KATA PENGANTAR Puji syukur syukur kepada kepada Tuhan Tuhan Yang Maha Esa karena karena atas rahmatNya rahmatNya referat ini dapat terselesaikan terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaik menyampaikan an terima kasih kepada dr. R. Soerjatmono, SpA selaku pembimbing sehingga referat ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Refer eferat at
ini ini
dib dibuat uat
den dengan gan
tuju tujuan an
untu untuk k
memen emenu uhi
komp ompeten etensi si
kepaniteraan klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kabupaten Kediri. Penulis berharap referat ini juga dapat menjadi literatur atau sumber informasi pembelajaran Ilmu Kesehatan Anak khususnya mengenai penyakit Alergi Susu Sapi Pada Anak. Akhi Akhirr kata kata,, tiad tiadaa gadi gading ng yang ang tak tak retak retak,, penu penuli liss meny menyad adari ari bany banyak ak keku kekura rang ngan an
dida didala lam m
peny penyus usun unan an
refe refera ratt
ini. ini. Oleh Oleh
kare karena na itu, itu, penu penuli liss
meng mengha hara rapk pkan an krit kritik ik dan dan sara saran n yang ang berg bergun unaa demi demi peny penyus usun unan an refe refera ratt selanjutnya.
Pare, 12 Mei 2012
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..2 DAFTAR ISI………………………………………………………………………3 BAB I. PENDAHULUAN….…..…………………………………………… PENDAHULUAN….…..………………………………………………....4 …....4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...………………………………………..6 BAB III. KESIMPULAN….……………………………………………………..26 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27
2
BAB I PENDAHULUAN Sumber Sumber nutrisi nutrisi terbaik terbaik bagi bagi bayi bayi baru baru lahir lahir adalah adalah air susu susu ibu (ASI). (ASI). Setelah melalui masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya berlangsung 3-6 bulan bulan,, bayi bayi mulai mulai diberi diberikan kan susu susu formu formula la sebagai sebagai pengga pengganti nti air susu susu ibu (PASI). PASI lazimnya dibuat dari susu sapi, karena susunan nutriennya dianggap memadai dan harganya terjangkau.
(1)
Susu Susu sapi sapi diangg dianggap ap sebaga sebagaii penye penyebab bab alergi alergi makana makanan n pada pada anak-an anak-anak ak yang paling sering dan paling awal dijumpai dalam kehidupan. Alergi susu sapi merupakan merupakan suatu penyakit penyakit berdasarkan berdasarkan reaksi imunologi imunologiss yang yang timbul timbul sebagai sebagai akibat dari susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi.
(2)
Hippocrates Hippocrates pertama kali melaporkan melaporkan adanya reaksi terhadap terhadap susu sapi sekitar tahun 370 SM. Dalam dekade belakangan ini prevalensi dan perhatian terhadap alergi susu sapi semakin meningkat. Susu sapi sering dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak yang paling sering. Beberapa penelitian pada beberapa negara di seluruh dunia menunjukan prevalensi alergi susu sapi pada anak-anak pada tahun pertama kehidupan sekitar 2%. Sekitar 1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terkandung dalam susu sapi. Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi di pasar menggunakan bahan dasar susu sapi.(2) Pada sumber lain dikatakan bahwa alergi terhadap protein susu sapi/Cow’s sapi/ Cow’s milk protein allergy (CMPA) terjadi pada 2-6% dari anak-anak, dengan prevalensi tertinggi pada usia tahun pertama. Sekitar 50% anak telah ditunjukkan sembuh dari CMPA pada usia tahun pertama, atau 80-90% dalam tahun kelimanya. Alergi pada susu s usu sapi 85% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum s ebelum usia 3 tahun. Penanganan alergi terhadap susu sapi adalah menghindari susu sapi dan makanan yang yang mengan mengandun dung g susu sapi, sapi, dengan dengan member memberika ikan n susu kedela kedelaii sampai sampai terjadi terjadi toleransi terhadap susu sapi. Perbedaan kontras antara penyakit alergi terhadap
3
susu sapi dan makanan lain pada bayi adalah bahwa dapat terjadi toleransi secara spontan pada anak usia dini. (2),(3),(5),(6) Alergi protein susu sapi dapat berkembang pada anak-anak yang diberi ASI atau atau pada pada anak-an anak-anak ak yang yang diberi diberi susu formula. formula. Namun, Namun, anak-a anak-anak nak yang yang diberi ASI biasanya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi alergi terhad terhadap ap makana makanan n lainny lainnya. a. Biasan Biasanya ya,, anak anak yang yang diberi diberi ASI dapat dapat mengal mengalami ami alergi terhadap susu sapi jika bayi tersebut bereaksi terhadap kadar protein susu sapi yang sedikit yang didapat dari diet ibu saat menyusui. Pada kasus lainnya, bayi-bayi tertentu dapat tersensitisasi tersensitisas i terhadap protein susu sapi s api pada ASI ibunya, namun tidak mengalami reaksi alergi sampai mereka diberikan secara langsung susu sapi. (4) Pada Pada makalah makalah ini akan akan dibaha dibahass mengen mengenai ai alergi alergi susu sapi pada pada anak, anak, sehingga pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang definisi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan alergi susu sapi pada anak.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi
Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun. (2) Reaksi alergi yang terjadi ini diprovokasi oleh protein yang ada dalam susu sapi. Susu merupakan protein yang spesifik untuk tiap spesiesnya, karenanya protein dalam susu s usu sapi memang sesuai untuk usus sapi, tetapi belum tentu sesuai dengan usus manusia. Bagi kebanyakan bayi, protein susu sapi merupakan protein asing yang pertama kali dikenalnya saat ia mendapat susu formula.
(1)
2.2 Prevalensi dan Insidensi
Dalam survei nasional ahli alergi anak, tingkat tingkat prevalensi prevalensi alergi susu sapi dilaporkan 3,4% di Amerika Serikat. Sedangkan di Denmark, pada studi kohort dari dari 1.74 1.749 9 bayi bayi baru baru lahi lahirr dari dari pusat pusat Kota Kota Oden Odense se yang dimo dimonit nitor or secar secaraa prospektif untuk pengembangan intoleransi terhadap protein susu sapi selama tahun pertama kehidupan, dilaporkan besarnya insidensi dalam 1 tahun adalah 2,2%. (6) Sebu Sebuah ah pene peneli litia tian n pros prospe pekt ktif if menu menunj njuk ukka kan n bahw bahwaa 42% 42% bayi bayi yang mengalami gejala akibat intoleransi protein susu sapi terjadi dalam waktu 7 hari (70% dalam waktu 4 minggu) setelah pemberian susu sapi. Intoleransi protein susu sapi telah didiagnosis pada 1,9-2,8% dari populasi umum bayi berumur 2 tahun atau lebih muda di berbagai berbagai negara di Eropa bagian utara, namun kejadian turun menjadi sekitar 0,3% pada anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun.
(6)
2.3 Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Protein susu sapi adalah salah satu dari alergen utama yang terlibat dalam kedua jenis alergi, dan diagnosis yang tepat sangat penting untuk manajemen yang 5
tepat.
(5)
Susu sapi mengandung lebih dari 20 fraksi protein. Dalam dadih, dapat
diidentifikasi 4 kasein (yaitu, S1, S2, S3, S4) yang jumlahnya sekitar 80% dari protein susu. 20% protein sisanya, pada dasarnya adalah protein glubular (misalnya, laktoalbumin, lactoglobulin, bovine serum albumin), albumin), yang terkandung dalam air dadih. Kasein sering dianggap kurang imunogenik karena strukturnya yang yang fleksib fleksibel, el, tidak tidak padat. padat. Secara Secara histor historis, is, lactogl lactoglobu obulin lin merupa merupakan kan alerge alergen n utama utama dalam dalam intole intoleran ransi si protei protein n susu susu sapi. sapi. Namun, Namun, polisen polisensit sitisas isasii bebera beberapa pa protein terjadi pada sekitar 75% dari pasien dengan alergi terhadap protein susu sapi.(6)
PROTEIN
MOLECULAR
COMPONENT
WEIGHT (kD)
β -lactoglobulin Casein α -lactalbumin Serum albumin Immunoglobulins
STABILITY IN
PERCENTAGE OF TOTAL
ALERGINISITAS
PROTEIN
18.3 20-30 14.2 67 160
10 82 4 1 2
+++ ++ ++ + +
THE TEMPERATURE 100 C ++ +++ + + -
Tabel 2.1 Karakteristik komponen protein pada susu sapi. (2)
Anak-anak Anak-anak adalah kelompok usia yang yang paling paling sering terkena penyakit penyakit ini dan harus harus diikut diikutii dengan dengan hati-ha hati-hati ti karena karena adany adanyaa kompli komplikasi kasi yang yang parah parah dari dari pembatasan diet seperti keterlambatan pertumbuhan berat badan, kwashiorkor, hipokalsemia dan rakitis. Istilah "intoleransi protein sapi" sering digunakan dalam kasus-kasus gejala non spesifik yang dikaitkan dengan susu, apakah termasuk jenis reaksi imun mediasi IgE atau non-IgE, mekanisme patologi ini disebabkan oleh reaksi imun terhadap protein susu.
(5)
Alergi terhadap makanan (atau dalam hal ini susu sapi) mengacu pada reaksi imun terhadap protein dalam makanan dan dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis mekanisme yaitu reaksi mediasi IgE dan non-IgE (kebanyakan adalah selular) selular) (gambar (gambar 2.1). Reaksi mediasi IgE dapat diketahui diketahui melalui melalui tes diagnostik yang telah disahkan, sedangkan reaksi imun mediasi non IgE yang dapat timbul dalam saluran gastrointestinal belum diketahui dan dijelaskan dengan baik dan
6
lebih lebih sulit sulit untuk untuk dikena dikenali. li. Beberap Beberapaa reaksi reaksi dapat dapat juga juga melibat melibatkan kan kedua kedua jenis jenis mekanisme tersebut atau berevolusi sekunder menuju alergi mediasi IgE.
(5)
2.3.1 Alergi Susu Mediasi IgE A. Patofisiologi
Aler Alergi gi susu susu media ediasi si IgE IgE
terj terjad adii
keti ketik ka
organ rganis ism me
gag gagal untu untuk k
mendapatkan daya tahan (toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen makanan utama pada anak-anak ialah panas, asam, dan protease yang stabil, glikoprotein yang water soluble dengan ukuran 10-70 kd. Contohnya yaitu protein dalam susu (kasein), kacang (vicilin), dan telur (ovumucoid) dan protein transfer lemak yang tidak spesifik yang ditemukan pada buah apel (Mald 3).
(5)
Ketika antigen makanan dicerna, makanan diproses dalam usus dimana terdapat banyak mekanisme fisik yang kompleks (lendir, asam, sel epitel dan asam) dan proteksi imunologis. Hilangnya pelindung seperti keadaan netralisasi pH lambung dapat membuat alergi. Serupa seperti pada bayi dimana pelindung pelindung usus (aktivitas enzim dan produksi IgA) masih belum matang sehingga meningkatkan prevalensi alergi makanan pada masa bayi.
(5)
Antigen presenting cells (APC (APC), ), khus khusus usny nyaa sel sel epit epitel el usus usus dan dan sel sel dendritik, dan sel T memiliki peran utama pada daya tahan oral melalui ekspresi IL-10 dan IL-4. Bakteri komensal usus juga mempengaruhi respon imun mukosa. Daya Daya tahan tahan dibent dibentuk uk dalam dalam 24 jam pertam pertamaa setelah setelah lahir lahir dan mempro memproduk duksi si molekul molekul imunomud imunomudulator ulator yang memiliki memiliki efek bermanfaat bermanfaat dalam pembentuk pembentukan an imun imun resp respon on.. Stud Studii saat saat ini ini telah telah menu menunj njuk ukan an bahw bahwaa keti ketida daks kseim eimba bang ngan an komposisi dari bakteri mikrobiota menjadi faktor utama terjadinya alergi, asma atau inflammatory bowel disease. disease. (5) Alergi Alergi yang yang dimedi dimediasi asi IgE dimulai dimulai dari dari sensitis sensitisasi. asi. Alerge Alergen n dicern dicerna, a, diinternalisasi dan diekspresikan pada permukaan APC. APC berinteraksi dengan limfosit T dan menghasilkan transformasi dari limfosit B menjadi sel sekretori antibodi. antibodi. Setelah dibentuk dibentuk dan dilepaskan dilepaskan ke sirkulasi, sirkulasi, IgE mengikat, melalui bagian Fc, ke reseptor sel mast yang memiliki afinitas yang tinggi, meninggalkan reseptor spesifik alergen mereka yang ada untuk berinteraksi dengan alergen di masa depan suatu saat nanti. (5)
7
Proses Proses alergi alergi yang yang dibent dibentuk uk tanpa tanpa dimedia dimediasi si oleh oleh IgE kurang kurang begitu begitu dimengerti namun fase pengenalan antigen awal kemungkinan adalah sama, dan merangsang merangsang reaksi inflamasi inflamasi utama melalui mediasi sel T dan eosinofil, eosinofil, meliputi meliputi aktivasi sitokin-sitokin yang berbeda seperti IL-5. (5) Hubung Hubungan an yang yang terben terbentuk tuk dari dari sejumla sejumlah h sel mast/a mast/anti ntibod bodii IgE yang yang berikatan dengan basophil yang cukup oleh alergen merangsang proses intraseluler, seluler, hal ini menyeb menyebabk abkan an degran degranula ulasi si sel, sel, dengan dengan pelepa pelepasan san histam histamin in dan mediator peradangan lainnya.
(5)
B. Manifestasi Klinis
Alergi susu sapi ditandai oleh berbagai variasi manifestasi klinis yang terjadi terjadi setelah setelah meminu meminum m susu. susu.
(11)
Manife Manifestas stasii paling paling berbah berbahaya aya dari dari reaksi reaksi
mediasi IgE akibat alergi susu ialah anafilaksis. Setelah degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi mempengaruhi berbagai sistem organ.
(5)
Gejala
yang dapat timbul timbul ialah pruritus, urtikaria, urtikaria, angio-edem angio-edema, a, muntah, muntah, diare, nyeri perut, sulit bernapas, sesak, hipotensi, pingsan, dan syok.
(11),(5)
Gejala pada kulit
merupakan gejala paling sering, meskipun, sampai 20% reaksi anafilaksis dapat muncul tanpa adanya manifestasi pada kulit khususnya pada anak-anak. Onset muncu munculny lnyaa gejala gejala dari dari reaksi reaksi anafil anafilaksi aksiss yang yang diindu diinduksi ksi makana makanan n bervar bervariasi iasi namun namun mayorit mayoritas as reaksi reaksi muncu muncull dalam dalam hitung hitungan an detik detik sampai sampai 1 jam pertam pertamaa setelah terpapar. (5) Diantara gejala-gejala akibat alergi makanan, seringkali terdapat dermatitis atopi. Memang, telah diketahui bahwa 30% anak-anak yang menderita dermatitis atopi yang sedang sampai berat memiliki hubungan hubungan dengan alergi makanan yang memperp memperparah arah eksema. eksema. Makana Makanan n yang yang berpen berpengar garuh uh ialah ialah susu sapi, sapi, dengan dengan ditemukannya IgE spesifik pada kebanyakan pasien.
Reaksi cepat
(5)
Reaksi Lambat
8
•
Anafilaksis
•
Dermatitis atopi
•
Urtikaria akut
•
Diare kronis, diare berdarah, anemia
•
Akut angioedema
defisiensi besi, konstipasi, muntah kronis,
•
Sesak
kolik
•
Rhinitis
•
Terganggunya pertumbuhan
•
Batuk kering
•
Enteropati dengan kehilangan protein
•
Muntah
•
Edema laryngeal
•S
Asma akut dengan stres
•
•
dengan hipoalbuminemia indrom enterokolitis
Esofagogastroenteropati eosinofilik yang
diketahui dari biopsi pernapasan Tabel 2.2 Onset reaksi cepat dan lambat alergi susu sapi pada anak-anak. (3)
Gambar 2.2 Dermatitis atopi pada bayi pada wajah akibat alergi protein.
(6)
2.3.2 Alergi Susu Sapi Gastrointestinal A. Patofisiologi
Mekani Mekanisme sme dasar dasar yang yang mengar mengarah ah pada pada alergi alergi belum belum diketa diketahui hui dengan dengan baik. Berbagai faktor, f aktor, yag berhubungan dengan pasien (faktor genetik, flora usus) dan yang tidak berhubungan (seperti waktu, dosis, frekuensi eksposure alergen) yang saling berinteraksi berinteraksi dengan dengan patogenesis patogenesis penyakit. penyakit. Alergi gastrointestinal, gastrointestinal, kebanyakan pasien mengalami reaksi hipersensitivitas tipe IV dengan respon yang abnormal dari limfosit TH2. Produk ini meningkatkan jumlah mediator inflamasi, seperti IL-4 dan IL-5, seperti kemokin, kemokin, yang yang menyebabka menyebabkan n aktivasi aktivasi eosinofil. eosinofil. Pada beberapa pasien, alergi campuran dari mediasi IgE dan non IgE dapat terjadi dan tes diagnostik harus dilakukan untuk kedua jenis alergi tersebut.
(5)
B. Manifestasi Klinis 9
Pasien dengan alergi susu gastrointestinal dapat muncul dengan berbagai macam gejala, berdasarkan lokalisasi dari inflamasi (Tabel 2.3). (5) Alergi Pada
Gejala-Gejala
Komplikasi
Tes Diagnostik
Evolusi
Penatalaksanaan
Usus Mediasi Non IgE atau Campuran Kolitis Makanan
Perdarahan rectum
Dan Susu
Anemia
Eliminasi diet untuk
Resolusi
Diet eliminasi
dengan pengeluaran
ibu atau hydrolyzed
dalam 6-12
diikuti tes
lendir pada bayi
milk (bayi milk (bayi yang tidak bulan
pemberian ulang
diberi ASI), biopsy
setelah 6 bulan
kolon jika resisten Esofagus
Regurgitasi, Regurgitasi, refluks,
Kegagalan
terhadap kultur feses Endoskopi, biopsy,
Eosinofilik
anoreksia, disfagi
pertumbuhan, pertumbuhan,
tes kutaneus dan
atau menolak
kehilangan berat
epikutaneus, diet
atau topical
makanan, muntah,
badan, striktur striktur
asam amino dan tes
(ditelan)
Food Protein-
nyeri lambung Muntah terus-
esofagus Leukositosis, syok
provokasi provokasi oral Riwayat sugestif, tes
Resolusi
Diet eliminasi
Induced
menerus dan/atau
hipovolemik,
epikutaneus dan/atau
dalam 2-5
diikuti tes
Enterocolitis
diare 2-4 jam setelah
asidosis metabolic,
tes provokasi oral
tahun
pemberian ulang
Syndrome
makan/minum
hipotensi
(FPIES) Food Protein
Gejala insidious, insidious,
Hipereosinofilia,
Endoskopi, biopsy,
Resolusi
Diet eliminasi
Induced
abdominal
hematemesis/rectal
tes skin tes skin prick’s dan
dalam 1-2
Enteropathy
discomfort , discomfort , disfagia,
bleeding, bleeding, anemia
epikutaneus, tes
tahun
kehilangan berat
defisiensi besi,
provokasi provokasi oral
badan, muntah, muntah, diare
hipoalbuminemia,
Terus
Diet eliminasi,
menerus ada
steroid sistemik
kegagalan pertumbuhan pertumbuhan
Tabel 2.3 Alergi makanan mediasi non IgE
Gastroenteropathies Gastroenteropathies Eosinofilik
Gastro Gastroent entero eropat pathie hiess eosinof eosinofili ilik k didefin didefinisik isikan an infilt infiltrasi rasi eosinof eosinofil il pada pada dinding usus. Terdapat 3 (tiga) bentuk keadaan klinis yang dijelaskan: kolitis yang diinduksi susu, oesophagitis eosinofilik dan enterocolitis yang diinduksi protein makanan. makanan. Prevalensi Prevalensi kelainan-kelai kelainan-kelainan nan tersebut tersebut semakin semakin meningkat. meningkat. Diagnosis Diagnosis banding dari eosinofilia usus sangat s angat luas dan meliputi inflamatory bowel disease, infeksi infeksi parasit, parasit, sindrom sindrom hipereosino hipereosinofilia filia dan hipersensitivitas hipersensitivitas obat. Tidak ada tes diagnostik yang patognomonis dan diagnosis alergi eosinofilia gastroenterologi harus berdasarkan keadaan klinis, tes kulit, biopsi dan/atau oral food challenges. challenges . 10
Colitis Akibat Makanan dan Susu Sapi (Food ( Food and cow’s milk colitis) colitis)
Aler Alergi gi susu susu sapi sapi meru merupa pakan kan salah salah satu satu peny penyeb ebab ab yang ang umum umum dari dari terjadinya kehilangan darah kronis dan anemia pada masa neonatal, dengan darah samar samar atau atau perd perdar arah ahan an rectu rectum m pada pada feses feses dan dan diare diare,, meski meskipu pun n begi begitu tu diar diaree berdarah yang masif jarang terjadi.
(8)
Pendarahan Pendarahan rektal merupakan merupakan gejala yang
mengkh mengkhawat awatirk irkan an tetapi tetapi pada pada umumn umumnya ya jinak jinak dan self limiti limiting ng tetapi tetapi dapat dapat dikaitkan dengan alergi susu pada sekitar 20% kasus. Bayi yang terkena dapat timbul dengan pendarahan anus yang terisolasi dengan mengeluarkan lendir pada jam pertama kehidupan, dapat melalui dalam rahim, atau sebelum 3 sampai 6 bulan pertama kehidupan tetapi biasanya tetap dalam kondisi umum yang sangat baik. Biopsi rektal menunjukkan peradangan eosinofilik yang khas dengan erosi epitel, microabscess atau fibrosis. Gejala diakibatkan oleh protein susu sapi yang terkandung dalam susu formula atau ASI, dan setengah dari pasien ini didiagnosis ketika menggunakan ASI eksklusif.
(5)
Kebanyakan dari bayi hanya alergi terhadap susu tapi sekitar 20% juga dapa dapatt berea bereaks ksii terh terhad adap ap telu telur, r, dan dan prot protein ein maka makanan nan lain lain wala walaup upun un jaran jarang. g. Kemaju Kemajuan an klinis klinis biasany biasanyaa sangat sangat baik baik seiring seiring dengan dengan perbai perbaikan kan gejala gejala dalam dalam wakt waktu u lima lima hari hari setel setelah ah diet diet beba bebass susu susu sapi sapi bagi bagi ibu. ibu. Bila Bila diet diet pada pada ibu ibu mengalami mengalami kegagalan, diet bebas telur juga dapat dilakukan. dilakukan. Alergi ini biasanya sembuh dalam beberapa bulan, sehingga pemberian susu kembali dapat dilakukan antara 6 dan 12 bulan.
(5)
Oesofagitis Eosinofilik ( Eosinophilic oesophagitis oesophagitis))
Peny Penyak akit it ini ini baru baru diid diiden enti tifik fikasi asi dalam dalam 15 tahu tahun n tera terakh khir ir dan dan studi studi menu menunj njuk ukka kan n prev prevale alens nsii yang semak semakin in meni mening ngka kat. t. Peny Penyaki akitt ini ini teru teruta tama ma mempengaru mempengaruhi hi orang-orang orang-orang berusia dekade kedua atau ketiga, ketiga, tetapi semakin banyak
pula
dilaporkan
dalam
literatur-literatur
pediatrik.
Penyakit
ini
didefinisikan dengan terjadinya suatu infiltrasi eosinofil pada esofagus, dan terkait dengan gejala refluks yang resisten terhadap terapi proton terapi proton pump inhibitor inhibitor (PPI). (PPI). (5) Pasien Pasien biasany biasanyaa menge mengeluh luhkan kan gejala gejala sakit sakit seperti seperti ketida ketidakny knyaman amanan, an, disfagia dan cenderung untuk menghindari makan makanan berserat atau kering. Gejala Gejala pada pada anak-a anak-anak nak biasany biasanyaa tidak tidak khas, khas, sepert sepertii sakit sakit perut, perut, munta muntah h atau
11
regu regurg rgit itasi asi dan dan anor anorek eksia sia,, atau atau kega kegaga gala lan n pertu pertumb mbuh uhan an.. Endo Endosk skop opii dapa dapatt menamp menampilk ilkan an berbag berbagai ai gambar gambaran an dari dari area normal normal sampai sampai putih putih atau merah merah merata dengan beberapa striktur esofagus, dengan aspek tracheiformis yang khas. Biopsi Biopsi menunjukk menunjukkan an infiltrasi infiltrasi padat dari dinding oleh eosinofil eosinofil (> 15-20/ 15-20/ Lapang pandang). Esofagitis ini dapat sipersulit oleh adanya stenosis esofagus dan impaksi makanan. Eosinofilik esofagitis biasanya disebabkan oleh alergi makanan dengan dengan campur campuran an mediasi mediasi IgE dan non IgE, IgE, khususn khususnya ya pada pada anak-a anak-anak nak dan remaja. (5) Identifikasi alergen harus dikoordinasikan dengan spesialis karena dapat melibatkan berbagai antigen. Diet bebas unsur asam amino atau formula semiunsurnya dapat menyebabkan perbaikan gejala sebanyak 30-70% pada pasien ini. Namun demikian, penggunaan steroid topikal atau sistemik sering dibutuhkan, terutama jika makanan penyebab tidak dapat diidentifikasi secara jelas atau jika peradangan sudah berlangsung lama. (5)
Ente En tero roko koli liti tiss yang yang Diin Diindu duks ksii Prot Protei ein n Maka Makana nan n ( Food protein-i protein-induce nduced d enterocolitis) enterocolitis)
Alergi ini dapat muncul dengan gejala yang luar biasa seperti muntah terus meneru meneruss dan/at dan/atau au diare diare lendir lendir berdar berdarah ah yang yang dapat dapat membua membuatt lemas lemas dan syok syok hipovo hipovolem lemik. ik. Gejala Gejala dapat dapat muncu muncull seringk seringkali ali 2 (dua) (dua) jam setelah setelah makan makan atau minum. Anak-anak dengan gejala-gejala ini seringkali menjadi suspek terjadinya sepsis. Jumlah hitung darah selama fase akut adalah leukositosis yang dipenuhi oleh oleh sel-sel sel-sel muda muda (neutr (neutrofi ofill non segmen) segmen).. Mekani Mekanisme smeny nyaa belum belum jelas jelas namun namun dike diketa tahu huii dipe dipeng ngaru aruhi hi oleh oleh reak reaksi si medi mediasi asi IgE IgE dan dan non non IgE. IgE. Biop Biopsi si kolo kolon n memperlihatkan abses kripta dengan infiltrasi inflamasi yang difus. Alergi ini dapat juga disebabkan oleh protein pada makanan daripada susu, seperti halnya reaksi terhadap kedelai, ikan, nasi, kentang dan ayam.
(5)
Riwayat dari eneterocolitis yang diinduksi susu biasanya membaik setelah usia 2-3 tahun, namun perubahan penyakitnya dapat lebih panjang pada pasien dengan dengan enterokolit enterokolitis is yang diinduksi diinduksi protein protein padat. padat. Pasien dengan manifestasi klinis yang tidak jelas harus dilakukan tes diagnostik menggunakan endoskopi dan biopsi yang bertujuan untuk menghilangkan menghilangkan diagnosis penyakit eosinofilik.
(5)
12
2.4 Diagnosis
Proses Proses diagno diagnosis sis alergi alergi susu sapi pada pada dasarny dasarnyaa adalah adalah sama sama dengan dengan proses diagnosa alergi makanan. Seperti penyakit pada umumnya, proses diagnosa dimula dimulaii dari dari penelu penelusur suran an dan evalua evaluasi si riway riwayat at penya penyakit, kit, dilanju dilanjutka tkan n dengan dengan pemeriksaan klinis secara s ecara seksama. Hal yang khusus dilakukan dalam investigasi alergi makanan adalah pembuatan catatan harian diet, uji eliminasi dan provokasi, uji kulit, dan pemeriksaan kadar IgE.
(1)
Dalam anamnesis, perhatian difokuskan pada reaksi alergi yang terjadi, dan kaitan kaitanny nyaa dengan dengan makanan makanan yang yang dimaka dimakanny nnya. a. Setela Setelah h berbag berbagai ai bahan bahan maka makana nan n
yang ang
dicu dicuri riga gaii
menja enjadi di
peny penyeb ebab ab
aler alergi gi
dipe dipero role leh, h,
dikonfirmasi dengan pemeriksaan berupa uji eliminasi dan uji provokasi.
diag diagno nosa sa (1)
Prinsip uji eliminasi adalah menghindarkan bahan makanan yang menjadi tersangka, dalam hal ini adalah protein susu sapi, selama 2 minggu. Dalam kurun waktu ini diobservasi apakah gejala alergi yang ada berkurang atau tidak. Bila gejala berkurang, dapat dilanjutkan uji provokasi untuk mengkonfirmasinya lagi, yaitu dengan pemberian kembali bahan makanan tersebut, dan dicatat reaksi yang terjadi terjadi.. Jika Jika makanan makanan tersang tersangka ka memang memang penye penyebab bab alergi alergi,, maka maka gejala gejala akan akan berkurang saat makanan dieliminasi dan muncul kembali lagi saat diprovokasi. (1) Di samping penggunaan cara tersebut, cara pemeriksaan yang dapat dipakai juga adalah dengan pemeriksaan kadar IgE dan uji kulit. Kadar IgE yang meninggi dalam darah dapat dipergunakan sebagai petunjuk status alergi pada pasien, dan memang kadar IgE ini seringkali didapatkan meninggi pada penderita alergi susu sapi. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Hidvegi dkk, diduga kadar total IgE serum dan IgG anti-α-casein memiliki nilai prognostik; yaitu bila didapatkan peningkatan pada awal penyakit, toleransi terhadap susu sapi akan dicapai lebih lambat atau bahkan dapat pula sifat alergi yang terjadi bersifat menetap. (1) Uji kulit yang yang dilakukan, dilakukan, disebut skin prick tests. tests. Namun demikian perlu diketahui diketahui bahwa uji kulit ini memiliki nilai prediktif prediktif positif yang rendah, rendah, karena tinggi tingginy nyaa hasil hasil positif positif palsu. palsu. Interp Interpret retasi asi ini perlu perlu diperh diperhatik atikan, an, sebab sebab bila bila tatalak tatalaksan sanaa dilaku dilakukan kan berdas berdasark arkan an hasil hasil positi positiff ini, ini, maka maka dapat dapat saja terjadi terjadi penghindaran makanan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan. Di sisi lain, la in, tes
13
ini juga juga memilik memilikii nilai nilai predik prediktif tif negati negatiff yang yang tinggi tinggi,, dengan dengan demiki demikian an bila bila didapatkan hasil yang negatif maka diagnosa alergi makanan dapat dianggap kecil kemungkinannya. (1) Walau demikian dalam praktek klinisnya sehari-hari, diagnosa lebih sering ditegakkan berdasarkan gejala dan respons klinis dari uji eliminasi dan provokasi. Pemeriksaan secara laboratoris hanya bersifat pelengkap. Sedangkan penggunaan uji kulit pada anak, selain karena masalah akurasinya yang kurang, perlu juga dipertimbangkan faktor ketidaknyamanan yang akan timbul, mengingat penderita umumnya berusia di bawah 2-3 tahun. ta hun. (1) Walaupun tampaknya mudah, pada beberapa keadaan diagnosis dapat menjadi sulit dan membingun membingungkan. gkan. Hal ini terjadi misalnya misalnya karena adanya reaktivasi dari makanan lain. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah protein susu sapi dapat menimbulkan alergi baik dalam bentuk murni, atau bisa juga dalam bentuk lain sepert sepertii es krim krim,, keju, keju, dan dan kue kue yang meng menggu guna naka kan n susu susu sapi sapi sebag sebagai ai baha bahan n dasarnya. (1)
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Selain dari manifestasi klinis yang ada, untuk mendiagnosis adanya alergi susu sapi pada anak dapat dilakukan dilakukan beberapa tes penunjang penunjang atau tes diagnostik. diagnostik. Berikut ini adalah tes untuk menilai alergi terhadap susu sapi, yaitu:
2.5.1 Skin Prick Test (SPT)
SPT SPT meru merupa paka kan n tes tes yang yang cepat cepat dan dan tida tidak k maha mahall untu untuk k mend mendet etek eksi si sensitisasi mediasi kelainan IgE dan dapat dikerjakan pada bayi dengan baik. Nilai prediksi negatif adalah baik (>95%) dan dipastikan dengan tidak adanya reaksi mediasi mediasi IgE. Meskipun, Meskipun, hasil respon yang positif positif tidak pasti menunjukan menunjukan bahwa makana makanan n merupa merupakan kan penyeb penyebabny abnyaa (kuran (kurang g spesifi spesifik), k), dan hanya hanya menunj menunjuka ukan n sensitivitas terhadap makanan (atopi, pada keadaan tidak adanya gejala alergi). (5) SPT SPT kuran kurang g begi begitu tu berg bergun unaa pada pada kelai kelaina nan n alerg alergii usus usus yang yang sensit sensitif if terhadap makanan daripada alergi yang dimediasi oleh IgE. Pada alergi mediasi non IgE, IgE, seperti seperti Food Food protein protein-ind -induce uced d entero enterocol coliti itiss atau atau coliti colitiss akibat akibat susu mengha menghasilk silkan an hasil hasil tes yang yang negati negatif. f. Meskipu Meskipun n begitu begitu,, SPT bergun bergunan an dalam dalam
14
mengeluarkan diagnosis banding alergi mediasi IgE atau dalam keadaan patologi yang disebabkan mekanisme kombinasi, khususnya esofagitis eosinofilik dimana SPT
dapat
membantu
mengetahui
penyebab
dari
alergennya.
Gambar 2.3 Skin Prick’s Test . (7)
2.5.2 Atopy 2.5.2 Atopy Patch Test
Pada tes ini, makanan diberikan selama 48 jam pada kulit menggunakan patch yang tertutup. Tes positif menunjukan terjadinya eritema, indurasi dan/atau lesi vesikulus vesikulus yang muncu muncull 24 -48 jam kemudi kemudian an pada pada lokasi lokasi patch. patch. Secara Secara teoritis mekanismenya sama dengan mekanisme limfosit sel T yang serupa dengan terjadinya mekanisme enteropati. Meskipun begitu, sel T dari lokasi yang berbeda mengekspresikan marker awal yang berbeda, seperti CLA (Cutaneus ( Cutaneus Lymphocyte Antigen) Antigen) untuk kulit dan α4β7-integrin untuk usus, yang mana dapat merubah sensitivitas dan spesifisitas dari tes. Tes ini telah diteliti pada kasus dermatitis yang parah dimana dimana sensitivitasny sensitivitasnyaa sekitar sekitar 65%. Telah ditunjukka ditunjukkan n bahwa tes ini membantu untuk mengetahui penyebab makanan pada esofagitis pada anak-anak tetapi seringkali hasilnya negatif pada pasien dewasa. (5)
15
Gambar 2.4 Atopy 2.4 Atopy Patch Test . (9)
2.5.3 Diet Eliminasi dan Tes Tantangan Pemberian Makanan ( Oral Food Challenge) Challenge)
Bila diagnosis diagnosis masih belum jelas, oral food challenge merupakan standar emas. Sebuah protokol diterbitkan oleh Bock SA pada tahun 1988 dan protokol stan standa darr telah telah diusu diusulk lkan an oleh oleh Euro Europe pean an Acad Academ emy y of Alle Allerg rgy y and and Clin Clinic ical al Immunology pada tahun 2004. Pasien mencerna, lebih dari 2 jam, secara progresif mening meningkat katkan kan jumlah jumlah dari dari makanan makanan yang yang didug didugaa membua membuatt alergi. alergi. Prosedu Prosedur r dihentikan ketika muncul gejala klinis (tes positif) atau setelah jumlah makanan yang dimakan sudah mencapai batasnya dan reaksi alergi tidak muncul. Karena terdapat terdapat reaksi anafilaksis, anafilaksis, tes ini harus dipimpin secara ketat, oleh tenaga tenaga medis yang terlatih, dan kesiapan peralatan resusitasi. Protokol ini lama, mahal, dan dapat dapat menye menyebabk babkan an kecema kecemasan san atau ketida ketidakny knyaman amanan an reaksi reaksi klinis, klinis, namun namun pemeriksaan ini merupakan indikasi pasti pada pasien dengan diagnosis yang tidak jelas. (5) Dasar dari diagnosis food-induced gastrointestinal allergy ialah respon terhadap terhadap diet eliminasi, dengan timbulny timbulnyaa gejala yang berulang berulang ketika diberikan diberikan makanan atau susu. Disebabkan reaksi alergi biasanya tertunda, diet eliminasi haru haruss dila dilaku kuka kan n untu untuk k setid setidak ak-ti -tida dakn kny ya 1 (satu (satu)) bula bulan n sebel sebelum um dibe diberi rika kan n tantan tantangan gan makana makanan n ( food food challenge). challenge). Namun, Namun, identi identifik fikasi asi penye penyebab bab makana makanan n 16
seringk seringkali ali berat berat dan dokter dokter kadang kadang-kad -kadang ang harus harus meresep meresepkan kan diet diet ketat ketat yang yang "oligo-antigen". (5) Pada beberapa sindrom alergi seperti food protein-induced enterocolitis, enterocolitis, tantangan pemberian makanan dapat menyebabkan reaksi klinis berbahaya yang mengarah kepada syok hipovolemik. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk memasang jalur intravena dan memiliki supervisi medis dengan fasilitas resusitasi dan penatalaksanaan segera. (5)
2.5.4 Uji In Uji In Vitro
Dalam uji in vitro seperti ECP ( Eosinophilic Cationic Protein), Protein), tes aktivasi basophil atau tes proliferasi limfosit tidak menunjukkan sensitivitas atau spesifisitas dalam mendiagnosis alergi makanan. (5) Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan Edit Hidvégi dan rekanrekan rekan (2001) (2001) yang yang menyim menyimpul pulkan kan bahwa bahwa normal normalisas isasii kadar kadar serum serum ECP dapat dapat menjadi indikasi berhentinya alergi susu sapi. Oleh karena itu, pengukuran serum ECP mungkin dapat membantu dalam menentukan waktu yang optimal untuk mengulang uji pemberian tantangan makanan, sehingga hasilnya akan cenderung lebih negatif. negatif. Penurunan Penurunan kadar yang signifikan dari serum ECP 2 jam setelah uji awal pemberian tantangan makanan dapat dijelaskan oleh fakta bahwa protein ini dikeluarkan ke dalam lumen usus. (11)
2.5.5 Dosis Antibodi Serum IgE
Pemeriksaan kuantitif dari antibodi IgE spesifik terhadap makanan sering menjadi langkah yang berikutnya. Alergen yang diduga diikat ke matriks padat dan dipaparkan ke serum pasien. Antibodi IgE spesifik untuk alergen mengikat ke matrik matrikss protei protein n dan didete dideteksi ksi menggu menggunak nakan an antibo antibodi di spesifi spesifik k sekund sekunder er pada pada bagian Fc dari IgE manusia. Hampir sama dengan skin test , sensitisasi dapat muncul tanpa reaksi klinis, dan tes tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis alergi makanan tanpa adanya riwayat klinis alergi makanan. Meskipun begitu, meningkatnya konsentrasi dari spesifik IgE akibat makanan berhubungan dengan meningkatnya kemungkinan reaksi klinis.
(5)
17
Meskipu Meskipun n memilik memilikii sensiti sensitivit vitas as yang yang baik, baik, pada pada sebagi sebagian an kecil kecil pasien pasien dengan reaksi gejala klinis alergi yang sesuai namun serum IgE spesifik akibat makanan tidak dapat dideteksi.(5)
2.6 Penatalaksanaan Penatalaksanaan 2.6.1 Diet Eliminasi
Penatalaksanaan utama alergi makanan (dalam hal ini susu sapi) adalah diet eliminasi. Pasien dan keluargany keluarganyaa harus diajarkan untuk selalu membaca labe labell maka makana nan n yang ang meng mengan andu dung ng susu susu atau atau prod produk ukny nyaa (men (mente tega ga,, kasei kasein, n, lactalbumin, lactoglobulin atau laktosa).
(5)
Pada anak kecil, diet eliminasi harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan memerlukan tindak lanjut medis yang terus-menerus, karena diet eliminasi secara serius dapat mengganggu mengganggu kualitas kualitas hidup dan membuat efek samping samping yang parah. Ketika alergi susu sapi didiagnosis pada bayi, dokter harus merekomendasikan kepada kepada orangtua orangtua penggunaa penggunaan n makanan makanan pengganti pengganti susu berdasarkan berdasarkan extensively hydrolysed susu sapi dan harus mengobservasi pasien untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk diberikan kembali susu sapi tersebut.
(5)
Extensively hydrolysed formulas merupa merupakan kan disusu disusun n oleh oleh campur campuran an peptida dan asam amino yang diproduksi dari kasein susu sapi atau ata u air dadih dan dapat ditoleransi pada 95% anak yang alergi terhadap susu. Jika gejalanya tetap persisten, maka dapat digunakan formula asam amino, khususnya pada anak dengan alergi beberapa makanan dan gangguan pertumbuhan.
(5)
Dibandingkan
dengan eHF, Soy formula (SF) atau susu kedelai merangsang reaksi yang lebih sering pada anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi berusia kurang dari 6
bulan.
Soy Soy
form formul ula a
dapat dapat
mengin menginduk duksi si
terjadi terjadiny nyaa
gejelagejela-gej gejala ala
gastrointestinal.(3) Susu kedelai, tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak secara sempurna. Selain itu, meskipun tidak adanya protein homolog dan reaksi silang alergi, alergi, sekitar sekitar 10% dari reaksi mediasi IgE dan 60% dari anak-anak anak-anak reaksi mediasi non IgE juga alergi terhadap kedelai.
(5)
Kebanyakan orang tua ingin mengganti susu sapi dengan susu binatang mamalia lainnya atau susu kedelai. Meskipun begitu, sebenarnya setiap pasien alergi susu sapi memiliki reaksi silang dengan susu biri-biri betina atau susu
18
kambing, lagi pula susu-susu tersebut tidak memiliki nutrisi yang adekuat untuk meme memenu nuhi hi kebu kebutu tuha han n bayi bayi dan dan dapa dapatt meny menyeb ebab abka kan n anem anemia ia megal megalob obla lasti stik k disebabkan kekurangan asam folat. Beberapa studi menyarankan bahwa susu unta dan keledai memiliki imunitas yang lebih baik namun komposisi lainnya sangat berbeda dari ASI sehingga tidak dapat digunakan.
(5)
Susu Susu kambin kambing g sering sering
menyebabkan terjadinya reaksi alergi pula lebih dari 90% anak dengan alergi protein susu sapi, dan 15% pada susu keledai, selain itu juga memiliki harga yang mahal. Susu binatang mamalia lainnya bukanlah pilihan nutrisi yang adekuat.
(3)
Amino acid formula (AAF) tidak bersifat alergenik, namun kekurangannya ialah mempunyai harga yang mahal dan rasa yang tidak enak.
(3)
Nasi bersifat alergenik dan seringkali berpengaruh pada terjadinya sindro sindrom m entero enterocol coliti itiss pada pada bayi-ba bayi-bayi yi di Austral Australia. ia. Namun Namun data data yang yang berbed berbedaa ditunjukan oleh efek pada pertumbuhan dari protein yang terkandung di dalam nasi. Pada anak-anak di Itali, rice formula dapat ditoleransi pada anak dengan alergi protein susu sapi. (3) Rice formula dapat digunakan sebagai pilihan pada kasus-kasus tertentu apalagi dengan rasa yang lebih baik dan harga yang lebih murah.
(3)
Dengan demikian, extensively extensively hydrolysed hydrolysed formula formula adalah pengganti susu sapi yang direkomendasikan pada kasus alergi susu bayi dan anak-anak kecil.
(5)
2.6.2 Pengobatan Darurat
Dokter harus memberikan penjelasan fungsi dari pengobatan darurat pada kasus-kasus paparan yang accidental (tidak disengaja). Pengobatan ini meliputi antihistamin untuk reaksi-reaksi kulit ringan dan gastrointestinal, dan penggunaan adrena adrenalin lin yang yang dapat dapat disunt disuntik ik sendiri sendiri untuk untuk reaksi reaksi sistemi sistemik k atau reaksi reaksi pada pada pernapasan. Kortikosteroid dapat juga diberikan untuk mencegah gejala-gejala fase reboun rebound d dan fase lambat lambat namun namun pasien pasien harus harus diberik diberikan an inform inform consen consentt dengan jelas tentang fase lambat tersebut dan penggunaan adrenalin yang tidak terlambat. (5)
19
2.6.3 Evolusi
Alergi Alergi susu mediasi mediasi IgE pada pada anak-a anak-anak nak telah telah ditunj ditunjukk ukkan an mencap mencapai ai resolusi pada kebanyakan pasien sebelum usia 3 (tiga) tahun. Oleh karena itu, bayi harus harus dieval dievaluas uasii secara secara teratu teraturr oleh oleh seoran seorang g spesial spesialis, is, yang yang akan akan menentu menentukan kan waktu yang paling tepat untuk pengenalan susu ulang. Namun, sekitar 20% dari pasien akan tetap alergi untuk jangka waktu yang lebih lama. Faktor prognosis bergantung pada kadar IgE spesifik terhadap susu dan kadarnya menurun dari waktu ke waktu. (5)
2.6.4 Algoritma Penatalaksanaan Penatalaksanaan Alergi Susu Sapi Di Bawah 1 tahun
Ketika alergi pada susu sapi diketahui, bayi harus diberikan diet bebas protein susu sapi selama 2-4 minggu. 4 minggu dimaksudkan untuk gejala gastrointestinal kronis. Bayi sebaiknya diberi makan dengan eHF atau SF pada anak-anak berusia lebih dari 6 bulan dan tanpa gejala gastrointestinal.
(3)
Jika Jika gejal gejalany anyaa memb membai aik k pada pada diet diet yang yang keta ketat, t, pemb pemberi erian an tant tantan anga gan n makana makanan n sasu sapi sapi merupa merupakan kan tindak tindakan an diagno diagnostic stic wajib wajib untuk untuk menent menentuka ukan n diagnosis. Jika tes pemberian tantangan makanan positif, anak harus mengikuti diet eliminasi dan mengulangi tes pemberian tantangan makanan setelah 6 bulan dan pada pada beberap beberapaa kasus kasus dilula dilulang ng 9-12 9-12 bulan bulan kemudi kemudian. an. Jika tes pember pemberian ian tantangan makanan negatif, diet yang bebas sudah dilakukan.
(3)
Susu sapi pengganti digunakan pada bayi kurang dari 12 bulan. Pada anak yang alergi protein susu sapi yang lebih tua, eHF dan AAF kurang berguna karena diet yang adekuat lainnya dapat didapatkan secara mudah.
(3)
Gejala akut yang
parah seperti edema laryngeal, asma akut dengan kesulitan respiratori, anafilaksis. Jika terdapat salah satu dari gejala ini sebagai akibat dari alergi protein susu sapi, bayi harus mengikuti diet bebas susu sapi. Sebagai penggantinya, eHF atau SF atau AAF dapat digunakan. Penggunaan eHF dan SF harus dilakukan dibawa dibawah h superv supervisi isi medis medis karena karena kemung kemungkin kinan an terjadi terjadiny nyaa reaksi reaksi alergi alergi.. Jika Jika diberikan AAF maka AAF diberikan selama 2 (dua) minggu kemudian bayi dapat dirubah kembali SF atau eHF.
(3)
Pada anak dengan gejala alergi gastrointestinal parah yang lambat dengan pertumbuhan yang buruk, anemia atau hipoalbuminemia atau esofagogastropati
20
eosin eosinof ofil ilik ik,, dian dianju jurk rkan an untu untuk k memu memulai lai diet diet elim elimin inasi asi meng menggu guna naka kan n AAF AAF kemudian diganti eHF. Efek dari diet tersebut dicek kembali dalam 10 (sepluluh) hari untuk sindrom enterocolitis, 1-3 minggu untuk enteropati dan 6 minggu untuk esofagogastropati eosinofilik. (3) Pada Pada anak anak deng dengan an anaf anafil ilak aksi siss dan dan tes tes IgE IgE yang yang posit positif if atau atau reak reaksi si gastr gastroi oint ntest estina inall yang yang para parah, h, tes tes pemb pember erian ian tant tantan anga gan n maka makana nan n tida tidak k bole boleh h dilaku dilakukan kan sebelum sebelum 6-12 6-12 bulan bulan setelah setelah reaksi reaksi alergi alergi terakh terakhir. ir. Anak Anak tersebu tersebutt dilarang minum susu sapi sampai usia 12 bulan, tetapi pada anak dengan sindrom enterocolitis dilat=rang diberikan susu sapi sampai usia 2-3 tahun.
(3)
Anak Anak deng dengan an gejal gejalaa reaks reaksii alerg alergii yang ang para parah h haru haruss diru diruju juk k ke pusat pusat spesialistik. eHF atau AAF digunakan pada anak kurang dari usia 12 bulan dan pada anak lebih tua dengan gejala gastrointestinal yang parah. Pada anak dengan usia > 12 bulan dengan anafilaksis, penggantian susu sapi tidak diperlukan.
(3)
Pada bayi yang diberikan ASI eksklusif, gejala yang diduga berhubungan dengan alergi protein susu sapi ialah sampir selalu reaksi mediasi non IgE sebagai dermatitis atopi, muntah, diare, kolik.
(3)
Pada Pada bayi bayi dengan dengan gejala gejala mederat mederat-par -parah, ah, protei protein n susu susu sapi, sapi, telur telur dan makanan lain harus dipantang oleh ibu hanya jika terdapat riwayat yang jelas. Oleh karena itu, bayi tersebut harus durujuk ke klinik spesialis. Diet eliminasi pada ibu dilakukan selama 4 minggu. Jika tidak terdapat perbaikan maka diet harus di stop. Jika gejalanya membaik, dianjurkan ibu meminum susu sapi dengan jumlah yang banyak selama 1 minggu. Jika terjadi gejala alergi, ibu harus melanjutkan dietnya dengan diberikan siet tambahan kalsium. Bayi dapat disapih serupa dengan bayi yang sehat, namun susu sapi harus dihindari sampai usia 9-12 bulan, dan sekurang-kurangnya 6 bulan dari permulaan diet. Jika jumlah ASI kurang, eHF dan SF (jika usia > 6 bulan) dapat juga diberikan.
(3)
Jika Jika sete setelah lah dibe diberi rika kan n susu susu sapi sapi kemb kembal alii gejal gejalaa tida tidak k munc muncul ul,, maka maka makanan yang sebelumnya dilarang dapat diberikan kembali satu per satu pada ibu. (3)
21
Laktosa
Konsep Konsep alergi alergi terhad terhadap ap laktos laktosaa sudah sudah sangat sangat mendara mendarah h daging daging bahwa bahwa laktosa dapat merangsang terjadinya alergi dikemukakan dalam diagnosis banding terhadap efek samping dari makanan ketika penyebabnya tidak jelas. Reaksi alergi terhadap laktosa telah ditunjukan oleh studi kasus yang melaporkan terjadinya reaksi alergi yang cepat setelah pemberian royal jelly. Pabrik-pabrik lebih senang penggunaan laktosa dari ekstraksi susu s usu daripada yang disintesis disebabkan alasan alas an harga namun jarang disebutkan pada label dari produk tersebut. Sehingga para ahli alergi menganjurkan untuk menghindari makanan yang mengandung laktosa dikhaw dikhawatir atirkan kan adany adanyaa papara paparan n dari dari protei protein n residu residu kepada kepada anak anak yang yang alergi alergi terhadap susu sapi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Alessandro dan rekanrekannya (2003) menemukan bahwa pemberian diet bebas laktosa atau laktosa residu pada makanan pada anak dengan alergi terhadap susu sapi adalah tidak perlu. Malahan, dapat terjadi ketidakseimbangan nutrisi atau defisiensi gizi yang dapat disebabkan oleh pembatasan diet produk susu, khususnya laktosa. Penelitian tersebut tersebut memiliki memiliki kesimpulan kesimpulan bahwa pada anak yang hipersensitif hipersensitif terhadap terhadap susu sapi, secara klinis masih memilki toleransi terhadap laktosa dan aman dikonsumsi sebagai makanan atau sebagai obat dengan komposisi laktosa di dalamnya. (10)
2.7 Pencegahan
Penceg Pencegaha ahan n alergi alergi dilaku dilakukan kan sedini sedini mungki mungkin. n. Hal ini dapat dapat dilaku dilakukan kan sebel sebelum um anak anak terse tersensi nsiti tisas sasii prot protein ein susu susu sapi, sapi, yaitu yaitu pada pada masa masa intr intrau aute teri rin. n. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan dengan mengkonsu mengkonsumsi msi susu sapi yang hipoalergi hipoalergi yaitu susu sapi partially hydrolyzed untuk merangsang pembentukan terjadinya toleran toleransi si di masa masa yang yang akan akan datang datang.. Ketika Ketika reaksi reaksi alergi alergi tetap tetap terjadi terjadi setelah setelah pemberian susu yang hipoalergi, maka pemberian susu harus digantikan oleh susu lain seperti susu kedelai. (2) Pada Pada bayi, bayi, berdas berdasark arkan an rekom rekomend endasi asi Eropa Eropa dan Amerik Amerikaa sebena sebenarny rnyaa bergantung pada pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan, diikuti dengan penundaan pengenalan makanan padat pada anak dengan risiko atopik (seperti atopik orang tua atau saudara kandung, atau anak-anak dengan dermatitis atopik). Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa bayi yang terkena alergi makanan
22
(dalam hal ini susu sapi) pada awal kehidupan bayi melalui rute oral cenderung kurang akan memiliki alergi terhadap makanan dari bayi tanpa eksposur tersebut. Alergi susu sapi seringkali terdapat pada anak yang memiliki alergi makanan lainhya pada usia yang lebih tua. Pencegahan dan pengobatan yang baik adalah penting dalam mencegah alergi terhadap makanan di masa yang akan datang. Secara umum terdapat 3 (tiga) fase pencegahan terhadap alergi susu, yaitu:
(2),(5)
Pencegahan Primer
Yang Yang dilaku dilakukan kan sebelu sebelum m tersensi tersensitisa tisasi. si. Dilaku Dilakukan kan sejak sejak prenat prenatal al pada pada janin dengan keluarga yang memiliki bakat dermatitis atopi. Menghindari dengan cara memberikan susu sapi yang hipoalergi, seperti susu sapi partially hydrolyzed, dengan tujuan untuk merangsang toleransi dari alergi susu sapi pada masa yang akan akan datang datang,, diseba disebabka bkan n masih masih mengan mengandun dung g sediki sedikitt partik partikel el dari dari susu susu sapi, sapi, sebagai contoh dengan merangsang IgG blocking agent . Tindakan pencegahan ini juga dilakukan pada makanan alergi makanan lainnya, dan juga menghindari merokok. (2)
Pencegahan Sekunder
Dilaku Dilakukan kan setelah setelah sensiti sensitisasi sasi tetapi tetapi manifes manifestas tasii penya penyakit kit alergi alergi tidak tidak muncu muncul. l. Kondis Kondisii sensiti sensitisasi sasi ditent ditentuka ukan n oleh oleh pemerik pemeriksaan saan IgE spesifi spesifik k dalam dalam serum atau darah tali pusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0-3 tahun. tahun. Penghindar Penghindaran an dilakukan dilakukan dengan cara mengganti mengganti susu sapi menjadi susu sapi non alergenik, seperti susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi seperti susu kedelai yang tidak membuat terjadinya sensitisasi terjadi terjadiny nyaa manife manifestas stasii penya penyakit kit alergi alergi.. ASI eksklu eksklusif sif tampak tampakny nyaa juga juga dapat dapat mengurangi risiko alergi. (2)
Pencegahan Tertier
Dilakukan pada anak-anak yang telah mengalami manifestasi sensitisasi dan menunjukkan penyakit alergi awal seperti dermatitis atopik atau rinitis, tetapi belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat seperti asma. Saat tindakan yang optimal adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
(2)
23
Penghi Penghinda ndaran ran juga juga dilaku dilakukan kan dengan dengan member memberika ikan n susu susu sapi sapi hidrol hidrolisat isat sempurna atau pengganti susu sapi. Penyediaan obat preventif seperti setirizin, imunoterapi imunoterapi,, imunomodu imunomodulator lator tidak direkomend direkomendasikan asikan karena belum terbukti terbukti secara klinis bermanfaat. (2)
2.8 Prognosis
Antige Antigenit nitas as dan alerge alergenit nitas as protein protein susu sapi ini diketa diketahui hui berkai berkaitan tan dengan umur 8 dan alergi yang terjadi kebanyakan berkurang atau menghilang di usia 2-3 tahun. Bahkan ada pula yang menyatakan alergi susu sapi hanya terjadi pada tahun pertama kehidupan. Berdasarkan inilah pada usia tersebut dapat dicoba diberikan lagi susu sapi sedikit-sedikit dan dilihat apakah alergi susu sapi masih ada atau tidak. (1),(5) Bayi Bayi dengan dengan alergi alergi susu susu sapi memiliki memiliki risiko risiko yang yang lebih lebih besar besar untuk untuk mengalami alergi terhadap bahan makanan lain. Mereka juga memiliki risiko yang lebi lebih h besa besarr untu untuk k meng mengal alam amii asma asma atau atau bent bentuk uk alerg alergii lainn lainny ya dalam dalam usia usia selanjutnya. Untuk itu, bagi anak yang mengalami alergi susu sapi, dianjurkan untuk menghindari makanan yang juga memiliki sifat alergenitas tinggi, seperti kacang, ikan, atau makanan laut, sampai usia 3 tahun.4 Walaupun demikian anak yang memiliki alergi susu sapi tak selalu alergi terhadap daging sapi atau bulu sapi, bahkan penelitian yang telah dilakukan hanya mendapatkan angka kurang dari 10% dari penderita alergi susu sapi yang mengalami reaksi terhadap daging sapi. Di samping itu, proses pemanasan maupun pengolahan juga akan semakin menurunkan sifat alegenitas daging sapi ; karenanya daging sapi yang dimasak secara baik sangat jarang menimbulkan masalah pada penderita protein susu sapi. Dalam kaitannya dengan sifat alergi yang dimilikinya, berbagai penelitian telah memperlihatkan pola hubungan berkesinambungan proses sensitisasi alergen dengan perkembangan dan perjalanan alergi yang dikenal dengan nama allergic march, march, yaitu yaitu perjala perjalanan nan alamia alamiah h penya penyakit kit alergi alergi.. Secara Secara klinis klinis,, allerg allergic ic march march terlihat terlihat berawal sebagai alergi pada saluran cerna (umumnya (umumnya berupa diare karena alerg alergii susu susu sapi) sapi) yang yang akan akan berk berkem emba bang ng menj menjad adii aler alergi gi pada pada lapi lapisan san kuli kulitt (dermatitis (dermatitis atopi) dan kemudian alergi pada saluran napas (asma bronkial, bronkial, rinitis alergi). (1)
24
BAB III KESIMPULAN Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem imun, yang disebabkan oleh kandungan protein di dalam susu sapi. Alergi susu sapi seringkali diduga terjadi pada pasien, disertai banyak gejala klnis. Sindrom klinis yang terjadi sebagai akibat alergi pada susu dapat dapat bermac bermacam-m am-macam acam,, meskip meskipun un demiki demikian an dapat dapat diketah diketahui ui dengan dengan baik. baik. Penatalaksanaan alergi dapat dilakukan kepada bayi maupun juga kepada ibu yang memberikan ASI-nya. Dan pencegahan saat ini sudah dapat dilakukan semenjak masih dalam kandungan.
25
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sampso Sampson n HA. Food Food allergy allergy.. Part I: Immuno Immunopath pathoge ogenesi nesiss and clinic clinical al disorders. J.Allergy Clin Immunol 1999;103:717-28
2.
Sampson HA. Food allergy. Part II: Diagnosis and management. J.Allergy Clin Immunol 1999;103:981-9
3.
Sicherer Sh, Sampson HA. Food hypersensitivity and atopic dermatitis: Pathophysiology,epidemiology,diagnosis and management. J Allergy Clin Immunol 1999;104:s114-s122
4. Burks Burks AW, James James JM, Hiegel Hiegel A, Wilso Wilson n G, et al. Atopic Atopic dermatit dermatitis is and food hypersensitivity reactions. J Pediatr 1998;132:132-6 5. Bisho Bishop p MJ, Hastin Hasting. g. Natu Natura rall histo history ry of cow’ cow’ss milk milk aller allergy gy.. Clin Clinic ical al outcome. J Pediatr 1990;116:862-7 6. William William LW, Bock Bock SL. Skin testing testing and and food food challenges challenges for evaluation evaluation of food allergy. Immun and allergy clinics of North Amer 1999;19:479-93 7. Ishiz Ishizak akaa K, Ishi Ishizak zakaa T, Horn Hornbr broo ook k MM. MM. Phy Physioch siochem emica icall prop proper ertie tiess of human reaginic antibody. J Immunol 1966;97:75-84 8.
Zeiger RS, Sampson HA, Bock SA, Burks JR, et al. Soy allergy in infants and children with IgE associated cow’s allergy. J Pediatr 1999;134:614-22
26