Case Report Session
ACUTE HEART FAILURE
Oleh:
Hanna Nabila
1740312117
Idham Khalid
1410311117
Indah Noprimasari Yudi
1740312050
Meriza Rifani
1740312082
Miqdad Arya Putra
1410311118
Preseptor :
dr. Mefri Yanni, Sp.JP
BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR RSUP DR. M. DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2018 i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus dengan judul Acu A cutte H eart F ailure ilur e” ini dapat kami selesaikan dengan baik dan sesuai dengan
“
waktu yang telah ditentukan. Laporan kasus ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai Acute Heart Failure, Failure, serta menjadi salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik senior di bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUP Dr. M. Djamil Padang Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan laporan kasus ini, khususnya dr. Mefri Yanni, Sp. JP sebagai preseptor dan dokter residen jantung yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran, perbaikan dan bimbingan kepada kami. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan sesama dokter muda dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan kasus ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu disini. Dengan demikian, kami berharap laporan kasus ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta meningkatkan pemahaman semua pihak tentang Acute Heart Failure. Failure.
Padang, April 2018
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….………. PENGANTAR……………………………………………….………...
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. ISI………………………………………………………………….. iii BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. PENDAHULUAN……………………………………………………...
1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….……......
1
1.2 Batasan Batasan Masalah………………………………………………………….
3
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………
3
1.4 Metode Penulisan……………………………………………….………..
3
BAB II LAPORAN KASUS…………………………………………………..
4
BAB III DISKUSI……………………………………………………………..
13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….…….…..
30
iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Gagal jantung merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas (seperti sesak napas, bengkak pada pergelangan kaki dan kelelahan) yang mungkin disertai tanda-tanda (seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronkhi paru dan edema perifer) yang disebabkan oleh kelainan jantung secara struktural dan/atau fungsional, sehingga curah jantung berkurang dan/atau peningkatan tekanan intrakardiak pada saat istirahat atau selama stres.1 Prevalensi gagal jantung 1-2% pada populasi orang dewasa di negara berkembang, meningkat lebih dari 10% diantara usia >70 tahun. Resiko gagal jantung pada usia >55 tahun 33% untuk laki-laki dan 28% untuk perempuan. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. 2 Prevalensi gagal jantung di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 0,3% atau sekitar 530.068 orang, dengan penderita terbanyak ditemukan pada kelompok umur 55-64 tahun. 3 Penyebab gagal jantung secara umum disebabkan oleh tiga keadaan yaitu penyakit miokardium (penyakit arteri koroner, miokarditis, kardiomiopati, dan lain-lain), kondisi beban jantung yang abnormal (seperti pada keadaan hipertensi, kelainan katup, dan overload cairan), serta keadaan aritmia (takiaritmia dan bradiaritmia). Perjalanan klinis gagal jantung dapat terjadi secara akut, kronik, atapun gagal jantung kronik yang mengalami dekompensasi menjadi akut. 4 salah 1
satu manifestasi AHF dapat berupa Acute Lung Oedema. ALO ( Acute Lung Oedema) atau edema paru akut merupakan suatu keadaan dimana terjadi perpindahan cairan dari vaskular paru ke interstisial dan alveoli paru.5 Pada edema paru terdapat penimbunan cairan serosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveoli paru. Edema yang terjadi akut dan luas sering disusul oleh kematian dalam waktu singkat.6 Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 sudah mencakup seluruh provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate (IR)=35,19 per 100.000 penduduk dan CFR=2%. Pada tahun 1999, IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 % (tahun 2000), 19,24 % (tahun 2002), dan 23,87 % (tahun 2003).6,7 Angka kematian edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38-57% sedangkan karena gagal jantung mencapai 30%. 8 Edema paru dapat diklasifikasikan sebagai edema paru kardiogenik dan edema paru non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik terjadi karena penurunan fungsi pompa otot miokard, dan menurunnya fungsi ejeksi ventrikel kiri. Kondisi ini menimbulkan perubahan pada keseimbangan gaya starling tekanan kapiler alveolar, berupa peningkatan tekanan hidrostatik kapiler alveolar disertai kebocoran cairan ke intersisial dan alveoli. Sedangkan, edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru antara lain
2
pada pasca transplantasi paru dan reekspansi edema paru, termasuk cedera iskemia-reperfusi-dimediasi.9,10 Edema paru kardiogenik merupakan salah satu kegawatan medis yang memerlukan penanganan medis secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosis. Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan
jiwa
penderita.
Terapi
yang
tepat
dibutuhkan
untuk
menyelamatkan pasien dari kerusakan lanjut akibat gangguan keseimbangan cairan di paru.6,8 1.2
Batasan Masalah
Case Report Session (CRS) ini akan membahas tentang sebuah kasus AHF ( Acute Heart Failure) dan ALO ( Acute Lung Oedema), diagnosis dan penatalaksaannya. 1.3
Tujuan Penulisan
.Penulisan Case Report Session (CRS) ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang AHF ( Acute Heart Failure) dan ALO ( Acute Lung Oedema). 1.4
Metode Penulisan
Metode yang dipakai pada penulisan studi kasus ini berupa hasil pemeriksaan pasien, rekam medis pasien dan tinjauan kepustakaan yang mengacu pada berbagai literature, termasuk buku teks dan artikel ilmiah.
3
BAB II LAPORAN KASUS 2.1 Identitas Pasien
Nama
: Tn. N
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur/tanggal lahir
: 64 tahun
Pekerjaan
: Petani
No. RM RS
: 00.79.53.62
Tanggal pemeiksaan : 20 April 2018 Alamat
: Kuranji, Padang
Status perkawinan
: Menikah
Suku
: Minangkabau
2.2 Anamnesis
Seorang pasien laki-laki berusia 64 tahun dirujuk dari RS Siti Rahmah dengan diagnosis kerja pneumothoraks datang ke RSUP M. Djamil dengan: Keluhan Utama:
Sesak nafas yang memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang:
-
Sesak nafas memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak menciut, tidak dipengaruhi oleh cuaca dan makanan. sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Siti Rahmah 1 bulan yang lalu dengan keluhan sesak, dilakukan rontgen thoraks dan diberi obat-obatan, dirawat selama 3 hari, kemudian pasien dipulangkan karena perbaikan. Sesak ini sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan pasien ketika beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. 4
-
Pasien lebih nyaman tidur dengan 3 bantal pada malam hari.
-
Riwayat PND (-), DOE (+), OP (+).
-
Batuk berdahak (+) meningkat sejak 3 hari yang lalu, dahak berwarna putih kental. Batuk sudah dirasakan sejak 4 bulan ini, bersifat hilang timbul. Karena batuknya, pasien berobat ke puskesmas, diberi obat-obatan namun pasien tidak merasa ada perbaikan.
-
Batuk darah (-), riwayat batuk darah (-)
-
Demam (-)
- Nyeri dada (-) -
Keringat malam (+) sejak 2 bulan yang lalu, keringat juga muncul saat sesak nafas.
-
Penurunan nafsu makan (+) sejak 1 minggu yang lalu.
-
Penurunan berat badan (+) sejak 2 bulan yang lalu, pasien tidak tahu berapa kg.
-
Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).
-
BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat hipertensi (-)
-
Riwayat diabetes mellitus (-)
-
Riwayat minum OAT (-)
-
Riwayat keganasan (-)
Faktor Risiko Kardiovaskular
-
Riwayat hipertensi (+)
-
Riwayat diabetes mellitus (-) 5
-
Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular (-)
-
Riwayat dyslipidemia (-)
-
Merokok (+) sejak 55 tahun yang lalu, 16 batang per hari (IB=Berat)
Riwayat Ekonomi, Pekerjaan, Sosial, Kejiwaan dan Kebiasaan
-
Pasien seorang petani, aktivitas fisik berat.
-
Merokok 16 batang per hari sejak 55 tahun yang lalu.
-
Alkohol (-)
2.3 Pemeriksaan Fisik Vital Sign
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Suhu
:
36.8’C
Kesadaran
: cmc
Frekuensi Nafas
: 32 x/menit
Tekanan Darah
: 180/130 mmHg
Tinggi Badan
: 162 cm
Nadi
: 140 x/menit
Berat Badan
: 70 kg
Status Generalis
Kulit
: Tidak ada kelainan
Kepala
: Normosefal, tidak ditemukan kelainan
Mata
: Konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher
: JVP 5-1 cmH2O, tidak ada pembesaran KGB
Jantung
:
Inspeksi
: Iktus kordis terlihat di linea aksilaris anterior RIC VII
Palpasi
: Iktus kordis teraba di linea aksilaris anterior RIC VII
Perkusi
: Batas jantung atas RIC II Batas jantung kanan LSD 6
Batas jantung kiri linea aksilaris anterior RIC VII Auskultasi Paru
: S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
:
Inspeksi
: Statis Dinamis
: barrel chest : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi
: Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi
: Suara napas bronkovaskular, Rh basah halus (+/+) di ½ bawah lapangan paru, Wh (-/-)
Abdomen : Inspeksi
: Distensi (-)
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-) PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Darah Lengkap
Hb
: 13,3 g/dl
Na/K/Cl
: 144/3,7/111 mmol/L
Ht
: 42 %
Troponin I
:
Leukosit
: 9.720/mm3
CK-MB
: 26,5 u/l
Trombosit : 210.000/mm
Albumin/Globulin
:
5,4 / 2,3
GDS
: 208 mg/dl
Bil I / II
:
0,2 / 0,1
Ur/Cr
: 31/1,5 mg/dl
8622 ng/L
:
Kesan: Hiperglikemia, CK-MB dan Troponin I meningkat 7
Pemeriksaan AGD
pH
:
7,22
HCO3
: 19,6 mmol/L
PCO2
:
47 mmHg
BEecf
: -8,2 mmol/L
PO2
:
95,9 mmHg
SO2
: 95,7%
Kesan: Asidosis Metabolik
Pemeriksaan EKG
Irama sinus, QRS rate 70 x/menit, axis normal, gelombang P normal, PR interval 0,12 detik, QRS duration 0,08 detik, ST depresi V5-V6, T inverted V1V5, LVH (+), RVH (-). Kesan: LVH, Iskemik anterolateral
8
Pemeriksaan Rontgen
CTR 60%, segmen aorta normal, segmen pulmonal normal, jantung deviasi ke kiri dengan apex sulit dinilai, corakan bronkovaskuler meningkat di basal paru, infiltrat (+) di paru kanan dan kiri, kranialisasi (-).
Framingham Score
Mayor : Kardiomegali, Ortopnea, Edema Paru Minor : Dispnea on effort
Timi Score
Age 64
:0
Risiko Kardiovaskular ≥3
:1
Known CAD
:0
ASA use in 7 days
:0
ST – T Changes
:1
Positive biomarker
:1
Total
: 3/7 (Menengah) 9
Grace Score
Usia 64 tahun
: 55
HR 140
: 23
TD Sistolik
180
: 11
Kreatinin 132,6 µmol/L
: 11
Klasifikasi Killip
: 21
Henti jantung saat tiba
:0
Peningkatan biomarker
: 15
Deviasi segmen ST
: 30
Total Skor
: 166 (tinggi)
DIAGNOSIS KERJA
ALO AHF NSTEMI Timi Score 3/7 Grace Score 166 CAP DM Tipe 2 baru dikenal overweight
TATALAKSANA
-
Oksigen nasal kanul 2 liter
-
Bolus Furosemid 40 mg
-
ISDN 5 mg SL + Drip Fasorbid start 2 mg/jam
-
Loading aspilet 160 mg + clopidogrel 300 mg
-
Ranitidin 50 mg
-
Atorvastatin 1 x 40 mg
-
Enoxaparin 2 x 0,6 ml (60 mg)
drip
start 5 mg/jam
10
-
Ceftriaxon 1 x 2 gr iv
-
Flumuicyl nebu 2 x 1
-
Novorapid 2 x 16 IU
-
Levemir 1 x 12 IU
Follow up
20/4/2018 S/
Sesak napas (-) Nyeri dada (-) Batuk (+) dahak berwarna putih
O/
A/
KU Kes TD Nd Nf T sdg cmc 130/70 96 20 af Cor
: Aus: S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo
: Aus: SN vesikuler, rhonki -/-. wheezing -/-
Abdomen
: BU (+) Normal
Ekstremitas
: Akral hangat, edem -/-
- ALO AHF - NSTEMI Timi Score 3/7 Grace Score 166 - CAP - DM Tipe 2 baru dikenal overweight
P/
- Oksigen nasal kanul 2 liter - Lasix 10 mg/jam - Drip Fasorbid 2 mg/jam - Aspilet 1 x 80mg + clopidogrel 1 x 75 mg - Ranitidin 50 mg 11
- Atorvastatin 1 x 40 mg - Enoxaparin 2 x 0,6 ml (60 mg) - Ceftriazon 1 x 2 gr iv - Flumuicyl nebu 2 x 1 - Novorapid 2 x 16 IU - Levemir 1 x 12 IU
12
BAB III DISKUSI
Seorang pasien laki-laki usia 64 tahun datang ke IGD RSUP Dr M Djamil tanggal 18 April 2018 dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak tidak menciut, tidak dipengaruhi cuaca dan makanan. Riwayat dispneu on effort (+), paroxismal nocturnal dispneu (-), orthopneu (+), riwayat kaki sembab (-). Sebelumnya pasien pernah dirawat di RS Siti Rahmah 1 bulan yang lalu dengan keluhan sesak, dilakukan rontgen thoraks dan diberi obat-obatan, dirawat selama 3 hari dan diberikan obat-obatan lalu dipulangkan karena perbaikan. Sesak napas merupakan usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru. 7 Secara garis besar penyebab sesak dibagi dua yaitu cardiac dan non cardiac. Sesak napas pada pasien ini mengarah pada sesak napas yang disebabkan karena masalah jantung (cardiac), yang ditandai dengan adanya dispneu on effort yaitu bertambah sesak ketika melakukan aktifitas.8 Sesak sudah dirasakan sejak 2 bulan terakhir, meningkat setelah pasien melakukan aktivitas bertani. Selain itu sesak pada pasien ini juga muncul setelah aktifitas ringan, yaitu muncul setelah pasien BAK di malam hari. Pasien lebih nyaman tidur dengan 3 bantal untuk menyangga kepala, apabila bantal tidak ditinggikan pasien akan merasa sesak. Hal ini menandakan orthopnea (+) yaitu sesak napas yang terjadi saat berbaring dan dapat dikurangi dengan sikap duduk/berdiri. Pada saat berdiri terjadi penimbunan cairan di kaki dan perut, pada saat berbaring cairan ini kembali ke vaskular dan menambah 13
aliran balik sehingga terjadi sesak napas. Gejala ini merupakan gejala tipikal yang mengarah kepada gagal jantung. 8 Berdasarkan pedoman tatalaksana dan diagnosis gagal jantung akut dan kronik dari European Society of Cardiology (ESC) 2016, yang termasuk gejala tipikal gagal jantung yaitu sesak nafas, ortopneu, toleransi aktifitas yang berkurang, dan cepat kelelahan.9 Pada pasien ini terdapat risiko kardiovaskular yaitu usia ≥ 45 tahun, hipertensi dan diabetes melitus yang baru diketahui setelah dilakukan pemeriksaan di rumah sakit. Pada pasien ini juga terdapat faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler yaitu merokok. Pasien sudah merokok sejak 55 tahun yang lalu dengan rata-rata 16 batang/hari. Merokok dapat menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi O2 akibat inhalasi CO yang dapat menyebabkan takikardi, vasokonstrsi pembuluh darah, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah 5-10 % Hb menjadi karboksi-hb. Merokok juga dapat menurunkan kadar HDL kolesterol melalui mekanisme yang belum jelas, sehingga merokok dapat meningkatkan terjadinya proses arterosklerosis di dalam endotel pembuluh darah yang mengarah pada peningkatan resiko penyakit arteri koroner.8 Batuk berdahak meningkat sejak 3 hari yang lalu, dahak berwarna putih kental. Batuk sudah dirasakan sejak 4 bulan ini, bersifat hilang timbul. Batuk adalah suatu refleks napas yang terjadi karena adanya rangsangan reseptor iritan yang terdapat di saluran napas. Batuk berdahak menunjukkan adanya kelainan saluran napas bawah. Dahak berwarna putih kental dapat disebabkan oleh infeksi bakteri berupa TB, bronkiektasis, ataupun pneumonia. Batuk selain disebabkan penyakit saluran napas, dapat juga disebabkan penyakit kardiovaskular yaitu 14
edema paru dan infark paru. Batuk yang sudah dirasakan sejak 4 bulan ini dan hilang
timbul,
memperlihatkan
suatau
gambaran
penyakit
yang
kronis.
Penyebabnya dapat karena bronkitis, bronkiektasis, TB Paru ataupun penyakit kardiovaskular.10 Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 180/70 mmHg, nadi 140 kali/menit, suhu 36,8ºC, nafas 32 kali/menit, tinggi badan 162 cm, berat badan 70 kg, IMT 0,26 kg/m2, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik dan JVP 5-1 cmH 2O. Secara umum, vital sign pasien terdapat peningkatan tekanan darah, takikardi, dan takipnea. Pada pemeriksaan fisik toraks terlihat bentuk dada barrel chest , pergerakan dada simetris. Pemeriksaan paru ditemukan inspeksi, palpasi, dan perkusi dalam batas normal, auskultasi suara nafas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-. Pada paru didapatkan adanya ronkhi basah halus yang menunjukkan adanya proses kongesti pada paru. Hal ini dapat terjadi karena terganggunya kemampuan pengosongan ventrikel oleh jantung akibat dari kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun dan peningkatan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi juga peningkatan tekanan atrium kiri yang diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam intersisial sehingga terjadi edema intersisial. Peningkatan lebih lanjut akan mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru yang bermanifestasi sebagai ronkhi basah halus di basal paru.8 15
Pada pemeriksaan fisik jantung ditemukan iktus kordis terlihat. Palpasi ditemukan iktus kordis teraba di linea axilaris anterior RIC VII. Perkusi ditemukan batas jantung kiri anterior aksilaris RIC VII. Auskultasi didapatkan S1S2 reguler, gallop (-), murmur (-). Pada pemeriksaan jantung, didapatkan kardiomegali, ini merupakan salah satu tanda dari gagal jantung. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan dalam batas normal. Reflek hepatojugular negatif. Pada pemeriksaan punggung tidak didapatkan kelainan. Alat kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas tidak terdapat edema, serta pada pemeriksaan ditemukan akral hangat dan CRT <2 detik yang menandakan perfusi ke jaringan yang masih baik. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan darah rutin dalam batas normal dan glukosa darah sewaktu didapatkan meningkat yaitu 208 mg/dl. Peningkatan glukosa darah pasien baru diketahui di rumah sakit. Sebelumnya pasien tidak mengeluhkan adanya polidipsi, poliuri, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya sehingga pasien tidak pernah memeriksakan kadar glukosa darahnya. Pada pemeriksaan EKG didapatkan Irama sinus, QRS rate 70 x/menit, axis normal, gelombang P normal, PR interval 0,12 detik, QRS duration 0,08 detik, ST depresi V5-V6, T inverted V1-V5, LVH (+), RVH (-). Kesan: LVH, iskemik anterolateral. Pada gambaran EKG didapatkan adanya LVH (+) yang menunjukkan adanya pembesaran jantung dan ST deperesi pada V5-V6 menandakan adanya iskemik pada bagian lateral jantung. Setelah dilakukan EKG, dilakukan pemeriksaan biomarka jantung yaitu CK-MB dan Troponin I. Hasilnya didapatkan terjadinya peningkatan dari biomarka jantung tersebut. Meskipun 16
ditemukan iskemik pada pasien, namun tidak ada keluhan nyeri dada pada pasien. Hal ini karena adanya neuropati autonom kardiak pada pasien yang diabetes dan pasien usia tua. Pada DM, terjadi komplikasi mikrovaskular berupa neuropati sehingga mempengaruhi keluhan iskemik pada pasien. 11 Pada pemeriksaan foto toraks didapatkan CTR 60%, segmen aorta normal, segmen pulmonal normal, jantung deviasi ke kiri dengan apex sulit dinilai, corakan bronkovaskuler meningkat di basal paru, infiltrat (+) di paru kanan dan kiri, kranialisasi (-). Pemeriksaan ini menggambarkan bahwa terdapat pembesaran jantung pada pasien ini dan adanya tanda kongestif paru atau infiltrat pada pasien. Terdapat dua kemungkinan dari infiltrat tersebut yaitu berupa pneumonia pada pasien dan adanya edema paru. Hal ini masih tumpang tindih dikarenakan gejala pada pasien ditemukan kedua manifestasi penyakit tersebut. Penegakan
diagnosis
pada
pasien
ini
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini didapatkan dari anamnesis adanya PND ( paroxysmal nocturnal dyspneu) sesak bertambah saat aktivitas / DOE ( Dyspneu on Effort ). Pada pemeriksaan fisik dan rontgen didapatkan kardiomegali. Hal ini merupakan manifestasi klinis gagal jantung. 8 Berdasarkan kriteria Framingham didapatkan adanya kardiomegali, ortopnea, DOE dan edema paru. Sehingga dapat didiagnosis dengan heart failure. Pada pasien didapatkan gejala berupa sesak napas hebat, penurunan saturasi dan ronki basah halus pada 1/2 lapangan paru bawah. Hal ini dapat menggambarkan proses akut berupa edema paru yang kemudian dikonfirmasi dengan foto thorax. Penyebab gagal jantung pada pasien ini diduga karena adanya sindrom koroner akut berupa NSTEMI. Ada beberapa faktor pencetus dan penyebab dari 17
gagal jantung akut yaitu sindrom koroner akut, infeksi dan hipertensi yang tidak terkontrol. 10 Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam pembuluh darah kapiler paru dengan jaringan sekitarnya. Gejala yang biasanya terjadi pada pasien edema paru adalah respiratory distress yang berat, pernapasan yang cepat, ortopnea, ronki pada seluruh lapangan paru, saturasi oksigen arteri biasanya dibawah 90% pada suhu ruangan sebelum mendapat terapi oksigen. Edema paru terjadi apabila jumlah cairan yang difiltrasi melebihi clearance capability sistem limfe, keadaan ini sering dijumpai pada keadaan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler oleh karena meningkatnya tekanan pada pembuluh darah kapiler pulmonalis. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pulmoner secara cepat dan tiba-tiba akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan transvaskular dan ini merupakan karakteristik utama suatu acute cardiogenic edema atau volume-overload edema. Pada edema paru kardiogenik, peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah kapiler paru umumnya disebabkan oleh karena peningkatan tekanan vena pulmonalis sebagai akibat peningkatan left ventricular end-diastolic pressure and left atrial pressure.10 Edema paru akut dapat timbul sebagai manifestasi klinis dari suatu gagal jantung akut (de novo) ataupun dijumpai pada pasien gagal jantung kongestif yang mengalami eksaserbasi dengan faktor pencetus seperti infark miokard, anemia, obat-obatan, diet yang banyak mengandung air maupun garam, hipertensi, aritmia, tirotoksikosis, infeksi, endokarditis atau emboli paru, gagal ginjal maupun kehamilan.10 18
Gagal jantung akut merupakan kejadian atau perubahan yang cepat dari tanda dan gejala gagal jantung. Kondisi ini mengancam nyawa dan harus ditangani dengan segera. Presentasi dari gagal jantung akut ini dapat berupa pertama kali atau gagal jantung dekompensasi akut pada gagal jantung kronis yang sebelumnya stabil. Terdapat 6 bentuk dari gagal jantung akut, salah satunya adalah edema paru.8 Gagal jantung didasari oleh suatu beban/penyakit miokard (underlying HD/index of events) yang mengakibatkan remodeling struktural, lalu diperberat oleh progresivitas beban/penyakit tersebut dan menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung. Remodeling struktural ini dipicu dan diperberat oleh berbagai mekanisme kompensasi sehingga fungsi jantung terpelihara relatif normal (gagal jantung asimtomatik). Sindrom gagal jantung yang simtomatik akan tampak bila timbul faktor presipitasi seperti infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan, aktivitas berlebihan, emosi atau konsumsi garam berlebih, emboli paru, hipertensi, miokarditis, virus, demam reuma, 19
endokarditis infektif. Gagal jantung simtomatik juga akan tampak kalau terjadi kerusakan miokard akibat progresivitas penyakit yang mendasarinya/underlying HD.10 Sindroma koroner akut adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini dikarenakan stabilisasi dari plak yang dipengaruhi inti sel lemak dan penipisan tudung fibrous dari plak tersebut. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG dan biomarka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi NSTEMI, STEMI dan angina pektoris stabil.
12
Pada pasien ini tatalaksana yang diberikan adalah oksigen nasal kanul 2 liter, bolus Furosemid 40 mg dilanjutkan dengan drip start 5 mg/jam, ISDN 5 mg SL + drip Fasorbid start 2 mg/jam, loading aspilet 160 mg + clopidogrel 300 mg, ranitidin 50 mg, atorvastatin 1 x 40 mg, enoxaparin 2 x 0,6 ml (60 mg), ceftriaxon 1 x 2 gr iv, flumuicyl nebu 2 x 1, novorapid 2 x 16 IU, levemir 1 x 12 IU. Tujuan pengobatan gagal jantung akut pada setiap tahapan waktu, dapat dilihat pada tabel berikut:17 Tabel 1 Tujuan Pengobatan Gagal Jantung Akut Segera (UGD) •
Mengobati gejala
•
Memulihkan oksigenasi
•
Memperbaiki hemodinamik dan perfusi organ
•
Membatasi kerusakan jantung dan ginjal
•
Mencegah tromboemboli
•
Meminimalkan lama perawatan intensif
20
Jangka menengah (ruang rawatan) •
Stabilisasi kondisi pasien
•
Inisiasi dan optimalisasi terapi farmakologi
•
Identifikasi etiologi dan komorbiditas yang berhubungan
Jangka panjang (rawat jalan) •
Merencanakan strategi tingkat lanjut
•
Memasukkan pasien kedalam program manajemen penyakit secara keseluruhan
•
Rencana untuk mengoptimalisasi dosis obat gagal jantung
•
Mencegah rehospitalisasi dini
•
Memperbaiki gejala kuaitas hidup dan kelangsungan hidup
•
Memastikan dengan tepat alat bantu Sumber: ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure
Berdasarkan ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure, terdapat 3 tatalaksana yang harus dikerjakan pada evaluasi awal pasien sesak nafas mendadak yang dicurigai gagal jantung akut, dijelaskan dalam gambar dibawah ini: 17
21
Gambar 1 Penilaian Dini Pasien dengan Kecurigaan Gagal Jantung Akut Sumber: ESC Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
Terapi pada edema paru akut bertujuan untuk meringankan gejala, meningkatkan oksigenasi, mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk perfusi pada organ vital dan menurunkan kelebihan cairan ekstraseluler, serta mengatasi penyakit yang mendasari.2 Obat-obatan yang diberikan sebagai terapi adalah nitrat, diuretik, morfin, dan inotropik. Beberapa pasien akan membutuhkan bantuan ventilasi.
22
Pasien ini diberikan ISDN 5 mg SL + drip fasorbid start 2 mg/jam. Nitrat pada dosis rendah bekerja melalui relaksasi otot polos, yang menyebabkan venodilatasi dan penurunan preload. Dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan dilatasi arteriol, menyebabkan penurunan afterload dan tekanan darah. Khususnya pada arteri koroner, dilatasi tersebut akan menyebabkan peningkatan aliran darah koroner, dan meningkatkan oksigenasi serta menurunkan beban kerja jantung. 17 Pada praktek umum, nitrat dapat diberikan secara sublingual. Di rumah sakit dapat diberikan secara intravena karena onset cepat dan dosis dapat dititrasi. Tabel 2 Rekomendasi Regimen dosis Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan hipotensi sehingga monitor tekanan darah penting untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg. Nitrat tidak boleh diberikan pada TDS <90 mmHg atau pada pasien dengan stenosis aorta berat karena pada kondisi tersebut pasien bergantung pada preload. Nitrat dikontraindikasikan pada pasien yang sedang dalam pengobatan fosfodiesterase inhibitor seperti sildenafil. Efek samping yang dapat muncul seperti sakit kepala, takikardia refleks dan baradikardia paradoxical. 17 Pasien ini diberikan bolus furosemide 40 mg dengan drip start 5g/jam. Diuretik seperti furosemide menurunkan preload dan harus diberikan secara hatihati pada pasien dengan deplesi volume intravaskular. Pemberian secara intravena lebih dipilih, dengan dosis furosemide berkisar antara 40-80 mg. Bolus inisial
23
diberikan dengan tetes lambat dan diulang dalam 20 menit jika dibutuhkan. Setelah pemberian bolus, pemberian drip intravena dapat dipertimbangkan dengan dosis awal 5-10 mg/jam. Dosis tinggi berhubungan dengan perburukan fungsi ginjal dan peningkatan kejadian rawatan intensif, yang merefleksikan progresifitas penyakit yang lebih berat. Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengontrol urin output. 19 Tabel 3 Rekomendasi Dosis Furosemide (Frusemide)
Morfin dapat diberikan pada pasien dengan edema paru akut. Morfin memiliki efek venodilatasi sekunder, sehingga menurunkan vena pooling dan preload. Morfin juga menurunkan aktivitas saraf simpatis sehingga menurunkan ansietas dan distres yang berhubungan dengan dispnea. 20 Efek samping morfin adalah depresi SSP dan respirasi, menurunkan cardiac output dan hipotensi. Dosis rendah morfin (1-2.5 mg) dapat diberikan untuk toleransi ventilasi non invasif namun harus tetap dimonitor untuk efek sedasi.21,22 Pasien dipasangkan oksigen melalui nasal kanul dengan kecepatan 2L/menit dengan posisi kepala ditegakkan setinggi 30-45°. Langkah pertama untuk meningkatkan ventilasi pada pasien edema paru akut adalah untuk memastikan pasien diposisikan tegak. Hal ini akan menurunkan ketidaksesuaian
24
antara ventilasi-perfusi serta meningkatkan pooling vena pada bagian tubuh bawah yang akan menurunkan preload jantung. 20 Oksigen tidak rutin direkomendasikan pada pasien tanpa hipoksemia karena hipoksemia dapat menyebabkan vasokonstriksi, menurunkan cardiac output dan meningkatkan kejadian mortalitas jangka panjang. Suplementasi oksigen hanya diberikan apabila saturasi oksigen <92%. Oksigen diberikan untuk mencapai saturasi target 92-96%. Berdasarkan kondisi klinis pasien titrasi oksigen
dapat
diberikan
menggunakan
sejumlah
alat
seperti
2L/menit
menggunakan nasal kanul, 5-10L/menit menggunakan mask, 15L/menit menggunakan NRM. Untuk pasien dengan PPOK, target oksigen yang diharapkan adalah 88-92% menggunakan Venturi mask dengan oksigen yang diinspirasi sebesar 28%. Dibawah ini merupakan algoritma manajemen edema/kongesti paru akut, berdasarkan ESC Guidelines for The Diagnosis And Treatment Of Acute And Chronic Heart Failure 2012
21
1. Pasien sudah mengonsumsi diuretik, diberikan dosis 2,5 kali dosis oral. Diulang bila dibutuhkan 2. Pulse oksimetri saturasi oksigen <90% atau PaO2 <60 mmHg (<8.0 kPa) 3. Mulai dengan 40-60% oksigen, titrasi sapai SpO2 >90%. Hati-hati pada pasien dengan retensi CO2 4. Morfin 4-8 mg ditambah dengan metoklopramid 10 mg, observasi depresi napas. Diulang bila dibutuhkan 5. Kulit dingin, volume nadi rendah, urine output buruk, kebingungan, iskemik miokard.
25
6. Sebagai contoh, mulai infus dobutamin 2,5 mg/kg/menit, dosis dinaikkan 2 x tiap 15 menit hingga mencapai respon atau toleran 7. Pasien diobservasi secara reguler (gejala, laju dan irama jantung, SpO 2, TDs, urine output), sampai stabil atau perbaikan 8. Mulai dosis infus IV 10 mcg/menit, double dose tiap 10 menit hingga respon 9. Respon adekuat adalah penurunan dyspnea dan diuresis adekuat, diikuti peningkatan saturasi oksigen dan penurunan laju jantung dan pernapasan. 10. Terapi IV dapat diganti dengan diuretik oral 11. Nilai gejala gagal jantung (dispnea, ortopnea, PND), komorbid (nyeri dada karena iskemik), dan efek samping pengobatan (hipotensi simtomatik). Lakukan penilaian edema paru, vital sign, diikuti dengan EKG, kimia darah, pulse oksimetri, dan ekocardiografi. 12. <100 ml/jam dalam 1-2 jam menunjukkan respon inadekuat terhadap diuretik IV. 13. Pertimbangkan diagnosis alternatif, seperti emboli paru, masalah mekanik akut, dan penyakit katup berat. 14. IABP (Intra-aortic Balloon Pump) atau dukungan sirkulasi mekanik lain 15. PAP atau NIPPV pada pasien tanpa kontraindikasi 16. Pertimbangkan intubasi endotrakeal dan ventilasi infasif dengan perburukan, usaha nafas gagal, dan konfusi meningkat 17. Dosis double loop diuretik hinga ekuivalen furosemid 500 mg 18. Jika tidak ada respon, mulai infus dopamin IV 2,5 mcg/kg/menit 19. Ultrafiltrasi jika step 17 dan 18 tidak menunjukkan perbaikan.
26
Selain penatalaksanaan edema/kongesti paru, penyakit penyerta atau komorbid lain yang ditemukan seiring munculan gejala juga harus ditangani. 18,19 Pada pasien ini ditemukan NSTEMI, sehingga diberikan aspilet dengan dosis 120 mg dan clopidogrel 1 x 75 mg. Aspilet dan clopidogrel merupakan golongan antiplatelet yang bekerja melalui inhibisi agregasi platelet yang menyebabkan penyempitan pada arteri koroner. Aspirin diberikan pada semua pasien tanpa kontraindikasi dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang. Sedangkan dosis loading clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan 75 mg setiap hari. 16
27
Pasien juga diberikan enoxaparin 2 x 0.6 ml (60 mg). Enoxaparin merupakan golongan antikoagulan yang disarankan pada pasien dengan resiko perdarahan rendah dan apabila fondaparinuks tidak tersedia. Dosis yang diberikan adalah 2 x 1mg/kgBB/hari. Antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet sesegera mungkin.16 Dari golongan statin, pasien diberikan atorvastatin 1 x 40 mg. Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, statin harus diberikan pada semua pasien yang menderita UAP/STEMI tanpa kontraindikasi. Terapi statin dosis tinggi harus dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mendapai kadar kolesterol LDL <100mg/dl.16 Kurang lebih 20-30% pasien dengan NSTEMI diketahui menderita diabetes, sehingga semua pasien dengan NSTEMI perlu dilakukan pemeriksaan gula darah. Kadar gula darah perlu diawasi dan dijaga dari hiperglikemia (>180200 mg/dl) dan hipoglikemia (<90 mg/dl). Pada pasien ini didapatkan kadar gula darah 208 mg/dl sehingga diberikan novorapid 2 x 16 IU dan levemir 1 x 12 IU.
16
Pasien sebelumnya dirawat di bagian paru dengan diagnosis community acquired pneumonia dengan keluhan sesak dan batuk berdahak. Pasien diberikan terapi antibiotik ceftriaxon 2 x 1 gr dan flumucyl nebu 2 x 1.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et all. 2016 ESC Guideline for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European Heart Journal (2016) 37, 2129-2200. 2. Mc Murray J, Komajda M, Anker S, Gardner R. Heart Failure: Epidemiology, Pathophysiology and Diagnosis in The ECS Textbook of Cardiovascular Medicine. Blackwell Publishing. page 685-720. 3. Riset Kesehatan Dasar 2013, badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI. 4. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2016. European Heart Journal. 5. Mattu A, Martinez JP, Kelly BS. Modern management of cardiogenic pulmonary edema. Emerg Med Clin N Am. 2005; 23:1105-25. 6. Rampengan SH. Edema Paru Kardiogenik Akut. Jurnal Biomedik (JBM). 2014;6;149-156. 7. Huldani H. Edema paru akut. Refarat. Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran, Banjarmasin. 2014. 8. Nendrastuti H, Mohamad S. Edema paru akut, kardiogenik dan non kardiogenik. Majalah Kedokteran Respirasi. 2010;1(3):10. 9. Majoli F, Monti L, Zanierato M, Campana C, Mediani S, Tavazzi L, et al. Respiratory fatigue in patients with acute cardiogenic pulmonary edema. Eur Heart J. 2004;6: F74-80. 10. Elfi EF. Sindrom Koroner Akut dengan Komplikasi Udem Paru Akut dan Henti Jantung. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4(2). 11. Sylvia A. Price dan Lorrain MW. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 12. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana gagal jantung. Edisi pertama. 2015. 13. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et all. 2016 ESC Guideline for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. European Heart Journal (2016) 37, 2129-2200.
29