BAB I PENDAHULUAN
A. MEDIS
1. Pengertian
Anemia
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah (Ngastia, 1997 ; 398) Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB di bawah batas nilai-nilai yang dijumpai pada orang sehat (Nelson; 838) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupkan suatu kelainandimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006). Hemolisis adalah kerusakan sel darah merah pada sirkulasi sebelum 120 hari (umur eritrosit normal). Hemolisis mungkin asymptomatic, tapi bila „eritropoesis‟ tidak dapat mengimbangi kecepatan rusaknya sel darah merah dapat terjadi anemia. (Gurpreet, 2004) Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah suatu kondisi dimana imunoglobulin atau komponen dari sistem komplemen terikat pada antigen permukaan sel darah merah dan menyebabkan pengrusakan sel darah merah melalui Sistem Retikulo Endotelial (SRE). Antibodi yang khas pada AIHA antara lain IgG, IgM atau IgA dan bekerja pada suhu yang berbeda-beda. (Lanfredini, (Lanfredini, 2007)
Umur 12 – 12 – 18 18 thn.
Laki – laki 13 – 13 – 16 16 gr %
Perempuan 12 – 12 – 16 16 gr %
18 – 18 – 48 48 thn.
13,5 – 13,5 – 17,5 17,5 gr %
12 – 12 – 16 16 gr %
1
2
2. Klasifikasi
Anemia Hemolitik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: ( Tabel 1): Tabel 1. Klasifikasi Anemia Hemolitik Imun
Anemia Hemolitik Auto Omun (AIHA) A. AIHA tipe hangat 1.
Idiopatik
2.
Sekunder (karena cll, limfoma, SLE)
B. AIHA tipe dingin 1.
Idiopatik
2.
Sekunder
(infeksi
mycoplasma,
mononucleosis,
virus,
keganasan
limforetikuler) C. Paroxysmal Cold hemoglobinuri 1.
Idiopatik
2.
Sekunder (viral dan sifilis)
D. AIHA Atipik 1.
AIHA tes antiglobulin negatif
2.
AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
a. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat, di mana autoantibodi bereaksi secara optimal pada susu 300C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain. b. Anemia Hemolitik Imun Tipe Dingin Terjadinya hemolisis diperantai antibody dingin yaitu agkutinin dingin dan antibody Donath-landstainer. Kelainana ini secara karekteristik memiliki agglutinin dingin dingin IgM monoklonal. monoklonal. Pada umumnya agglutinin tipe dingin ini terdapat pada titer yang sangat rendah, dan titer ini akan meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan sel darah merah dan terjadi lisis langsung dan fagositosis. c. Paroxysmal Cold Hemoglobinuri Ini adalah bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara massif dan berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering ditemukan, karena berkaitan dengan penyakit sifilis . Pada kondisi ekstrim autoantibody Donath-Landsteiner dan protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali 37 0C. terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang yang lain.
3
3. Anatomi Fisiologi
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat penyusun darah diproduksi, termasuk sumsusm tulang dan nodus limfa. Darah dan organ khusus yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah dalanm suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Peraanannya sebagai medium pertukaran antara sel-sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan khususnya terhadap darahnya sendiri. Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit. a. Sumsum tulang Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai 5 % berat badan total,sehingga merupakan yang paling besar dalam tubuh. Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning, tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah b. Eritrosit Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf yang tidak berinti yang kira-kira kira -kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraseluler. Molekulmolekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna. Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai seba gai retikulosit dari sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular. Sejumlah kecil hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam
4
pematangan, retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang. c. Leukost (sel darah putih ). Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di transpor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap bahan infeksius yang mungkin ada. Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir, eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit, limf osit, dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau dalam terminologi klinis
disebut
“poli”
karena
intinya
multipel.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan dengan sistem imun. d. Trombosit Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm, yang terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per mm³ darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein. Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan. Apabila terjadi pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul pada pada tempat edera tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan membentuk tambalan atau
5
sumbatan, yang sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah. e. Plasma darah Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion, protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor pembekuan. Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing kelompok disusun oleh protein tertentu. Gama
globulin,
yang
tersusun
terutama
oleh
anti
bodi,
dinamakan
immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah globulin transpor dan nfaktor pembekuan yang dibentuk di hati. Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk terikat sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai diaktifasi pada reaksi pada tahap-tahap pembekuan. Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan dalam system vaskuler.
Dinding
kapiler
tidak
permeabel
terhadap
albumin,
sehingga
keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan, diantara zat lainnya.
4. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, fungsi imun yang abnormal dapat menyebabkan tubuh menyerang sel darah merah yang normal. Beberapa penyebab tidak normalnya system imun antara lain: Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor ekstrinsik.
6
a.
Faktor Intrinsik : Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi t iga macam yaitu: Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: 1) Gangguan struktur dinding eritrosit a) Sferositosis Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis. b) Ovalositosis (eliptositosis) Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis
biasanya
tidak
seberat
sferositosis.
Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini. c) A-beta lipropoteinemia Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel. 2) Gangguan pembentukan nukleotida Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb: a) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD) b) Defisiensi Glutation reduktas c) Defisiensi Glutation d) Defisiensi Piruvatkinase
7
e) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI) f) Defisiensi difosfogliserat mutase g) Defisiensi Heksokinase h) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase
3)
Hemoglobinopatia Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu: a. Gangguan
struktural
pembentukan
hemoglobin
(hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain b. Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
b.
Faktor Ekstrinsik : Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit. 1)
Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat
2)
Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
3)
Infeksi, plasmodium, boriella
5. Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism.Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
8
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia. a.
Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular Terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah. Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct
diekresikan
(disalurkan)
ke
empedu
sehingga
meningkatkan
sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi warna urin/air seni). b.
Mekanisme pemecahan eritrosit intravaskular Terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah (hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan hemoglobinemia.
9
Hemoglobin
juga
dapat
melewati
glomelurus
ginjal
sehingga
terjadi
hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis intravaskular kronis. Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga mengakibatkan polikromasia.
10
11
6. Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan: 1)
Demam
2)
Mengigil
3)
Nyeri punggung dan lambung
4)
Perasaan melayang
5)
Penurunan tekanan darah yang berarti
Berdasarkan Tipenya : a.
Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat: Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah
kiri
bisa
terasa
nyeri
atau
tidak
nyaman
dan
juga
bisa
dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi. b.
Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin: Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi akrosinosis
dan
splenomegali.
Pada
cuaca
dingin
akan
menimbulkan meningkatnya penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a.
b.
Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat: 1)
Bilirubin serum meningkat
2)
Urin meningkat, urin kuning pekat
3)
Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
Gambaran peningkatan produksi eritrosit 1)
Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
12
2) c.
hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
Gambaran rusaknya eritrosit: 1)
Morfologi
:
mikrosferosit,
anisopoikilositosis,
burr
cell,
hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit. 2)
Fragilitas osmosis, otohemolisis
3)
Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit
d.
Gambaran darah tepi menunjukkan adanya proses hemolitik berupa sferositosis, polikromasi maupun poikilositosis, sel eritrosit berinti, retikulositopeni pada awal anemia.
e.
Kadar hemoglobin 3-9 g/dL, jumlah leukosit bervariasi disertai gambaran sel muda (metamielosit, mielosit dan promielosit), kadang disertai trombositopeni.
f.
Gambaran sumsum tulang menunjukkan hiperplasi sel eritropoitik normoblastik.
g.
Kadar bilirubin indirek meningkat.
h.
Pemeriksaan Direct Antiglobulin Test (DAT) atau lebih dikenal dengan Direct Coomb‟s test menunjukkan adanya antibodi permukaan / komplemen permukaan sel eritrosit. Pada pemeriksaan ini terjadi reaksi aglutinasi sel eritrosit pasien dengan reagen anti IgG menunjukkan permukaan sel eritrosit mengandung IgG (DAT positif).
Direct Coombs' Test.
13
Pemeriksaan Penunjang a. Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses eritropoesis yang normal b. Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin pendek umur eritrosit c. Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman) d. Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air seni e. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang f. Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin serum g. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah muda) h. Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman i.
Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang
8. Penatalaksanaan / Pengobatan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus. Penderita dengan anemia hemolitik autoimun IgG atau IgM ringan kadang tidak memerlukan pengobatan spesifik, tetapi kondisi lain di mana terdapat ancaman jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif. Tujuan
pengobatan
adalah
mengembalikan
nilai-nilai
hematologis
normal,
mengurangi proses hemolitik dan menghilangkan gejala dengan efek samping minimal.
a.
Terapi transfusi 1) Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status. 2) Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung. 3) Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator
14
deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.
b.
Menghentikan obat 1)
Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa
2)
Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut (lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) : a) Penisilin b) Sefalotin c) Ampicillin d) Methicillin e) Kina f) Quinidine
3)
Kortikosteroid Penderita dengan anemia hemolitik autoimun karena IgG mempunyai respon
yang
baik
terhadap
pemberian
steroid
dengan
dosis
2-
10mg/kgBB/hari. Bila proses hemolitik menurun dengan disertai peningkatan kadar Hb (monitor kadar Hb dan retikulosit), maka dosis kortikosteroid diturunkan secara bertahap. Pemberian kortikosteroid jangak panjang perlu mendapat pengawasan terhadap efek samping, dengan monitor kadar elektrolit, peningkatan nafsu makan, kenaikan berat badan, gangguan tumbuh kembang, serta risiko terhadap infeksi.
c.
Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin. 1) Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkahlangkah lain telah gagal. 2) Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti anemia hemolitik agglutinin dingin.
15
3) Diimunisasi
terhadap
infeksi
dengan
organisme
dikemas,
seperti
Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin. d.
Gammaglobulin intravena Pemberian gammaglobulin intravena dengan dosis 2g/kgBB pada penderita anemia
hemolitik
autoimun
dapat
diberikan
bersama-sama
dengan
kortikosteroid. e.
Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebabkan oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabkan oleh IgM meskipun sifatnya hanya sementara
f.
Penanganan gawat darurat: Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi namun dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
g.
Terapi suportif-simptomatik: Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
h.
Terapi kausal: Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani. Pada thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan.
9. Terapi Pencegahan a. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat :
Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa cara untuk mengobati penyakit ini, jika
penyebab
penyakit
di
ketahui
yang
pertama
harus
dilakukan
adalah menyingkirkan penyebab yang mendasari contohnya SLE. Pemakaian obat seperti methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai
16
dosis awal untuk orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil.Steroid ini mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody. Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan. Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa (splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa berhenti
menghancurkan
sel
darah
merah
yang
terbungkus
mengendalikan pada
sekitar 50%
oleh autoantibody. Pengangkatan limfa penderita.Jika
diketahui berhasil
pengobatan
system kekebalan.Obat Azatioprin50- 200
ini
gagal,
imunosupresif
mg/hari,
diberikan lain
obat
dapat
siklofosfamid50-150
yang
digunakan mg/hari
menekan
diantaranya:
(60
mg/m2),
klorambusil, dan siklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai bersama0sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung dapat dilakukan tranfusi. Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita karena bank darah mengalami
kesulitan
dalam
menemukan
darah
yang
tidak
bereaksi
terhadap antibody.Transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibody.Maka, darah yang ditranfusi harus tidak mengandung antigen yang sesuai dengan penderita.Kemudian pada keadaan gawat dapat diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan apabila Hb < 7 g/dl. b.
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin:
Dan
terapi
pada
anemia
hemolitik
autoimun
tipe
dingin
yakni
dengan menghindari udar dingin , mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga gdengan memberi kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini tidak efektif.Pemberian khlorambusil dapat memberikan hasil pada beberapa kasus. Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan
17
10. Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian 1) Biodata : a)
Nama
:-
b)
Umur
: wanita usia 12-35 th)
c)
Jenis kelamin
: (sering terjadi pada perempuan)
d)
Alamat
: _
e)
Pendidikan
: (pengetahuan tentang nutrisi)
Nomo reg
:
f)
2) Riwayat kesehatan a) Riwayat kesehatan dahulu -
Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan seperti anti kanker,analgetik dll
-
Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang besar
-
Kemungkinan
klien
kurang
mengkonsumsi
makanan
yang
mengandung as. Folat,Fe dan Vit 12.
b)
-
Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
-
Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
Riwayat kesehatan keluarga Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
c) Riwayat kesehatan sekarang -
Klien terlihat keletihan dan lemah
-
Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
-
Mengeluh nyeri mulut dan lidah
3) Kebutuhan dasar a) Pola aktivitas sehari-hari - Keletihan,malaise,kelemahan - Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja b) Sirkulasi - Palpitasi,takikardia,mur mur sistolik,kulit dan membran mukosa ( konjungtiva,mulut,farink dan bibir) pucat
18
- Sklera : biru atau putih seperti mutiara - Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi) - Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok - Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur c) Eliminasi Diare dan penurunan haluaran urin d) Integritas ego Depresi,ansietas,takut dan mudah tersinggung e) Makanan dan cairan - Penurunan nafsu makan - Mual dan muntah - Penurunan BB - Distensi abdomen dan penurunan bising usus - Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan f) Higiene Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi g) Neurosensori - Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi - Penurunan penglihatan - Gelisah dan kelemahan h) Nyeri atau kenyamanan Nyeri abdomen samar dan sakit kepala i) Pernafasan Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea, dan dispnea) j) Keamanan Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi k) Seksualitas - Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore) - Hilang libido - Impoten 4) Pemeriksaan diagnostik a) Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht menurun b) Jumlah eritrosit menurun
19
c) Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) : meningkat d) Tes schilling : penurunan ekskresi Vit 12 di urin e) Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urin dan feses
b.
Diagnosa keperawatan 1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen 2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun, mual 3) Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat. 4) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik. 5) Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
20
NO
1.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan
Tujuan
Intervensi
perfusi Setelah di lakukan asuhan
a. Awasi tanda vital kaji
jaringan b/d penurunan keperawatan selama 3 X
pengisian kapiler, warna
derajat/keadekuatan
komponen seluler yang 24 dapat
kulit/membrane mukosa,
jaringan
dasar kuku.
menetukan kebutuhan intervensi.
diperlukan
memenuhi
untuk kebutuhan oksigen dengan
pengiriman oksigen.
Kriteria hasil: DS
: pusing,
lemas,
tidur sesuai toleransi.
Memberikan informasi tentang
dan
perfusi membantu
Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
menggigil, nyeri punggung
kebutuhan
dan lambung, serta sesak
kontraindikasi bila ada hipotensi. c. Kolaborasi pengawasan
beraktivitas.
hasil
DO : -
laboraturium.
Keadaan umum TD : 120/80 mmHg
tambahan
Suhu 36,50 C – 370 C
indikasi.
9000 sel/mm3
oksigen
d.
sesuai
riwayat
dari kebutuhan tubuh b/d keperawatan selama 3 X 24
termasuk
nafsu makan menurun, jam dapat
disukai
memenuhi nutrisi
sesuai b. Observasi
makan
:
Mengidentifikasi defisiensi dan
Memaksimalkan
transport
oksigen ke jaringan.
e.
Meningkatkan jumlah sel darah merah
nutrisi,
a.
yang
catat
Mengidentifikasi
defisiensi,
memudahkan intervensi b.
dan
Catatan
terhadap terapi.
e. Berikan transufi darah
a. Kaji
seluler.
kebutuhan pengobatan /respons
sesuai indikasi
Gangguan nutrisi kurang Setelah di lakukan asuhan
kebutuhan
c.
pemeriksaan
d. Berikan
Jumlah Eritrosit 5000 -
mual.
a.
b. Tinggikan kepala tempat b.
nafas dan mudah lelah saat
2.
Rasional
Mengawasi masukkan kalori atau kualitas
kekurangan
konsumsi
21
dengan
kebutuhan
tubuh
dengan Kriteria hasil:
masukkan makanan pasien c. Timbang
berat
badan
makanan c.
setiap hari
makan,
mual,
dan
penurunan
berat
badan atau efektivitas intervensi
DS : mengatakan tidak ada nafsu
Mengawasi
nutrisi d. Berikan
makan
sedikit
d.
Menurunkan
kelemahan,
muntah
dengan frekuensi sering
meningkatkan pemasukkan dan
DO : -
dan atau makan diantara
mencegah distensi gaster
Keadaan umum membaik dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan Mengalami
waktu makan e. Observasi kejadian
peningkatan
BB
dan
catat
e.
mual/muntah,
Gejala GI dapat menunjukkan efek
flatus dan dan gejala lain
anemia
(hipoksia)
pada
organ.
yang berhubungan f. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
f.
Membantu dalam rencana diet untuk
memenuhi
kebutuhan
individual 3.
Konstipasi
b.d Setelah di lakukan tindakan a. Observasi warna feses,
a. Membantu
mengidentifikasi
penurunan masukan diet; asuhan kep selama 3 X 24
konsistensi, frekuensi dan
penyebab /factor pemberat dan
perubahan
jumlah
intervensi yang tepat.
proses jam, membuat/kembali pola
pencernaan; samping terapi obat.
efek normal
dari
fungsi
dengan Kriteria hasil :
usus b. Awasi intake dan output b. Dapat mengidentifikasi dehidrasi, (makanan dan cairan).
kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi
22
DS : lambung nya nyeri DO : Urine pekat dan feses hitam,Auskultasi
terdengar
bunyi usus menurun.
diet c. Dorong masukkan cairan
Warna urine normal, dan warna feses normal serta
dalam
memperbaiki
2500-3000 ml/hari dalam
konsistensi feses bila konstipasi.
toleransi jantung
Akan membantu memperthankan
mengatakan lambungnya tidak nyeri lagi
c. Membantu
status hidrasi pada diare d. Kolaborasi ahli gizi untuk diet
seimbang
dengan
tinggi serat dan bulk.
d. Serat menahan enzim pencernaan dan
mengabsorpsi
alirannya
konsistensi yang normal
air
sepanjang
dalam traktus
intestinal dan dengan demikian
Bunyi usus normal.
menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai
perangsang
untuk
defekasi. e. Berikan pelembek feses, laksatif sesuai indikasi. Pantau
e. Mempermudah
defekasi
bila
konstipasi terjadi.
keefektifan.
(kolaborasi). 4.
Intoleransi aktifitas b.d Setelah di lakukan tindakan ketidakseimbangan antara
suplai
(pengiriman) kebutuhan,
asuhan kep selama 3 X 24
a. Kaji
kemampuan
pasien.
oksigen jam, diharapkan pasien tidak b. Observasi dan lagi mengalami kelemahan
kelemahan dengan Kriteria hasil :
ADL
a. Mempengaruhi
pilihan
intervensi/bantuan tanda-tanda
b. Manifestasi kardiopulmonal dari
vital sebelum dan sesudah
upaya jantung dan paru untuk
aktivitas.
membawa jumlah oksigen adekuat
23
fisik.
DS : mengeluhkan pusing, lemas, serta sesak nafas dan mudah
lelah
saat
ke jaringan c. Rencanakan
kemajuan
c. Meningkatkan
aktivitas
aktivitas dengan pasien,
bertahap
beraktivitas.
termasuk aktivitas yang
memperbaiki tonus otot/stamina
DO : -:
pasien
tanpa kelemahan. Meingkatkan
dapat beraktivitas dengan normal.
pandang
perlu.
Tingkatkan
tingkat
sampai
secara
normal
dan
harga diri dan rasa terkontrol.
aktivitas sesuai toleransi.
TD : 120/80 mmHg
d. Gunakan
teknik
menghemat energi,
d. Mendorong banyak
pasien
melakukan
aktivitas
dengan
membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan. 5.
Kurang pengetahuan b/d Setelah di lakukan tindakan a. Berikan informasi tentang kurang mengingat, salah asuhan kep selama 3 X 24
anemia
interpretasi
jam, diharapkan pasien tidak
Diskusikan
informasi, tidak
lagi mengalami kelemahan
mengenal informasi.
sumber dengan Kriteria hasil : DS
: mengatakan
bahwa
spesifik.
sehingga pasien dapat membuat
kenyataan
pilihan yang tepat. Menurunkan
bahwa terapi tergantung
ansietas dan dapat meningkatkan
pada tipe dan beratnya
kerjasama dalam program terapi
anemia.
awalnya dia mengira kalau b. Tinjau
tujuan
dan
dia hanya kelelahan bekerja
persiapan
dan
pemeriksaan diagnostic
jadwal
makan
tidak
teratur, tapi lama kelamaan
a. Memberikan dasar pengetahuan
untuk
b. Ansietas
/
ketakutan
ketidaktahuan
tentang
meningkatkan
stress, selanjutnya meningkatkan beban
jantung.
Pengetahuan
24
penyakitnya
bertamabah
menurunkan ansietas.
parah.
c. Kaji tingkat pengetahuan
DO : -
klien dan keluarga tentang
pengalaman
dan
penyakitn
klien
keluarga
Pasien
menyatakan
pemahamannya
proses
penyakit
Mengidentifikasi
factor
jauh
pengetahuan tentang
d. Dengan mengetahui penyakit dan
klien tentang penyakitnya
kondisinya sekarang, klien akan
dan kondisinya sekarang.
tenang
penyebab. Melakukan
dan
seberapa
penyakitnya
dan d. Berikan penjelasan pada
penatalaksanaan penyakit.
c. Megetahui
dan
mengurangi
rasa
seberapa
jauh
cemas tiindakan e. Minta klien dan keluarga
e. Mengetahui
yang perlu/perubahan pola
mengulangi
kembali
pemahaman klien dan keluarga
hidup.
tentang materi yang telah
serta menilai keberhasilan dari
diberikan
tindakan yang dilakukan
BAB II PENGELOLAAN KASUS
Mahasiswa/NIM
: I Putu Agus Indra Saputra
Tanggal
: 16 juli 2012
Jam
: 09.00
A. Identitas
a. Pasien Nama
: Ny. Mr
Umur
: 55 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Gedangsari, Gunungkidul
Status
: Kawin
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Tgl. masuk RS
: IMC = 28 juni 2012 : Ruang J = 29 juni 2012
No. RM
: 01022xxx
Ruang
: J / Kamar 1
Diagnosis kerja/medis
: AIHA dengan Ca Servik Ileus
b. Keluarga / Penanggungjawab Nama
: Ny.Ls
Umur
: 35 tahun
Hubungan
: Anak
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: klenteng , Gunungkidul
25