4 BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Semakin berkembangnya zaman, nampaknya semakin banyak dan beragam pula jenis dan model penyakit yang muncul di dunia, termasuk termas uk Indonesia. Salah satu penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan yang muncul adalah Anal Fistula. Fistula Fistula adalah hubungan hubungan abnormal abnormal antara dua tempat yang berepitel. Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus (ataupun ke organ organ lain seperti ke vagina) vagina) (Emerson Budiarman Masli, 2012). 2012). Pada permukaan kulit bisa terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula terse tersebu butt dapa dapatt kelu keluar ar nana nanah h ataup ataupun un koto kotora ran n saat saat buan buang g air besar besar (Emers (Emerson on Budiarman Masli, 2012). Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40 tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula(Emerson Budiarman Masli, 2012). Fist Fistul ulaa ani ani juga juga dapa dapatt terj terjad adii pada pada pasi pasien en deng dengan an kond kondis isii infl inflam amas asii berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS), diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis usus, HIV-AI HIV-AIDS, DS, dan infeks infeksii lain lain pada pada daerah daerah ano-rek ano-rektal(Em tal(Emerso erson n Budiarm Budiarman an Masli, Masli, 2012). Peng Pengob obata atan n yang yang teru teruss berl berlan angs gsun ung g seumu seumurr hidu hidup p pasie pasien. n. Kare Karena nany nyaa peningkatan kesadaran dan deteksi dini akan mencegah komplikasi penyakit ini menj menjad adii kron kronis is(E (Emer merso son n Budi Budiarm arman an Masli Masli,, 2012 2012). ). Seba Sebagi gian an besar besar fistu fistula la ani ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang sembuh spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan dengan fistula post operasi akan mengalami mengalami kekambuhan) kekambuhan) (Emerson (Emerson Budiarman Masli, 2012).
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah anatomi dan fisiologi dari anal? 1.2.2 Apa definisi dari anal fistula? 1.2.3 Apa saja etiologi dari anal fistula?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dan WOC dari anal fistula? 1.2.5 Bagaimanakah manifestasi klinis dari anal fistula? 1.2.6 Apa saja komplikasi dari anal fistula? 1.2.7 Bagaimana prognosis kemudian penatalaksanaan dari anal fistula? 1.2.8 Apa saja pemeriksaan diagnostic dan pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan
pada anal fistula? 1.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan anal
fistula?
1.3
Tujuan Umum
Mahasis Mahasiswa wa diharap diharapkan kan dapat dapat memaham memahamii asuhan asuhan kepera keperawata watan n pada pada klien klien gangguan sistem pencernaan berupa “Anal Fistula”.
1.4
Tujuan Khusus
1.4.1 Untuk menjelaskan bagaimana anatomi dari anal. 1.4.2 Untuk menjelaskan definisi dari anal fistula. 1.4.3 Untuk menjelaskan etiologi dari anal fistula. 1.4.4 Untuk menjelaskan patofisiologi dan WOC dari anal fistula. 1.4.5 Untuk menjelaskan manifestasi klinis dari anal fistula. 1.4.6 Untuk menjelaskan komplikasi dari anal fistula. 1.4.7 Untuk Untuk menjela menjelaska skan n bagaima bagaimana na progno prognosis sis kemudi kemudian an penatal penatalaksa aksanaa naan n dari dari anal anal
fistula. 1.4.8 Untuk menjelaskan apa saja pemeriksaan diagnostic dan pemeriksaan penunjang dari
anal fistula. 1.4.9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari anal fistula.
BAB II ISI
2.1
Anatomi dan Fisiologi
Rektum adalah bagian saluran pencernaan akhir dengan panjang 12-13 cm yang berakhir di saluran anal dan membuka di eksterior di anus. Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rectal yang berupa lipatan-lipatan vertical yang masingmasing berisi arteri dan vena. Rektum juga terdapat sfingter ani interna yang terdapat otot polos dan sfingter ani eksterna yang terdapat otot rangka. Keduanya dipersarafi oleh saraf yang berbeda. Sfingter ani interna dipersarafi oleh saraf tidak sadar (involunter) dan sfingter ani eksternal dipersarafi oleh saraf yang bisa dikehendaki (volunter). Sfingter ani eksterna diatur oleh N. Pudendus yang merupakan bagian dari saraf somatik, sehingga ani eksterna berada di bawah pengaruh kesadaran kita (volunter). Kedua sfingter ini mengendalikan proses defekasi. Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung – ujung serabut saraf rektum terangsang ketika dinding rektum teregang oleh massa feses. Sensasi rektum ini berperan penting pada mekanisme kontinen dan juga sensasi pengisian rektum merupakan bagian integral penting pada defekasi normal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : pada saat volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan memicu kontraksi dengan mengosongkan isinya ke dalam rektum. Studi statistika tentang fisiologi rektum ini mendeskripsikan tiga tipe dari kontraksi rektum yaitu : 1. Simple contraction yang terjadi sebanyak 5 – 10 siklus/menit 2. Slower contractions sebanyak 3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100 cmH 2O 3. Slow Propagated Contractions dengan frekuensi amplitudo tinggi.
Gambar 1 Rektum, Anal Fistula
Distensi dari rektum menstimulasi reseptor regang pada dinding rektum, lantai pelvis dan kanalis analis. Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum mengirim signal aferent yang menyebar melalui pleksus mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum sehingga feses terdorong ke anus. Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami relaksasi oleh adanya sinyal yang menghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterna pada saat tersebut mengalami relaksasi secara volunteer dan terjadilah defekasi. Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan tekanan intraabdominal oleh kontraksi otot–otot kuadratus lumborum, muskulus rectus abdominis, muskulus obliqus interna dan eksterna, muskulus
olunteers
abdominis dan diafraghma.
Muskulus puborektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian akan relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus. Perlu diingat bahwa area anorektal membuat sudut 900 antara ampulla rekti dan kanalis analis sehingga akan tertutup. Jadi pada saat lurus, sudut ini akan meningkat sekitar 1300 – 1400 sehingga kanalis analis akan menjadi lurus dan feses akan dievakuasi. Muskulus sfingter ani eksterna kemudian akan berkonstriksi dan memanjang ke kanalis analis. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh kesadaran ( volunteer ). Bila defekasi ditahan, sfingter ani interna akan tertutup, olunt
akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses yang terdapat di
dalamnya. Mekanisme
olunteer
dari proses defekasi ini nampaknya diatur oleh
susunan saraf pusat. Setelah proses evakuasi feses selesai, terjadi Closing Reflexes. Muskulus sfingter ani interna dan muskulus puborektalis akan berkontraksi dan sudut anorektal akan kembali ke posisi sebelumnya. Ini memungkinkan muskulus sfingter ani interna untuk memulihkan tonus ototnya dan menutup kanalis analis.
2.2
Definisi
Anal fistula berasal dari 2 kata yaitu anal dan fistula. Fistula adalah saluran yang tidak normal atau tidak sesuai sedangkan anal adalah anus atau saluran terakhir pada sistem pencernaan sebelum feses keluar dari tubuh. Sehingga anal fistula adalah abnormalnya saluran anal yang tidak sesuai pada tempat yang semestinya. Saluran ini bias berada didekat tempat anus atau bias juga di daerah vagina. Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel. Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus
(ataupun ke organ lain seperti ke vagina). Pada permukaan kulit bisa terlihat satu atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula tersebut dapat keluar nanah ataupun kotoran saat buang air besar. Mayoritas penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi dari kelenjar anus (cyptoglandular). Kelenjar ini terdapat di dalam ruang intersphinteric. Diawali kelenjar anus terinfeksi, sebuah abses kecil terbentuk di daerah intersfincter. Abses ini kemudian membengkak dan fibrosis, termasuk di bagian luar kelenjar anus di garis kripte. Ketidakmampuan abses untuk keluar dari kelenjar tersebut akan mengakibatkan proses peradangan yang meluas sampai perineum, anus atau seluruhnya, yang akhirnya membentuk abses perianal dan kemudian menjadi fistula. Fistula ani juga dapat terjadi pada pasien dengan kondisi inflamasi berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel Syndrome (IBS), diverticulitis, colitis ulseratif, dan penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis usus, HIV-AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal. Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang sembuh spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami kekambuhan).
Gambar 2 Anal Fistula Menurut Park tahun 2011, anal fistula dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu: 1.
Intersphinteric fistula Intersphinteric fistula berawal dalam ruang diantara muskulus sfingter
eksterna dan interna dan bermuara berdekatan dengan lubang anus. 2.
Transphinteric fistula Transphinteric fistula berawal dalam ruang diantara muskulus sfingter
eksterna dan interna, kemudian melewati muskulus sfingter eksterna dan bermuara
sepanjang 1 atau 2 inchi di luar lubang anus, membentuk huruf “U” dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada di kedua belah lubang anus (fistula horseshoe). 3.
Suprasphinteric fistula Suprashinteric fistula berawal dari ruangan diantara m. sfingter eksterna dan
interna dan membelah ke atas muskulus pubrektalis lalu turun diantara pubrektalis & m.levator ani lalu muncul 1 atau 2 inchi diluar anus. 4.
Ekstrasphinteric fistula Ekstrasphinteric fistula
berawal dari rektum atau colon sigmoid dan
memanjang ke bawah, melewati muskulus levator ani dan berakhir di sekitar anus. Fistula ini biasa disebabkan oleh abses appendiceal, abses diverticular, atau Crohn’s disease.
2.3
Etiologi
Kebanyakan fistula berawal dari kelenjar dalam di dinding anus atau rektum. Kadang-kadang fistula merupakan akibat dari pengeluaran nanah pada abses anorektal. Tetapi lebih sering penyebabnya tidak dapat diketahui. Fistula sering ditemukan pada penderita penyakit crohn. Penyakit crohn adalah suatu keadaan inflamasi kronis dengan etiologi yang tidak diketahui, bisa mengenai setiap bagian saluran alimentarius dari esophagus hingga rectum. Penyakit crohn paling sering terjadi pada ileum terminal dan usus halus. Selain itu, anal fistula juga sering didapati pada penderita tuberculosis, diverticulitis, dan kanker atau cedera anus maupun rectum. Fistula pada anak-anak biasanya merupakan cacat bawaan, dimana fistula tertentu lebih sering ditemukan pada anak laki-laki. Fistula yang menghubungkan rektum dan vagina bisa merupakan akibat dari terapi sinar X, kanker, penyakit Crohn, dan cedera pada ibu selama proses persalinan. Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system atau daya tahan tubuh setiap individu. Jika seorang penderita merasakan kelelahan seperti saat bepergian jauh, begadang, dan terlalu kelelahan serta telat makan, maka akan berdampak pada memperburuknya penyakit tersebut. Fistula juga sangat erat kaitannya dengan pola makan Penyebabnya adalah peradangan di dalam dubur tepatnya dari kelenjar anal (krypto-glandular) didaerah linea dentata. Jika peradangan sampai kebawah kulit
disekitar dubur, kulit menjadi merah, sakit dan ada benjolan, penderita biasanya merasa meriang. Anal fistula lebih banyak diderita pria daripada wanita.
2.4
Manifestasi Klinis
Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus. Gejala lain mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau kandung kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula bisa terasa sangat nyeri atau bisa mengeluarkan nanah atau darah. Biasanya ditandai dengan adanya sejenis bisul dibagian anus yang tidak bisa sembuh-sembuh. Didalam bisul tersebut adalah terowongan/canal yang menembus ke saluran pembuangan/ rectum. Bisa ada satu, dua atau lebih lobang. Fistula juga ditandai dengan demam, batuk serta rasa gatal disekitar anus dan lubang fistula. Pada pemeriksaan fisik pada daerah anus, dapat ditemukan satu atau lebih external opening atau teraba fistula di bawah permukaan. Pada colok dubur terkadang dapat diraba indurasi fistula dan internal opening.
2.5
Patofisiologi
Penyebabnya adalah peradangan di dalam dubur tepatnya dari kelenjar anal (krypto-glandular) didaerah linea dentata. Jika peradangan sampai kebawah kulit disekitar dubur , kulit menjadi merah , sakit dan ada benjolan , penderita biasanya merasa meriang. Dengan bertambahnya kumpulan nanah maka rasa sakit sakit juga akan bertambah , keadaan ini oleh awam sering disebut bisul.Pada tahap ini pemberian antibiotik saja tidak akan dapat menyembuhkan abses , tetapi nanah harus juga hilang. Jika abses ini pecah maka gejala diatas akan hilang. Abses dapat pecah sendiri (spontan) atau harus dibuka (incisi) dalam narkose.Pembukaan dalam narkose umumnya dapat dilakukan dalam rangka rawat jalan tetapi penderita harus puasa makan dan minum selama 6 jam sebelum dilakukan tindakan. Setelah nanah keluar dan luka mengering , ada dua kemungkinan yaitu sembuh sama seka.li atau sembuh dengan meninggalkan lubang kecil yang terus menerus mengeluarkan cairan nanah terkadang bercampur darah. Meskipun tidak sakit tetapi akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Kondisi ini disebut anal fistula.
Meninggalkan Abses tidak keluar Paparan dari kanker dan sinar x Terbentuk abses perianal ANAL FISTULA Mengeluarkan cairan darah Mengeluarkan cairan darah
sembuh Luka kering nanah meriang Inflamasi usus berkepanjangan peradangan Bengkak dan fibrosis Abses terbentuk dalam intersficter Infeksi dari kelenjar anus (cyptoglandular)
Kulit merah Ada benjolan Meninggalkan lubang kecil 2.6
Web of Caution
MK: Nyeri akut Peradangan pada anus MK : Gangguan konsep diri MK : Kerusakan Integritas kulit MK:Gangguan eliminasi fekal Spingter ani mengalami kerusakan
MK :Resiko Infeksi Terbentuk lubang baru ANAL FISTULA Terbentuk rembesan berupa darah atau feses Keluar melalui lubang baru dan tak terkontrol
2.7
2.8
Komplikasi
Komplikasi pada anal fistula dapat terjadi langsung setelah operasi atau tertunda.
a.
Komplikasi terjadi secara langsung
Perdarahan
Impaksi fekal Impaksi fekal adalah masa atau kumpulan feses yang mengeras di dalam rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi materi feses dalam waktu lama
Hemorrhoid Pelebaran pembuluh darah vena di bagian bawah dari saluran cerna, yaitu rektum dan anus (dubur).
b.
Komplikasi terjadi secara tunda Inkontinensia Munculnya
inkontinensia
berkaitan dengan banyaknya
otot sfingter
yangterpotong, khususnya pada pasien dengan fistula kompleks seperti letaktinggi dan letak posterior. Drainase dari pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak saraf-saraf kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidakrapat menutup, yang mengakibatkan bocornya gas dan feces. Risiko ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita.
Rekurens Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan primer atau mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau ke samping. Epitelisasidari bukaan interna
dan eksterna
lebih dipertimbangkan sebagai
penyebab
persistennya fistula. Risiko ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita.
Stenosis analis Proses penyembuhan menyebabkan fibrosis pada kanalis anal.
Penyembuhan luka yang lambat Penyembuhan luka membutuhkan waktu ± 12 minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti penyakit Crohn)
2.9
Prognosis
Prognosis dari penyakit ini sangat baik setelah sumber infeksi dan fistula teridentifikasi. Fistula akan menetap bila tidak didrainase dengan benar. Fistula dapat kambuh bila lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan. Pada pasien yang telah menjalani fistulotomi standar, dilaporkan angka frekurensnya berkisar antara 0-18% dan angka inkontinensia antara 3-7%. Pasienyang menjalani penggunaan seton, angka rekurensnya 0-17% dan angka inkontinensia antara 0-17%. Sedangkan yang menjalani advancement flap, angka frekurensnya berkisar antara 1-10% dan angka inkontinensia antara 6-8%.
2.10
Penatalaksanaan Opistic
a. Toilet Training Toilet training bertujuan untuk melatih penderita fistula anus untuk buang air besar maupun berkemih biasanya diterapkan pada anak-anak. b. Bowel Management Bowel management bertujuan untuk memonitor tanda dan gejala konstipasi serta impaksi feses pada penderita fistula anus. Selain itu bowel management juga bertujuan untuk memonitor intake cairan dan nutrisi serta konsistensi warna, frekuensi dan volume feses. c. Menjaga kebersihan kantung kolostomi Untuk menjaga kebersihan kantung kolostomi enema/irigasi kolon perlu dilakukan satu kali sehari untuk menjaga kebersihan kolon dan mengurangi resiko infeksi. d. Diet makanan Pengaturan diet yang baik pada penderita fistula anus bertujuan untuk menghindari konstipasi. Diet makanan dilakukan dengan mengkonsumsi makanan berserat dan minum air putih yang cukup. e. Pentalaksanaan pasca operasi Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari.
Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.
2.11 Penatalksanaan Medis
Pengobatan pada penderita anal fistula akan terus berlangsung seumur hidup pasien. Karenanya peningkatan kesadaran dan deteksi dini akan mencegah komplikasi penyakit ini menjadi kronis. Berikut ini merupakan penatalaksanaan medis pada penderita anal fistula. a.
Terapi Konservatif dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis
antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren. b.
Terapi pembedahan: Fistulotomi
Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi.
Fistulektomi
Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
Seton
Benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa bulan.
Advancement Flap
Menutup lubang dengan dinding usus, tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar.
Fibrin Glue
Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%. 2.12 Pemeriksaan Diagnostik a. Hidranitis supurativa
Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang membentuk fistula multiple subkutan. Predileksi di perineum, perianal, ketiak dan tidak meluas ke struktur yang lebih dalam. b. Sinus pilonidalis
Terdapat di lipatan sakrokoksigeal, berasal dari rambut dorsal tulang koksigeus/ ujung os sacrum. Gesekan rambut, peradangan dan infeksi akut sampai abses dan terbentuk fistel setelah abses pecah. c. Fistel proktitis
Fistel proktitis dapat terjadi pada morbus Crohn, tbc, amubiasis, infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang disebabkan benda asing atau trauma.
2.13 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita anal fistula meliputi:
Fistulografi Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur fistula.
Ultrasound endoanal / endorektal Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke dalam kanalis ani untuk membantu melihat differensiasi muskulus intersfingter dari lesi transfingter. Transduser water-filled ballon membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa ekstensi suprasfingter.
MRI MRI dipilih
apabila
memperbaiki rekurensi.
CT- Scan
ingin
mengevaluasi
fistula
kompleks,
untuk
CT Scan umumnya diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn atau irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras oral dan rektal.
Barium Enema Untuk fistula multiple, dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi usus.
Anal Manometri Evaluasi tekanan pada mekanisme sfingter berguna pada pasien tertentu seperti pada pasien dengan fistula karena trauma persalinan, atau pada fistula kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian 1. Pemeriksaan fisik terhadap daerah penutupan kolostomi
Keadaan luka: tanda kemerahan, pengeluaran cairan
Adanya pembengkakan dan menutup sempurna
Lakukan pengkajian kepatenan lubang anal pada bayi baru lahir
2. Pemeriksaan fisik terhadap daerah penutupan kolostomi:
Pengeluaran feses
Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak tepat.
Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen
Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi
3. Kecemasan 4. Nyeri
B. Diagnosa - Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen -
Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
-
Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan colostomy
-
Gangguan konsep diri berhubungan dengan adanya kolostomi
-
Resiko Infeksi berhubungan dengan rembesan darah atau feses
C. Intervensi 1. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen
Tujuan :
•
Menyatakan nyeri hilang
•
Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat Intervensi
Rasional
Catat keluhan nyeri, durasi, dan
Membantu mendiagnosa etiologi
intensitas nyeri
perdarahan dan terjadinya komplikasi
Catat petunjuk nonverbal. Mis:
Bahasa tubuh / petunjuk non verbal
gelisah, menolak untuk bergerak
dapat secara prikologis dan fisiologis dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi masalah
Kaji faktor-faktor yang dapat
Menunjukkan faktor pencetus dan
meningkatkan / menghilangkan nyeri pemberat dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi Berikan tindakan nyaman, seperti
Meningkatkan relaksasi,
pijat punggung atau ubah posisi
memfokuskan perhatian, dan meningkatkan koping
Kolaborasi pemberian analgetik
Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit
2. Gangguan eliminasi fekal berhubungan dengan. gangguan pasase feses, feses
lama dalam kolon dan rectum Tujuan : •
Menormalkan fungsi usus
•
Mengeluarkan feses melalui anus Intervensi
Rasional
Kaji fungsi usus dan karkteistik tinja
Memperoleh informasi tentang kondisi usus
Catat adanya distensi abdomen dan
Distensi dan hilangnya peristaltik
auskultsi peristaltik usus
usus menunjukkn fungsi defekasi hilang
Berikan enema jika diperlukan
Mungkin perlu untuk menghilangkan
distensi
3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan colostomy
Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi Intervensi
Rasional
Observasi luka, catat karakteristik
Perdarahan pasca operasi paling
drainase
sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja
Ganti balutan sesuai kebutuhan,
Sejumlah besar drainase serosa
gunakan teknik aseptik
menuntut pergantian dengan sering untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi
Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan
Diperlukan untuk mengobati
cairan garam faali
inflamasi infeksi pra op / post op
4. Gangguan konsep diri berhubungan dengan adanya kolostomi
Tujuan : •
Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
•
Menerima perubahan kedalam konsep diri Intervensi
Rasional
Dorong pasien/orang terdekat untuk
Membantu pasien untuk menyadari
mengungkapkan perasaannya
perasaannya yang tidak biasa
Catat perilaku menarik diri.
Dugaan masalah pada penilaian yang
Peningkatan ketergantungan
dapat memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih kuat
Gunakan kesempatan pada pasien
Ketergantungan pada perawatan diri
untuk menerima stoma dan
membantu untuk memperbaiki
berpartisipasi dan perawatan
kepercayaan diri
Berikan kesempatan pada anak dan
Membantu dalam menerima
orang terdekat untuk memandang
kenyataan
stoma Jadwalkan aktivitas perawatan pada
Meningkatkan kontrol dan harga diri
pasien Pertahankan pendekatan positif
Membantu pasien menerima
selama tindakan perawatan
kondisinya dan perubahan pada tubuhnya
D. Implentasi
Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari beberapa tahapan, diantaranya adalah a. Validasi rencana keperawatan
Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian. b. Dokumentasi rencana keperawatan
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan. c. Tindakan keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat maupun situasi. d. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fistula adalah hubungan abnormal antara dua tempat yang berepitel. Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus (ataupun ke organ lain seperti ke vagina). Ada beberapa
pemeriksaan, termasuk pemeriksaan penunjang untuk
menentukan jenis penyakit ini, dan bagaimana nantinya penatalaksanaan untuk penyakit ini. Sebelum pemeriksaan ada beberapa tanda umum yang menjadi manifestasi klinis dari anal fistula. Kemudian dari pemeriksaan fisik juga akan nampak, yaitu pada colok dubur terkadang dapat diraba indurasi fistula dan internal opening. Terdapat beberapa penatalaksanaan untuk anal fistula ini. Penatalaksanaan medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren. Kemudian terapi pembedahan yang masalah keperawatannya dapat muncul samapi dengan setelah atau paska operatif.
3.2 Saran
Sebaiknya sebagai mahasiswa, kita lebih mempelajari dan memahami lagi bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan anal fistula. Kemudian mulai belajar mempraktikan asuhan keperawatan, meskipun belum secara langsung. Jadi, materi asuhan keperawatan pada klien dengan anal fistula ini tidak hanay berhenti sesudah selesai pembelajaran di kelas. Hal ini penting karena ana fistula merupakan penyakit yang tidak gampang untuk disembuhkan, sehingga benar0benar
membutuhkan asuhan keperawatan dari kita para perawat, dan tentunya tidak terlepas dari peran keluarga klien yang sedang menderita penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
Cruch,
Rob.
2008.
Anal
abscess
/
fistula.
http://www.bowelan
keyholeclinic.com/article.asp?article=8 Diakses pada 22 November 2012 pukul 14.20 Dirckz John H. 2001. Kamus Ringkas Kedokteran Stedman.Jakarta: Kedokteran EGC Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances & Geissler, Alice C. 2000. Rencana
Asuhan
Keperawatan
Pedoman
untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Kozier & Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis 5th edition. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Masli, Emerson Budiarman. 2008. Seputar Fistula Ani.
http://www.medistra.
com/index.php?option=com_content&view=article&id=176 Diakses pada 22 November 2012 pukul 20.20 Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes: Radiologi. Jakarta: Erlangga Sinanu, L Franklin. Fistula in Ano. http://www.scribd.com/doc/45183857/Fistula-inAno Diakses pada 23 November 2012 pukul 08.12 Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC University
Of
Connecticut
Health
Center.
2012.
Fistula
In
Ano.
http://fitsweb.uchc.edu/student/selectives/Luzietti/Painful_anus_fistula_in_ano .htm.
Diakses pada 22 November 2012 pukul 14.20