ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI
Oleh : SGD 7 Ni Putu Maitra Maitra Pratiwi Pratiwi (1002105004) (1002105004) Ni Putu Marlina Marlina (1002105047 (1002105047)) I Gusti Bagus Bagus Jelantik Jelantik Darma Putra Putra (1002105050) (1002105050) Putu Youdandari Youdandari Sujata Sujata (1002105052) (1002105052) I Ketut Eri Darmawa Darmawan n (1002105066) (1002105066) Ni Nyoman Nyoman Rita Lestari Lestari (1002105070) (1002105070) Ni Made Candra Candra Yundarini Yundarini (1002105074) (1002105074) Putu Pamela Pamela Kenwa (100210 (1002105081) 5081) Ni Luh Putu Putu Dian Yunita Yunita Sari (10021050 (1002105083) 83) Ni Wayan Lisnayanti Lisnayanti (1002105 (1002105084) 084) Ni Putu Ayu Ayu Jayanti (10021050 (1002105089) 89)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2012
Learning Task Tn. D 27 th, dibawa ke UGD RS A karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Beberapa bagian tubuh Tn. D mengalami luka-luka yang tidak serius, sementara kaki kiri Tn. D mengalami cedera remuk sehingga harus diamputasi di bawah lutut. Sebelum dilakukan amputasi Tn. D mengeluh takut, khawatir, bingung dengan tindakan amputasi yang akan dijalaninya. Saat ini Tn. D sudah selesai menjalani tindakan operasi amputasi. Tn. D tampak menangis dan menarik diri.
Pertanyaan 1.
Apa yang dimaksud dengan amputasi?
2.
Apa Indikasi dan kontraindikasi amputasi?
3.
Apa tujuan dilakukan tindakan amputasi?
4.
Uraikan jenis-jenis amputasi?
5.
Mengapa kaki kiri Tn. D perlu dilakukan tindakan amputasi?
6.
Bagaimana prinsip tempat/bagian tubuh yang dilakukan amputasi?
7.
Jelaskan penatalaksanaan sisa tungkai pada amputasi!
8.
Apa komplikasi dari amputasi?
9.
Uraikan tentang phantom limb pain!
10. Health Education apa yang perlu diberikan untuk klien post amputasi? 11. Jelaskan latihan pasca operasi yang perlu dilakukan Tn. D? 12. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien yang mengalami amputasi (pre dan post amputasi, lengkapi dengan pohon masalah)?
Pembahasan 1. Pengertian amputasi yaitu : Amputasi berasal dari kata : amputare (latin) atau apocope (yunani), yang berarti : "pancung " (to cut away,.,to cut off ). Pemancungan dalam arti “tindakan bedah" membuang anggota gerak (extrernitas) seluruh / bagian dalam saja, sesuatu yang menonjol/tonjolan, atau alat (organ) tubuh. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
2. Indikasi dan kotraindikasi amputasi meliputi : a. Indikasi amputasi
Adapun indikasi amputasi yaitu penyakit vascular perifer yang tidak dapat direkonstruksi dengan nyeri iskemik atau infeksi yang tidak dapat ditoleransi lagi, nyeri atau infeksi yang tidak dapat di toleransi lagi dalam pasien yang tidak dapat bergerak dengan penyakit vaskuler perifer, infeksi yang menyebar secara luas dan tidak responsive terdapat terapi konservatif, tumor yang responsnya buruk terhadap terapi nonoperatif, trauma yang cukup luas sehingga tidak memungkinkan untuk direparasi. b. Kontraindikasi amputasi
Keadaan umum klien yang buruk yang memiliki risiko meninggal lebih besar.
Sarkoma dengan metastasis (relatif)
3. Tujuan dilakukan tindakan amputasi adalah : a. Mempertahankan
sebanyak
mungkin
panjang
ekstremitas
konsisten
dengan
pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. b. Menghilangkan gejala
c. Memperbaiki kualitas hidup d. Menghentikan penyakit e. Mencegah infeksi menyebar f.
Memanfaatkan kembali fungsi ekstremitas
4. Jenis - jenis amputasi meliputi : a. Amputasi Terbuka
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Yang memerlukan tekhnik aseptik ketat dan revisi lanjut. b. Amputasi Tertutup
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skait kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 m di bawah potongan otot dan tulang.
Berdasarkan pelaksanaannya, amputasi dibedakan menjadi: a. Amputasi Selektif/ Terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternative terakhir. b. Amputasi Akibat Trauma
Amputasi akibat trauma merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum pasien. c. Amputasi Darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multipel dan kerusakan/ kehilangan kulit yang luas ( Harnawatiaj, 2008).
5. Kaki Tuan D harus diamputasi karena keadaan kakinya yang sudah remuk sehingga jaringan – jaringan yang ada di sekitarnya telah rusak. Hal tersebut tentunya
menimbulkan perdarahan dan beresiko terjadinya kontaminasi oleh bakteri yang dapat menyebabkan infeksi. Maka dari itu untuk menghindari komplikasi yang lebih parah dan untuk menyelamatkan jiwa Tuan D maka perlu dilakukan tindakan amputasi.
6. Prinsip tempat/bagian tubuh yang dilakukan amputasi yaitu ditentukan oleh luas dan jenis penyakit. Batas amputasi pada cedera ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat karena hal ini akan mempercepat penyembuhan luka amputasi. Pada ekstremitas atas tidak dipakai batas amputasi tertentu, dianjurkan batas sedistal mungkin. Batas amputasi ekstremitas bawah yang sering dipakai adalah batas amputasi klasik, yaitu : a. Amputasi jari kaki
Tingkat transfalangeal dapat digunakan jika nekrosis terletak dari distal ke proksimal sendi interfalangeal. Jika ibu jari kaki harus dikorbankan proksimal dari kaput metatarsal, pasien harus dengan cepat direhabilitasi jika amputasi transmentatarsal standar lima jari telah selesai. b. Amputasi bagian depan kaki (transmetatarsal)
Prosedur ini digunakan jika nekrosis memanjang dari proksimal ke proksimal sendi interfalangeal, tetapi distal dari kaput metatarsal pada permukaan plantar. Flap plantar panjang sering digunakan, memotong tulang metatarsal pada posisi tengah. Amputasi transmetatarsal biasanya tidak berhasil bila denyut nadi kaki tidak teraba. c. Disartikulasi pergelangan kaki (amputasi syme)
Prosedur ini biasanya digunakan jika kaki telah hancur oleh trauma. Amputasi ini menyelamatkan panjang ekstremitas, mengangkat kaki antara talus dan kalkaneus. d. Amputasi bawah lutut
Prosedur ini umumnya dilakukan pada penyakit vascular perifer stadium akhir. Prosedur
ini
menyelamatkan
memberikan sendi
lutut.
rehabilitas Kontraktur
yang lutut
sangat atau
baik
karena
panggul
dapat
merupakan
kontraindikasi dari prosedur ini. teknik flap posterior panjang umunya digunakan, dan suatu prostesis kadang-kadang digunakan segera setelah operasi. Amputasi BL paling baik dilakukan pada sambungngan dari betis atas dan sepertiga tengah. Amputasi pada tingkat ini paling mudah dicocokan dengan prosthesis dan pasien
dapat berjalan lebih baik daripada dengan amputasi tungkai distal. Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2 cm proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke bawah sampai tendon Achilles. e. Amputasi atas lutut
amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer. Pasien yang tak dapat berjalan paling baik ditangani dengan amputasi AL daripada BL. Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis yang direncanakan. f. Amputasi ekstremitas atas
Kebanyakan amputasi ini dilakukan dalam kasus-kasus trauma. Penyakit keganasan merupakan indikasi berikutnya yang paling umum. Penyakit penyumbatan arteri jarang yang membutuhkan amputasi ekstremitas atas; tetapi amputasi jari-jari sering dilakukan pada pasien dengan penyakit vascular kolagen dan penyakit Buerger.
7. Penatalaksanaan sisa tungkai pada amputasi yaitu : a. Balutan rigid tertutup
Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak, mengontrol nyeri, dan mencegah kontraktur. b. Balutan lunak
Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi. c. Amputasi bertahap
Dilakukan apabila ada ganggren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Sepsis ditangani dengan antibiotic. Dalam beberapa hari bila infeksi telah terkontrol dan klien telah stabil,dilakukan amputasi definitive dengan penutupan kulit.
8. Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi, dan kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat protesis dapat menyebabkan kerusakan kulit. a. Perdarahan Pasca Operasi
Hemoragi masif terjadi akibat lepasnya jahitan merupakan masalah yang paling membahayakan. Pasien harus dipantau secara cermat mengenai setiap tanda dan gejala perdarahan. Tanda visual pasien harus dipantau dan drainase berpengisap harus diobservasi sesering mungkin. Perdarahan segera setelah pascaoperasi dapat terjadi perlahan atau dalam bentuk hemoragi masif akibat lepasnya jahitan. Torniket besar harus tersedia dengan udah di sisi pasien sehingga bila sewaktuwaktu terjadi perdarahan hebat, dapat segera dipasang pada sisa tungkai utuk mengontrol perdarahan. b. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi yang sering terjadi pada amputasi. Pasien yang telah menjalani amputasi sering memiliki peredaran darah yang buruk, lukanya terkontaminasi atau menderita masalah kesehatan lain yang dapat mempengaruhi terjadinya infeksi. Insisi, balutan dan drainase harus dipantau adanya petunjuk yang mengarah pada infeksi (misalnya perubahan warna, bau, konsistensi drainase, bertabahnya rasa tida nyaman) dengan indicator sistemik (misalnya peningkatan suhu) juga harus dipantau. Bila ada petunjuk adanya infeksi, segera dilaporkan pada ahli bedah. c. Kerusakan Kulit
Kerusakan kulit terjadi akibat imobilisasi dan tekanan dari berbagai sumber. Prosesis dapat menimbulkan daerah tekanan. Perawat dan pasien dapat mengkaji
kulit yang mengalami kerusakan. Hygiene klit angat penting dilakukan untuk mencagah terjadina iriasi, infaksi dan kerusakan kulit. Sisa anggota tubuh dicuci dan dikeringkan dengan lembut paling tidak dua kali sehari. Kulit diinspeksi adanya tanda-tanda daerah tekanan, dermatitis dan lepuh. Bila ada harus segera ditangani untuk menanggulangi kerusakan lebih lanjut. d. Masalah Psikologis
Masalah psiologis sering muncul pada pasien pasca amputasi akibat dari hilangnya salah satu bagia tubuh pada pasien. Seperti misalnya penolakan atau menarik diri. Untuk it, rehabilitasi sangatah penting diberikan, bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri pasien nantinya. Masalah psikologis dapat dipengaruhi oleh jenis dukungan yang diterima oleh pasien dari tim rehabilitasi. Dan dari seberapa cepat aktifitas bagian tubuh yang mengalami amputasi serta penggunaan prostesis dipelajari.
9. Phantom limb pain Sensasi fantom (phantom limb sensation) merupakan istilah untuk sensasi pada anggota badan sesudah amputasi, sering juga disebut “nyeri deaferensiasi”. Pasien dengan nyeri fantom merasakan nyeri dan disestesia. Lebih dari empat abad ang lalu, seorang ahli bedah Perancis Ambroise Pare sudah melaporkan adanya nyeri fantom yang ditulis pada tahun 1851 dimana“pasien setelah beberapa bulan amputasi tungkai, mengeluh nyeri hebat pada daerah kaki yang telah diamputasi, pasien seolah – olah masih mempunyai kaki” (Keynes 1952). Rasa nyeri ini dapat berhubungan dengan posisi atau gerak tertentu, dapat disebabkan oleh faktor fisik seperti perubahan tekanan atau suhu pada anggota gerak yang telah diamputasi dan faktor psikologi seperti stress emosional. Phantom limb pain termasuk dalam Nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada.
Nyeri bukan berasal dari sesuatu di dalam anggota gerak, tetapi berasal dari saraf diatas anggota gerak yang telah diamputasi. Otak salah mengartikan sinyal saraf ini, yaitu berasal dari anggota gerak yang sudah tidak ada. Phantom limb pain juga bisa terjadi pada orang yang lahir tanpa anggota badan dan orang-orang yang lumpuh.
10. Health Education yang perlu diberikan untuk klien post amputasi yaitu : a. Memberikan dorongan kepada klien untuk melihat, merasakan, dan kemudian melakukan perawatan pada sisa tungkai b. Menjelaskan mengenai phantom limb pain dan membantu pasien menyesuaikan persepsi mereka sendiri. Pasien biasanya mengalami nyeri tungkai fantom segera setelah pembedahan atau 2 sampai 3 bulan setelah amputasi dan lama kelamaan akan menghilang. c. Menganjurkan untuk tetap aktif dan mendemonstrasikan teknik distraksi untuk mengurangi phantom limb pain. d. Menjelaskan pentingnya latihan sisa tungkai dan menganjurkan untuk tidak duduk dalam waktu yang lama. Pasca operasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera mungkin karena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak meliputi latihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan latihan pinggul untuk amputasi atas lutut. Penting bahwa pasien harus memahami pentingnya latihan sisa tungkai. Duduk dalam waktu yang lama jangan dianjurkan. e. Menjelaskan kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan dari keluarga dan sahabat klien untuk meningkatkan penerimaan klien terhadap kehilangan. f. Mengajarkan cara berjalan yang normal. Sisa tungkai harus digerakkan ke depan dan ke belakang saat pasien berjalan dengan tongkat. Untuk mencegah deformitas fleksi permanen, sisa tungkai tidak boleh dibiarkan dalam posisi fleksi.
11. Latihan pasca operasi yang perlu dilakukan Tn. D yaitu : a. Pasca operasi, latihan rentang gerak dimulai sesegera mungkin karena deformitas kontraktur terjadi cepat. Latihan rentang gerak meliputi latihan pinggul dan lutut untuk amputasi bawah lutut dan latuhan pinggul untuk amputasi atas lutut. Pasien harus memahami pentingnya latihan sisa tungkai.
b. Positioning Kontraktur mudah untuk dicegah tetapi sulit untuk koreksi. Pasien amputasi tidak boleh tidur pada kasur yang terlalu lembut, menggunakan bantal di bawah bagian belakang atau paha, atau kepala tempat tidur ditinggikan. Berdiri dengan sisa ekstremitas transfemoral beristirahat pada tongkat penopang harus dihindari. Semua posisi ini dapat menyebabkan kontraktur fleksi hip. Pasien amputasi tidak boleh meletakkan bantal di antara kedua kaki, karena ini menyebabkan kontraktur hip abduction. Pasien amputasi below knee tidak boleh meletakkan ekstremitas yang tersisa menggantung di tepi ranjang, bantal ditempatkan di bawah lutut, atau dengan lutut tertekuk, dan tidak boleh duduk di kursi roda dengan lutut tertekuk, karena posisi ini menyebabkan kontraktur fleksi genu. Pada pasien dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda maka puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien duduk. c. Berjalan dengan kruk dengan atau tanpa prostetik berbagai gerak yang baik dan, jika memungkinkan, lebih dipilih dibandingkan dengan mobilitas menggunakan kursi roda. Pasien amputasi harus berbaring telungkup selama 15 menit tiga kali sehari untuk membantu mencegah kontraktur fleksi hip. d. Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung. Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada. e. Pegangan di atas tempat tidur dapat digunakan pasien untuk mengubah posisi dan menguatkan bisep. Trisep yang sangat diperlukan untuk berjalan dengan tongkat, dapat diperkuat dengan cara menekan telapak tangan pada tempat tidur sementara mendorong tubuh ke atas (latihan push-up).
f. Latihan seperti hiperekstensi sisa tungkai, yang dijalankan di bawah pengawasan fisioterapis, juga membantu memperkuat otot selain meningkatkan peredaran darah, mengurangi edema, dan mencegah atrofi. g. Kekuatan dan ketahanan dikaji dan aktifitas ditingkatkan secara bertahap untuk mencegah keletihan. Ketika pasien mengalami kemajuan sehingga ia mampu mandiri menggunakan kursi roda, ambulasi dengan bantuan, atau ambulasi dengan prosthesis, harus ditekankan pada anjuran keamanan. Rintangan lingkungan (misal. Tangga, lantai tak rata, pintu, lantai basah) harus diidentifikasi, dan diusahakan metode untuk menanganinya. Masalah yang berhubungan dengan penggunaan alat bantu mobilisasi (misal. Tekanan pada aksila akibat pemakaian tongkat, iritasi kulit tangan akibat pemakaian kursi roda, iritasi sisa anggota tubuh akibat penggunaan prosthesis) di identifikasi dan ditangani.
12. Asuhan keperawatan untuk pasien yang mengalami amputasi yaitu :
Pre operasi Pengkajian a. Pengumpulan biodata klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lain – lain. b. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengalami kecelakaan lalu lintas sehingga beberapa bagian tubuhnya mengalami luka-luka yang tidak serius, sementara kaki kiri klien mengalami cedera remuk sehingga harus diamputasi di bawah lutut. Sebelum dilakukan amputasi klien mengeluh takut, khawatir, bingung dengan tindakan amputasi yang akan dijalaninya. c. Riwayat penyakit terdahulu
Mengkaji apakah klien pernah mengalami hal serupa sebelumnya. d. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang dialami klien. e. Pengkajian pola fungsi kesehatan
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
f.
Nutrisi/ metabolic
Pola eliminasi
Pola aktivitas dan latihan
Pola tidur dan istirahat
Pola kognitif-perseptual
Pola persepsi diri/konsep diri
Pola seksual dan reproduksi
Pola peran-hubungan
Pola manajemen koping stress
Pola keyakinan-nilai
Pemeriksaan fisik
Kulit, Rambut dan Kuku
Kepala dan Leher
Mata dan Telinga
Sistem Pernafasan
Sistem Kardiovaskular
Sistem Gastrointestinal
Sistem Saraf
Sistem Muskuloskeletal
g. Pemeriksaan penunjang
Radiologi
CT – Scan
Laboratorium
Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan klien mengeluh nyeri, klien tampak meringis. b. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan : amputasi ditandai dengan pasien mengeluh takut, khawatir dan bingung dengan tindakan amputasi, kontak mata pasien buruk, pasien terlihat gelisah.
Post operasi Pengkajian a. Kaji nyeri (sensai phantom limb). b. Kaji vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan). c. Kaji tipe balutan dan plester penekan. d. Kaji jumlah perdarahan, warna pada drainage, ada atau tidaknya drainage. e. Kaji posisi stump. f.
Kaji infeksi jaringan, kontraktur dan deformitas abduksi.
Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan klien tampak meringis, klien mengeluh nyeri. b. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka/trauma, kerusakan pada jaringan. c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan (amputasi) ditandai dengan perasaan negatif mengenai bagian tubuh, secara verbal menyatakan perubahan gaya hidup, perubahan struktur dan fungsi aktual tubuh, kehilangan bagian tubuh.