LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI UJI KUANTITATIF ASAM ASKORBAT Rabu, 27 September 2017
Disusun Oleh :
ATHARIA REFI KHAIRANI NASUTION 260110160102 SHIFT C
LABORATORIUM KIMIA ANALISIS FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2017
I.
Tujuan Memastikan mutu bahan baku vitamin C dengan metode iodimetri.
II.
Prinsip 2.1 Reaksi Redoks Asam Askorbat dengan sifat pereduksi kuat akan mereduksi iodine menjadi iodide (Kelter, 2008).
2.2 Iodimetri Titrasi yang melibatkan sifat perudiksi kuat seperti asam askorbat untuk mereduksi iodine dalam menetapkan kadar (Widodo, 2010).
III.
Mekanisme Reaksi
(Burgess, 2014)
Pada reaksi di atas, molekul asam askorbat merupakan oksigen (dalam bentuk gugus OH). Setiap atom iodin pada molekul I2 menerima electron dan menjadi bermuatan negative membentuk ion iodide. Maka molekul asam askorbat teroksidasi dan molekul iodine tereduksi. Kelebihan ion
-
iodine (I2) bereaksi dengan ion iodide (I ) membentuk ion triioda (I3). Triioda akan memberikan warna biru kuat jika bereaksi dengan amilum. Reaksi antara triioda dan amilum adalah sebagai berikut -
-
I3 + amilum kompleks pati (I3 )
(Cioroi, 2007)
IV.
Teori Dasar Asam askorbat (L, asam 3-ketothreohexuronic lakton), umumnya dikenal sebagai Vitamin C, adalah salah satu reducing agent paling penting terjadi di jaringan hidup (Prasad, 2010). Vitamin C merupakan salah satu zat gizi yang dapat berperan sebagai antioksidan dimana zat tersebut efektif mengikat radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan, termasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi. Vitamin C dapat diperoleh dari buah-buahan, namun dari dari setiap buah-buahan tersebut memiliki kandungan vitamin C yang berbeda-beda. Dalam penetapan kadar vitamin C dapat dilakukan beberapa metode , diantaranya metode spktrofotometri
UV-Vis
dan
metode
titrasi
iodimetri.
Metode
spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran dengan spektrum yang tumpang tindih tanpa pemisahan terlebih dahulu. Sedangkan metode iodimetri merupakan metode yang sederhana dan mudah diterapkan dalam suatu penelitian (Karinda, 2013). Vitamin C disebut juga asam askorbat, struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat merupakan vitamin yang paling sederhana. Sifat vitamin C adalah mudah berubah
akibat oksidasi namun stabil jika merupakan kristal (murni). mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia (Safaryani, 2007). Kristal asam askorbat ini memiliki sifat stabil di udara, tetapi cepat teroksidasi dalam larutan dan dengan perlahan-lahan berdekomposisi menjadi dehydro-ascorbic acid (DAA). Selanjutnya secara berurutan akan berdekomposisi lagi menjadi beberapa molekul asam dalam larutan sampai menjadi asam oksalat (oxalic acid) dengan pH di atas 4 (Tjitro, 2000). Analisa kuantitatif melibatkan pengukuran tingkat suatu cirri tertentu. Untuk dapat menemukan sesuatu dalam pengamatan, dapat diawali dengan mencatat atau menghitung data yang ada. Selanjutnya, seorang peneliti tersebut menyatakan penelitian kuantitatif mencakup setiap penelitian yang didasarkan atas perhitungan persentase, rata-rata, dan perhitungan statistic lainnya, maka dapat dikatakan penelitian kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas (Rahmat, 2009). Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan kadar asam askorbat dari vitamin C dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Sebenarnya, banyak teknik analisis telah dilaporkan dalam literatur untuk penentuan kadar vitamin C, termasuk titrimetri, fluorometri, kompleksometri, kromatografi cair, kromatografi cair kinerja tinggi, spektrofotometri, amperometri dan enzimatik (Okiei, 2009). Pada percobaan ini digunakan metode titrasi iodimetri. Pengukuran kadar Vitamin C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I2) sebagai titran dan larutan amilum sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah semua Vitamin C bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh amilum yang menjadikan larutan berwarna biru gelap (Pratama, 2013).
Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai pentiternya. Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar (Basset, 1994). Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, sederhana, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya (Wijanarko, 2002). Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat, sehingga hanya zat-zat yang merupakan reduktor yang cukup kuat dapat dititrasi. Indikator yang digunakan ialah amilum, dengan perubahan dari tak berwarna menjadi biru. Harga vitamin C (asam askorbat) sering ditentukan kadarnya dengan titrasi ini. Vitamin C dengan iod akan membentuk ikatan dengan atom C nomer 2 dan 3 sehingga ikatan rangkap hilang (Harjadi, 1990). Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua proses ini selalu terjadi secara bersamaan. Dalam titrasi redoks biasanya menggunakan potensiometri untuk mendeteksi titik akhir. Untuk mengetahui kadar vitamin C metode titrasi redoks yang digunakan adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium. Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini adalah dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir (Gandjar, 2007). Bilangan oksidasi didefinisikan sebagai muatan yang dimiliki suatu atom jika seandainya elektron diberikan kepada atom yang lain yang keelektronegatifannya lebih besar. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatka hilangnya satu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi, keadaan oksidasinya berubah
ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat itu direduksi. Sedangkan reduksi sebaliknya adalah suatu proses yang mengakibatkan diperolehnya satu elektron atau lebih zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah menjadi lebih negatif (kurang positif). Jadi, suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi (Rivai, 1995).
V.
Alat dan Bahan 5.1 Alat a. Beaker glass b. Buret c. Gelas ukur d. Labu ukur e. Pipet f.
Statif
5.2 Bahan a. Amilum b. Aquadest c. Asam askorbat d. Asam sulfat e. Iodine f.
Kalium dikromat
g. Kalium iodide h. Natrium tiosulfat
VI.
Metode 6.1 Pembuatan Reagen • Amilum 0,5% Amilum ditimbang sebanyak 0,25 g lalu dilarutkan dalam 50 ml aquades panas dalam gelas beaker dan diaduk sampai homogen.
• Larutan iodine 0,1 N 20 g KI dilarutkan dalam 100 ml air di beaker glass lalu ditambahkan 12,6 g I2 ke dalam larutan yang telah mengandung KI hingga larut, setelah itu larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1L kemudian di-ad aquades 1 L.
• Larutan Natrium tiosulfat 0,1 N 2,4 g kristal Na2S2O3 ditimbang dan dilarutkan dalam 100 ml aquades yang sebelumnya telah dididihkan dan didinginkan.
• Larutan Kalium dikromat 0,1 N ,5 g K2Cr2O7 kering ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Setelah itu di ad dengan aquasest, dikocok sampai larutan homogeny.
• Larutan KI 10% 10 g kalium iodida ditimbang dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest.
6.2 Pembakuan Larutan • Pembakuan Larutan Natrium tiosulfat 0,1 N (BSN, 2015). 10 mL larutan kalium dikromat 0,1 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 5 mL Asam sulfat pekat dan 10 ml larutan
KI 10%. larutan diaduk hingga homogen. Didiamkan selama 5-10 menit dalam keadaan tertutup rapat. Larutan dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna kuning jerami Ditambahkan 1-2 ml amilum dan titrasi dilanjutkan perlahan-lahan sampai warna biru hilang. Volume yang terpakai dicatan untuk peritungan normalitas natrium tiosulfat.
• Pembakuan Larutan Iodine (Ramdani, 2013). 10 mL larutan natrium tiosulfat 0,1 N dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 tetes indikator amilum. Dititrasi dengan larutan I2 dalam buret hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi biru. Dicatat volume I2 yang terpakai untuk perhitungan normalitasnya.
6.3 Penentuan Kadar Vitamin C Bahan baku vitamin C ditimbang sebanyak 500 mg kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 250 ml. 20 ml larutan vitamin C dipipet ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan asam sulfat 2N 5 ml 4 dan 1 ml amilum 0,5%. Sampel larutan dititrasi dengan larutan iodine 0,1 N sampai berubah warna. Titrasi dilakukan triplo dan volume larutan iodine yang terpakai dicatat untuk perhitungan kadar vitamin C.
VII.
Hasil dan Perhitungan 7.1 Pembbakuan Larutan
No.
1.
Larutan Natrium Tiosulfat Prosedur
Hasil
10 mL larutan kalium dikromat 0,1 N Diperoleh 10 mL larutan kalium dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
dikromat 0,1 N yang tidak berwarna
2.
Larutan ditambahkan 5 mL Asam sulfat
Diperoleh 25 mL campuran
pekat dan 10 mL larutan KI 10% lalu
larutan homogen dalam suasana
diaduk hingga homogen.
3.
asam yang tak berwarna
Larutan didiamkan 5-10 menit kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna kuning jerami
Larutan berwarna kuning jerami
4.
Larutan ditambahkan 1-2 mL amilum dan titrasi dilanjutkan perlahan-lahan
Larutan berwarna biru perlahan lahan menjadi tak berwarna
sampai warna biru hilang.
Diperoleh volume natrium 5.
Titrasi dilakukan secra triplo dan volume
tiosulfat
natrium tiosulfat yang terpakai dicatan
Titrasi 1 : 9,5 mL
untuk peritungan normalitas
Titrasi 2 : 9,8 mL Tirasi 3 : 9,7 mL
No.
1.
Larutan Iodine Prosedur
Hasil
10 mL larutan natrium tiosulfat 0,1 N
Larutan tidak berwarna
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
1.
Larutan ditambahkan 2 mL indikator amilum.
2.
Larutan dititrasi dengan larutan I2 dalam buret hingga terjadi perubahan
Larutan berubah dari tak berwarna menjadi biru keunguan
Titrasi dilakukan secara triplo kemudian 3.
volume I2 yang terpakai dicatat untuk perhitungan normalitasnya.
Diperoleh volume Iodine Titrasi 1 : 18,6 mL Titrasi 2 : 17,7 mL Titrasi 3 : 17,4 mL
7.2 Penentuan Kadar Vitamin C No.
Prosedur
Bahan baku vitamin C ditimbang sebanyak 500 1. mg kemudian dilarutkan dengan aquadest
Diperoleh 250 mL larutan sampel vitamin C tak berwarna
dalam labu ukur 250 ml
20 ml larutan vitamin C dipipet ke dalam 2. Erlenmeyer kemudian
Hasil
ditambahkan asam
Larutan sampel siap dititrasi
sulfat 2N 5 ml 4 dan 1 mL amilum 0,5%.
3.
Larutan sampel dititrasi dengan larutan iodine 0,1 N sampai berubah warna
Larutan berubah menjadi biru keunguan setelah dititrasi
Diperoleh volume larutan 4. Titrasi dilakukan triplo dan volume larutan
iodine
iodine yang terpakai dicatat untuk perhitungan
Titrasi 1 : 8,2 mL
kadar vitamin C.
Titrasi 2 : 8,3 mL Titrasi 3 : 8,4 mL
7.3 Perhitungan
Pembakuan Larutan Natrium Tiosulfat
V. Kalium Dikromat
V. Natrium Tiosulfat
(mL)
(mL)
1
10
9,5
2
10
9,8
3
10
9,7
Titrasi ke
NKalium dikromat x VKalium dikromat = NNa-Tiosulfat x VNa-Tiosulfat
1)
0,1 N x 10 mL = N Na-Tiosulfat x 9,5 mL N Na=Tiosulfat
2)
= 0,105 N
0,1 N x 10 mL = N Na-Tiosulfat x 9,8 mL N Na=Tiosulfat
= 0,102 N
3)
0,1 N x 10 mL = N Na-Tiosulfat x 9,7 mL N Na=Tiosulfat
= 0,103 N
N Na=Tiosulfat rata- rata =
= 0,103 N
Pembakuan Larutan Iodine
V. Natrium Tiosulfat
V. Iodine
(mL)
(mL)
1
10
18,6
2
10
17,7
3
10
17,4
Titrasi ke
NNa-Tiosulfat x VNa-Tiosulfat = NIodine x VIodine
1)
0,103 N x 10 mL = NIodine x 18,6 mL NIodine = 0,055 N
2)
0,103 N x 10 mL = NIodine x 17,7 mL NIodine = 0,058 N
3)
0,103 N x 10 mL = NIodine x 17,4 mL NIodine = 0,059 N
NIodine rata- rata =
= 0,057 N
Penetapan Kadar Vitamin C
V. Lar Vit C
V. Iodine
(mL)
(mL)
1
20
8,2
2
20
8,3
3
20
8,4
Titrasi ke
NVit C x VVit C = NIodine x VIodine
1) NVit C x 20 mL = 0,057 N x 8,2 mL NVit C = 0,0233 N
2) NVit C x 20 mL = 0,057 N x 8,3 mL NVit C = 0,0236 N
3) NVit C x 20 mL = 0,057 N x 8,4 mL NVit C = 0,0239 N NVit C rata- rata =
= 0,0236 N NVit C =
NVit C =
x
x
x
x
NVit C = Kadar Vitamin C =
x 100%
Kadar Vitamin C = 103,84 %
VIII.
Pembahasan
Praktikum ini betujuan untuk memastikan kadar bahan baku vitamin C dengan metode iodimetri. Iodimetri adalah
Iodimetri
merupakan titrasi langsung untuk zat yang bersifat reduktor dan merupakan metode penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya menggunakan jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodide. Pada dasarnya penentuan kadar bahan baku vitamin C juga bisa dilakukan secara iodometri. Perbedaan titrasi iodimetri dan iodometri yaitu iodometri dilakukan secara tidak langsung, sedangkan iodimetri merupakan titrasi secara langsung. Iodometri menggunakan larutan natrium tiosulfat sebagai titran sedangkan iodimetri menggunakan larutan I2 sebagai titran. Perbedaan keduanya juga terlihat jelas dari penambahan indikator dimana pada iodometri indikator ditambahkan saat mendekati titik akhir proses titrasi sehingga parameter perubahan yang dilihat adalah dari berwarna menjadi tidak berwarna, sedangkan pada iodimetri penambahaan indikator dilakukan saat sebelum dilakukan proses titrasi dan parameter yang dilihat dari tidak berwarna menjadi berwarna. Berdasarkan hal tersebut, maka penentuan kadar vitamin C pada praktikum ini dilakukan dengan cara iodimetri, karena lebih praktis dan lebih mudah diamati perubahan warnanya sehingga lebih akurat. Hal pertama yang dilakukan yaitu pembuatan reagen-reagen. Reagen yang digunakan pada penetapan kadar vitamin C ini antara lain larutan amilum 0,5 %, larutan iodine 0,1 N, larutan natrium tiosulfat 0,1 N, larutan kalium dikromat 0,1 N, dan larutan KI 10%. Larutan amilum digunakan
sebagai
indikator
karena
spesifik
untuk
titrasi
yang
menggunakan
iodin
dengan
menghasilkan
warna
biru
tua
yang
menandakan adanya pembentukan kompleks antara amilum dengan iodin. Amilum yang digunakan harus dalam kondisi segar atau baru dibuat, hal ini dilakukan karena amilum mudah terurai oleh bakteri dan mudah mengalami hidrolisis, dimana hasil hidrolisis ini yaitu glukosa yang dapat mereduksi senyawa lain dan menimbulkan kesalahan dalam titrasi. Indikato amilum akan membentuks kompleks amilum-iod pada saat suasana larutan asam oleh karena itu ditambahkan reagen H2SO4 untuk membentuk suasana asam pada larutan. Iodine tidak larut dalam air sehingga pada saat pembuatan larutan iodine, iodine dilarutkan dalam KI sehingga membentuk suatu kesetimbangan : KI + I2
I3. I3 inilah yang
larut dalam air. Sebelum digunakan, larutan iodin harus distandarisasi terlebih dahulu dengan larutan natrium tiosulfat. Larutan kalium dikromat 0,1 N digunakan untuk pembakuan larutan natriun tiosulfat, sehingga pembuatan nya harus dilakukan dalam labu ukur agar konsentrasinya lebih akurat. Selanjutnya dilakukan pembakuan larutan natrium tiosulfat dan larutan iodine. Larutan natrium tiosulfat dibakukan dengan kalium dikromat yang merupakan larutan baku primer. Pembakuan ini merupakan titrasi Iodometri dimana natrium tiosulfat bertindak sebagai titran dan larutan kalium dikromat sebagai analit. Kalium dikromat direaksikan -
terlebih dahulu dengan ion iodide berlebih (I ) sehingga I2 dapat dibebaskan. Pada metode iodimetri dan iodometri larutan harus dijaga supaya pH < 8, karena dalam suasana basa iodium bereaksi dengan -
hidroksida (OH ) menghasilkan ion hipoiodit yang akhirnya menghasilkan ion iodat menurut, reaksi : -
I2 + OH → HI + IO-
-
-
3IO → IO3 + 2I
Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar 2-
daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O3 ) yang tidak 2-
hanya menghasilkan ion tetrationat (S4O6 ) tapi juga menghasilkan sulfat 2-
(SO4 ) sehingga menyulitkan perhitungan stoikiometri. Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat. Penambahan indikator amilum yang dilakukan saat mendekati titikakhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Titrasi dilakukan secara triplo untuk menghindari kesalahan saat proses titrasi. Normalitas rata-rata larutan natrium tiosulfat yang diperoleh berdasarkan hasil titrasi sebesar 0,103 N. Selanjutnya dilakukan pembakuan larutan iodine dengan natriun tiosulfat sebagai titran. Pembakuan ini dulakukan dengan titrasi iodimetri karena reaksi antara analit dengan titran dapat langsung terjadi. Sebelum titrasi, buret dilapisi dengan plastik hitam karena iodin mudah terurai atau teroksidasi apabila terkena cahaya. Indikator amilum ditambahkan di awal sebelum proses titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan perbahan warna larutan menjadi biru. Normalitas rata-rata larutan iodine yang diperoleh berdasarkan hasil titrasi secara triplo sebesar 0,057 N. Tahap terakhir yaitu dilakukan titrasi untuk menetapkan kadar vitamin C secara iodimetri. Sebelum melakukan titrasi dilakukan penambahan asam sulfat 2N ke dalam larutan vitamin C. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar vitamin C ini tetap dalam keadaan asam, karena saat melarutkan vitamin C ke dalam aquadest kadar keasamannya berkurang sehingga perlu penambahan asam sulfat agar mendapatkan hasil titrasi yang maksimal. Indikator amilum digunakan karena akan membentuk kompleks iod amilum yang berwarna biru tua meskipun konsentrasi I2 sangat kecil dan molekul iod terikat kuat pada permukaan beta amilosa seperti amilum. Ketika akan mencapai titik akhir titrasi larutan vitamin C
terkadang menimbulkan warna biru akan tetapi warna biru tersebut hilang lagi. Hal ini dikarenakan masih ada vitamin C yang belum bereaksi dengan larutan iodium. Setelah beberapa saat maka didapatkanlah hasil larutan yang berwarna biru tetap. Hal ini menandakan bahwa vitamin C telah habis bereaksi dan titik akhir titrasi telah tercapai. Warna biru terbentuk karena dalam larutan amilum terdapat unti-unit glukosa membentuk rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat masuk ke dalam spiralnya. Titrasi dilakukan secara triplo. Volume iodine yang diperoleh sebanyak 8,2 mL, 8,3 mL, dan 8,4 mL. Dari perhitungan kadar yang telah dilakukan, diperoleh kadar vitamin C sebesar 103,84%. Hal ini menunjukan bahan baku yang dianalsis cukup murni karena berdasarkan literature Farmakope Indonesia kadar asam askorbat yang baik yaitu tidak kurang dari 99%.
IX.
Kesimpulan Dapat ditentukan kadar bahan baku vitamin C (asam askorbat) dengan menggunakan titrasi iodimetri sebesar 103,84% dari total 500 mg sampel. Hal ini menunjukkan bahan baku vitamin C cukup murni sesuai dengan literature Farmakope Indonesia yaitu tidak kurang dari 99 %.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, H., dkk. 2007. Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Fetus pada Mencit Diabetes. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. Vol. 12 (1) ISSN : 1410 – 0177. Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2015. SNI 7431:2015 Mutu dan metode uji minyak nabati murni untuk bahan bakar motor diesel putaran sedang. Tersedia
(online)
http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni_main/sni/detail_sni/22622
di [Diakses
tanggal 17 September 2017]. Burgess, Arthur E. 2014. Kinetics of the Rapid Reaction between Iodine and Ascorbic Acid in Aqueous Solution Using UV-Visible Absorbance and Titration by an Iodine Clock . Journal Chemical Education, 91(2), pp 300304 Cioroi, Maria. 2007. Study on L-ascorbic acid Contens from Exotic Fruits. Cercetari Agronomic Maldova Vol I: 23-27. Day dan Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif edisi 6. Jakarta : Erlangga. Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar . Jakarta : PT Gramedia. Karinda, M. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol dengan menggunakan Metode Spektrofotometri UV-Vis dan Iodometri. Pharmacon. Vol. 2 (1).
Kelter, Paul. 2008. Chemistry : The Practical Science. Boston : Houghton Mifflin Company Keusch, G.T. 2007. Global Health. Lessons from Bayh Dule in Intelectual Property Management in Health and Agricultural Innovator . UK : Oxford Masitoh, S., dkk. 2014. Titrasi Iodimetri Penentuan Kadar Vitamin C. Jurnal Kimia Analitik II Okiei, W. 2009. The Voltammetric and Titrimetric Determination of Ascorbic Acid Levels in Tropical Fruit Samples.
International
Journal
of
Electrochemical Science. Vol. 4 : 276 – 287. Prasad, R.B. 2010. Modulatory Effect of Ascorbic Acid (Vitamin C) on Cyclophosphamide-Mediated Antitumor Activity and Mutagenicity in Mice Bearing
Ascites
Dalton’s Lymphoma. International Journal of
Pharma and Bio Sciences. Vol. 1 (2). Pratama, Anggi. 2013. Aplikasi Labview sebagai Pengukur Kadar Vitamin C dalam Larutan menggunakan Metode Titrasi Iodimetri. Tersedia di http://core.ac.uk/download/pdf/11724550.pdf [Diakses pada tanggal 28 September 2017]. Rahmat, Pupus Syaiful. 2009. Penelitian Kualitatif. Tersedia online di http://yusuf.ub.ac.id [diakses pada 28 September 2017]. Ramdani, F. A. 2013. Penentuan Aktivitas Antioksidan Buah Pepaya (Carica Papaya L.) dan Produk Olahannya Berupa Manisan Pepaya. Tersedia (online) di http://repository.upi.edu/2659/6/S_KIM_1105757_Chapter3.pdf [Diakses tanggal 17 September 2017]. Rivai, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press.
Safaryani, Nurhayati, Sri Haryanti, dan Endah Dwi Hastuti, 2007, Pengaruh Suhu C Brokoli
dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin (Brassica oleracea L). Jurnal Anatomi dan Fisiologi, Vol.
XV, No. 2, Semarang. Tjitro, S. 2000. Studi Perilaku Korosi Tembaga dengan Variasi Konsentrasi Asam Askorbat (Vitamin C) dalam Lingkungan Air yang Mengandung Klorida dan Sulfat. Jurnal Teknik Mesin. Vol 2 No.1. Widajati, E., dkk. 2013. Perlakuan Pinang Benih untuk Mempertahankan Vigur Benih Kacang Panjang (Vigna unguiculata) Selama Penyimpanan. Jurnal Bulletin Agrohorti. Vol 1 (4) : 75-82. Widodo, Didik Setyo. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif . Yogyakarta : Graha Ilmu Wijanarko, Simon Bambang. 2002. Analisis Hasil Pertanian. Malang : Universitas Brawijaya.