Pendekatan Induktif dan Deduktif serta Aplikasi dalam Geologi DISUSUN SEBAGAI TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU
Oleh: Fadhli Alamsyah 270110130131 Kelas FTG - C
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjajaran Jatinangor 2014
Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik serta hidayah-Nya sehingga kita semua masih bisa beraktivitas sebagaimana seperti biasanya termasuk juga dengan penulis, hingga penulis bisa menyelesaikan tugas pembuatan makalah Filsafat Ilmu dengan judul “Pendekatan Induktif dan Deduktif serta Aplikasi dalam Geologi ”. Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih pada rekan-rekan yang sudah membantu, serta bapak/ibu dosen yang sudah membimbing penulis supaya penulis bisa membuat makalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga jadi sebuah makalah yang baik dan benar. Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk para pembaca serta memperluas wawasan mengenai geologi serta seluk beluknya. Mohon kritik serta sarannya. Terimakasih
8 Oktober 2014 Penulis
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Pengetahuan tentang filsafat ilmu biasanya diberikan kepada mahasiswa pascasarjana khususnya program doktor sebagai pondasi dalam memahami filosofi bidang ilmunya pada saat para mahasiswa melakukan kegiatan penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat setelah memperoleh pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin meningkatkan kesadaran kita dalam meletakkan hakekat “kebenaran” tentang suatu hal pada tempat yang tepat. Kita semakin menyadari bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang kita peroleh ternyata bersifat relative (tidak bersifat absolute). Dalam konteks inilah latar belakang tulisan ini dihadapkan pada persoalan bagaimana perkembangan ilmu geologi (di Indonesia) saat ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana namun menurut hemat penulis hal yang sederhana tersebut justru memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam. Paling tidak ada dua pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geologi saat ini. Pendapat pertama menganut faham geologi sebagai ilmu yang bersifat generalis yang tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat kedua memiliki pemikiran bahwa geologi dapat dikembangkan dalam spesialisasi spesialisasi (cabang atau bahkan ranting) tertentu. Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan kebenaran masing masing sebagai dasar pertimbangan. Tulisan ini disusun dengan maksud untuk menyegarkan kembali pemikiran kita tentang dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geologi. Proses penyegaran kembali ini perlu dilakukan karena kita ingin tetap memposisikan ilmu geologi sebagai bidang ilmu yang diakui dan selalu relevan dengan dinamika perkembangan sains dan teknologi dewasa ini. Dalam tulisan ini, dari berbagai buku pustaka, akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu sebagai pengantar pokok bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi dua definisi geologi sebagai titik tolak telaah geologi sebagai bidang ilmu, metode keilmuan beserta asumsi asumsinya dan selanjutnya disampaikan beberapa pemikiran dari hasil telaah inti tulisan ini sebagai penutup . Dalam tulisan ini juga akan ditunjukkan posisi pengetahuan tentang teknik mutakhir seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geologi (GIS) sebagai sarana analisis dalam studi geologi sehingga diperoleh kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) dan teknik analisis penelitian.
BAB II PEMBAHASAN Pada hakekatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara berpikir ini bersifat relatif atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjana atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak yang tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah. Induksi merupakan cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Sementara deduktif merupakan cara berpikir yang berpangkal dari pernyataan umum, dan dari sini ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contoh induktif Contoh 1. Proposisi 1: Si A “titip tanda tangan daftar hadir” pada si C agar memenuhi syarat kehadiran kuliah 75% untuk dapat mengikuti ujian. Proposisi 2: Karyawan X nampak bekerja giat pada saat mandornya mengawasinya, tetapi jika tidak diawasi ia santai saja.
Proposisi 3: Dosen Q “titip” mencetakkan kartu hadirnya ke dalam time recorder agar tidak ketahuan kalau datangnya tidak pagi dan pulangnya belum siang. Proposisi 4: Pada saat rapat Kepala Bagian, K tidak pernah mengajukan keberatan-keberatan karena takut dianggap pembangkang dan tidak loyal. Kesimpulan: Sikap munafik (hipokrit) terjadi karena ketakutan akan sangsi. Contoh 2.
Proposisi 1: Si T selalu mengikuti kuliah karena menganggap kuliah yang diberikan dosen itu menarik dan amat penting isinya. Proposisi 2: Si U selalu hadir mengikuti penataran walaupun ia menganggap isinya tidak berguna baginya, karena penataran itu menjadi salah-satu syarat bagi kenaikan pangkatnya. Proposisi 3: Si Z selalu mengikuti kuliah Pak Q karena ia takut jika tidak hadir akan merusakkan hubungannya dengan keponakan Pak Q Kesimpula 1: Kesediaan mengikuti kegiatan pendidikan tergantung pada persepsi mengenai manfaatnya. Kesimpulan 2: Motif orang mengikuti kegiatan pendidikan tidak selalu sama.
Kesimpulan-kesimpulan di atas bisa ditingkatkan menjadi teori: Teori 1: Kemunafikan terjadi karena sikap otoriter atasan. Teori 2: Kesediaan melakukan sesuatu dipengaruhi oleh persepsi mengenai manfaat sesuatu. Teori 3: Motivasi orang melakukan sesuatu tidak selalu sama. Jika ketiga teori itu dipadukan, akan menjadi kesimpulan yang bunyinya: “Perilaku seseorang tergantung pada situasi, persepsi dan motivasi. Contoh deduktif Contoh 1. Proposisi 1: Perilaku merupakan fungsi motif (teori: asumsi) Proposisi 2: Banyak mahasiswa tidak mau aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan. (perilaku: gejala empirik).
Kesimpulan: Ada motif mengapa mahasiswa tidak mau aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Cohtoh 2. Proposisi 1: Peran serta bergantung pada iklim demokrasi. Proposisi 2: Peran guru-guru dalam kegiatan administrasi pendidikan sangat tinggi. Kesimpulan: Atasan para guru bersikap demokratik. Contoh mendedusi yang salah Proposisi 1: Manusia merupakan makhluk social yang suka hidup berkelompok dan ada pemimpin di dalamnya. Preposisi 2: Semut suka hidup berkelompok dan di dalamnya ada pemimpinnya. Kesimpulan: Manusia itu tergolong semut. Sebagai seorang sarjana atau ilmuwan, kita dituntut berpikir cerdik, kritis dan ilmiah dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Namun sebagai seorang sarjana kita juga dituntut untuk mempunyai sifat rendah hati, karena kebenaran yang diperoleh melalui proses berpikir tersebut bersifat relatif. Bagaimana menjelaskan geologi sebagai bidang ilmu yang dapat disejajarkan dengan bidang bidang ilmu lainnya? Untuk menjawab hal itu maka akan ditelaah secara singkat bagaimana ilmu geologi menjawab ke tiga pertanyaan dasar ontologi ilmu, epistemologi ilmu dan axiologi ilmu. Ontologi ilmu geologi Mengacu pengertian geologi yang telah disampaikan di atas maka dapat dijelaskan bahwa apa yang ingin diketahui ilmu geologi adalah “berbagai gejala keruangan dari penduduk, tempat beraktifitas dan lingkungannya baik dalam dimensi fisik maupun dimensi manusia”. Perbedaan dan persamaan pola keruangan (spatial
pattern) dari struktur, proses dan perkembangannya adalah penjelasan lebih lanjut dari apa yang ingin diketahui bidang ilmu geologi. Sebagai salah satu penjelasan lebih rinci, pola keruangan dari gejala yang berlangsung di muka bumi biasanya disajikan dalam model simbolik (dalam bentuk peta). Peta region misalnya, menggambarkan informasi keruangan atau informasi geologis dalam tingkatan kelas (klasifikasi) dari mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi dari suatu obyek. Di samping informasi kuantitatif, peta tersebut juga dapat memberikan informasi arah dan laju perubahannya. Fakta spasial suatu gejala tertentu dapat dianalisis lebih jauh untuk menghasilkan informasi keterkaitannya dengan gejala lainnya. Obyek material studi geologi meliputi lapisan atmosfer, lapisan litosfer, lapisan hidrosfer dan lapisan biosfer (pengetahuan ini telah dijadikan bahan ajar geologi di tingkat SLTP/SLTA). Pengetahuan pengetahuan tersebut sangat diperlukan dalam menjelaskan berbagai gejala keruangan dari suatu obyek yang diteliti untuk dapat memenuhi sifat integratif sebagaimana telah didefinisikan di atas. Berikut disampaikan contoh sederhana elaborasi hasil penelitian yang memperlihatkan sifat inte gratif.
1. Fakta penelitian yang menunjukkan pola kerusakan bangunan semakin besar jika jarak lokasi bangunan ke pusat gempa semakin dekat dapat dijelaskan dari pengetahuan geologi dan fisika yang menyatakan bahwa besaran enersi yang didifusikan semakin kecil jika semakin jauh dari pusat gempa karena mengalami hambatan struktur batuan yang dilewatinya sebagai media difusi. 2. Penelitian
tentang
bentang
alam
(geomorfologi)
di
suatu
daerah
memperlihatkan hubungannya dengan aktivitas penduduk di mana ada kecenderungan kegiatan penduduk terkonsentrasi di wilayah dataran alluvial dibanding unit bentang alam lainnya. Hal ini dapat dijelaskan antara lain berdasarkan teori ekonomi (efisiensi biaya dan aksesibilitas). Teori pusat (central place theory) Christaller dengan model hexagonalnya yang terkenal menggunakan salah satu asumsi yaitu hanya berlaku pada daerah yang memiliki bentang alam homogin.
3. Faktor fisik menentukan perbedaan pola spasial migrasi penduduk, misalnya di daerah dataran dan di daerah pegunungan, di samping dapat dijelaskan dari teori gravitasi atau push-pull factor.
Pengetahuan tentang berbagai gejala (fisik maupun sosial) yang berlangsung di muka bumi yang direpresentasikan sebagai gejala keruangan (spatial phenomena) suatu obyek tertentu (yang dapat diamati oleh panca indra manusia) merupakan jawaban dari “apa yang ingin diketahui” ilmu geologi. Persoalan selanjutnya adalah “ bagaimana ilmu geologi menjawab pertanyaan tersebut”. Ber kenaan dengan itu secara singkat akan ditelaah tentang epistemology ilmu geologi. Epistemologi ilmu geologi Seperti bidang bidang ilmu lainnya, bidang ilmu geologi dapat menggunakan metode deduktif, metode induktif atau gabungan ke dua metode tersebut, tergantung persoalan yang ingin dijawab. Sebagai contoh sederhana, apabila ingin mengetahui hubungan antara bentuk bentang alam dan pola sebaran pemukiman penduduk maka yang pertama harus dilakukan adalah menjawab pertanyaan pertanyaan berikut:
- apakah terdapat hubungan logis antara bentuk bentang alam dan pola pemukiman? - jika ya, apakah hubungannya bersifat satu arah atau dua arah? - selanjutnya, apakah hal tersebut pernah diteliti dan teori apa yang digunakan peneliti peneliti sebelumnya? Apabila kerangka berpikir rasionalisme terpenuhi maka sebagai seorang peneliti kita harus dapat membuktikan sendiri bagaimana hubungan dari gejala gejala tersebut dengan menggunakan kerangka berpikir empirisme. Artinya, adanya dukungan teori dasar untuk meneliti dan ketersediaan data empiris merupakan hal yang pokok untuk
menemukan jawaban yang benar dari pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya, peneliti harus menetapkan metode apa yang akan digunakan : 1. Apabila telah ada konsep dan teori yang secara rasional dapat menjelaskan hubungan logis ke dua variable tersebut, maka dapat dipilih metode deduktif untuk memperkuat suatu teori yang sudah ada. 2. Apabila ingin mengetahui pola umum hubungan ke dua gejala tersebut di suatu daerah yang lebih luas (misalnya untuk Indonesia) maka dapat menggunakan metode induktif – deduktif. Perlu dicatat, data yang diperlukan dalam penggunaan metode induktif adalah data sampling dalam statistik inferensial. Dalam paragraph di atas dapat dicermati bahwa butir 1 menghasilkan pembuktian teori tertentu untuk memperkuat atau apabila memenuhi syarat tertentu dapat meningkatkan teori menjadi hukum yang bersifat universal (axioma). Sedangkan contoh butir 2 menghasilkan pembuktian penemuan teori baru berdasarkan teori sebelumnya, misalnya menghasilkan model prediksi. Mungkin kita perlu merenung, selama ini penelitian apa yang telah kita lakukan untuk mengembangkan ilmu geologi ? Apakah kita baru sebatas menerapkan konsep dan teori yang sudah ada atau sudah ada teori baru yang kita hasilkan? Metode atau teknik?
Setelah metode dipilih selanjutnya ditetapkan cara atau teknik apa yang akan digunakan dalam pengumpulan data, pengolahan dan analisis data penelitian. Metode induktif misalnya, tidak dapat mengabaikan peranan statistik dalam pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sampai di sini kita harus dapat membedakan makna metode dan teknik atau cara penelitian. Overlay atau superimposed peta dapat dipandang sebagai sebuah teknik analisis dan bukan metode analisis. Menjadi lebih menarik jika selanjutnya ditelaah tentang pemanfaatan teknologi informasi yang semakin intens di lingkungan penelitian geologi. Misalnya penggunaan GIS (sebagai sebuah sistem) atau penggunaan data citra, sebagai upaya untuk memperoleh data empiris dengan memanfaatkan sarana teknologi satelit. Sementara ini kita sepakat bahwa ketersediaan sistem dan tekonologi tersebut sangat membantu
(mempermudah dan mempercepat) penelitian geologi dalam kegiatan pengumpulan sampai analisis data hasil penelitian, sebagaimana kita menggunakan cara statistik. Jelas kiranya bahwa dalam konteks penelitian geologi, teknologi RS dan GIS adalah sebuah pilihan cara atau teknik dalam kita mengumpulkan data geologi, mengolah dan menganalisis data. Pilihannya terletak pada sarana atau alat untuk analisis, yang dinilai lebih baik dibanding teknik sebelumnya. Sampai saat ini kita mengetahui bahwa teknologi penginderaan jauh dan teknologi GIS merupakan produk dari R&D bidang ilmu teknik telekomunikasi, komputer dan informatika. Bidang geologi lebih berperan dalam melakukan interpretasi secara lebih cepat (karena memiliki bekal cukup pengetahuan fisik permukaan bumi) atau paling jauh membuat pemodelan aplikasinya. Teknik teknik interpretasinyapun merupakan hasil pengembangan para ahli bidang ilmu lain seperti fisika. Gambar 3 di bawah ini secara sederhana ingin menunjukkan posisi pengetahuan PJ dan GIS dalam proses berpikir keilmuan geologi
BAB III PENUTUP Kesimpulan Pendekatan pembelajaran dapat berarti titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran atau merupakan gambaran pola umum perbuatan guru dan peserta didik di dalam perwujudan kegiatan pembelajaran, yang berusaha meningkatkan kemampuankemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa dalam pengolahan pesan sehingga tercapai sasaran belajar. Pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendekatan deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.) Pemilihan Metode Pembelajaran sangat menentukan hasil dari Proses Belajar Mengajar itu sendiri.
Daftar Pustaka
1.
Anonymous 2003 ;”Pengembangan Penelitian Interdispliner di Perguruan Tinggi”. Proc. Seminar nasional Lembaga Penelitian, UGM, Yogyakarta.
2.
Anonymous 2000 ;” Benchmark Statements. The Quality Assurance Agency for Higher Education in Geography.”.http://www.qaa.ac.uk.
3.
Haggett, P, 2001 ;”Geography. A Global Synthesis”. Prentice Hall, New York
4.
Jensen, AH, 1983 ;” Geography. Its history and concepts”. McGr aw Hill, NY.