyarakat desa/kelurahan; Mendorong partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan desa/kelurahan; Pembangunan desa/kelurahan secara terencana dan berkelanjutan; Penguatan kapasitas kapasitas kelompok dan dan anggota anggota usaha kecil dan menengah
2.1. Tata Pengelolaan
Pengelolaan program dilakukan dengan dua struktur, yaitu petama, struktur pelaksana fasiltiator program terdiri dari leader, spesialis dan assistant spesialis, koordinator daerah, pendamping desa dan kader pembangunan desa. Kedua, struktur koordinasi terdiri dari tim koordinasi provinsi dan tim koordinasi kabupaten, camat dan lurah serta BPD bertindak sebagai pengkoordinasi ditingkat akar rumput dan pengawasan, dan advisor di provinsi..
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
11
M.Rawa El Amady
[email protected]
Struktur koordinasi di Desa/ kelurahan Ketua BPD (desa) dan satu orang tokoh melakukan Pengawasan Umum ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota dimana Camat Camat sebagai pembina koordinasi. Di Kabupaten/Kota Bupati/Wali Kota Penanggungjawab Kegiatan PPD di kabupaten/kota ditetapkan melalui SK Bupati/Wali Kota. Di provinsi, Gubernur Riau Penanggungjawab Kegiatan PPD di Provinsi dan Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengendalian PPD ditetapkan melalui SK Gubernur Riau.
Gr af ik 1 k 1 Str uk ur P r Pengelolaan PPD Tim Koordinasi Provinsi
Penanggungjawab (Gubernur Riau)
Tim Pengarah Fasilitator Program Provinsi
Ketua Pelaksana (Ka. BPPM Prov.)
Leader
Team
Spesialis Sekretariat Prov. Asisten Spesialis Tim Koordinasi Kab/Kota
Penanggungjawab (Bupati/Walikota)
Tim Pengarah
Fasilitator Program Kabupaten/Kota
Ketua Pelaksana (Ka. BPPM/PMD atau sebutan lainnya di Kab/Kota)
K oordinator Daerah
(Korda)
Sekretariat Kab/Kota
Camat Pendamping Desa
Kader Pembangunan Masyarakat (KPM)
BPD/PU
Kades/Lurah
Pengelola UED-SP
Otoritas Rekening DUD
Tim
MASYARAKAT Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
12
M.Rawa El Amady
[email protected]
2.2. Alur
Adapun alur dari dari program ini dimulai dengan melakukan sosialisasi bertujuan untuk menjamin pemahaman mekanisme dan tujuan program dilaksanakan Penanggungjawab Pelaksana Program di provinsi dan kabupaten. Sistem pengendalian program dilakukan melalui rapat koordinasi 3 (tiga) bulan sekali yang melibatkan satuan kerja terkait. Sedangkan progres program dipantau melalui koordinasi setiap bulan
mulai
dari
desa,
kabupaten
dan
provinsi.
Perencanaan
pembangunan
desa/kelurahan melibatkan melibatkan berbagai sektor dilakukan dilakukan melalui musyawarah
disemua
tingkat yang dituangkan dalam Rencana Jangka Menengah (RJM) dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa/Kelurahan (RPTD/K). Kegiatan ekonomi produktif siklus usaha maksimal 18 bulan dilaksanakan langsung oleh masyarakat desa/kelurahan. Grafik 2 ALUR KEGIATAN PROGRAM) Sosialisasi
Rekrutmen & Pelatihan Fasilitator Program
Lokakarya Provinsi
Lokakarya Kab/Kota
Musyawarah Desa/Kel (MDI)
Pelatihan Pengelola UED-SP & KPM
Identifikasi Potensi Desa & Penggalian Gagasan
Penulisan Usulan Pembentukan Tim Verifikasi Verifikasi Usulan
Musrenbang Kecamatan
Dokumen RPTD/K & RJM
Musyawarah Desa/Kel
Musrenbang Kab/Kota
Pencairan Dana Usaha Desa
Musrenbang Provinsi
Musyawarah Desa/Kel
Realisasi Usulan
Angsuran Pinjaman
Evaluasi
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
13
M.Rawa El Amady
[email protected]
2.3. Strategi
Dalam mewujudkan visi dan misi program maka strategi yang digunakan adalah; 1. Pemberdayaan Masyarakat 2. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Masyarakat 3. Pengembangan Ekonomi Masyarakat Adapun pendekatan yang dilakukan dalam mendukung strategi tersebut adalah : a.Pemihakan a. Pemihakan kepada kelompok masyarakat miskin dan ma rjinal b.Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat mendapatkan kesempatan, kepercayaan dan kewenangan yang lebih luas untuk mengelola kegiatan pembangunan
baik
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pemantauan
dan
pemanfaatan serta pelestarian dan pe ngembangannya; ngembangannya; c.Partisipatif, c. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat aktif dalam setiap tahapan kegiatan d.Mendorong pengembangan potensi dan sumber daya lokal seoptimal mungkin e.Keterpaduan e. Keterpaduan pelaksanaan kegiatan, memiliki sinergi yang kuat dengan kegiatan yang lain dalam rangka percepatan peningkatan kesejahteraan
2.4. Pendampingan
Pendampingan merupakan strategi pilihan dalam PPD yang diwujudkan dalam bentuk pemberian pendampingan oleh tenaga profesional yang yang bertugas memfasilitasi memfasilitasi masyarakat dan aparat pemerintah dalam implementasi program. Untuk itu ditempatkan Fasilitator Program yang berkedudukan di Provinsi, Koordinator Daerah yang berkedudukan di Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota, Pendamping Desa di desa/kelurahan. Disamping itu disetiap desa/kelurahan akan dipilih warga tempatan sebagai Kader Pembangunan Masyarakat. Secara Umum tugas utama Fasilitator Program Program adalah sebagai penanggung penanggung jawab dalam memberikan pembimbingan dan pembinaan serta pembelajaran kepada Kader Pembangunan Masyarakat, Pengelola UED- SP dalam bentuk pelatihan, Rapat Koordinasi Bulanan, in Service Training (IST) serta On the Job Training (OJT) di lapangan. Tugas utama Pendamping Desa/Kelurahan adalah membantu masyarakat dalam meningkatkan kapasitas, memfasilitasi pertemuan dan bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan ditingkat Desa/Kelurahan. Kegiatan dimaksud bukan saja kegiatan PPD, tetapi juga sinergi dengan program-program pembangunan lain yang
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
14
M.Rawa El Amady
[email protected]
masuk ke desa lokasi tugasnya. Untuk itu koordinasi dengan Dinas dan Instansi terkait serta dunia usaha perlu dilakukan. Tugas utama Kader Pembangunan Masyarakat sebagai pendamping masyarakat adalah memberikan pembelajaran dan kesadaran kepada masyarakat untuk mengenali dirinya sendiri, menggali potensi dan kemampuan yang mereka miliki, mengidentifikasi berbagai kendala dan kelemahan yang menjadi penghambat, serta merumuskan rencana dan alternative pemecahan masalah yang perlu mereka ambil. Para Kader Pembangunan Masyarakat harus dapat memberikan informasi dan wawasan kepada masyarakat agar dalam menentukan pilihan kegiatan, utamanya kegiatan yang mempunyai hubungan dan menyentuh langsung kepada penyediaan a kses ekonomi dari masyarakat miskin di desa/kelurahan. Jangan sampai terjadi justru para “tengkulak”, “tuan tanah”, atau kelompok-kelompok masyarakat yang sudah relatif mapan yang dapat memanfaatkan secara langsung hasil kegiatan PPD. Strategi pendampingan ini diberikan dalam jangka waktu tertentu artinya, bahwa pendampingan kepada masyarakat tidak bisa dilakukan secara terus menerus sepanjang masa, tetapi dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan ketersediaan biaya dan perkiraan kemampuan masyarakat untuk mandiri. Pendampingan memang tidak diciptakan untuk ketergantungan, tetapi justru diharapkan dapat mempercepat proses kemandirian masyarakat.
2.5. Usaha Ekonomi Desa- Simpan Pinjam
Untuk
Pelaksanaan
kelembagaan khusus
Kegiatan
Modal
Usaha
Desa/Kelurahan
dibentuk
yang disebut dengan Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam
(UED-SP). Pembentukan Pengelola UED-SP ini dilakukan dilakukan melalui forum musyawarah desa/kelurahan yang dipimpin oleh Kepala Desa/Lurah dan difasilitasi oleh Pendamping Desa bersama Kader Pembangunan Masyarakat, selanjutnya Pengelola UED-SP UED-SP harus mendapat pengesahan dari Bupati/Wali Kota. Keanggotaan UED-SP adalah seluruh warga masyakarat yang ada di desa. Adapun organisasi pengelola UED-SP adalah sebagai berikut; a. Pengelola UED-SP terdiri dari warga Masyarakat Desa/Kelurahan yang berdomisili tetap di desa/kelurahan bersangkutan dan dapat dipercaya dengan tingkat pendidikan minimal tamatan SLTA serta dipilih dalam forum musyawarah desa yang dihadiri oleh seluruh unsur Masyarakat Desa/Kelurahan;
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
15
M.Rawa El Amady
[email protected]
b. UED-SP dikelola oleh 3 orang pengelola yang terdiri dari Ketua, Tata Usaha dan Kasir dan dalam dalam Perkembangannya dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan; kebutuhan; Aparatur Desa/Kelurahan, Ketua dan Anggota BPD tidak dapat dipilih sebagai Pengelola UED-SP. Graf 3 :MEK ANISME PENYALUR AN DANA KAS DAERAH PROV/KAB/ KOTA
REK. INDUK
SUMBER DANA PPD
REKENING DUD
REKENING
PEMINJAM
-SP
UED
PERSYARATAN : 1. SURAT PERINTAH BAYAR (SPB) 2. DAFTAR ALOKASI DAN LOKASI PPD 3. DAFTAR NOMOR REKENING
PERSYARATAN: 1. SURAT PERINTAH BAYAR (SPB) 2. SURAT PERJANJIAN PEMBERIAN PINJAMAN (SP3) 3. DAFTAR PEMANFAAT
PERSYARATAN: 1. SURAT PERINTAH BAYAR 2. RENCANA PENCAIRAN DANA
2.6.Persyaratan Pemanfaat / Peminjam
Pada
dasarnya
seluruh
anggota
masyarakat
desa/kelurahan
berhak
mendapatkan pinjaman dari Dana Usaha Desa/Kelurahan dengan kriteria : a. Warga Desa/Kelurahan yang telah berdomisili tetap di Desa/Kelurahan bersangkutan selama minimal 5 tahun b. Tercatat sebagai anggota aktif aktif UED-SP dan telah mempunyai simpanan wajib sebesar minimal Rp. 50.000,- (Lima Puluh Ribu Rupiah) c. Memiliki usaha dan atau rencana usaha d. Dinilai layak oleh tim verifikasi baik secara administrasi maupun usaha e. Untuk peminjam perorangan diwajibkan menggunakan agunan
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
16
M.Rawa El Amady
[email protected]
f.
Untuk peminjaman melalui kelompok dengan pinjaman lebih dari Rp. 1.000.000,- per anggota, maka
diwajibkan menggunakan Agunan
sedangkan untuk nilai pinjaman dengan nilai maksimum Rp. 1.000.000 per Anggota Agunan dapat diganti dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Tanggung Renteng oleh Kelompok (Sesuai dengan kesepakatan Tanggung Renteng dalam kelompok). g. Khusus untuk pinjaman dengan nilai Rp. 30.000.000,- sampai dengan Rp 50.000.000,-, harus ada rekomendasi dari
Koordinator Daerah dan
dikoordinasikan dengan Team Leader; h. Untuk pinjaman diatas Rp 50.000.000,- harus ada rekomendasi Team Leader berdasarkan verifikasi lapangan; i.
Surat pernyataan kesanggupan tanggung renteng harus dibuat diatas kertas bermaterai dengan menyebutkan sumber dana yang akan digunakan untuk tanggung renteng, ditandatangani oleh seluruh anggota peminjam.
2.7. Kriteria Kelompok Pemanfaat / Peminjam
Kriteria
kelompok
yang layak
mengajukan
pinjaman
Dana Usaha
Desa/Kelurahan melalui UED-SP yaitu : 1. Mempunyai kepengurusan yang jelas. 2. Mempunyai anggota minimal 10 orang termasuk pengurus 3. Mempunyai
aturan-aturan
kelompok
yang
tertulis,
walaupun
secara
sederhana. 4. Mempunyai alamat sekretariat / posko yang jelas 5. Mempunyai papan nama kelompok di sekretariat / posko 6. Mempunyai buku daftar anggota kelompok dan jenis usaha ekonomi setiap anggota kelompok 7. Mempunyai catatan terhadap transaksi yang dilakukan 8. Mempunyai rencana kerja, walau sederhana 9. Mempunyai jadwal pertemuan rutin dan catatan hasil pertemuan 10. Mempunyai tabungan atau simpanan kelompok 11. Mempunyai surat pengesahan dari Kades/Lurah.
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
17
M.Rawa El Amady
[email protected]
2.8. Agunan
Keamanan agunan menjadi tanggung jawab Pengelola UED-SP; 1. Pengelola UED-SP wajib menyediakan tempat penyimpanan dokumen agunan, biaya yang timbul dibebankan pada dana operasional UED-SP dan atau dana operasional desa; 2. Letak agunan dibolehkan diluar desa, dengan syarat biaya pemeriksaan ditanggung calon peminjam; 3. Pengelola UED-SP wajib membuat daftar inventaris agunan dan dipegang oleh Pengelola UED-SP dan Pemerintahan Desa; 4. Agunan dalam bentuk barang bergerak yang dapat diterima adalah berupa kendaraan roda empat, roda dua yang mempunyai nilai ekonomi dengan menyerahkan surat Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB); 5. Nilai agunan barang bergerak dihitung pada akhir jatuh tempo 6. Besarnya nilai pinjaman dengan agunan barang bergerak adalah maksimal
70%
dari
nilai
agunan
yang
dihitung
pada
akhir
peminjaman/akhir jatuh tempo; 7. Besarnya nilai pinjaman dengan agunan barang tidak bergerak adalah maksimal 80% dari nilai agunan; 8. Penetapan nilai agunan dilakukan oleh Tim Verifikasi berdasarkan kriteria yang berlaku dilingkungan masyarakat setempat; 9. Mekanisme
peminjaman
BPKB
yang
diagunkan
untuk
kegiatan
perpanjangan STNK dan pembayaran pajak, harus dinyatakan secara tertulis antara Peminjam dengan Pengelola UED-SP yang diketahui oleh Pemegang Otoritas Desa/Kelurahan dan setelah itu harus dikembalikan paling lambat 1 hari setelah pengurusan.
2.9. Ketentuan Lain
Untuk kepentingan pengendalian, efektifitas serta menjamin Dana Usaha Desa/Kelurahan
tepat sasaran, maka maka Masyarakat Desa/Kelurahan dapat membuat
ketentuan tersendiri diluar ketentuan yang ada, yang tidak bertentangan dengan Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis dan dibahas dalam Musyawarah Desa/Kelurahan yang dihadiri segenap warga desa/kelurahan, pelaku PPD di desa/kelurahan, difasilitasi oleh Pendamping Desa dan Kader Pembangunan Masyarakat. Ketentuan-ketentuan
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
18
M.Rawa El Amady
[email protected]
berdasarkan kesepakatan tersebut diatas harus tertuang dalam Berita Acara Musyawarah Desa/Kelurahan dan ditetapkan dengan Keputusan Desa/ Kelurahan.’’
3. Implementasi
Terhitung sejak tahun 2005, PPD telah melaksanakan program di 48 desa dengan biaya penguliran mencapai 21 milyar rupiah. Dana tersebut merupakan dana sharing antara Provinsi Riau dengan Kabupaten/kota, dimana 11 Milyar rupiah merupakan dana dari Provinsi Riau, 10 milyar rupiah dana dari kabupaten/kota. Sedangkan dana menejemen pengeloaaan berasal dari dana Provinsi Riau yang mencapai 8 Milyar rupiah lebih. Adapun perkembangan jumlah desa desa dan fasilitator program dapat dilihat pada tabel berikur:
Tabel 1 : Perk embangan Jumlah Desa dan Fasilitator Program
Tahun
Desa
Pendamping
Korda
Spesialis
Leader
Desa 2005
48
22
6
2
1
2006
107
60
8
3
1
Tabel ini mengambarkan pertambahan jumlah desa yang yang menjadi program dari 48 desa tahun 2005 naik menjadi 107 desa tahun 2006, serta menejemen pengelolaan program ini yang dilaksanakan secara independen. Jumlah desa yang baru mencapai 107 ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah desa di Riau yang mencapai 1400. Memerlukan waktu 9 tahun lagi agar seluruh desa bisa menjadi program PPD. Desa-desa pada umumnya merupakan desa yang tidak termasuk desa miskin dimana rata-rata kemiskinan di desa tersebut dibawah 10% dari seluruh jumlah penduduk desa. Salah satu perangkat monitoring dan evaluasi dari Program Pemberdayaan Desa (PPD) adalah dilaksanakannya audit internal untuk mengetahui tingkat pencapaian indikator program. Fasilitator Program sendiri telah melaksanakan audit untuk tahun pertama pada akhir tahun 2005. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut: berikut:
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
19
M.Rawa El Amady
[email protected]
Tabel 2 : Kinerja PPD hasil Uadit 2005 Kegiatan Aspek
Penyiapan Konsep Rekrukmen Paltihan Sosialisasi Pemberdayaan Kinerja Fasilitator Partisipasi Masyarakat Perinsip Transparansi Adm/pelaporan UED Penyerapan Dana Pengembangan Ekonomi Pertumbuhan Usaha Pengembalian Pinjaman Penyiapan PPD Pengembangan Pembinaan kelembagaan Penambahan Modal Kinerja Keseluruhan Aspek
Capaian Kegiatan (%) 100 99,4 89,7 59,1 83,8 86,7 75,0 67,0 94.1 51.7 100,0 75,0 38,0 79,0
Capaian Keseluruhan (%)
84,9
83,4
66,0 77,7
Diolah dari Laporan Uadit PPD 2005
Gambaran hasil audit ini sangat mengembirakan karena pencapaian out put program ternyata sangat sangat baik terutama dalam hal pengembalian pinjaman berikut: berikut:
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kabupaten/ Kota
Indragiri Hilir Indragiri Indragiri Hulu Pelalawan Rokan Hilir Kuantan Singingi Rokan Hulu Siak Bengkalis Dumai Kampar Pekanbaru
Tabel 3 : Kinerja Per Kabupaten ASPEK Total (%) Pembe Pengem Kelem.
r. (%) 87 86,9 82,2 85 90 87 85,0 78,5 88,6 78,0 84,3
Usaha (%) 83 84,2 86,4 83,4 82,5 83 81,6 84,2 74,5 80,6 76,7
Ket.
(%) 70,3 68,6 64,3 63 64 64,8 63,4 66,3 60 67,9 58,1
80,3 80,4 76,8 77 79,7 79,7 76,8 75,4 75,9 75 73,6
Desa Pejabat Kawasan Kota Lebih tepat sasaran NA Desa maju Desa Perkebunan Desa Transmigrasi Na Na Desa Pejabat 2 Kel telambat
Diolah dari Laporan Uadit PPD 2005
Tabel diatas memberi memberi gambaran bahwa makin kecil campur tangan fasilitator program dan satuan kerja pemerintah semakin kecil pencapaiannya.
Aspek
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
20
M.Rawa El Amady
[email protected]
pemberdayaan mendapat penilaian yang cukup tinggi karena pelakunya ada di fasilitator program. Begitu juga pengembangan usaha dimana peran pajabat pemerintah dalam membentuk UED-SP dan campur tangan fasilitator program juga masih sangat tinggi. Sementara pengembangan kelembagaan menurun jauh sampai 10 digit karena menyangkut pengemban pengemban UED-SP yang pengelolanya pengelolanya berada ditangan masyarakat. Ini mengambarkan bahwa program ini masih sangat didominasi proses mobilisasi dari pengelola daripada inisiatif dari masyarakat. Lemahnya inisiatif ini tentu saja karena paradigma pemerintah dan masyarakat masih menganggap program ini sebagai program yang muncul dari pemerintah yang dipandang sebagai proyek semata. Pemerintah campur sampai ke pembentukan pembentukan UEDSP, begitu juga minat masyarakat menjadi anggota UED/K – SP masih berdasarkan karena ingin meminjam dana belum atas kesadaran kesadaran membangun kelompok. Jadi prinsip belajar dari kearifan lokal untuk membangun nilai kebersamaan belum dimulai pada program ini. Secara khusus laporan hasil uadit ini memberi catatan penting untuk melengkapi catatan keberhasilan yang dikemukan diatas, sebagai berikut: “Pada
Analisa Pencapaian Program Pemberdayaan Desa Provinsi Riau
21