BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi
Proses Proses hemosta hemostatis tis normal normal pada pada tubuh tubuh manusia manusia melibat melibatkan kan empat empat kompon komponen, en, yaitu yaitu pembuluh pembuluh darah, trombosit, trombosit, faktor pembekuan pembekuan dan faktor pengurai pengurai pembekuan pembekuan (fibrinolisis). (fibrinolisis). Perdarahan dapat terjadi sebagai hasil dari 1) abnormalitas pembuluh darah, misalnya penyakit Henoch Henoch Schonle Schonlein in purpur purpura, a, 2) abnorm abnormalit alitas as trombosi trombositt seperti seperti disseminated disseminated intravascular intravascular coagulopathy, 3) kelainan faktor pembekuan darah, dan 4) percepatan fibrinolisis. Neonatus Neonatus adalah bayi berusia kurang dari satu bulan. Perdarahan Perdarahan pada neonatus neonatus termanif termanifesta estasika sikan n sebaga sebagaii petekie petekie,, ekimos ekimosis, is, perdara perdarahan han di saluran saluran cerna cerna (hematem (hematemesis, esis, melena), perdarahan intrakranial, atau perdarahan di tali pusat. Penyakit Penyakit perdarahan perdarahan pada neonatus neonatus dapat diklasifikasikan sebagai penyakit penyakit kongenital kongenital atau penyakit didapat 1. Penyakit yang didapat misalnya defisiensi kongenital prothrombin, faktor V, faktor VII, faktor X, faktor XI, faktor XIII dan fibrinogen atau von Willebrand. Defisiensi Defisiensi faktor X, XIII, dan fibrinogen sangat jarang terjadi pada neonatus. neonatus. Defisiensi Defisiensi faktor VIII (hemofilia A) dan faktor IX (hemofilia (hemofilia B) dapat menyebabka menyebabkan n perdarahan perdarahan pada neonatus neonatus cukup bulan apabila telah mencapai derajat keparahan yang tinggi. Perdarahan akibat penyakit yang didapat biasanya lebih kompleks. Terdapat banyak penyakit penyakit yang dapat menyebabka menyebabkan n perdarahan perdarahan pada neonatus. neonatus. Namun, Namun, terdapat 3 penyebab penyebab perdarahan perdarahan yang paling sering yaitu defisiensi vitamin K, perdarahan perdarahan akibat penyakit hati, dan disseminated intravascular coagulopathy. coagulopathy .
2. 2 Mekanisme Hemostasis Normal
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah melibatkan suatu rangkaian proses yang cepat. cepat. Proses-p Proses-prose rosess ini mencak mencakup up peran peran dari 4 kompon komponen en yakni yakni 1) pembu pembuluh luh darah, darah, 2) plateler, dan 3) faktor pembekuan. pembekuan.8 Proses tersebut secara garis besar dibagi menjadi empat tahap yakni 1) vasokonstriksi, 2) pembentukan plug trombosit, 3) pembentukan bekuan darah, dan 4) penguraian bekuan darah. Masing-masing tahap dijelaskan sebagai berikut: 1. Vasok Vasokon onstr striks iksi i
Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak melepas serotonin dan trombok tromboksan san A2 (prostag (prostagland landin), in), yang menyeb menyebabk abkan an otot otot polos polos dinding dinding pembul pembuluh uh darah darah berkonstriksi. berkonstriksi. Hal Hal ini pada pada awalnya awalnya akan mengurangi mengurangi darah darah yang yang hilang. hilang. 2. Plug Plug tromb trombosi osit t
Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk plug trombosit. Trombosit melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk memperkuat plug. Jika kerusakan pembuluh darah sedikit, maka plug trombosit mampu menghentikan perdarahan. Jika kerusakannya besar, maka plug trombosit dapat mengurangi perdarahan, sampai proses pembekuan terbentuk. 3. Pembentukan bekuan darah
Mekanisme ekstrinsik pembekuan darah dimulai dari faktor eksternal pembuluh darah itu sendiri. Tromboplastin (membran lipoprotein) yang dilepas oleh sel-sel jaringan yang rusak mengaktivasi protrombin (protein plasma) dengan bantuan ion kalsium membentuk trombin. Trombin mengubah fibrinogen yang dapat larut, menjadi fibrin yang tidak dapat larut. Benangbengang fibrin membentuk bekuan, atau jaring-jaring fibrin, yang menangkap sel darah merah dan trombosit serta menutup aliran darah yang melalui pembuluh yang rusak. Mekanisme intrinsik untuk pembekuan darah berlangsung dalam cara yang lebih sederhana daripada cara yang dijelaskan di atas. Mekanisme ini melibatkan 13 faktor pembekuan yang hanya ditemukan dalam plasma darah. Setiap faktor protein (ditunjukkan dengan angka romawi) berada dalam kondisi tidak aktif; jika salah satu diaktivasi, maka aktivitas enzimatiknya akan mengkativasi faktor selanjutnya dalam rangkaian, dengan demikan akan terjadi suatu rangkaian reaksi (cascade of reaction) untuk membentuk bekuan.
Tabel. Faktor-faktor pembekuan darah Faktor No. I
Nama Fibrinogen
Asal dan Fungsi Protein plasma yang disintesis dalam hati; diubah menjadi
Protrombin
fibrin. Protein plasma yang disintesis dalam hati; diubah menjadi
Tromboplastin
trombin. Lipoprotein yang dilepas jaringan rusak; mengaktivasi faktor
Ion kalsium
VII untuk pembentukan trombin. Ion anorganik dalam plasma, didapat dari makanan dan tulang;
V
Proakselerin
diperlukan dalam seluruh tahap pembekuan darah. Protein plasma yang disintesis dalam hati; diperlukan untuk
VI
(faktor labil) mekanisme ekstrinsik dan intrinsik. (Nomor tidak Fungsinya dipercaya sama dengan fungsi faktor V
VII
dipakai lagi) Prokonvertin
II III IV
Protein plasma(globulin) yang disintesis dalam hati; diperlukan
(sel akselerator dalam mekanisme intrinsik.
konversi serum protrombin) VIII Faktor IX
Protein plasma (enzim) yang disintesis dalam hati (memerlukan
antihemolitik Plasma
vitamin K); berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik. Protein plasma yang disintesis dalam hati (memerlukan vitamin
tromboplastin
K); berfungsi dalam mekanisme intrinsik.
(faktor X
Christmas) Faktor Stuart-
Protein plasma yang disintesis dalam hati (memerlukan vitamin
XI
Power Antesenden
K); berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik dan intrinsik. Protein plasma yang disintesis dalam hati; berfungsi dalam
tromboplastin
mekanisme intrinsik.
XII
plasma Faktor
Protein plasma yang disintesis dalam hati; berfungsi dalam
XIII
Hageman Faktor
mekanisme intrinsik Protein yang ditemukan dalam plasma dan trombosit; hubungan
penstabil
silang filamen-filamen fibrin.
fibrin Faktor-faktor trombosit: Akselerator trombosit: trombosit; sama dengan faktor plasma V. Akselerator trombin: trombosit; memacu produksi trombin dan fibrin. Faktor tromboplastin trombosit: trombosit; fosfolipid yang diperlukan untuk mekanisme intrinsik. Trombosit faktor ke-4: mengikat heparin (antikoagulan) sehingga pembekuan dapat terjadi.
Gambar 2.1
Pengaktifan pembentukan bekuan berlangsung melalui dua jalur terpisah, yang disebut jalur intinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik menjadi aktif apabila protein plasma berikatan dengan subendotel yang terpajan akibat kerusakan pembuluh darah. Trombosit dan protein yang disebut faktor von Willebrand (vWf) berikatan dengan subendotel yang terpajan tersebut, dan trombosit kemudian mengikat fibrinogen. Jalur ekstrinsik diaktifkan oleh faktor jaringan (TF atau faktor III) yang merupakan suatu protein yang terikat-membran yang terpajan pada permukaan sel stelah trauma. Trauma juga mengaktifkan perubahan faktor VII menjadi VIIa, dan faktor jaringan serta faktor VIIa membentuk suatu kompleks yang memutuskan faktor X menjadi faktor Xa. Jalur intrinsik dan ekstrinsik bertemu pada pengaktifan proteolitik faktor X menjadi Xa. Faktor XII, XI, IX, VII, X, dan trombin adalah protease serin. Akibatnya trombin memutuskan fibrinogen menjadi fibrin, dan terbentuk bekuan “lunak” awal. Faktor XIIIa adalah suatu transglutamanidase. Faktor VIII dan V adalah kofaktor yang masing-masing membentuk kompleks dengan permukaan endotel dan faktor Ixa dan Xa. Reaksi yang diberi
tanda “PL, Ca” berlangsung melalui kofaktor yang terikat ke fosfolipid (PL) di permukaan sel dalam suatu kompleks koordinasi-Ca 2+. Pembekuan darah terdiri dari suatu urutan atau jenjang reaksi zimogen diubah menjadi protease dan kofaktor aktif melalui pemutusan satu atau lebih ikatan peptida mereka. Jenjang pembekuan darah. Pengaktifan pembekuan darah terjadi melalui jenjang proenzim yang secara berurutan mengaktifkan satu sama lain melalui pemutusan proteolitik. Misalnya, faktor IXa, yang merupakan suatu protease serin, mengaktifkan faktor IX, yang juga merupakan suatu protease serin, dengan memutuskan faktor IX menjadi faktor IXa. Pengaktifan yang cepat den percepatan yang sangat besar dari kecepatan pembentukan bekuan terjadi karena, di setiap tahapan jenjang, 1 molekul enzim membentuk banyak molekul enzim aktif yang mengkatalisis tahapan jenjang selanjutnya. Jenjang ini berakhir pada pemutusan protrombin menjadi trombin, yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin dan faktor XIII menjadi faktor XIIIa. Fibrin berkumpul untuk membentuk “bekuan lunak”, yang kemudian mengalami ikatan silang oleh faktor XIIIa. Faktor XIIIa adalah transglutaminidase yang menghasilkan ikatan peptida antara bagian glutamil dari glutamin pada satu monomer fibrin dan residu lisin pada monomer lainnya. Jalinan serat fibrin ini menangkap gumpalan trombosit dan sel lain, membentuk trombus atau bekuan darah yang menyumbat kebocoran jaringan vaskular. Dalam beberapa langkah kunci dalam jenjang pembekuan darah, protease terikat ke kompleks yang melekat ke permukaan trombosit yang telah berkumpul di tempat cedera. Faktor VII, IX, X, dan protrombin memiliki sebuah ranah dimana 1 atau lebih residu glutamat mengalami karboksilasi menjadi -karboksilaglutamat. Ca2+ membentuk kompleks koordinasi ɤ
dengan fosfolipid membran trombosit yang bermuatan negatif dan
-karboksilat faktor
ɤ
pembekuan darah. Kofaktor protein misalnya faktor jaringan, faktor VIII dan faktor V terbenam sebagian di membran dan berfungsi sebagai “jaring” untuk menyusun kompleks enzim-kofaktor di permukaan trombosit. Misalnya, faktor VIIIa di membran membentuk kompleks dengan faktor IXa, yang melekat ke membran melalui khelasi Ca 2+. 4. Penguraian bekuan darah
Segera setelah terbentuk, bekuan akan beretraksi (menyusut) akibat kerja protein kontraktil dalam trombosit. Jaring-jaring fibrin dikontraksi untuk menarik permukaan yang terpotong agar saling mendekat dan untuk menyediakan kerangka kerja untuk perbaikan jaringan. Bersamaan dengan retraksi bekuan, suatu cairan yang disebut serum keluar dari bekuan. Serumadalah plasma darah tanpa fibrinogen dan tanpa faktor lain yang terlibat dalam mekanisme pembekuan. Secara detail, penguraian bekuan darah dijelaskan dalam paragraf selanjutnya.
Apabila bagian jaringan vaskular yang rusak telah diperbaiki, bekuan darah tidak lagi dibutuhkan dan dilisiskan oleh plasmin, suatu protease serin yang mampu memutuskan fibrin dalam bekuan darah. Plasmin dibentuk dari prekusor inaktifnya, plasminogen, oleh aktivator plasminogen jaringan (TPA). Aktivator plasminogen jaringan mengikat plasminogen dan fibrin, sehingga plasmin dibebaskan secara langsung pada bekuan. Faktor VIII, diperlihatkan berwarna abu-abu, adalah suatu kofaktor protein, atau protein modulator, dan bukan suatu enzim. Di dalam darah faktor VIII bersirkulasi dalam bentuk berikatan dengan faktor von wllebrand (vWf). Sewaktu
trombin memutuskan dan
mengaktifkan faktor VIII, faktor von Willebrand terlepas dan berikatan dengan permukaan endotel yang robek tempat faktor ini mengaktifkan agregasi trombosit. Faktor VIIIa membentuk suatu kompleks dengan faktor IXa dan Ca 2+ -fosfolipid (PL, Ca), yang menempati tempat pembentukan bekuan ke pembuluh yang cedera. Hemofilia A, atau hemofilia klasik, adalah defisiensi faktor VIII.
Gambar 2.2
Gambar 2.3
BLOOD LOSS ESTIMATION
Pada penderita yang datang karena trauma, manajemen awal mengikuti “guidelines” American College of Surgeons Advanced Trauma Life support (ATLS) (7). Pada penderita yang datang dengan syok hemoragik, derajat perdarahan mengikuti American College of Surgeon (ACS) (Rekomendasi 1 C) (tab2) (8). Hal ini penting sebagai assessment awal sehingga dapat membantu menentukan tindakan berikutnya untuk mengurangi perdarahan sehingga mencapai stabilitas hemodinamik.
Tab. 2 : American College of Surgeons ATLS Classification of Hemorrhage Severity (8)
Haemorrhage severity according to ACS/ATLS classification *)
Class I Class II Class III Class IV Blood loss (ml)
<750
Pulse rate (per minute)<100
750 – 1,500
1,500 – 2,000 >2,000
>100
>140
>120
Blood pressureNormalNormalDecreased Pulse pressure (mm Hg)
Decreased
NormalDecreased
Respiratory rate (per minute) 14 – 2020 – 30 Urine output (ml/hour)>30
20 – 30
Central nervous system (mental status) Anxious confused
Decreased
Decreased
30 – 40
>40
5 – 15 Negligible Slightly anxious
Mildly
anxious
Lethargic
*) Values are estimated for a 70-kg adult. Table reprinted with permission from the American College of Surgeons ACS/ATLS, American College of Surgeons/Advanced Trauma Life Support.
Bila sumber perdarahan dapat ditentukan, tindakan kontrol perdarahan segera dilakukan, kecuali resusitasi awal berhasil. (Rekomendasi 1 B) (8). Pada trauma dengan perdarahan, penurunan hematokrit (Hct) menunjukkan perdarahan yang berlanjut, walaupun demikian hematokrit jangan menjadi satu-satunya marker perdarahan (Rekomendasi 1B) (8), karena walau spesifik (0,92 – 0.96) tetapi tidak sensitif (0,09 – 0,27). Penentuan serum laktat sangat sensitif untuk memonitor tingkat perdarahan dan syok (rekomendasi 1B) (8). Laktat diproduksi oleh glycolysis anaerobik pada jaringan yang hipoperfusi. Data penelitian ABRAMSON, menunjukkan bila serum laktat kembali turun mencapai normal (≤ 2m.mol/l) dalam 24 jam, survival mencapai 100%. Bila serum laktat menjadi normal setelah 48 jam, maka survival menjadi 77,8% (11) Base deficit merupakan tes yang sensitif untuk memonitor tingkat perdarahan dan syok (Rekomendasi 1 C) (8). Base deficit mengukur secara indirek asidosis jaringan karena hipoperfiusi (12). DAIRO menyusun base deficit dalam 3 kategori : Mild ( -3 to -5 mEq/l) moderate ( -6 to -9 mEq/l) dan severe (< -10mEq/l) yang menunjukkan korelasi yang kuat dengan kebutuhan transfusi , kegagalan organ dan kematian (13). Pada penderita dengan syok perdarahan berat, perdarahan yang berlanjut dan tandatanda “lethal trias” (hipothermia, asidosis, coagulopati) kontrol perdarahan pada laparotomi perlu dilakukan dengan “Damage Control Surgery” (Rekomendasi 1C) (8). Pada pembedahan elektif dengan perdarahan hebat atau perdarahan yang terjadi di ICU, biasanya perdarahan dihitung secara klinis (estimated Blood Loss = EBL) dengan menghitung jumlah kasa yang basah dan jumlah darahan dalam tabung hisap. Ternyata
pada penelitian EIPE dan PONNIAH, EBL dalam 64% kasus mengalami “under estimated” dibanding dengan “Actual Blood Loss” (ABL) (20). ABL dapat dihitung dengan formula Gross (Fig. 1) (20).
Fig. 1 : ACTUAL BLOOD LOSS
BV
Hct (i) – Hct (f)
(Hct (m)
ABL
= Actual Blood Loss BV
= Blood Volume = Body Weight (kg) X 70 ml
Hct (i) = Initial Hct Hct (f) = Final Hct Hct (m)
= Mean (of the initial and final) Hct
Formula Gross dapat pula digunakan untuk menghitung jumlah perdarahan yang diperbolehkan pada suatu tindakan bedah (Hemodilution Method)
BV (Preop Hb – Lowest acceptable Hb) Allowed Blood Loss = Avarage of preop Hb and Lowest acceptable Hb
OKSIGENASI JARINGAN
Dalam keadaan fisiologis, oksigenasi jaringan dipengaruhi oleh kadar Hb “Cardiac Output” (CO) dan saturasi oksigen (fig. 2).
Fig . 2 : Oxygen delivery and Cardiac Output
DO2
= Hgb x 1.36 x SaO2 x CO 15 g/dl
CO
ml/gm
100%
5l/menit
= Heartbeat x stroke volume
DO2 = Oxygen delivery
Sao2 = Arterial Oxygen Saturation
CO = Cardiac
Output
DO2 (normal) = 1000 ml/menit Hgb = 7 mg/dl
DO2 = 500 ml/menit
Bed rest : DO2 = 350 ml/menit
Pada perdarahan, tubuh mengadakan kompensasi melalui berbagai mekanisme sehingga meningkatkan extraction ratio (fig. 3)
Fig. 3 : Extraction Ratio
Extraction Ratio =
=
Pada syok perdarahan pada fase awal segera diberikan cairan kristaloid dengan target tekanan darah 80 – 100 mm Hg sampai perdarahan dapat dihentikan dengan syarat tanpa disertai cedera otak (Rekomendasi 2C) (8) = “Permisive Hypotension”. Resusitasi yang agresif akan memperburuk perdarahan dan koagulasi (fig. 4) (9)
Fig. 4 : Coagulopathy induced by aggressive resuscitation (9)
bleeding
tissue acidosis
hypothermia
coagulopathy
hypoxia
inflammatory
organ
response
dysfunction
dilution coagul. Factors platelets Extracell. Fluid
Colloid/cristalloids RBC infusion
Dilaporkan hasil menjanjikan dengan pemakaian larutan garam hipertonik (15) atau koloid sebagai pengganti plasma (16,17). Kini koloid yang digunakan mempunyai berat molekul lebih rendah (130kDa) dan
substitusi molar lebih rendah (0,4 – 0,72)
dilarutkan dalam solusi ( “plasma adapted” = “balanced solution”) (16).
Transfusi Suatu kenyataan bahwa Bank darah dan Transfusi sudah berlangsung lebih dari 100 tahun, tetapi sukar dipercaya bahwa sedikit diketahui, kapan diperlukan transfusi (16). Secara sederhana dapat dijawab :
BILA KEGUNAAN LEBIH BESAR DARI RESIKO
Penelitian dari CHANT dkk. dari Toronto menunjukkan indikasi transfusi pada penderita di ICU seperti pada Fig. 5. Kadang-kadang dan sering, indikasi transfusi menjadi tidak jelas.
Fig. 5 : Reason for Transfusion (10) n = 354
Menurut WARD dkk (21), ada 3 hal yang dapat dijumpai dan dipelajari pada kasus anemia pada penderita “Critically Ill” terutama di ICUyaitu : Pertama, adalah bahwa anemia sering terjadi di ICU dipicu karena pergeseran cairan sebagai akibat hydrasi penderita. Hal kedua adalah, transfusi dimaksudkan untuk menaikkan kadar hemoglobin sehingga “Oxigen Delivery” akan meningkat. Evidence menunjukkan bahwa terjadi hal yang sebaliknya pada penderita . Ketiga adalah, pemberian transfusi darah allogenik banyak memberikan petaka seperti infeksi, reaksi transfusi dll. (21,22,23,24). Indikasi transfusi adalah : •
Memperbaiki oxygen carrying capacity (WB, PRC)
•
Mengganti faktor-faktor pembekuan (FFP, Platelet, Cryoprecipitate)
•
Meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh (lekosit, antibodi, gamma globulin)
•
Mempertahankan hemeostasis (albumin)
Eviden dari RS. Dr. Soetomo Surabaya (26) menunjukkan :
•
Dari 7695 trauma admission selama 20 bulan ( 1 Januari 2006 s/d agustus 2007)
menurut AIS, paling banyak mengenai ekstremitas dan pelvic (32,97%) yang sebagian besar menyebabkan perdarahan masif (tab 3) •
Trauma toraks dan abdomen, walaupun hanya 4,72% dan 3,31% juga
merupakan penyebab perdarahan (tab 3) •
Dari 76 trauma abdomen, perlukaan organ padat hepar, lien dan ginjal bersama
sebanyak 81,6% merupakan penyebab perdarahan dan syok heipovolemik (tab 4) Tab. 3 : Distribusi of injury (ICD X : S.00 – S. 98) Dr. Soetomo General Hospital – Surabaya January 2006 – August 2007 (21) n = 7695
ISS – AIS n (%)
Head and Neck Face
2409 (31.31)
2127 (27.64)
Thorax 367 (4.77) Abdomen – pelvic organ Extremity – pelvic External
255 (3.31)
2537 (32.97)
Total 7695 (100%)
Tab. 4 : Incidence of organ injury for Blunt Abdominal Injury Dr. Soetomo General Hospital Surabaya January 2006 – August 2007 ( n = 76) (21)
n
%
Liver 25
32.9
Spleen 25
32.9
Colon / rectum 2
2.6
Small bowel
10
13.2
Stomach
1
1.3
Duodenum
2
2.6
Pancreas
2
2.6
Kidney 12
15.8
Bladder
6
76
7.9
100
Transfusi Sel Darah Merah (RBC)
Transfusi darah dapat meningkatkan transport oksigen. Tanda-tanda awal dari tidak adekwatnya sirkulasi adalah : takikardia relatif, hipotensi relatif, ”Oxygen Extraction Ratio” lebih besar dari 50% dan Pv O2 kurang dari 32 mmHg (8). Tingkat syok, respon hemodinamik terhadap resusitasi dan kecepatan darah yang hilang secara integral juga menentukan indikasi transfusi RBC. Pada perdarahan , hemoglobin ditargetkan pada 7 – 9 gr/dl (Rekomendasi 1C) (8,14). Evidence menunjukkan eritrosit mempunyai pengaruh
pada fungsi dan biokimia
platelet sehingga berperan pada hemostasis (8). Pada cedera otak diperlukan Hb lebih tinggi (8) Manajemen Koagulasi
Pada penderita dengan perdarahan masif disertai gangguan keagulasi (PT atau APTT lebih dari 1,5 kali kontrol) atau INR lebih dari 1,5 diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) (Rekomendasi 1C) (8) Tidak ada bukti
klinis kegunaan FFP (8) tetapi kebanyakan “Guidelines”
merekomendasi pemakaian FFP pada perdarahan masif disertai gangguan koagulasi. Dosis awal 10 – 15 ml/kg BB (Recommendation 1C) (8) dan dapat ditingkatkan kemudian. Platelet perlu diberikan untuk mempertahankan angka diatas 50 x 10 9
/ l
(Rekomendasi 1 C) (8). Pada trauma ganda dan perdarahan masif disertai trauma otak, perlu menjaga platelet diatas 100 x 10 9 / l (Rekomendasi 2 C) (8). Dosis awal 4 – 8 T.C. (Rekomendasi 2 C) (8).
Menurut GEORGE pada analisa multivariate menunjukkan hipoalbumin dan uremia secara signifikan berhubungan dengan resiko perdarahan, bukan dari jumlah platelet (15). Resiko paling besar untuk perdarahan terjadi bila trombositopenia disertai defek hemostatik lain seperti gangguan koagulasi dan fibrinolysis yang terjadi pada penderita dengan penyakit hepar, penderita sepsis dan ”Disseminated Intravascular Coagulation” Plasma fibrinogen yang kurang dari 1 gm/l, perlu penambahan fibrinogen concentrate atau cryoprecipitate 50 mg/kg BB (Rekomendasi 1 C) (8). Cryoprecipitatae atau fibrinogen digunakan untuk mengkoreksi hipofibrinogenemia, baik kongenital maupun akwisita. Pada trauma, sedikit eviden menyebabkan kegunaan klinis dari cryoprecipitate dan fibrinogen (8) Cryoprecipitate dan fibrinogen diberikan bila perdarahan disertai fibrinogen plasma kurang dari 1 gm/l dengan dosis fibrinogen consentrate 3 – 4 gr atau 50 mg/kg cryoprecipitate. Hal ini ekwivalen dengan 15 – 20 unit cryoprecipitate pada orang dewasa 70 kg. (Rekomendasi 1C) (8)