19
Zulfikhar. 2012. Kuantitas Suara Mahasiswa adalah Kualitas Pemira.( Online)
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta, 2002, Hal 9.
Ibid, Hal 2.
Ramlan Surbakti, Op Cit, Hal 142.
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994, Hal 16-18.
Mohtar Mas'oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1993, Hal 47.
Ibid
Ibid. hal. 17
Jimly Asshiddiqie, 2006. "Membangun konstitusionalitas Indonesia
Membangun budaya sadar berkonstitusi". JURNAL KONSTITUSI. 4 (3), hal. 11.
Op Cit. hal. 11
Ramlan Surbakti, Op Cit, Hal 113-114.
Soelistyati Ismail Gani, Op Cit, Hal 111-112.
Ibid, Hal 112.
Ramlan Surbakti, Op Cit, Hal 117-121
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3SS, Jakarta,1989, hal 46.
ANALISA PARTISIPASI MAHASISWA DALAM PEMIRA PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011-2014PENYUSUN :pANJI pUTRAREFDIANAaDHI GUNAWANJASEPA ATRIYANI
ANALISA PARTISIPASI MAHASISWA DALAM PEMIRA PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011-2014
PENYUSUN :
pANJI pUTRA
REFDIANA
aDHI GUNAWAN
JASEPA ATRIYANI
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta merupakan salah satu kampus yang menerapkan sistem demokrasi dalam menetapkan presiden dan wakil presiden mahasiswanya, yaitu berupa pemilihan umum raya yang di singkat (Pemira). Untuk menjembatani antara mahasiswa dengan universitas, maka diperlukannya lembaga kampus, yaitu BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) dan DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa). Sebagai wujud bekerjanya demokrasi diperlukan adanya partai politik, sebagai wadah atau jembatan bagi mahasiswa untuk bisa duduk sebagai Presiden dan Wakil Presiden BEM maupun DPM. Sistem demokrasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya partai politik dan pelaksanaan pemilihan umum. Pembuatan keputusan secara teratur hanya mungkin dilakukan jika ada pengorganisasian berdasarkan tujuan kenegaraan. Tugas partai politik adalah untuk menata aspirasi rakyat untuk dijadikan public opinion yang lebih sistematis sehingga dapat menjadi dasar pembuatan keputusan yang teratur.
Pemilihan umum raya (Pemira) merupakan wahana bagi mahasiswa dalam menggunakan hak politiknya untuk memilih orang yang dianggapnya layak sebagai wakilnya untuk duduk di Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), maupun sebagai Presiden dan wakil presien Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Setiap Mahasiswa secara personal bebas dalam menentukan dan penggunaan hak memilihnya, tanpa takut terhadap ancaman dalam bentuk apapun. Pemenuhan hak tersebut dijamin oleh undang-undang. Untuk itu, pihak kampus harus melindungi hak politik mahasiswa dari berbagai ancaman yang berasal dari kelompok organisasi pergerakan atau kelompok lainnya. Jaminan perlindungan itulah yang akan menentukan kualitas pemira.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta layaknya sebuah negara dengan jumlah mahasiswa berkisar 18.000 tentunya tidak jauh berbeda dengan beberapa negara demokrasi di dunia, seperti Nauru yang hanya memiliki penduduk berkisar antara 11.000-12.000 saja, mampu melaksanakan demokrasi dengan sukses. Namun kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, mampukah umy menyukseskan pesta demokrasi dengan tingkat apatisme yang rendah?
Ketika dilihat dari segi pengetahuan, mahasiswa selama ini dianggap sebagai kaum terdidik atau kaum intelektual, pemilih rasional, dan memiliki idealisme yang sangat tinggi dalam hal menentukan pemimpinnya. Maka dari itu, dalam pemira penentuan wakil dari mahasiswa, diharapkan mahasiswa UMY mampu memilih pemimpin baru yang mempunyai semangat baru sesuai dengan harapannya masing-masing.
Saatnya kembali merenungi kondisi sekarang menjelang perhelatan Pemilihan Umum Raya (Pemira). Sebuah even yang konon dianggap prestisius bagi seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Tidak saja menjadi ajang mengamati geliat gerak politik mahasiswa di kampus, tetapi lebih dari itu adalah mengfungsionalkan partisipasi mahasiswa (pemilih) didalamnya. Sebenarnya urgensi (arti penting) dari pemira adalah sarana untuk mengajak mahasiswa berpartisipasi peduli pada kampus. Dengan menggunakan hak suara mereka untuk memilih pemimpin yang berintegritas (kesempurnaan moral dan kinerja). Sehingga kepemimpinan politik mahasiswa tidak lagi stagnan pada gagasan atau kepemimpinan lama yang barangkali tidak lagi produktif. Tetapi mencoba menggantinya dengan kepemimpinan baru dengan gagasan yang sebaliknya –meskipun tetap dengan penguasa yang sama.
Pergerakan mahasiswa dewasa ini merupakan benih reformasi di masa depan. Sebab kepemimpinan Indonesia dua atau tiga dekade lagi akan dipegang oleh mahasiswa generasi sekarang. Sehingga menjadi sebuah keniscayaan untuk mempersiapkan kecakapan personal mahasiswa sejak dini. Anis Baswedan pernah mengatakan, mendidik mahasiswa untuk memiliki kapasitas kepemimpinan, kecerdasan intelektual dan integritas personal (akhlaqul kharimah) merupakan modal utama.
Mahasiswa harus belajar dari kesalahan generasi dulu. Terutama keterlibatan mereka dengan agenda penyelewengan kekuasaan (abuse of power), seperti; korupsi, ketidakadilan dan perilaku konsumerisme (pemborosan). Juga pola pikir yang transaksional dan political will (kemauan politik). Salah satu bentuk gerak untuk perbaikan itu adalah melibatkan mahasiswa di dalam partisipasi dan kompetisi agenda perpolitikan kampus. Berpolitik di kampus sebagai wahana pembelajaran mahasiswa dulu dan kini masih sangat penting, yaitu terlibat dalam dinamika Pemilu Raya Mahasiswa (Pemira), seperti mendirikan partai politik, terlibat dalam tim sukses calon presiden, memilih presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), terlibat dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dengan keterlibatan mahasiswa dalam aktivitas tersebut secara langsung dapat menambah wawasan (insight) mahasiswa khususnya dalam bidang kepemimpinan, manajerial dan sosial politik. Sehingga mahasiswa kini tidak lagi berotasi di dalam ruang lingkup ilmunya saja. Tetapi mulai meluas ke disiplin ilmu yang dibutuhkan di dalam pergaulan sosial nantinya.
Faktanya, Pemira sebagai wujud dari animo kepedulian mahasiswa terhadap nasib mereka masih kecil. Tercatat partisipasi pemira tahun lalu, hanya disuarakan oleh sedikitnya voter turnout -pemilih yang terlibat langsung dalam pemira. Dari hasil pemira tahun ini, yaitu 2014 jumlah partisipasi mahasiswa bisa dikatakan sungguh memprihatinkan. Mahasiswa aktif yang jumlahnya ±18.000 mahasiswa, yang ikut berpartisipasi dengan menggunakan hak pilihnya hanya 3.820 mahasiswa.
Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa masih dikategorisasikan apatis (kurang peduli). Tahun ajaran 2013-1014 membuktikan bahwa kurangnya partisipasi dari mahasiswa dalam pemira. Dari ±18.000 mahasiswa, yang turut berpartisipasi hanyalah 15% dari keseluruhan mahasiswa aktif. Masih banyak pemilih yang belum paham urgensi pemira. Sehingga secara statistik para pemilih yang sedikit belum mewakili kehendak mayoritas untuk memilih pemimpin yang benar-benar berintegritas. Karena kualitas demokrasi direpresentasikan oleh kuantitas partisipasi pemilihnya.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang di atas maka ada yang menjadi fokus kajian peneliti yaitu, Bagaimana tingkat partisipasi mahasiswa dalam PEMIRA Presiden dan Wakil Presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011-2014?
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian tentang bagaimana tingkat partisipasi mahasiswa dalam PEMIRA Presiden dan Wakil Presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011-2014 yaitu, faktor apa yang mempengaruhi mahasiswa sehingga mahasiswa begitu apatis dengan pemira. Kemudian untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemira Presiden dan Wakil Presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011-2014 dan sebagai wacana untuk perbaikan bagi PEMIRA selanjutnya.
MANFAAT PENELITIAN
D.1. Secara Teoritis
Menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang dilaksanakan sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pemerintahan khususnya.
Sebagai pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun mahasiswa lain untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam mengenai pemira Presiden dan Wakil Presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
D.2. Secara Praktis
Bagi Universitas, diharapkan nantinya dapat dijadikan sebuah penilaian logis bagi universitas untuk lebih maksimal lagi dalam menangani pelaksanaan pemira presiden dan wakil presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Bagi mahasiswa, diharapkan nantinya dapat membuka ruang kesadaran mahasiswa untuk ikut berpartisipasi dalam pemira presiden dan wakil presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan skripsi.
KERANGKA TEORITIS
E.1. Partisipasi Politik
Salah satu kunci tegaknya demokrasi adalah menguatnya partisipasi masyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Negara-negara yang anti demokrasi tidak memberikan ruang sedikitpun kepada rakyatnya untuk berpartisipasi.
Terkait dengan persoalan politik, maka pengertian partisipasi disini lebih menitik beratkan pada peran mahasiswa dalam bidang politik. Dengan kata lain, partisipasi politik merupakan bentuk hubungan tidak langsung antara universitas dengan mahasiswanya. Berikut ini pengertian partisipasi politik menurut beberapa ilmuan social, yaitu:
"Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung dan tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan umum." (Herbert Mc Closki)
"Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai peribadi-peribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif." (Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson)
Partisipasi politik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif merupakan kegiatan yang berorientasi pada proses input dan output politik, seperti mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif kebijakan umum yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan. Sedangkan partisipasi pasif merupakan kegiatan yang menaati perintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson mengemukakan bentuk-bentuk dari partisipasi politik, yaitu:
Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.
Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimping-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.
Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
Mencari koneksi (Contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang.
Tindak kekerasan (Violence) juga dapat merupakan satu bentuk partisipasi politik dan untuk keperluan analisis dan manfaatnya untuk mendefinisikannya sebagai satu kategori tersendiri. Artinya, sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda.
Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik itu sendiri meliputi:
Bentuk konvensional, yang merupakan bentuk partisipasi politik yang normal sah atau lazim dalam demokrasi modern, seperti pemberian suara (voting), diskusi politik, kegiatan kampanye, membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan, komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif.
Bentuk non konvensional, termasuk beberapa yang mungkin legal maupun illegal, penuh kekerasan dan revolusioner, seperti pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, mogok, tindakan kekerasan politik terhadap harta benda (perusakan, pengeboman, pembakaran), tindakan kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan), perang gerilya dan revolusi.
Kesadaran politik menyangkut aspek Kognitif yaitu, pengetahuan tentang apa, siapa, dan bagaimana pemerintahan yang berlangsung misalnya mengetahui nama pejabat atau presiden dan bagaimana kebijakannya. Aspek Afektif menyangkut tentang sikap mendukung atau menolak terhadap sistem politik yang berlangsung. Dan aspek Evaluatif adalah sebagai kontrol terhadap pemerintahan dengan dasar nilai–nilai moral yang dimiliki oleh masyarakat. Ketiga aspek ini saling berkaitan dan mempengaruhi tingkat partisipasi politik.
Kesadaran individu dan masyarakat untuk melakukan partipasi politik sangat terkaitan dengan pemahaman mereka terhadap sistem politik. Secara langsung maupun tidak langsung disenangi maupun tidak masyarakat maupun penguasa mendapatkan sosilisasi politik dan pendidikan politik.Usaha seperti itu jelas bertujuan mengarahkan proses sosialisasi poltik masyarakat ke arah tertentu, misalnya kearah perkembangan sikap dan tingkah laku politik yang demokratis.
Dalam arti sempit pendidikan politik adalah usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak di bangun. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam sosialisasi politik, pertam, sosialisasi ini berjalan terus-menerus selama hihup seseorang. Kedua, sosialisasi politik dapat berwujud transmisi dan pengajaran yang langsung maupun tidak langsung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik dapat tumbuh dan meningkat karena faktor-faktor modernisasi, kesadaran politik melalui pendidikan politik.
E.2. Pemilihan Umum
Sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, maka kekuasaan untuk menentukan corak dan cara pemerintahan sesungguhnya berada di tangan rakyat. Kedaulatan tersebut dilaksanakan menurut ketentuan UUD, yaitu oleh lembaga negara, dan oleh rakyat yang diantaranya melalui mekanisme pemilihan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945. Pemilihan umum juga dapat dilihat sebagai mekanisme yang menghubungkan antara infrastruktur politik dan suprastruktur politik. Pemilu juga merupakan mekanisme transformasi aspirasi pilitik partai menjadi kebijakan negara.
Di dalam lingkup kampus, khususnya Universitas Muhammadiya Yogyakarta, pemilihan umum raya merupakan salah satu media demokrasi yang digunakan untuk mewujudkan partisipasi mahasiswa. Pemira dianggap penting dalam proses dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, pemilihan umum sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu negara demokrasi jika kita melihat hampir seluruh negara demokrasi melaksanakan pemilihan umum. Tidak bedanya dengan universitas muhammadiyah Yogyakarta, pemira sangatlah penting dalam proses dinamika perpolitikan kampus. Dimana mahasiswa mulai belajar bagaimana mendirikan sebuah partai, bagaimana menjadi seorang pemimpin.
Pentingnya pemilihan umum diselenggarakan secara berkala dikarenakan oleh beberapa sebab, yaitu Pertama, pendapat atau aspirasi mahasiswa mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat kampus bersifat dinamis, dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam jangka waktu tertentu, dapat saja terjadi bahwa sebagian besar mahasiswa berubah pendapatnya mengenai sesuatu kebijakan. Kedua, di samping pendapat dari mahasiswa dapat berubah dari waktu ke waktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat kampus dapat pula berubah, baik karena dinamika eksternal ataupun karena faktor internal kampus sendiri, baik karena faktor internal manusia maupun karena faktor eksternal manusia. Ketiga, perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat mahasiswa juga dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan jumlah mahasiswa baru yang masuk. Mereka itu, terutama para pemilih baru (new voters) atau pemilih pemula, belum tentu mempunyai sikap yang sama dengan orang yang lebih tua dari mereka sendiri. Lagi pula, keempat, pemilihan umum perlu diadakan secara teratur untuk maksud menjamin terjadinya pergantian kepemimpinan, baik di cabang kekuasaan eksekutif maupun legislatif.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan penyelenggaraan pemilihan umum itu ada 4 (empat), yaitu untuk:
untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.
untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan mahasiswa di lembaga perwakilan.
untuk melaksanakan prinsip kedaulatan mahasiswa, dan
untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi dari mahasiswa
.
E.3. Prilaku Politik
Pengertian Perilaku Politik Menurut Almond dan Powell yang di kutip oleh Efriza yaitu:
"Secara bebas perilaku politik dapat diartikan sebagai keseluruhan tingkah laku politik para aktor politik dan warga negara yang dalam manifestasi konkretnya telah saling memiliki hubungan dengan kultur politik".
Dapat pula diartikan bahwa sikap – sikap warga negara, respon–respon dan aktivitasnya terhadap sistem poltik yang ada tersebut dipengaruhi oleh budaya politik yang membentuknya. Sementara Robert K. Carr yang menyatakan bahwa:
"Perilaku politik (political behavior) dinyatakan sebagai suatu telaah mengenai tindakan manusia dalam situasi politik".
Prilaku politik pada umumnya ditentukan oleh factor internal dari individu sendiri seperti idealism, tinggkat kecerdasan, kehendak hati dan factor eksternal (kondisi Lingkungan) seperti kehidupan beragama, social, politik, ekonomi dan sebagainya yang mengelilinginya. Faktor ini akan mempengaruhi sikap politik individu yang pada giliranya, akan pula berpengaruh terhadap prilaku politik individu.
Sementara itu, ahli lain membedakan beberapa tipe tingkah laku politik sebagai berikut :
Elektoral activity, temasuk pemberian suara (votes), bantuan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, menarik masuk atas nama calon, atau tindakan lain yang dapat mempengaruhi proses pemilihan.
Lobbying, termasuk usaha-usaha yang dilakukan secara individual atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah guna untuk mempengaruhi keputusan-keputusan mereka.
Contacting, adalah tindakan individual yang di tunjukan kepada pemerintah, direncanakan untuk mendapatkan keuntungan bagi seseorang atau sekelompok kecil orang.
Sehubung dengan masalah yang akan diteliti, maka istilah perilaku politik lebih cenderung digunakan. Dua hal mengapa dipilihnya istilah prilaku politik, pertama , bahwa perilaku politik akan mencakup konsep-konsep political participation dan political activity.
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, baik sebagai individu mapun sebagai kelompok, sehingga yang akan diungkapakan adalah perilaku politik yang dipengaruhi oleh sikap politik mereka. Sikap politik ini dianggap dipengaruhi oleh etnis dan agama mereka. Mahasiswa, baik sebagai individu maupun kelompok, meskipun memiliki status dan karakteristik sendiri, namun mereka tidak akan pernah secara utuh dapat melepaskan diri dari keanggotaanya sebagai bagian dari masyarakat.
Banyaknya nilai-nilai dan norma-norma baru yang diperkenlakan kepaka mahasiswa, seringkali tidak sesuai dengan nilai dan norma yang telah dianut atau dikenalkan. Dalam hal ini, eksistensi diri mahasiswa diuji, yaitu sejauh mana mahasiswa sebagai makhluk yang dianggap lebih sering enggunakan rasio. Faktor perilaku politik berdampak pada golput dan sikap apatis juga disebabkan oleh tingkat pendidikan dan ekonomi. Semakin berpendidikan atau semakin kaya ekonomi seseorang, maka semakin melek berpolitik. "Untuk menghilangkan sikap apatis tersebut, kita perlu memberikan pendidikan dan membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
E.4. Partai Politik
Dalam system politik, partai politik memiliki memiliki peran kunci sebagai satu-satunya asosiasi yang diperbolehkan mengikuti pemilihan umum. Artinya, keberadaan partai politik sangat strategis dalam upaya menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Bias dibayangkan, apa jadinya sebuah Negara tanpa partai politik, niscaya komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya akan terputus. Maka wajar jika partai politik hanya bias tumbuh di negara-negara demokratis. Sedangkan di negara-negara otoriter maupun totaliter, partai politik tidak mendapatkan tempat. Kalaupun ada, biasanya partai politik tersebut adalah hasil rekayasa penguasa sebagai bentuk upaya dalam meredam konflik di masyarakat. Lagi pula, apa gunanya partai politik jika sebuah Negara tidak menggunakan prosedur demokrasi dalam memilih pemimpinnya, yaitu pemilihan umum. Pada negara-negara seperti ini, partai politik tidak ubahnya seperti kelompok kepentingan (interest group) ataupun kelompok penekan (pressure group) yang fungsinya hanya sebatas partisipasi politik yang tidak berusaha merebut kekuasaan. Kepentingan yang mereka usung juga hanya kepentingan kelompok tertentu saja.
Ada tiga teori yang mencoba menjelaskan asal-usul partai politik. Pertama, teori yang mengatakan partai politik dibentuk oleh kalangan legislative dan eksekutif, karena ada kebutuhan para anggota parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Kedua, teori yang menjelaskan krisis situasi historis terjadi manakala suatu system politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur komplek. Ketiga, teori yang melihat modernisasi social ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan Negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan organisasi profesi dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut.
Adapun pengertian dari partai politik itu sendiri adalah kumpulan dari beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum. Berikut ini pengertian partai politik menurut beberapa ilmuan social:
"partai politik terdiri dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memakai kekuasaan memilih bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka". (Raymond Garfield Gettel)
"Partai politik adalah sekelompok orang-orang yang terorganisir untuk ikut serta mengendalikan suatu pemerintahan, agar dapat melaksanakan programnya dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan". (George B. de Huszar dan Thomas H. Stevenson)
Hadirnya partai politik dalam sistem politik di negara-negara demokratis berfungsi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan guna menyalurkan aspirasi konstituennya. Dalam ilmu politik, ada beberapa fungsi partai politik yang bisa kita jadikan acuan, yaitu:
Fungsi Sosialisasi Politik, yaitu proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat.
Fungsi Rekruitmen Politik, yaitu seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.
Fungsi Partisipasi Politik, yaitu kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan.
Fungsi Pemandu Kepentingan, yaitu kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.
Fungsi Komunikasi Politik, yaitu proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah.
Fungsi Pengendalian Konflik, yaitu pengendalian konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan kedalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik.
Fungsi Kontrol Politik, yaitu kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isu suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah.
Definisi Konseptual
F.1. Pemilihan Umum
Definisi di atas menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan isntrumen untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, membentuk pemerintahan yang absah serta sebagai sarana mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat.
F.2. Partisipasi politik
Partisipasi politik secara harafiah berarti "keikutsertaan", dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi politik.
F.3. Prilaku Politik
Yang dimaksud dengan perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik. Dapat pula diartikan bahwa sikap–sikap warga negara, respon–respon dan aktivitasnya terhadap sistem poltik yang ada tersebut dipengaruhi oleh budaya politik yang membentuknya.
F.4. Partai Politik
Adapun pengertian dari partai politik itu sendiri adalah kumpulan dari beberapa orang yang memiliki tujuan yang sama untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan melalui pemilihan umum.
Definisi Operasinal
Definisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variable. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variable.
Variabel
Y= Tingkat partisipasi mahasiswa dalam pemira presiden dan wakil presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
X1.= Sifat Apatis
Sibuk memikirkan kuliah.
Pola pikir yang tidak mau tahu.
Kurangnya kesadaran dari mahasiswa.
X2.= Sosialisasi
Sosialisasi yang intensif dari KPU.
Informasi yang tepat sasaran.
Pengetahuan tentang pemira.
X3.= Pergaulan
Pengaruh dari teman.
Gaya hidup yang cenderung berkelompok.
Solidaritas kepada teman-temannya.
Metodologi Penelitian
H.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian dapat diartikan sebagai alat untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tertentu dan untuk menyelesaikan masalah ilmu atau praktis. Sedangkan menurut riduwan, penentuan suatu metode yang digunakan dalam penelitian akan menentukan kadar ilmiah hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian kualitatif yang merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah dimana peneliti adalah instrument kunci (Riduwan:2005:51). Sedangkan bentuknya menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang merupakan metode yang tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Dalam prakteknya tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan klasifikasi data saja, tetapi juga menganalisis dan menginterpretasikan tentang arti data tersebut. Itulah alasan mengapa peneliti mengambil penelitian deskriptif kualitatif.
Dalam penelitian mengenai tingkat partisipasi mahasiswa dalam pemira, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dengan demikian melalui penelitian deskriptif kualitatif ini hanya berusaha untuk menggambarkan permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan tingkat partisipasi mahasiswa dalam pemira presiden dan wakil presiden Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan kemudian menganalisanya sampai pada suatu kesimpulan absolut. Dalam penelitian ini,peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam. Tujuannya adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi suatu unit social.
Walaupun demikian, dalam penelitian ini peneliti tidak menabukan pendekatan kuantitatif, karena tidak dapat dipungkiri data-data statistika juga akan didapatkan pada penelitian ini, sehingga akan dihasilkan pembahasan yang lebih komprehensif.
H.2. Teknik Pengumpulan Data
Moleong berpendapat bahwa penjelasan dari teknik pengumpulan data, yaitu:
"Sebagai peneliti kualitatif, tugas anda adalah menembus pengertian akal sehat (commonsense understanding) tentang kebenaran dan kenyataan. Apa yang kelihatannya keliru atau tidak konsisten menurut perspektif dan logika anda, mungkin menurut subyek anda tidak demikian. Dan, kendati anda tidak harus sependapat dengan pandangan subyek terhadap dunia ini, anda harus dapat mengetahui, menerima, dan menyajikan pandangan mereka itu sebagaimana mestinya" (Moleong:2005:19)
Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Sebagai data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dari hasil wawancara dan observasi berperan serta. Sedangkan data-data sekunder yang didapatkan berupa berupa dokumen tertulis, gambar, dan foto-foto. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan dalam pengumpulan datanya terdiri dari, panduan wawancara, alat perekam (tape recorder), buku catatan dan kamera digital.
Teknik pengumpulan data yang digunakan merupakan kombinasi dari beberapa teknik, yaitu:
Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee). Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam (indepth interview). Adapun jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara tak terstruktur. Jika dalam wawancara terstruktur, pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Maka wawancara tak terstruktur sangat berbeda dalam hal waktu bertanya dan memberikan respon, yaitu cara ini lebih bebas iramanya. Pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih dahulu, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan cirri yang unik dari informan, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari.
Adapun kisi-kisi wawancara tak terstruktur pada penelitian ini disusun bukan berupa daftar pertanyaan, akan tetapi hanya berupa poin-poin pokok yang akan ditanyakan pada informan dan akan dikembangkan saat wawancara berlangsung. Hal ini dimaksudkan agar proses wawancara berlangsung secara alami dan mendalam seperti yang diharapkan dalam penelitian kualitatif.
Observasi
Observasi atau yang lebih dikenal dengan pengamatan Moleong adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, prilaku tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya (Moleong:2005:126). Dalam penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang digunakan adalah observasi berperanserta (observation participant).
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian ini memanfaatkan teknik observasi/pengamatan, seperti yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln diantaranya:
Pertama, teknik ini didasarkan pada pengalaman secara langsung.
Kedua, memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data.
Keempat, sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada data yang didapatkan ada yang bias.
Kelima, memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit, karena harus memperhatikan beberapa tingkah laku yang kompleks sekaligus.
Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamat dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat (Moleong:2005:126).
Dokumentasi
Dokumentasi adalah sekumpulan berkas yakni mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya. Dapat dipahami bahwa metode dokumentasi dapat diartikan sebagai suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.
Karena dalam penelitian ini tidak dapat dipungkiri data-data statistika ataupun hasil rekapitulasi dari pemira-pemira sebelumnya juga akan didapatkan pada penelitian ini, sehingga akan dihasilkan pembahasan yang lebih komprehensif.
H.3. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian deskriptif kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya penelitian. Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai data tersebut bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan penting, diantaranya; reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan verifikasi (verification). Pada prosesnya peneliti akan melakukan kegiatan berulang-ulang secara terus-menerus. Ketiga hal utama tersebut merupakan sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Ketiga kegiatan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
Reduksi Data (data reduction)
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan informasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan di lapangan. Reduksi data berlangsung selama proses pengumpulan data masih berlangsung. Pada tahap ini juga akan berlangsung kegiatan pengkodean, meringkas dan membuat partisi (bagian-bagian). Proses transpormasi ini berlanjut terus sampai laporan akhir penelitian tersusun lengkap (Miles dan Huberman:1992:16).
Penyajian Data (data display)
Langkah penting selanjutnya dalam kegiatan analisis data kualitatif adalah penyajian data. Secara sederhana, penyajian data dapat diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada penelitian ini, penyajian data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah bentuk teks. Selain itu penyajian data dalam bentuk bagan dan jejaring juga dilakukan dalam penelitian ini. Penyajian data bertujuan agar peneliti dapat memahami apa yang terjadi dan merencanakan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
Verifikasi/Penarikan Kesimpulan (verification)
Langkah ketiga dalam tahapan analisis interaktif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari hubungan-hubungan, mencatat keteraturan, pola-pola dan menarik kesimpulan. Asumsi dasar dan kesimpulan awal yang dikemukakan dimuka masih bersifat sementara, dan akan terus berubah selama proses pengumpulan data masih terus berlangsung. Akan tetapi, apabila kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti (data) yang valid dan konsisten yang peneliti temukan di lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono:2005:252).
DAFTAR PUSTAKA
Zulfikhar. 2012. Kuantitas Suara Mahasiswa adalah Kualitas Pemira.( Online)
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta, 2002
Ibid,
Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994.
Mohtar Mas'oed dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1993.
Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3SS, Jakarta,1989.