Algoritma Terapi Osteoporosis menurut Dipiro (2005)
Pengobatan tanpa pengukuran BMD (Bone Mineral Density) Pertimbangan terapi tanpa pengukuran BMD : • Pria dan wanita dengan peningkatan risiko kerapuhan tulang • Pria dan wanita yang menggunakan glukokortikoid dalam jangka waktu lama Terapi dapat dilakukan dengan Biphosphonate, jika intolerance dengan Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin nasal, teriparatide, bifosfonat parenteral. Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian Biphosphonate, maka pilihan terapi lainnya adalah teriparatide
Pengobatan dengan pengukuran BMD (Bone Mineral Density) Populasi yang perlu pengukuran BMD : • Untuk wanita dengan usia ≥ 65 tahun • Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan risiko osteoporotis • Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
Hasil Pengukuran BMD (Bone Mineral Density) T-score
Kategori
Pengobatan
Keterangan
> -1
Normal
Biphosponate, Raloxifene, Calcitonin
monitoring DXA setiap 1-5 tahun
-1 s/d -2,5
Osteopenia
Biphosponate, Raloxifene, Calcitonin
monitoring DXA setiap 1-5 tahun
<-2,0
Osteoporosi Terapi dengan Biphosphonate, s Sekunder jika intoleransi dengan Biphosphonate maka pilihan pengobatannya adalah Biphosphonate parenteral, Teriparatide, Raloxifene dan Calcitonin
dilakukan pemeriksaan lanjut untuk osteoporosis sekunder, yaitu dengan pengukuran PTH, TSH, 25OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes kondisi spesifik
< -2,5
Osteoporosi terapi dapat dilakukan dengan s Biphosphonate, jika intolerance dengan Biphosphonate pilihan terapi obat lainnya adalah Raloxifene, kalsitonin nasal,
Jika kerapuhan tetap berlanjut setelah pemakaian Biphosphonate, maka pilihan terapi lainnya adalah teriparatide.
Vitamin D • Mekanisme kerja obat Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari sumber alami (minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin D (7-dehidrokolesterol dan ergosterol). Pada manusia, suplai alami vitamin D tergantung pada sinar ultraviolet untuk konversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3 atau ergosterol menjadi vitamin D2. Setelah pemaparan terhadap sinar uv , vitamin D 3 kemudian diubah menjadi bentuk aktif vitamin D (Kalsitriol) oleh hati dan ginjal. Vitamin D dihidroksilasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi 25-hidroksi-vitamin D 3 (25-[OH]- D3 atau kalsifediol). Kalsifediol dihidroksilasi terutama di ginjal menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D (1,25[OH]2-D3 atau kalsitriol) dan 24,25-dihidroksikolekalsiferol. Kalsitriol dipercaya merupakanbentuk vitamin D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium usus dan fosfat. • Kontraindikasi Vitamin D dikontraindikasikan dengan hiperkalsemia, bukti adanya toksistas vitamin D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal terhadap efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal. • Efek samping efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi vitamin D ini yaitu sakit kepala, mual, muntah, mulut kering dan konstipasi.