KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI 2015
KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI 2015
PENDAHULUAN
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI ISBN 978-979-8878-03-9
Hak Cipta © 2007 Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Cetakan Ketiga, November 2015 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, tanpa ijin tertulis dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Diterbitkan oleh: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia Jl Medan Merdeka Barat No 13-14 Jakarta Telp: (021) 3828055 Fax: (021) 3810954 Website: www.kemhan.go.id Email:
[email protected]
KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA
MINIMUM
ESSENTIAL FORCE TNI DISAHKAN DENGAN PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2015 TANGGAL 30 NOVEMBER 2015
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
i
iv
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
D
engan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Buku “Kebijakan Pembangunan Kekuatan
Pokok Minimum (Minimum Essential Force/ MEF TNI)” yang merupakan salah satu dari produk strategis di bidang pertahanan telah dapat diselesaikan. Penyusunan buku ini seiring dengan penyelesaian produk-produk strategis lainnya yang meliputi Doktrin Pertahanan Negara, Strategi Pertahanan Negara, Postur Pertahanan Negara serta Buku Putih Pertahanan Negara dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan dan konteks strategis serta keterbatasan anggaran. “Kebijakan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/ MEF TNI)” merupakan upaya pembaharuan terhadap produk sebel-
umnya untuk mewujudkan kesinambungan pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI yang dilaksanakan dalam tiga tahap dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2024. Kebijakan pembangunan MEF ini berorientasi kepada pembangunan kekuatan dan kemampuan komponen utama dalam kerangka pembangunan postur TNI yang ideal. Penyelenggaraan pembangunan MEF TNI ini dilaksanakan melalui empat strategi yang meliputi revitalisasi, rematerialisasi, relokasi dan pengadaan dalam rangka pemenuhan terhadap aspek
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
v
KATA PENGANTAR
Alutsista, pemeliharaan dan perawatan (Harwat) serta organisasi dan sarana prasarana yang didukung dengan aspek industri pertahanan, profesionalisme dan kesejahteraan. Upaya pembangunan kekuatan dan kemampuan ini sekaligus menjabarkan kebijakan, visi dan misi, nawacita serta kebijakan poros maritim dunia dalam mewujudkan sebagai negara maritim. Saya selaku pimpinan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan “Kebijakan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/ MEF TNI)”. Saya yakin peran serta tersebut merupakan dharma bhakti bagi bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai dan banggakan. Marilah kita bertekad untuk selalu mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, keselamatan segenap bangsa, Pancasila, UUD 1945 dan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada seluruh bangsa Indonesia.
Jakarta, 30 November 2015 MENTERI PERTAHANAN,
RYAMIZARD RYACUDU
vi
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
V
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Umum
1
1.2
Maksud dan Tujuan
4
1.3
Ruang Lingkup dan Tata Urut
4
1.4
Dasar
5
1.5
Pengertian
6
BAB 2 PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
2.1
Umum
9
2.2
Dinamika Keamanan Lingkungan Strategis di Kawasan Asia Pasifik
9
2.3
Modernisasi Kekuatan Militer
11
2.4
Isu-Perbatasan Antarnegara
12
2.5
Konflik Intra dan Antarnegara
13
2.6
Kecenderungan Konflik Kontemporer
14
2.7
Isu Senjata Pemusnah Massal
15
2.8
Terorisme
16
2.9
Spionase
16
2.10
Kejahatan Lintas Negara
17
2.11
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek
18
2.12
Perubahan Iklim
19
2.13
Bencana Alam
20
2.14
Keamanan Pangan, Air, dan Energi
20
2.15
Epidemi
22
2.16
Perkembangan Lingkungan Strategis
23
2.17
Prediksi Ancaman Ke Depan
26
BAB 3 REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
3.1
Umum
28
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
vii
3.2
3.3
Realisasi Pencapaian
28
3.2.1
Capaian di Bidang Anggaran
29
3.2.2
Capaian di Bidang Pemenuhan Alutsista
30
3.2.3
Realisasi Pembangunan Alutsista pada Akhir MEF Tahap I
32
Evaluasi
33
BAB 4 URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
4.1
Umum
38
4.2
Perubahan Ancaman
39
4.3
Kebijakan Prioritas
40
4.4
Penataan Aspek Pemenuhan MEF
45
4.5
Target Postur MEF
45
4.6
Penangkalan
46
BAB 5 PEMBANGUNAN MEF TNI
5.1
Umum
47
5.2
Arah Pembangunan
47
5.3
Sasaran Pembangunan
48
5.4
Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan MEF TNI
50
5.4.1
Kebijakan Perencanaan
50
5.4.2
Kebijakan Penyelenggaraan
51
5.4.3
Kebijakan Penganggaran
52
5.4.4
Kebijakan Pemberdayaan Industri Pertahanan
53
5.4.5
Kebijakan Pengawasan dan Pengendalian
55
BAB 6 TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
6.1
Umum
57
6.2
Pembangunan MEF TNI Tahap II Tahun 2015-2019
57
6.2.1
Mabes TNI
58
6.2.2
TNI AD
60
6.2.3
TNI AL
62
6.2.4
TNI AU
64
6.3
viii
Pembangunan MEF TNI Tahap III Tahun 2020-2024
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
66
DAFTAR ISI
6.4
6.3.1
Mabes TNI
66
6.3.2
TNI AD
67
6.3.3
TNI AL
68
6.3.4
TNI AU
70
Proyeksi Pembangunan MEF
72
6.4.1
Proyeksi Pembangunan MEF Pada Akhir Tahun 2024
72
6.4.2
Proyeksi Pembangunan MEF Dihadapkan dengan Postur Ideal TNI 73
BAB 7 ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
7.1
Umum
76
7.2
Industri Pertahanan
76
7.2.1
Pembangunan Industri Pertahanan
76
7.2.2
Metode Pengembangan Industri Pertahanan
78
7.2.3
Pemenuhan Kebutuhan Alutsista TNI Melalui Industri Per- 80 tahanan
7.3
Profesionalisme Prajurit
81
7.4
Kesejahteraan
83
BAB 8 ANGGARAN PEMBANGUNAN MEF TNI
8.1
Umum
86
8.2
Alokasi Anggaran Pembangunan MEF TNI Tahap II Tahun 2015-2019
87
8.3
Rencana Anggaran Pembangunan MEF Tahap III Tahun 2020-2024
87
BAB 9 PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
9.1
Umum
88
9.2
Fungsi Pengawasan dan Pengendalian
88
9.3
Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian
89
PENUTUP 10.1
Pernyataan Risiko
91
10.2
Petunjuk Akhir
92
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
ix
PENDAHULUAN
111
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PENDAHULUAN
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1
Umum Sebagai
bagian
integral
dari
program
pembangunan
nasional, pembangunan postur pertahanan negara harus sinergis dan searah dengan pembangunan nasional, demi terwujudnya pencapaian Visi, Misi dan Nawacita pemerintah. Pembangunan Nasional sampai dengan tahun 2025 secara jelas memuat tiga aspek utama yakni Indonesia yang maju dan mandiri; Indonesia yang adil dan demokratis; serta Indonesia yang aman dan damai. Pentingnya mewujudkan Indonesia yang aman dan damai ini dapat dilihat dari tiga pendekatan. Pertama, pertahanan dan keamanan dipandang sebagai prasyarat utama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif guna memajukan sektor-sektor vital lainnya. Kedua, pertumbuhan ekonomi jangka pendek maupun jangka menengah dapat dicapai bila stabilitas keamanan terjaga baik. Ketiga, konsep keamanan nasional difokuskan pada keamanan negara. Konsep ini bersifat inklusif dan partisipatoris, dimana keamanan tradisional atau keamanan negara tidak bisa lagi dipandang sebagai satu ranah yang terpisah, melainkan semakin erat kaitannya dengan keamanan non tradisional lainnya, seperti keamanan energi, maritim dan pangan. Selain itu, sumber daya manusia yang dilibatkan semakin beragam dan tidak terkonsentrasi pada satu institusi saja, namun membutuhkan kemitraan lintas sektoral. Disadari bahwa upaya mencapai postur pertahanan negara yang ideal khususnya postur TNI tidak dapat diwujudkan dalam waktu
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 1
PENDAHULUAN
singkat dihadapkan dengan keterbatasan kemampuan dan dukungan anggaran. Untuk mencapai hal tersebut, ditetapkan prioritas pembangunan kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) TNI yang diselenggarakan secara bertahap dengan tetap diarahkan kepada terwujudnya postur TNI yang ideal. Pembangunan MEF TNI tersebut diharapkan akan dapat mewujudkan postur TNI yang mampu mengatasi 2 (dua) trouble-spots secara bersamaan, serta 1 (satu) kekuatan cadangan untuk mengantisipasi munculnya ancaman tambahan. Keberhasilan pembangunan postur pertahanan negara, khususnya pembangunan postur TNI melalui kebijakan pembangunan Minimum Essential Force (MEF) TNI Tahap I Tahun 2010-2014 secara umum ditunjukkan dengan adanya peningkatan kapasitas kekuatan dan kemampuan pertahanan negara dalam upaya menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman dan gangguan baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Peningkatan kualitas dan kuantitas Alutsista TNI yang semakin modern, secara signikan meningkatkan aspek penangkalan yang pada akhirnya dapat mendukung pelaksanaan tugas TNI dalam mengantisipasi kemungkinan ancaman, termasuk dukungan terhadap kebijakan Poros Maritim Dunia (PMD). Dalam
menjaga
kontinyuitas
pertahanan
negara,
maka
pembangunan Postur TNI melalui kebijakan pembangunan MEF Tahap II (tahun 2015-2019) dan Tahap III (tahun 2020-2024) akan tetap dihadapkan pada dinamika perkembangan lingkungan strategis, baik global, regional, maupun nasional yang akan memunculkan berbagai tantangan sekaligus ancaman. Ancaman yang kemungkinan besar akan dihadapi saat ini adalah ancaman nyata seperti, terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian kekayaan alam, wabah penyakit, serangan siber dan spionase, peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Sedangkan ancaman belum nyata merupakan bentuk ancaman yang masih belum menjadi prioritas
2
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PENDAHULUAN
didasarkan analisa strategis. Ancaman ini dapat berupa konik terbuka atau perang konvensional (konik tetap ada namun kecil kemungkinan terjadi) dan berbagai bentuk ancaman lainnya yang juga berpotensi sewaktu-waktu terjadi. Dinamika lingkungan strategis tersebut juga menuntut Indonesia untuk berperan aktif dalam rangka menciptakan perdamaian global dan regional kawasan dengan mendorong konsep pengamanan maritim yang outward looking, termasuk peluang melakukan kerjasama keamanan internasional. Konsep ini memiliki konsekuensi pembangunan postur pertahanan yang didasarkan pada kekuatan dan kemampuan bukan hanya melindungi wilayah territorial dan ZEE saja, namun juga memiliki kemampuan yang menjangkau wilayah yang lebih luas yang mencakup kawasan regional dan global. Kondisi tersebut sekaligus menimbulkan tantangan bagi pembangunan Indonesia kedepan, diantaranya adalah bagaimana pemerintah mampu menghadapi konstelasi keamanan regional dan internasional terkait dengan perubahan balance of power ; antisipasi kejadian konik teritori terkait kedaulatan dan perebutan sumber daya; kerjasama penanganan kejahatan transnasional; pengelolaan keamanan siber/informasi/kontra intelijen, dan penanganan bencana alam. Di samping itu, kondisi keamanan maritim terutama pada jalur ALKI, meningkatnya ketegangan di kawasan Laut China Selatan dan Semenanjung Korea, menuntut Indonesia berperan aktif dalam menciptakan perdamaian di kawasan regional termasuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Samudera Hindia dan Pasik. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlunya pembangunan kekuatan dan kemampuan pertahanan yang memadai. Kebijakan pembangunan MEF TNI (revisi) diorientasikan kepada pembangunan MEF TNI Tahap II Tahun 2015-2019 dan Tahap III Tahun 2020-2024 yang dituangkan dalam kebijakan secara komprehensif dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Kebijakan tersebut mencerminkan arah, sasaran, pokok-pokok kebijakan dan strategi pembangunan yang jelas serta berkesinambungan. Disamping itu pemenuhan kebutuhan pembangunan tetap diselenggarakan melalui
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
3
PENDAHULUAN
strategi pembangunan yang terdiri dari: rematerialisasi, revitalisasi, relokasi dan pengadaan dengan memprioritaskan
tiga
pemenuhan
aspek
pembangunan
yang meliputi: Alutsista, pemeliharaan dan perawatan (Harwat), serta organisasi dan sarana prasarana,
dengan tetap
memperhatikan pemenuhan terhadap aspek pendukung yang meliputi, pemberdayaan industri Alutsista menjadi salah satu aspek pemenuhan pembangunan MEF TNI yang diselenggarakan melalui strategi rematerialisasi, revitalisasi, relokasi, dan pengadaan.
1.2
pertahanan,
profesionalisme
pra jurit dan peningkatan kese jahteraan.
Maksud dan Tujuan Maksud.
Untuk
memberikan
gambaran
tentang
kebijakan
perubahan dalam pembangunan MEF TNI. Tujuan.
Agar dapat dijadikan sebagai pedoman bagi Kemhan
dan UO TNI dalam mendinamisasikan kegiatan penyelenggaraannya.
1.3
Ruang Lingkup dan Tata Urut Ruang lingkup kebijakan pembangunan MEF TNI ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis
beserta
ancaman
yang
ditimbulkan,
pokok-pokok
pembangunan yang terdiri dari arah, sasaran, strategi, dan pokokpokok kebijakan, serta tahapan pembangunan, dengan tata urut sebagai berikut :
111 4
a.
Pendahuluan.
b.
Perkembangan Lingkungan Strategis.
c.
Capaian Pembangunan MEF Tahap I.
d.
Urgensi Perubahan Orientasi Pembangunan MEF.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PENDAHULUAN
1.4
e.
Pokok-Pokok Pembangunan MEF.
f.
Tahapan Pembangunan MEF TNI.
g.
Aspek Pendukung MEF TNI.
h.
Anggaran Pembangunan MEF TNI.
i.
Pengawasan dan Pengendalian.
j.
Penutup.
Dasar a.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
b.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
c.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025.
d.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
e.
Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tanggal 8 Januari 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
f.
Peraturan Presiden RI Nomor 97 Tahun 2015 tanggal 21 Agustus 2015 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2015-2019.
g.
V Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI.
h.
Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 2 Tahun 2010 tanggal 5 Februari 2010 tentang Minimum Essential Force Komponen Utama.
i.
Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 8 Tahun 2015 tanggal 9 Juli 2015 tentang Rencana Strategis Kemhan dan TNI Tahun 2015-2019.
j.
Keputusan Menteri Pertahanan RI Nomor
KEP/1446/M/
XII/2014 tanggal 11 Desember 2014 tentang Kebijakan Pertahanan Negara tahun 2015. k.
Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 27 Tahun 2014
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
5
PENDAHULUAN
tanggal 3 Juli 2014 tentang Postur Pertahanan Negara. l.
Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 78 Tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Penyelarasan Minimum Essencial Force Tahun 2014.
1.5
Pengertian a.
Ancaman Nyata adalah ancaman yang sifatnya sangat mendesak dan tinggal menunggu waktu terjadinya bahkan ancaman yang telah terjadi, akan tetapi tidak dapat diketahui secara terbuka. Dimensi waktunya sangat cepat dan dapat merambah dari lokal, nasional, regional dan global.
b.
Ancaman
Belum
Nyata
merupakan
ancaman
yang
kemungkinan kecil akan terjadi, namun diprediksi konik tetap ada. Ancaman belum nyata dapat berupa konik terbuka/ perang konvensional, sifatnya relatif masih bisa diprediksi dengan eskalasi waktu. Potensi ancamannya cukup besar dan kemungkinan dapat terjadi apabila dipicu penyebabnya. c.
Capability Based Planning adalah perencanaan pembangunan kekuatan untuk mencapai tingkat kekuatan tertentu yang dibutuhkan sehingga dapat menimbulkan efek penangkalan dengan memberdayakan seluruh kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.
d.
Flash Point adalah titik-titik rawan ancaman dan wilayahwilayah vital serta daerah perbatasan yang paling mungkin terjadinya konik.
e.
Trouble Spot adalah ash point yang potensi kerawanan/ ancamannya meningkat menjadi nyata sehingga konik benar-benar terjadi di wilayah tersebut.
f.
Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF ) adalah suatu standar kekuatan pokok dan minimum, yang merupakan bagian dari postur TNI secara utuh, dan mutlak untuk disiapkan sebagai prasyarat utama serta mendasar bagi terlaksananya secara efektif tugas pokok dan fungsi TNI dalam menghadapi ancaman aktual.
111 6
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PENDAHULUAN
g.
Rematerialisasi adalah Pemenuhan menuju 100% Tabel Organisasi dan Peralatan (TOP)/Daftar Susunan Personel dan Peralatan (DSPP) satuan TNI melalui pembangunan secara bertahap.
h.
Revitalisasi adalah peningkatan Strata satuan/penebalan satuan/materiil setingkat diatasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancaman dalam wilayahnya.
i.
Relokasi adalah pembangunan/ pengembangan/ pengalihan satuan, personel dan materiil dari satu wilayah ke wilayah yang diproyeksikan pada ash point untuk mampu memberikan deterrence effect dan merespon setiap ancaman.
j.
Pengadaan adalah pembangunan/pembentukan organisasi TNI serta terselenggaranya pengadaan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan satuan baru, organisasi, personel serta Alutsista melalui sistem prioritas dan mendesak di wilayah perbatasan dan daerah rawan, guna mendukung pembangunan Kekuatan Pokok Minimum TNI agar mampu mewujudkan efek tangkal yang tinggi.
k.
Aspek Alutsista merupakan pemenuhan terhadap kebutuhan Alutsista TNI dalam pembangunan MEF yang meliputi alat peralatan utama beserta pendukungnya dalam suatu sistem kesenjataaan
diantaranya
kendaraan
khusus,
senjata,
amunisi, pesawat terbang, alat berat khusus, penjinak bahan peledak, radar, kapal dan perlengkapan tempur perorangan. l.
Aspek pemeliharaan dan perawatan (Harwat) merupakan pemenuhan kebutuhan terhadap Alutsista, organisasi dan sarana prasana dalam rangka meningkatkan kemampuan dan operasional melalui kegiatan pemeliharaan dan perawatan.
m.
Aspek
Organisasi
dan
Sarana
Prasarana
merupakan
pemenuhan terhadap organisasi beserta sarana prasarana pendukung yang digunakan untuk mendukung operasional TNI. n.
Aspek Profesionalisme merupakan pemenuhan terhadap
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 7
PENDAHULUAN
standarisasi kekuatan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seluruh personel pengawak Alutsista TNI. o.
Aspek Kesejahteraan merupakan aspek pendukung dalam pembangunan
MEF
khususnya
kesejahteraan
personel
TNI
terhadap
yang
pemenuhan
difokuskan
pada
peningkatan penghasilan, pemenuhan kebutuhan perumahan dan kesehatan dalam rangka mewujudkan kehidupan yang layak. p.
Aspek Industri Pertahanan merupakan aspek pendukung dalam pemenuhan kebutuhan Alutsista dan Alpalhankam untuk mengurangi ketergantungan kebutuhan pemenuhan Alutsista dan Alpalhankam dari industri luar negeri. Sehingga dengan
pemberdayaan
industri
pertahanan
nasional
diharapkan terwujudnya kemandirian terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut. q.
Alutsista
TNI
adalah
alat
peralatan
utama
beserta
pendukungnya yang merupakan suatu sistem senjata yang memiliki kemampuan untuk pelaksanaan tugas pokok TNI.
Industri Pertahanan merupakan aspek pendukung dalam pemenuhan kebutuhan Alutsista dan Alpalhankam untuk mengurangi ketergantungan kebutuhan pemenuhan Alutsista dan Alpalhankam dari luar negeri.
111 8
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Bab 2 PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
2.1
Umum Dalam upaya pencapaian tujuan nasional dan melindungi kepentingan
nasional,
Kementerian
Pertahanan
(Kemhan)
merumuskan sejumlah faktor yang dapat dikategorikan sebagai ancaman. Proses analisis strategis dalam merumuskan ancaman dilaksanakan secara terus menerus terhadap data, fakta dan kecenderungan situasi pada skala global, regional dan nasional. Perkembangan lingkungan strategis secara umum menunjukkan gejala semakin eskalatif dan kompleks diberbagai belahan dunia. Hal ini menunjukkan cerminan kelanjutan dari persoalan sebelumnya yang diakibatkan oleh berbagai faktor yang melatar belakanginya. Berbagai isu-isu strategis yang berkembang di kawasan menjadi perhatian dunia karena intensitasnya semakin dinamis. Oleh karena itu, pemahaman tentang dinamika lingkungan strategis merupakan faktor penting dalam merumuskan kebijakan dan strategi pertahanan negara dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah terkait PMD.
2.2 Dinamika Keamanan Lingkungan Strategis di Kawasan Asia Pasifk Kawasan Asia-Pasik adalah kawasan yang strategis, baik dalam aspek ekonomi, politik, maupun militer. Di kawasan ini terdapat negara-negara berpenduduk lebih dari satu miliar (India dan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 9
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Tiongkok), berteknologi militer modern, SDM militer yang besar, yang berpengaruh terhadap ekonomi dan politik global. Dalam perspektif keamanan tradisional, kawasan AsiaPasik memiliki peluang dan tantangan yang sangat kompleks, serta faktor risiko yang dapat menimbulkan konik antarnegara. Sengketa di Laut Cina Selatan, Laut Cina Timur, Semenanjung Korea, dan ketegangan di beberapa wilayah perbatasan antarnegara merupakan hal yang perlu disikapi secara bijaksana. Sementara dalam perspektif keamanan non-tradisional, kawasan ini memiliki sejarah panjang penyelundupan narkotika, penyelundupan manusia, penyelundupan senjata, perompakan di laut, pencurian kekayaan alam, serta separatisme. Selain itu, dalam tiga dasawarsa terakhir isu terorisme semakin menguat yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain masalah ekonomi dan paham radikal. Perkembangan kawasan Asia Pasik yang sangat dinamis akan berdampak pada masalah ekonomi dan keamanan. Perkembangan yang perlu dicermati dan berpengaruh terhadap stabilitas keamanan adalah kebijakan ekonomi dan militer Tiongkok, kebijakan strategis Amerika Serikat (AS) di kawasan, dan sengketa di Laut Cina Selatan.
10
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Tiongkok
dengan
pertumbuhan
ekonomi
yang
tinggi
memungkinkan negara tersebut melakukan modernisasi militernya. Kondisi tersebut menimbulkan spekulasi dan tanggapan beragam di negara-negara dalam kawasan dan kekhawatiran terhadap keseimbangan militer, sehingga, dapat menjadi dilema keamanan bagi negara-negara di kawasan. Kebijakan penyeimbangan kembali (rebalancing ) AS di kawasan Asia Pasik ditempuh melalui tiga inisiatif yaitu: keamanan melalui kehadiran kekuatan militer, ekonomi melalui Trans Pacifc Partnership (TPP) untuk mengimbangi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) serta diplomacy engagement. Sengketa Laut Cina Selatan yang melibatkan beberapa negara, dapat memengaruhi stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasik. Kawasan ini memiliki posisi geogra yang sangat strategis, dan potensi sumber daya alam yang bernilai ekonomi tinggi. Posisi geogra yang merupakan jalur pelayaran dan komunikasi internasional, sedangkan potensi sumber daya alam berpeluang untuk dieksplorasi. Sengketa di Laut Cina Selatan berpotensi menjadi konik bersenjata (terbuka) yang disebabkan oleh tiga alasan. Pertama, para pihak yang terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan sering menggunakan instrumen militer untuk memperkuat klaimnya. Kedua, ada keterlibatan negara-negara di luar kawasan dalam konik tersebut. Ketiga, belum ada institusi atau organisasi internasional yang
kredibel dalam menyelesaikan persengketaan. Namun sebaliknya, konik bersenjata tidak akan terjadi karena di antara negara-negara ASEAN memiliki komitmen dalam penyelesaian konik dilakukan tidak dengan kekerasan bersenjata, melainkan dengan cara dialog dan persaudaraan yang dilandasi saling pengertian, menghormati, dan percaya.
2.3
Modernisasi Kekuatan Militer Beberapa negara di kawasan Asia Pasik telah modernisasi kekuatan pertahanan, yang didukung pertumbuhan ekonomi yang
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 11
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
lebih baik. Tujuan tidak hanya untuk kesetaraan dan mencapai standarisasi dengan sistem aliansi, namun juga untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kontinjensi akibat ketidakpastian situasi strategi. Modernisasi sistem persenjataan dan penempatan yang provokatif
dapat
menimbulkan
miskalkulasi
dan
mispersepsi.
Kesalahan penilaian/persepsi terhadap suatu peristiwa dapat menciptakan situasi yang kompleks dan berbahaya, terutama dikaitkan dengan adanya potensi konik yang sedang berlangsung di kawasan, seperti di Laut Cina Timur dan Laut Cina Selatan. Modernisasi kekuatan militer juga dipengaruhi oleh kemajuan teknologi
pertahanan.
Beberapa
negara
di
kawasan
telah
memanfaatkan teknologi tersebut untuk memodernisasi sistem persenjataan konvensional strategis maupun sistem penginderaan modern
terintegrasi
seperti
Komando,
Kendali,
Komunikasi,
Komputer, Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP), dan sistem pertahanan siber. Khusus tentang siber, dewasa ini perang siber telah menjadi strategi untuk menimbulkan kerugian yang berdampak strategis terhadap suatu negara.
2.4 Isu Perbatasan Antarnegara Kawasan Asia Pasik masih memiliki potensi sengketa perbatasan yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan. Fakta empiris menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama terjadinya perang adalah persoalan batas wilayah. Konik dan krisis yang sedang berlangsung dalam konteks ini dapat meningkatkan terjadinya ancaman tradisional apabila manajemen sengketa tidak dilakukan secara tepat. Sebagai sebuah negara kepulauan yang sangat terbuka dari berbagai arah, Indonesia memiliki sejumlah permasalahan perbatasan yang belum terselesaikan. Selain itu, negara Indonesia memiliki 92 pulau-pulau kecil terluar/terdepan, yang 12 pulau-pulau kecil terluar diantaranya memerlukan prioritas dalam pengelolaannya agar kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI dapat terjamin secara
12
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
optimal. Kondisi ini berpotensi menyebabkan
terjadinya
langgaran
terhadap
kedaulatan
NKRI,
pe-
wilayah terutama
di kawasan perbatasan darat negara yang belum mendapatkan kesepakatan pulau-pulau depan
yang
bersama kecil
dan
terluar/ter-
belum
dikelola
dengan baik. Pelanggaran terhadap
kedaulatan
negara
di
wilayah udara dan laut, seperti penerbangan/pelayaran
asing
akan menimbulkan ketegangan, bahkan dapat mengarah kepada konik.
2.5 Konfik Intra dan Antarnegara Konik intra dan antarnegara masih terjadi di beberapa kawasan dunia. Di kawasan Afrika, Timur Tengah, Eropa Timur dan Eropa Barat masih terjadi konik internal, bahkan sampai perang saudara yang menyebabkan terjadinya pengungsian penduduk. Pemicu konik umumnya akibat pertarungan politik dan kekuasaan, ketidakpuasan dan ketidakadilan, persaingan akses ke sumber daya, penindasan, korupsi dan masalah absennya demokrasi. Beberapa pemicu konik ini dapat bertransformasi ke kawasan Asia Pasik. Konik intranegara cenderung bereskalasi dan bertransformasi secara signikan. Konik yang terjadi di beberapa kawasan di Afrika Utara, Afrika Tengah, Israel-Palestina, Irak, Suriah, Afganistan, Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Eropa masih terjadi, bahkan cenderung meningkat dan dapat berubah menjadi perang saudara yang sulit untuk dicarikan solusi damai.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 13
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Konik intra dan antarnegara masih terjadi di beberapa kawasan dunia
Demikian juga konik antarnegara, masih berpotensi terjadi di wilayah Asia Timur yang penyelesaiannya membutuhkan pendekatanpendekatan baru dan tidak menggunakan pendekatan kekerasan yang dapat mengancam stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan Asia Pasik.
2.6 Kecenderungan Konfik Kontemporer Pola konik bersenjata saat ini mengalami perubahan yang signikan sehingga memengaruhi kecenderungan bentuk konik kontemporer di dunia. Hal ini disebabkan adanya perkembangan teknologi militer, keinginan untuk mengurangi jatuhnya korban, biaya perang yang tinggi dan semakin ketatnya penerapan kaidah-kaidah hukum dan konvensi internasional. Pola untuk menguasai ruang tidak lagi dilakukan secara frontal, melainkan dilakukan dengan cara-cara nonlinier, tidak langsung, dan bersifat proxy war . Tren menguasai suatu negara dengan menggunakan ‘senjata’ asimetris yang dibangun secara sistematis, seperti konik Suriah dan perang di Ukraina semakin meningkat. Penciptaan kondisi lewat propaganda dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan ruang siber seperti media sosial.
14
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Permasalahan serius terkait konik kontemporer adalah meningkatnya konik internal, yaitu konik yang dapat memicu gerakan separatis karena kepentingan politik dan wilayah, termasuk konik sosial yang terjadi di beberapa negara dengan dilatarbelakangi dinamika sosial, budaya, primordialisme, suku, ras, dan agama. Pola devide et impera atau memecah-belah komponenkomponen bangsa dalam negeri merupakan cara yang efektif untuk menghancurkan suatu negara. seperti yang terjadi pada fenomena Arab Spring , kekacauan politik dan keamanan di Mesir, serta perang saudara di Irak, Afghanistan, Libya, dan Suriah membuktikan adanya pola konik tersebut.
2.7 Isu Senjata Pemusnah Massal Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam bidang kimia, biologi, radiologi, nuklir, dan bahan peledak (Chemical, Biological, Radiological, Nuclear, and Explosives/CBRNE) yang
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 15
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
bersamaan dengan kemajuan alat transportasi dan komunikasi informasi telah meningkatkan penguasaan, penggunaan, dan penyebaran CBRNE hakekatnya dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan manusia. Namun, bahan-bahan berbahaya tersebut berpotensi mengancam keamanan dan keselamatan umat manusia, apabila dikuasai oleh kelompok yang tidak bertanggungjawab. Kerawanan ini dipertegas bahwa masih terdapat beberapa negara yang memproduksi bahan-bahan berbahaya tersebut secara tidak transparan. Hal ini berimplikasi terhadap negara-negara lain untuk menghadapi ancaman penggunaan senjata CBRNE. Dalam era keterbukaan saat ini, perdagangan, pelintasan, dan penyebaran bahan-bahan berbahaya secara ilegal menyebabkan kerawanan terhadap keamanan. Kondisi ini bila tidak ditangani dan dikontrol secara optimal berpotensi mengancam pertahanan negara.
2.8
Terorisme Terorisme merupakan isu sentral keamanan global yang memanfaatkan perkembangan teknologi informasi melalui jejaring sosial untuk memperkuat jaringan globalnya guna mendapatkan persenjataan, dukungan nansial maupun tempat-tempat berlindung. Aksi terorisme global seperti gerakan radikal Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) merupakan bukti nyata terorisme telah menjadi satu kekuatan untuk melancarkan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan paham radikal untuk menyerang rezim yang t idak sejalan dengan paradigma yang diyakini. Selain itu, terdapat juga kelompok radikal lainnya yang berkembang karena beraliasi atau terinspirasi oleh ideologi Al-Qaeda termasuk Home-Grown Terrorist dan Returning Fighters.
2.9
Spionase Spionase merupakan aktivitas pengumpulan informasi dan data yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dan dokumen strategis melalui berbagai
16
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
cara
dan
metode.
Ancaman
spionase yang dilakukan oleh negara lain masih akan tetap berpotensi terjadi untuk mencari dan
mendapatkan
rahasia
pertahanan negara Indonesia. Negara-negara akan
berusaha
tersebut mendapatkan
informasi strategis untuk menjawab hakikat ancaman dan tantangan terhadap kepentingan nasionalnya.
2.10 Kejahatan Lintas Negara Kejahatan lintas negara saat ini dipandang sebagai salah satu ancaman terhadap keamanan global. Di kawasan Asia Tenggara, kejahatan ini merupakan ancaman serius dan menjadikan kerawanan bagi stabilitas keamanan. Sesuai dengan program implementasi rencana aksi ASEAN dalam memerangi kejahatan lintasnegara (Programme
to
Implement
the
ASEAN Plan of Action to Combat Transnational Crime) yang menyatakan bahwa di kawasan ini terdapat beberapa jenis kejahatan lintasnegara seperti: perdagangan
gelap
narkoba, perdagangan manusia, perompakan laut,
penyelundupan
senjata,
pencucian
uang, terorisme, kejahatan perbankan
internasional
dan
kejahatan siber. Disamping lintasnegara
itu
kejahatan
yang
menjadi
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 17
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
ancaman bersama dan serius diantaranya adalah kejahatan narkoba yang dapat berkaitan dengan sumber pendanaan bagi kelompok terorisme dan separatisme. Perkembangan kejahatan lintas negara ini tumbuh secara masif dari dalam suatu wilayah dan kelompokkelompok beraliran keras maupun kriminal yang terorganisasi. Mengingat fenomena kejahatan ini berdampak besar terhadap stabilitas keamanan dan berpotensi mengganggu serta mengancam pembangunan nasional, maka Indonesia senantiasa konsisten dalam upaya penegakan hukum dan melindungi warga negara dari mata rantai kejahatan lintas negara.
2.11 Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kemajuan iptek memengaruhi bentuk dan pola perang dimasa yang akan datang. Walaupun pola dan bentuk perang asimetris masih terjadi di beberapa wilayah, akan tetapi teknologi persenjataan perang konvensional tetap berkembang dengan pesat. Perang dimasa yang akan datang semakin mempertimbangkan pengurangan dampak kerusakan dan korban dikalangan sipil, dengan menerapkan teknologi senjata akurasi tinggi dan penerapan teknologi robot pada berbagai sistem persenjataan guna mengurangi penggunaan dan pengerahan personil maupun peralatan perang. Perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi
peperangan
berbasis
mengandalkan sekaligus
juga
menciptakan jaringan
keunggulan
mampu
yang
informasi,
melaksanakan
perang diranah digital ataupun ruang siber. Dampak yang ditimbulkan dapat menjadikan yang
situasi
keamanan
mengkhawatirkan,
dunia
diantaranya
kejahatan siber yang tidak mengenal batas, termasuk pemanfaatan rekayasa genetika
18
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
bioteknologi,
dan
teknologi
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
nano yang sulit dideteksi. Disamping itu rekayasa teknologi juga berkembang di dunia penerbangan, pembuatan senjata nuklir maupun wahana peluncur roket, peluru kendali maupun wahana terbang tanpa awak serta teknologi satelit juga dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan negara. Dari aspek pertahanan, ruang siber telah menjadi domain kelima yang dapat dijadikan sebagai medan peperangan, selain medan perang darat, laut, udara dan ruang angkasa. Penggunaan sistem, peralatan, dan platform berbasis internet cenderung semakin meluas yang berpotensi menjadi kerawanan.
2.12 Perubahan Iklim Perubahan global
iklim
berpengaruh
pada
lingkungan kehidupan manusia. Perubahan ini telah memperlihatkan kecenderungan
naiknya
temperatur
permukaan bumi, perubahan suhu air laut, perubahan ekosistem, naiknya permukaan air laut, perubahan musim yang tidak menentu, meningkatnya curah
hujan,
kekeringan,
serta
badai
dan
topan.
Kecenderungan tersebut berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada kebutuhan dasar umat manusia, terutama pangan, air, kesehatan dan energi. Perubahan iklim secara tidak langsung akan berpengaruh pada masalah keamanan. Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar hidup manusia akan menyebabkan terganggunya ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang dapat mengarah kepada kerawanan. Hal ini juga berpengaruh terhadap dinamika politik, perekonomian, krisis air dan pangan, munculnya berbagai penyakit pandemik, migrasi penduduk dan berbagai konik.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 19
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
2.13 Bencana Alam Indonesia merupakan wilayah pertemuan tiga Lempeng bumi yang bergerak aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan Lempeng Pasik serta dilalui oleh jalur pegunungan aktif dunia yaitu Sirkum Pasik dan Sirkum Mediterania. Hal ini menyebabkan Indonesia termasuk bagian dari lintasan Ring of Fire atau cincin api pasik dunia, yang merupakan jalur pegunungan aktif, sehingga di Indonesia rentan terhadap gempa tektonik maupun vulkanik. Potensi bencana alam berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat yang terdiri atas tsunami, gempa bumi, banjir, angin puting beliung, kekeringan, tanah longsor, erupsi gunung berapi, serta kebakaran hutan dan lahan gambut yang berakibat bencana kabut asap. Kejadian bencana alam sering terjadi pada beberapa negara, merupakan tantangan
dan
risiko
yang
akan terus dihadapi dan perlu diantisipasi oleh setiap negara.
2.14 Keamanan Pangan, Air, dan Energi Ketersediaan
pangan
dunia
yang
semakin
berkurang,
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri. Kelangkaan ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dunia, meningkatnya kualitas hidup manusia, dan berkembangnya industri yang memanfaatkan lahan produktif, sehingga ketersediaan lahan yang semakin sempit, serta berkembangnya industri yang mengurangi lahan produktif. Diperkirakan penduduk dunia pada t ahun 2050 mencapai 10 miliar, sehingga memerlukan tambahan pangan yang cukup besar. Ke depan, diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kerusakan lingkungan, konversi lahan, tingginya harga bahan bakar fosil dan perubahan iklim.
111 20
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Berkurangnya sebagai
akibat
lahan
pertanian
pertumbuhan
dan
kebutuhan penduduk yang pesat serta berkurangnya sumber daya manusia
pengelola
pertanian,
merupakan faktor penting penyebab berkurangnya ketahanan pangan. Ketergantungan pangan antarnegara diprediksi masih dapat berkembang
seiring
bertambahnya
jumlah penduduk. Krisis air bersih menjadi fenomena yang disebabkan penanganan lingkungan dan aset alam yang tidak terkendali. Pengelolaan sumber-sumber air bersih yang tidak terkendali
menyebabkan
terjadi-
nya penurunan kualitas dan ketersediaan sumber air bersih. Kebutuhan energi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan penduduk, laju perkembangan industri, serta semakin tingginya arus lalu lintas barang dan jasa, menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan energi. Dengan semakin berkurangnya sumbersumber energi dan belum efektifnya upaya diversikasi sumber energi, diperkirakan minyak dan gas bumi menjadi sumber daya strategis yang semakin diperebutkan. Krisis pangan, air dan energi berpotensi menjadi pemicu terjadinya konik. Isu sumber daya strategis tersebut bisa menjadi sumber konik baru dan mendorong terjadinya benturan kepentingan terutama jika gagal dalam pengelolaannya.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 21
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
2.15 Epidemi Dunia masih menghadapi epidemi beberapa penyakit infeksi yang berbahaya pada manusia. Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO ) terus memberikan peringatan kepada dunia bahwa penyakit infeksi berbahaya bagi umat manusia belum sepenuhnya dapat diatasi bahkan penyebarannya cenderung semakin luas. Hampir setiap tahun ditemukan satu hingga tiga varian penyakit infeksi baru pada
manusia
atau
penyakit
lama yang muncul kembali.
Ada
kecen-
derungan bahwa penyakit infeksi pernapasan pada manusia bertambah dengan munculnya kasus-kasus baru pada populasi yang terindikasi di kawasan tertentu. WHO telah mengumumkan sejumlah penyakit yang masih mengancam umat manusia, yaitu demam berdarah (Dengue Fever),Tubercolosis (TBC), Human Immunodefciency Virus/ Acquired Immune Defciency Syndrome (HIV/AIDS), penyakit sapi gila (Mad Cow) atau Variant Creutzfeldt-Jakob Disease (VCJD), Avian Inuenza (H5N1) atau u burung (Bird Flu), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), u babi (Swine Flu/H1N1 u virus),Middle East Respiratory Syndrome (MERS), Ebola, dan Avian Inuenza (H7N9 ) atau u burung varian baru, serta virus Zika. Secara geogras, kawasan Asia, Afrika SubSahara, Amerika Latin, dan Karibia diidentikasi oleh WHO sebagai wilayah yang rawan terhadap munculnya berbagai penyakit yang berbahaya.
111 22
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
2.16 Perkembangan Lingkungan Strategis Nasional
IDEOLOGI Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan hal yang fundamental dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Sebagai
ideologi
negara
Pancasila
merupakan
falsafah
dan pandangan hidup bangsa yang
Indonesia mengandung
nilai-nilai moral, etika dan
cita-cita
luhur
serta tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia. Pengamalan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berupa nilainilai keselarasan, keseimbangan dan keserasian, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan dan kebersamaan, yang senantiasa menjadi landasan losos bagi warga negara dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka penyelenggaraan pertahanan negara. Pengembangan nilai-nilai kebhinnekaan dan nilai-nilai keadilan yang terdapat dalam Pancasila dimaksudkan untuk mencegah munculnya
ego
kedaerahan
dan
memperkuat
nasionalisme.
Penerapan nilai-nilai Pancasila akan meredam timbulnya aktivitas kelompok-kelompok radikal dalam lingkungan masyarakat. POLITIK Kondisi
politik
nasional
sedang
mengalami
penataan
secara signikan pada aspek infrastruktur politik, suprastruktur politik, dan budaya politik. Isu-isu yang terkait komitmen politik
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 23
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
hendaknya
dilaksanakan
secara
proporsional pada semua aspek, sementara
pemerintahan
terus
berupaya membangun komunikasi politik secara demokratis sesuai mekanisme
hubungan
kerja.
Selanjutnya
dinamika
politik
yang berkembang saat ini terus mengalami pembenahan menuju tatanan yang demokratis, sehingga sistem
politik
nasional
dapat
berjalan dengan baik. Sistem
demokrasi
yang
diharapkan dapat berjalan dengan baik,
masih
perlu
pembenahan
terkait hasil penghitungan suara pada pemilihan umum, komunikasi politik Pemda dengan Pemerintah Pusat yang belum optimal, Kepala Daerah yang lebih mengutamakan kepentingan daerah dibanding kepentingan nasional, pemekaran wilayah dan sengketa perbatasan wilayah, yang akan berpotensi menimbulkan konik. EKONOMI Kecenderungan ekonomi global yang diwarnai ketidakpastian mensyaratkan kebijakan yang cepat, tepat dan terukur guna merespon peluang dan tantangan termasuk dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kesiapan Indonesia dalam menghadapi lima bidang meliputi arus bebas barang, jasa, tenaga terampil, modal, dan investasi merupakan hal yang perlu diantisipasi secara menyeluruh. Pemerintah telah menyesuai-
111 24
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
kan target pertumbuhan ekonomi guna meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia. Kondisi tersebut akan memengaruhi iklim usaha terutama di sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) yang banyak menyerap tenaga kerja. SOSIAL BUDAYA Globalisasi yang sarat dengan semangat perubahan berdampak kepada perubahan nilai-nilai yang memengaruhi pola pikir, pola sikap dan pola tindak generasi penerus bangsa serta berbagai permasalahan kebangsaan yang secara signikan berpengaruh terhadap tatanan budaya bangsa. Perkembangan tek
membawa
ip-
nilai-nilai
tertentu yang secara langsung atau tidak langsung bersinggungan
dengan
nilai-nilai
budaya
sosial
bangsa yang sudah ada. Pemahaman generasi penerus bangsa terkait nilainilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan sesanti Bhinneka Tunggal Ika, semakin terkikis oleh derasnya nilai-nilai baru yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Degradasi nilainilai luhur bangsa Indonesia telah memengaruhi merosotnya sikap nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air bagi warga negara dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. KEAMANAN DALAM NEGERI Separatisme masih menjadi isu keamanan yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa. Separatisme dilakukan melalui gerakan politik dan bersenjata dengan mengeksploitasi kelemahan penyelenggaraan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 25
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
fungsi pemerintahan. Penanganan keamanan dalam negeri sebagai akibat konik horizontal yang dipicu oleh keragaman budaya masyarakat, suku bangsa, agama, etnis, dan golongan, serta kondisi sosial masih mewarnai konik-konik yang terjadi di daerah tertentu.
2.17 Prediksi Ancaman Ke Depan Ancaman merupakan faktor utama yang menjadi dasar dalam penyusunan desain sistem pertahanan negara, baik yang bersifat aktual maupun potensial. Berdasarkan analisis strategis dan identikasi terhadap hakikat ancaman yang sangat dinamis, sehingga memungkinkan terjadinya penggabungan berbagai jenis ancaman. Karenanya ancaman saat ini dan masa depan dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu ancaman militer baik bersenjata maupun tidak bersenjata, ancaman nonmiliter, dan ancaman hibrida. Sumber ancaman dapat berasal dari dalam maupun luar negeri, serta dilakukan oleh aktor negara maupun nonnegara, yang bersifat nasional, regional dan internasional. Adapun dampak yang ditimbulkan meliputi segala aspek kondisi sosial terdiri atas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan, sesuai dengan prediksi dan prioritasnya maka ancamanancaman tersebut dikategorikan dalam bentuk ancaman nyata dan belum nyata.
26 111
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PERKEMBANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
ANCAMAN NYATA Ancaman nyata merupakan ancaman yang sering terjadi dan dihadapi setiap saat, dapat berasal dari dalam negeri maupun luar
negeri
yang
dinilai
membahayakan
kedaulatan
negara,
keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman nyata merupakan bentuk ancaman yang menjadi prioritas dalam penanganannya, meliputi: terorisme dan radikalisme, separatisme dan
pemberontakan
bersenjata,
bencana
alam,
pelanggaran
wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian kekayaan alam, wabah penyakit, serangan siber dan spionase, peredaran dan penyalahgunaan narkoba. ANCAMAN BELUM NYATA Ancaman belum nyata merupakan bentuk ancaman berupa konik terbuka atau perang konvensional, dimana yang berhadapan adalah kekuatan angkatan bersenjata kedua negara, saat ini dan ke depan kemungkinannya masih kecil terjadi terhadap Indonesia. Hal ini dipertegas melalui piagam semua
PBB, negara
berkomitmen
bahwa di
dunia
untuk
saling
menghormati kedaulatan dan kepentingan nasional masingmasing.
Meskipun
demikian,
sebagai bangsa yang memiliki potensi
luar
biasa,
kewaspadaan
harus tetap dijaga mengingat bentuk ancaman bersifat dinamis, serta dapat berubah menjadi ancaman nyata ketika kepentingan nasional dan kehormatan negara terusik.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 27 111
Bab 3 REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
3.1. Umum Dalam
rangka
mengembangkan
Postur
TNI
secara
berkesinambungan, maka penyelenggaraan pembangunan MEF tetap memperhatikan dan mempedomani hasil pembangunan MEF yang telah dicapai pada tahap sebelumnya. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan mengenai realisasi dan hasil pencapaian pembangunan dan
sekaligus
melakukan
evaluasi
terhadap
penyelenggaraan
dalam rangka penyempurnaan pembangunan berikutnya.
Dengan
demikian assessment yang dihasilkan pada Tahap sebelumnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan pembangunan MEF Tahap II dan Tahap III yang merupakan mekanisme terhadap perencanaan strategis pembangunan pertahanan yang berkelanjutan.
3.2. Realisasi Pencapaian Pelaksanaan pembangunan MEF TNI Tahap I Tahun 20102014 sebagai starting point pembangunan kekuatan pokok minimum TNI, dilaksanakan dengan menerapkan empat strategi meliputi rematerialisasi,
revitalisasi,
relokasi
dan pengadaan dengan
pemenuhan terhadap aspek Alutsista saja. Pencapaian pembangunan MEF TNI Tahap I dapat dijabarkan sebagai berikut :
111 111 28
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
3.2.1
Capaian di bidang anggaran. Alokasi anggaran sebesar 162,98 T (dari berbagai sumber anggaran) telah terealisasi sebesar 122,23 T (74,99%), dengan uraian sebagai berikut: Alokasi anggaran Baseline Kemhan dan TNI TA 2010-2014 sesuai Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014 dan sesuai Permenhan Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Pertahanan Negara Tahun 2010-2014 sebesar Rp 279,86 Triliun. Kebutuhan anggaran MEF sebesar Rp. 156,00 Triliun, namun line,
dalam baru
sebesar
Base-
terdukung Rp.
99,00
Triliun sehingga masih terdapat
kekurangan
anggaran sebesar Rp. 57,00 Triliun selanjutnya kekurangan
tersebut
didukung dari anggaran On MEF)
Top
(percepatan
sesuai
Perpres
Nomor 35 Tahun 2011. Namun masih terdapat kekurangan anggaran sebesar Rp. 6,98 Triliun untuk kegiatan khusus (Helikopter Apache, F-16 EDA dan Hercules C-130H). Berdasarkan alokasi anggaran Baseline tersebut, realisasi alokasi anggaran Kemhan dan TNI yang diterima Tahun 2010-2014 sebesar Rp. 360,06 Triliun, termasuk didalamnya realisasi alokasi anggaran MEF sebesar Rp 122,20 Triliun. Rencana anggaran Alutsista Minimum Essential Forces (MEF ) pada Renstra Tahun 2010-2014 sebesar Rp 156,00 Triliun yang terdiri atas Baseline Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar Rp 99,00 Triliun dan alokasi On Top (Perpres Nomor 35 Tahun 2011) TA 2010-2014 sebesar Rp 57,00 Triliun dan kekurangan anggaran untuk kegiatan khusus sebesar
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 29
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
Rp. 6,98 Triliun.
Dari alokasi sebesar Rp 99,00 Triliun tersebut,
sebesar Rp. 32,50 Triliun digunakan untuk belanja Pemeliharaan dan Perawatan (Harwat) dan sebesar Rp 66,60 Triliun untuk Belanja Modal Pengadaan yang terdiri atas Pinjaman Luar Negeri sebesar USD. 6,50 Miliar dan sisanya sebesar Rp. 4,00 Triliun berasal dari Pinjaman Dalam Negeri. Dengan demikian maka pencapaian MEF bidang anggaran Alutsista TA 2010-2014 telah terdukung Rp. 122,20 Triliun dari rencana Rp. 162,98 Triliun (Rp. 156,00 Triliun + Rp. 6,98 Triliun) atau sama dengan 74,98%.
3.2.2. Capaian di bidang pemenuhan Alutsista, sebagai berikut : Capaian MEF dari 24 kegiatan prioritas Alutsista bergerak telah mencapai 100% (24 kegiatan terkontrak), adapun rincian barang antara lain sebagai berikut: Helikopter Serbu 16 unit, Tank BMP-3F 37 unit, MRLF 3 unit, Pesawat Sukhoi 6 unit, Pesawat T-50i 16 unit, Rudal Arhanud Shorad 51 unit, Panser BTR 4 5 unit, MLRS Kal 122 mm 38 unit, MLM KRI Kelas Korvet 2 unit, Kapal BHO 2 unit, Kapal Layar Latih 1 unit, Helikopter Full Combat SAR 6 unit, Rantis 2,5 Ton 75 unit dari 665 unit, Kendaraan Angkut Munisi 5 Ton 75 unit dari 300 unit, Pesawat CN-295 9 unit, Helikopter Serang 1 unit dari 12 unit, ME Armed 155 Howitzer 37 unit, Roket MLRS 13 unit dari 38 unit, Main Battle Tank 103 unit, PSU 6 Satbak, Rudal Arhanud ( V shorad ) 56 unit, Helikopter AKS 11 unit, Helikopter Angkut 16 unit.
111 111 30
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
Capaian MEF dari kegiatan non prioritas Alutsista bergerak sebanyak 40 kegiatan. Pencapaian kegiatan sebesar 95% (38 kegiatan terkontrak) dengan rincian sebagai berikut: Peluru kendali jarak pendek (QW-3) 94 set, Heli MI-35 P 3 unit, Heli MI-17 V5 6 unit, Ranpur Panser Canon 22 unit, Korvet Kelas Sigma Tahap II 4 unit, Exocet MM-40 + Mistral Tahap-I 5 unit, Sewaco Korvet Kelas Sigma 1, Meriam kaliber 30 mm 7 barel, Exocet MM-40 + Mistral TahapII, Kapal Selam diesel elektrik Tahap-I 1 unit, Kapal PKR Tahap-I 1 unit, Pengadaan pesawat pengganti OV-10/Super Tucano Tahap-I 8 unit, Patroli Kawal Rudal (PKR) Tahap-II 1 unit, Kapal Selam Diesel Elektrik Tahap-II 2 unit, Pesawat Super Tucano Tahap-II 8 unit, Sniper Kopassus 251 unit, Mukal 105 mm 15.000 butir, Ranjau Laut 84 unit, ME Arhanud Marinir 4 unit, Degaussing Corvet Sigma Class 4 unit, Sewaco KCR -40 2 unit, Exocet MM-40 Blok-3 4 unit, Torpedo A-244 S 2 unit, Mukal Meriam Kapal 76 mm 10.000 butir, Meriam Kal. 40 mm 2 pucuk, Ship Born AD 20 mm 10 unit. Capaian MEF dari program khusus
Alutsista
bergerak
(yang
didukung dari Rupiah Murni) sebanyak 4 kegiatan telah dicapai yaitu: Helikopter Serang Apache AH-64E 8 unit, Upgrade F-16 EDA 24 unit, Restorasi C-130H Hibah dari RAAF 4 unit, Pembelian Pesawat C-130H 5 unit, Simulator dan Suku cadang Eks Australia. Capaian MEF dari program Bangtekindhan dengan dukungan anggaran PDN untuk kegiatan pengadaan Alutsista sebanyak 118 kegiatan untuk matra darat, matra laut dan matra udara, telah mencapai 96,7% (117 kegiatan) antara lain: Helikopter NAS 332, Retrot AMX-13, Kapal Angkut Tank 1 & 2, CN-235 MPA Mission Equipment, Torpedo SUT, Panser Anoa APS Pindad, Kendaraan Angkut Personel, Bomb P-100, Senjata, Helm Anti Peluru, Combat Management System, Radar Surveillance.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 31
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
Capaian MEF dari program Bangtekindhan dengan dukungan anggaran pengadaan
RM
untuk
Alutsista
kegiatan sebanyak
100 kegiatan untuk matra darat, matra laut dan matra udara, telah mencapai 91% (97 kegiatan) antara lain: Rocket FFAR , Bom
P-100,
Panser APS Pindad, Combat Boat, Sea Rider, IPP Set, Kapal Bantu Cair Minyak, Heli NAS 332, Senjata Sniper. Sehingga total pencapaian MEF Tahap I TA. 2010-2014 dari sisi anggaran sebesar 74,99%, dari sisi barang sudah terkontrak sebesar 97,1%.
3.2.3. Realisasi Pembangunan Alutsista pada Akhir MEF Tahap I Secara kuantitas, realisasi hasil pembangunan Alutsista pada Akhir MEF Tahap I, apabila dibandingkan dengan target keseluruhan yang diproyeksikan dalam pembangunan MEF, dapat diukur capaiannya pada akhir Pembangunan MEF Tahap I (dalam persen) sebagai berikut:
Grafk persentase pembangunan Alutsista secara kuantas yang dicapai MEF Tahap I dibandingkan dengan kondisi kuantas Alutsista sebelum MEF dan proyeksi yang diharapkan pada akhir MEF Tahap III
111 111 32
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
a.
Pemenuhan Alutsista TNI AD telah mencapai 64,89 persen dari total target keseluruhan dari pembangunan MEF TNI AD.
b.
Pemenuhan Alutsista TNI AL telah mencapai 60,71 persen dari total target keseluruhan dari pembangunan MEF TNI AL.
c.
Pemenuhan Alutsista TNI AU telah mencapai 46,12 persen dari total target keseluruhan dari pembangunan MEF TNI AU. Dengan demikian, secara kuantitas rata-rata pemenuhan
Alutsista pada pembangunan MEF TNI Tahap I telah mencapai 57,24 persen dari total target pembangunan MEF secara keseluruhan.
3.3.
Evaluasi Hasil evaluasi penyelenggaraan pembangunan MEF Tahap I Tahun 2010-2014 masih mengalami berbagai kendala, sehingga konsistensi dan kesinambungan pengelolaan dan penyelenggaraan masih perlu disempurnakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi terhadap pencapaian penyelenggaraan pembangunan MEF tahun 2010-2014 sebagai berikut :
3.3.1
Komitmen pemerintah sebagai penentu kebijakan anggaran terhadap pembangun pertahanan negara masih terkendala dengan adanya beberapa kebijakan politik anggaran. Pengadaan Alutsista sebagian dibiayai dari pinjaman, baik itu pinjaman dalam negeri (PDN) sebesar Rp. 4 triliun maupun pinjaman luar negeri (PLN) sekitar USD 5,76 miliar atau ekuivalen dengan Rp. 57,6 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp. 10.000 per USD. Apabila dianggap seluruh alokasi pinjaman ini terpakai, maka secara keseluruhan dalam lima tahun 2010-2014, total pinjaman sektor pertahanan sekitar Rp. 62 triliun. Disisi lain, jumlah total pinjaman Indonesia tercatat selama lima tahun sekitar Rp. 1.213 triliun yaitu net setelah dikurangi pembayaran kembali pinjaman selama lima tahun 2010-2014. Dengan demikian beban pinjaman sektor pertahanan dalam Tahap I sekitar 5,1% dari total pinjaman.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 33
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
3.3.2. Kebijakan anggaran top down belum menjadikan kebutuhan mendasar pemenuhan anggaran pertahanan dalam rangka menghadapi ancaman. Hal ini terlihat dari dukungan pagu indikatif yang ada berdasarkan kemampuan pemerintah. Implementasi penyaluran anggaran dengan rencana kebutuhan diupayakan sesuai konsep MEF khususnya terkait dengan penggunaan dana KE. Ada beberapa permasalahan sebagai berikut: a.
Penetapan alokasi blue book pinjaman luar negeri setiap Renstra selalu terlambat.
b.
Proses pinjaman luar negeri sangat lama (lebih dari 36 bulan), dimana kegiatan tersebut melebihi dari 30 langkah yang melibatkan berbagai institusi.
c.
Pinjaman luar negeri sangat tergantung kepada negara pemberi kredit.
d.
Permasalahan negosiasi material kontrak harus diikuti oleh negotiation loan.
e.
Pinjaman luar negeri sangat sulit mendapatkan Bank penjamin untuk material militer.
f.
Pinjaman luar negeri sangat dipengaruhi oleh ketersediaan rupiah murni sebagai uang muka pendamping.
g.
Proses persetujuan pencairan anggaran (pencabutan tanda bintang) terhadap rupiah murni pendamping memerlukan waktu yang relatif panjang.
h.
Konsep operations requirement (Opsreq) dengan ketersediaan pinjaman luar negeri sering tidak seimbang.
i.
Kegiatan evaluasi spesikasi teknis (Spektek) sering terlambat.
j.
Penggunaan anggaran pinjaman dalam negeri dan badan usaha milik nasional industri pertahanan (BUMNIP) dan badan usaha milik swasta (BUMS), memiliki kendala sebagai berikut : 1)
Alokasi kontrak menggunakan rupiah murni besarannya terbatas.
2)
Proses pengadaan PDN masih mengacu pada Permenhan Nomor 07 Tahun 2006 tentang pengadaan barang dan jasa militer dengan menggunakan fasilitas KE di lingkungan
111 111 34
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
Kemhan dan TNI. 3)
Proses pengadaan yang cukup panjang mengakibatkan keterlambatan daya serap di akhir tahun anggaran.
4)
Alokasi anggaran PDN di UO Kemhan dan pelaksanaan program/kegiatan oleh UO TNI dan Angkatan mengakibatkan proses lebih lama karena panjangnya penyelesaian administrasi.
3.3.3. Kebijakan zero growth merupakan kebijakan dalam upaya memberdayakan SDM militer/TNI, terutama personel diluar struktur organisasi/luar formasi (LF). Dengan kebijakan tersebut diharapkan pada setiap Renstra selalu terjadi keseimbangan jumlah personel atau tidak mengalami perubahan, bahkan meningkat dari aspek kualitas. Namun demikian, dalam pembangunan MEF secara otomatis akan diikuti dengan pembangunan organisasi baru maupun revitalisasi organisasi. Kebijakan tersebut sangat berpengaruh terhadap pengisian TOP dan DSPP organisasi, implementasi right sizing satuan TNI melalui restrukturisasi, dan revitalisasi organisasi yang berakibat organisasi di luar wilayah ash point akan mengalami defsit personel. Pembentukan dan validasi organisasi satuan di lingkungan Mabes TNI dan Angkatan dalam rangka penataan dan pemantapan organisasi telah dilaksanakan. Namun beberapa satuan belum sepenuhnya siap operasional. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan personel yang belum siap baik dari segi kualitas maupun kuantitas, masih terbatasnya sarana dan prasarana pangkalan serta belum seluruh materiil maupun Alutsista yang dibutuhkan dapat didukung. Pembentukan satuan-satuan baru, peningkatan satuan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 35
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
(revitalisasi) maupun relokasi satuan akan terus dilaksanakan secara bertahap sesuai rencana pembangunan MEF. Right sizing dan zero growth dilaksanakan sesuai program, meskipun belum mencapai sasaran secara kualitas dan kuantitas yang diharapkan dalam rangka memenuhi kebutuhan TOP/DSPP. Kebijakan program right sizing maupun zero growth personel akan terus dilanjutkan sesuai penataan organisasi, baik dilingkungan Mabes TNI maupun Angkatan. 3.3.4
Modernisasi maupun rematerialisasi Alutsista dan non-Alutsista telah
dilaksanakan
bertahap
sesuai
secara
kebutuhan.
Beberapa jenis Alutsista/Non Alutsista
mengalami
peruba-
han dari rencana semula baik jenis, jumlah, maupun pabrikannya. oleh
Hal
ini
disebabkan
terbatasnya
ketersediaan
dukungan
anggaran
dari
pemerintah, sehingga perlu diadakan skala dan
penyesuaian prioritas.
dengan
Modernisasi
rematerialisasi
Alutsista
dalam rangka percepatan pembangunan MEF akan tetap dilan jutkan secara bertahap sesuai dengan rencana kebutuhan dan ketersediaan anggaran. 3.3.5
Penyelenggaraan pembangunan MEF khususnya terkait dengan pemenuhan Alutsista masih belum optimal. Hal ini dikarenakan adanya ketergantungan dengan industri luar negeri, disisi lain industri dalam negeri belum mampu mendukung pemenuhan Alutsista sesuai kebutuhan.
111 36
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
REALISASI PEMBANGUNAN MEF TAHAP I
3.3.6
Kurang optimalnya pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan pembangunan MEF menyebabkan sasaran pencapaian kurang maksimal. Hal ini dikarenakan mekanisme perencanaan yang sering mengalami perubahan berpengaruh terhadap dinamika penyelenggaraan. Oleh karena itu diperlukan adanya Tim monitoring secara kolektif yang bertanggung jawab terhadap pengawasan dan pengendalian pembangunan MEF sesuai dengan jalur hirarki dan tataran kewenangan masing-masing.
3.3.7
Realisasi pencapaian pembangunan MEF Tahap I ditinjau dari pemenuhan aspek Alutsista masih mencapai 57,24% dari postur MEF yang diharapkan. Prosentase ini masih relatif rendah dalam pencapaian postur MEF keseluruhan yang akan dicapai sampai dengan akhir tahun 2024, bahkan masih jauh dari target “melampaui MEF” yang ditetapkan dalam RPJPN.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 37
Bab 4 URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
4.1 Umum Kepentingan utama dari kebijakan pembangunan MEF adalah untuk mengoptimalkan perencanaan, mekanisme penyelenggaraan dan anggaran pertahanan agar tidak menyimpang dari sistem manajemen pengambilan keputusan pertahanan negara sesuai dengan tataran kewenangan, yang sekaligus merupakan upaya terobosan untuk mengarahkan pemenuhan MEF pada aspek-aspek pengembangan dalam mewujudkan pencapaian pembangunan, termasuk mendukung kebijakan pemerintah terhadap Poros Maritim Dunia (PMD). Revisi Pembangunan MEF disusun berdasarkan pada: Pertama, skala prioritas dalam menghadapi ancaman, baik dalam bentuk nyata dan ancaman belum nyata; Kedua, kebijakan prioritas pemerintah untuk mencapai kemandirian pertahanan;
Ketiga,
penataan aspek pemenuhan MEF baik terhadap aspek utama maupun aspek pendukung; Keempat , pencapaian target postur MEF untuk menghadapi ancaman di 2 (dua) trouble spots dengan menyisakan 1 (satu) kekuatan cadangan, yang terbagi dalam tiga wilayah pertahanan; dan kelima terwujudnya kemampuan penangkalan yang dapat diandalkan.
111 111 38
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
4.2 Perubahan Ancaman Dinamika perkembangan lingkungan dan konteks strategis baik global, regional maupun nasional dewasa ini telah menciptakan spektrum ancaman yang kompleks dan berimplikasi kepada pertahanan negara. Beberapa hal yang perlu dicermati dan berimplikasi pada stabilitas keamanan kawasan adalah perkembangan kekuatan militer Tiongkok; kebijakan strategis Amerika Serikat di kawasan dan sengketa di Laut China Selatan sehingga mengundang perhatian dunia,
termasuk
Indonesia
yang
berkaitan dengan klaim batas ZEE di Laut Cina Selatan, khususnya yang sebelah utara Kepulauan Natuna
berdasarkan
nine-doted-lines yang ditetapkan secara sepihak oleh Tiongkok. Sebagai dari
antisipasi perkembangan
ini beberapa negara di kawasan telah memodernisasi kekuatan
militernya,
seperti
Australia, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Hal ini akan membawa pengaruh kepada strategi pertahanan Indonesia dalam rangka ikut serta menjaga stabilitas keamanan di kawasan. Perkembangan dimensi ancaman dari satu dimensi ke dimensi lain, termasuk dimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi dan informasi serta legislasi dapat berubah secara tiba-tiba dan tidak mudah untuk diprediksi serta isu-isu strategis lainnya. Perkembangan dimensi ancaman ini telah mewujudkan adanya bentuk ancaman nyata dan belum nyata, yang mempengaruhi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 39
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
Perkembangan dan perubahan dimensi ancaman inilah yang dijadikan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan pembangunan kekuatan pertahanan melalui pembangunan MEF agar dapat mewujudkan postur pertahanan negara yang dapat diandalkan untuk mengawal kepentingan nasional dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.
4.3 Kebijakan Prioritas Pembangunan MEF TNI berpedoman pada Visi, Misi, dan Nawacita pemerintah sebagai landasan pembangunan nasional, serta konsep Poros Maritim Dunia (PMD), dengan penjelasan sebagai berikut: 4.3.1. Visi “Kabinet Kerja” Pemerintah adalah “terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Indonesia yang berdaulat akan dapat terwujud apabila didukung oleh postur pertahanan negara yang handal dalam rangka menghadapi dan menanggulangi setiap ancaman terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu, tercapainya target
pembangunan MEF TNI sebagai komponen utama pertahanan negara menjadi sangat penting guna mendukung visi dimaksud. 4.3.2. Misi yang dijalankan untuk mewujudkan Visi “Kabinet Kerja” Pemerintah di atas meliputi: a. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. b. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum. c. Mewujudkan politik luar negeri yang bebas aktif dan memperluas jatidiri sebagai bangsa maritim.
111 111 40
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
d. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. e. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing. f. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang maju, mandiri, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. g. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan. Misi “Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan kemandirian
wilayah,
menopang
ekonomi
dengan
mengamankan sumber daya maritim dan
mencerminkan
kepribadian
Indonesia sebagai negara kepulauan”
ditetapkan
sebagai
misi
yang pertama, mengandung makna bahwa keamanan nasional menjadi prioritas yang harus diwujudkan untuk
memungkinkan
kelan-
caran pelaksanaan pembangunan nasional.
Dengan
Pemenuhan MEF TNI juga diarahkan untuk mendukung 5 Pilar Utama Poros Marim Dunia
demikian,
pembangunan MEF TNI perlu diarahkan terutama untuk mewujudkan kekuatan TNI yang memiliki kemampuan untuk mendukung kebijakan PMD serta pengembangan pertahanan maritim yang merupakan pilar kelima dari kebijakan PMD. 4.3.3. Nawacita merupakan 9 (sembilan) agenda aksi prioritas pemerintahan Kabinet Kerja, yang meliputi: a.
Kami akan menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.
b.
Kami
akan
membuat
pemerintah
selalu
hadir
dengan
membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 41
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
c.
Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah desa dalam kerangka negara kesatuan.
d.
Kami akan memperkuat kehadiran negara melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
e.
Kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
f.
Kami akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
g.
Kami
akan
mewujudkan
kemandirian
ekonomi
dengan
menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. h.
Kami akan melakukan revolusi karakter bangsa.
i.
Kami akan memperteguh Kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
4.3.4 Dalam mewujudkan Negara Indonesia sebagai negara maritim yang menjadi Poros Maritim Dunia, maka pemerintah Indonesia telah menetapkan 5 (lima) pilar utama, yaitu: a.
Indonesia
akan
membangun
kembali
budaya
maritim
Indonesia. Sebagai negara yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, bangsa Indonesia harus menyadari bahwa kemakmuran dan masa depan bangsa, sangat ditentukan oleh bagaimana mengelola maritim. b.
Menjaga dan mengelola sumber daya laut, dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut, melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
c.
Indonesia akan memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun tol laut, deep seaport , logistik, industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
d.
Melalui diplomasi maritim, mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerja sama di bidang kelautan untuk
111 111 42
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
meniadakan sumber konik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut. e.
Membangun kekuatan pertahanan maritim untuk menjaga kedaulatan
dan
kekayaan
maritim.
Indonesia
juga
berkepentingan untuk ikut menentukan masa depan kawasan Samudera Hindia dan Samudera Pasik, serta menginginkan situasi di kedua kawasan samudera itu tetap damai dan aman bagi perdagangan dunia, bukan dijadikan ajang perebutan sumber daya alam, pertikaian wilayah, dan supremasi maritim. Pembangunan kekuatan pertahanan maritim sebagaimana tercantum dalam pilar kelima PMD diarahkan untuk menghadapi berbagai ancaman maritim, baik yang ditimbulkan oleh faktor alam/bencana, kriminal, maupun politik.
Sedangkan tantangan
dan kendala yang menonjol diantaranya adalah kian maraknya pelanggaran hukum dan tindak kejahatan di kawasan maritim yang cenderung semakin kompleks dan bervariasi, serta adanya konik kepentingan ekonomi regional dan global atas wilayah maritim. Untuk mengatasinya diperlukan postur pertahanan negara yang mampu melakukan pengawasan dan penegakan hukum di wilayah maritim,
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 43
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
serta mampu menjalankan fungsi penangkalan dan penindakan terhadap setiap ancaman maritim yang muncul, maupun pemulihan terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat ancaman maritim. Pencanangan PMD
yang menuntut adanya pergeseran
paradigma ke arah outward looking , memunculkan konsekuensi kebutuhan postur pertahanan negara yang tidak sekedar memiliki kemampuan melindungi wilayah teritorial dan ZEE saja, namun juga harus memiliki kemampuan men jangkau wilayah operasi yang lebih luas dan jauh melampaui wilayah teritorial NKRI. Kemampuan tersebut dibutuhkan dalam rangka mengamankan kepentingan negara di wilayah teritorial negara lain dan di kawasan laut bebas/internasional, diantaranya untuk kepentingan melindungi keselamatan warga negara Indonesia yang sedang terancam jiwanya di wilayah maritim negara asing, memantau dan mengawal kapal-kapal niaga Indonesia yang melayari jalur perairan Internasional, turut menjaga keamanan dan mencegah terjadinya konik di Laut Cina Selatan maupun di kedua samudera yang mengapit wilayah kedaulatan Indonesia, yaitu Samudera Hindia dan Pasik, serta mendukung misi pemeliharaan
111 44
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
perdamaian di daerah-daerah konik di berbagai belahan dunia. Dari
landasan
kebijakan
pemerintah
diatas
baik
visi,
misi, Nawacita maupun poros maritim dunia secara keseluruhan memberikan pemahaman, bahwa kebijakan tersebut diarahkan kepada terwujudnya negara maritim yang memiliki kedaulatan penuh, memiliki kemandirian di semua bidang dan memiliki pertahanan negara yang bisa dihandalkan dalam mengamankan tujuan dan kepentingan nasional. Dengan demikian, maka pembangunan postur pertahanan diarahkan menuju terwujudkan kebijakan pemerintah tersebut.
4.4
Penataan Aspek Pemenuhan MEF Aspek pemenuhan pembangunan MEF Tahap I hanya terbatas pada pemenuhan Alutsista yang didalamnya terdapat dukungan Harwat, namun pada kebijakan pembangunan MEF Tahap II dan III telah dikembangkan menjadi 3 (tiga) aspek utama yang meliputi: Alutsista, Harwat, serta sarana prasarana dan organisasi. Pembangunan MEF TNI perlu didukung dengan kebijakan pembangunan yang tidak terpisahkan dari pembangunan aspek utama. Kebijakan pembangunan pada aspek pendukung tersebut secara spesik harus mampu mendorong terwujudnya pembangunan MEF secara menyeluruh. Aspek pendukung MEF meliputi industri pertahanan, profesionalisme prajurit, dan kesejahteraan personel.
4.5
Target Postur MEF Target Pembangunan MEF TNI saat ini diselenggarakan dalam rangka membangun kekuatan dan kemampuan pertahanan yang mampu mengantisipasi berbagai macam ancaman di 2 (dua) wilayah trouble-spots dan 1 (satu) kekuatan cadangan. Pembangunan MEF TNI pada Tahap II dan Tahap III diorientasikan pada terwujudnya 3 (tiga) wilayah pertahanan. Dengan demikian
diperlukan
pengembangan
organisasi
baik
terpusat
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 45
URGENSI PERUBAHAN ORIENTASI PEMBANGUNAN MEF
maupun kewilayahan melalui pengembangan Kotama TNI dengan mengedepankan Trimatra Terpadu.
4.6
Penangkalan Pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan yang mampu melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman, baik yang datang dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Upaya mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI
sebagai
satu
kesatuan pertahanan diselenggarakan melalui penangkalan, penindakan,
dan
pemulihan. Pembangunan MEF perwujudan
merupakan penangkalan
melalui upaya penolakan maupun pembalasan. Karakter penangkalan tidak
bersifat
melakukan melalui
pasif, upaya
usaha
tetapi
aktif
pertahanan
membangun
dan
membina kemampuan serta daya tangkal pertahanan negara. Aspek penangkalan melalui pembangunan kemampuan dilaksanakan dengan memprioritaskan pemenuhan Alutsista TNI yang dapat digunakan untuk mendukung tugas pokok.
111 46
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PEMBANGUNAN MEF TNI
Bab 5 PEMBANGUNAN MEF TNI
5.1 Umum Pembangunan Postur TNI melalui kebijakan pembangunan MEF mengacu kepada arah kebijakan pemerintah sesuai dengan Rencana
Pembangunan
Jangka
Panjang
Nasional
(RPJPN)
Tahun 2000-2025 yang selanjutnya dijabarkan kedalam Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
lima
tahunan. Sejalan dengan kebijakan pemerintah tersebut, kebijakan pembangunan MEF TNI diselenggarakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan dalam tiga tahap pembangunan yaitu Tahap I tahun 2010-2014, Tahap II tahun 2015-2019 dan Tahap III tahun 2020-2024.
5.2 Arah Pembangunan Kebijakan kelanjutan pembangunan MEF TNI diarahkan pada hal-hal sebagai berikut : a.
Mewujudkan
postur
pertahanan
negara
yang mampu menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI
keselamatan
serta
segenap
bangsa Indonesia, dengan
mengembangkan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 111 47
PEMBANGUNAN MEF TNI
kemampuan
pertahanan
yang
mampu
mengantisipasi
ancaman di 2 (dua) trouble spots. b.
Meningkatkan pembangunan Postur TNI melalui modernisasi Alutsista, peningkatan Harwat, pengembangan organisasi dan pemenuhan sarana prasarana.
c.
Pembangunan MEF TNI selalu mempertimbangkan dinamika perubahan
ancaman,
kebijakan
prioritas
pemerintah,
penataan aspek pemenuhan MEF, target Postur MEF serta penangkalan. d.
Pengelolaan anggaran secara tepat dan komprehensif sesuai kebutuhan pembangunan dengan tetap mengacu pada prinsip tertib administrasi dan akuntabilitas.
e.
Penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian dilakukan secara sinergis dalam bentuk pengawasan internal dan eksternal sesuai dengan prosedur dan mekanisme serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5.3 Sasaran Pembangunan Sasaran kebijakan kelanjutan pembangunan MEF TNI adalah sebagai berikut: a.
Terwujudnya kekuatan dan kemampuan pertahanan yang mampu menghadapi berbagai ancaman.
b.
Tertatanya pembangunan MEF TNI dengan tetap fokus pada modernisasi Alutsista yang didukung peningkatan Harwat serta pengembangan organisasi dan sarana prasarana, dengan memperhatikan
ketersediaan
anggaran
sesuai
rencana
strategis pembangunan kekuatan pertahanan negara. c.
Terwujudnya pengembangan industri pertahanan nasional melalui penguasaan teknologi, kerjasama pengembangan teknologi dan alih teknologi, serta kerjasama produksi yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan untuk kepentingan pertahanan negara.
111 48
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PEMBANGUNAN MEF TNI
d.
Terlaksananya
kerjasa-
ma internasional dalam rangka
membangun
kapasitas
kemampuan
pertahanan negara dan diplomasi
pertahanan,
serta saling percaya dan pengertian antar Kemhan dan atau Angkatan Bersenjata. e.
Terpenuhinya pengiriman pasukan yang profesional dan didukung perlengkapan serta sarana prasarana yang memadai dalam kegiatan misi pemeliharaan perdamaian dunia sesuai kebutuhan dan permintaan PBB.
f.
Terselenggaranya pemberdayaan wilayah pertahanan untuk meningkatkan pengamanan wilayah daratan dan perbatasan darat melalui konsep sabuk pengamanan (security belt ) secara terpadu dan peningkatan pengamanan pulau-pulau kecil terdepan/terluar sebagai beranda depan NKRI.
g.
Terselenggaranya pengerahan kekuatan laut dan kekuatan udara dalam upaya peningkatan pengamanan maritim dan pengamanan dirgantara di wilayah yurisdiksi nasional.
h.
Terwujudnya
pening-
katan kapasitas kerjasama
Penelitian
Pengembangan
dan (Lit-
bang) pertahanan dengan Litbang perguruan tinggi dan Litbang industri pertahanan dalam rangka kemandirian industri pertahanan. i.
Terselenggaranya pengelolaan aset dan anggaran yang efektif, esien, dan akuntabel dalam pencapaian sasaran
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 49
PEMBANGUNAN MEF TNI
pembangunan MEF TNI. j.
Terwujudnya penguatan intelijen melalui peningkatan sistem informasi
pertahanan
negara
(Sisinfohanneg)
berbasis
pertahanan siber dan peningkatan profesionalisme. k.
Terwujudnya penataan organisasi yang efektif dan sinergis dalam menghadapi ancaman di 2 (dua) trouble spots dalam 3 (tiga) wilayah pertahanan.
5.4 Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan MEF TNI Dalam rangka mendukung tercapainya penyelenggaraan pembangunan MEF TNI, maka perlu adanya kebijakan yang dapat dijadikan sebagai pedoman sebagai berikut:
5.4.1
Kebijakan Perencanaan Perencanaan yang baik merupakan suatu keberhasilan dari tahapan pembangunan dan perwujudan MEF TNI. Realisasi perencanaan pembangunan MEF TNI dapat dioptimalkan melalui mekanisme perencanaan yang baik didasarkan pada rencana kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Perencanaan pembangunan pada strata Kemhan, Kemen-PPN/Bappenas, Kemkeu, dan TNI telah disepakati melalui kebijakan bersama ( collegial policy ) bahwa pembangunan
MEF
TNI
merupakan
pembangunan
kekuatan
pertahanan militer yang meliputi modernisasi Alutsista, peningkatan Harwat, serta pengembangan organisasi dan sarana prasarana. Kemhan sebagai regulator, administrator, dan fasilitator berupaya terus mendorong penguatan secara menyeluruh agar kebijakan yang ditetapkan dapat sepenuhnya mendukung kebutuhan operasional TNI. Hal ini diharapkan agar tidak terjadi perubahanperubahan pada sasaran pembangunan, khususnya yang tidak sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kebijakan perencanaan ini diarahkan kepada: a.
111 50
Peningkatan ketelitian dan ketepatan dalam perencanaan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PEMBANGUNAN MEF TNI
pembangunan kekuatan yang mengacu kepada prioritas kebutuhan dan ketersediaan anggaran. b.
Perencanaan pembangunan MEF tetap mentaati kebijakan bersama (collegial policy ) antara Kemhan, Kemkeu, Kem-PPN/ Bappenas dan TNI.
c.
Mendorong pencapaian pembangunan, melalui perumusan kebijakan yang mendukung pembangunan MEF TNI.
5.4.2
Kebijakan Penyelenggaraan Mekanisme penyelenggaraan pembangunan MEF TNI terkait dengan pengadaan, memerlukan pertimbangan secara komprehensif dari berbagai aspek. Untuk pengadaan dalam negeri, kemampuan industri pertahanan masih terbatas dalam memenuhi spesikasi teknis yang dibutuhkan TNI, sementara pengadaan luar negeri dengan menggunakan fasilitas Kredit Ekspor (KE) memiliki birokrasi yang panjang. Hal ini menyebabkan pengadaan Alutsista memerlukan waktu yang lama, sementara teknologi berkembang cepat dan waktu penyerapan anggaran terbatas. Dalam rencana strategis pembangunan MEF TNI terdapat rencana pembangunan dan pengembangan organisasi yang perlu disesuaikan. Mekanisme penyelenggaraan terkait kebijakan dan operasional dihadapkan pada pemenuhan Alutsista perlu dukungan konsistensi dan kontinyuitas program pembangunan, khususnya dalam sistem penggantian Alutsista, sistem standarisasi militer dan kelaikan Alutsista militer yang belum terpenuhi. Arah kebijakan penyelenggaraan ini diprioritaskan kepada: a.
Peningkatan konsistensi dan kontinyuitas penyelenggaraan pembangunan MEF TNI.
b.
Peningkatan peran Industri pertahanan dalam mendukung pemenuhan kebutuhan Alutsista TNI.
c.
Peningkatan peran masing-masing pemangku kepentingan dalam mendukung proses pengadaan Alutsista.
d.
Peningkatan pemeliharaan dan perawatan Alutsista TNI yang
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 51
PEMBANGUNAN MEF TNI
tergelar dalam mendukung kesiapan operasional. e.
Pemenuhan kelengkapan operasional Alutsista dan sarana prasarana pendukung lainnya.
f.
Mendorong terwujudnya mekanisme pengembangan organisasi secara proporsional.
5.4.3
Kebijakan Penganggaran Komitmen pemerintah membangun pertahanan negara diwujudkan melalui kebijakan anggaran, dengan tetap memprioritaskan peningkatan dukungan terhadap pembangunan pertahanan negara. Kebijakan tersebut dapat diakselerasi melalui perencanaan dan pengalokasian anggaran di Kem-PPN/Bappenas yang disesuaikan dengan ketersediaan anggaran di Kemkeu, sehingga dukungan prioritas pertahanan dapat terpenuhi. Hal ini dapat terlihat pada indikator rencana dan pemenuhan kebutuhan pertahanan yang sesuai dengan rincian anggaran baseline yang dialokasikan. Keterbatasan
anggaran
pertahanan
negara
dalam
memprioritaskan perwujudan MEF TNI sangat berpengaruh terhadap kesiapan Alutsista. Kesenjangan antara kebutuhan pembangunan MEF dengan ketersediaan anggaran pertahanan perlu disikapi dengan
perumusan
prioritas
pembangunan
pertahanan
yang
didasarkan pada kebutuhan mendesak. Pemenuhan kebutuhan Alutsista dalam rangka mewujudkan kemandirian secara bertahap diupayakan melalui peningkatan kemampuan industri pertahanan. Kebijakan penganggaran diarahkan kepada: a.
Peningkatan pembangunan MEF TNI difokuskan kepada peningkatan modernisasi Alutsista yang memiliki kemampuan dalam menghadapi ancaman dan memiliki efek penangkalan yang tinggi.
b.
Peningkatan pemeliharaan dan perawatan (Harwat) yang difokuskan pada peningkatan kesiapan Alutsista TNI dan memperpanjang usia pakai.
c.
111 52
Pengembangan organisasi dan sarana prasarana pendukung
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PEMBANGUNAN MEF TNI
yang difokuskan pada peningkatan operasional dalam rangka terwujudnya Trimatra Terpadu. 5.4.4
Kebijakan Pemberdayaan Industri Pertahanan Pemberdayaan dan pendayagunaan Industri Pertahanan (Indhan) dalam mendukung pembangunan MEF TNI diwujudkan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan Alutsista dan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) secara berkelanjutan. Kepastian
pemenuhan
Alutsista
diperlukan
untuk
menyusun
rencana pembangunan pertahanan jangka panjang, sesuai dengan rencana strategis. Industri pertahanan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional dan turut berperan serta dalam menggairahkan pertumbuhan industri secara nasional. Pemberdayaan dan pendayagunaan Indhan diarahkan pada upaya pencapaian kemandirian pertahanan yang didukung oleh semua pemangku kepentingan. Kemandirian Indhan harus diikuti dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) bidang pertahanan yang tergantung pada tiga pilar, yaitu: Pemerintah, Industri Pertahanan, dan Pengguna (TNI). Percepatan penguasaan Iptek akan memberikan kepastian dalam mewujudkan kemandirian Indhan melalui program revitalisasi.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 53
PEMBANGUNAN MEF TNI
Perumusan kebijakan pemberdayaan dan pendayagunaan Indhan diarahkan pada pemanfaatan produk Indhan dan penguasaan teknologi militer serta pembinaan industri pertahanan, meliputi: a.
Pengadaan produk Indhan disesuaikan dengan kebutuhan TNI
dalam
jang-
ka
panjang,
se-
suai program pembangunan TNI kedepan, yang mengutamakan
aspek
kualitas dan yang mendukung posisi tawar
(bargaining
position). b.
Kebijakan
pro-
duksi dalam rangka
menata
memetakan
dan ke-
mampuan industri nasional guna mewujudkan
keman-
dirian Indhan jangka panjang melalui proses alih teknologi yang diperoleh melalui proses pengadaan Alpalhankam dari luar negeri serta hasil penelitian dan pengembangan secara mandiri. c.
Mengoptimalkan mekanisme pembiayaan dan insentif skal guna mewujudkan kesinambungan pengadaan Alutsista dan daya saing serta proteksi terhadap produk Indhan.
d.
Peningkatan aspek korporasi melalui penataan organisasi dan kemampuan SDM agar mampu memenuhi kebutuhan Alutsista. Kebijakan pemenuhan kebutuhan Alutsista yang mengutamakan
produk Indhan dalam negeri sebagai bagian dari upaya pemberdayaan Indhan. Apabila Indhan belum mampu memenuhi kebutuhan
111 54
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PEMBANGUNAN MEF TNI
tersebut, maka dapat menggunakan produk luar negeri dengan tetap melibatkan partisipasi Indhan melalui mekanisme joint production, joint development , joint venture dan/atau pemenuhan terhadap lokal konten. Pola kerja sama pengembangan industri pertahanan ini dapat melalui hasil produksi bersama ( joint production/co-production) yang merupakan bagian dari mekanisme offset dan imbal dagang ( counter trade) dalam pengadaan Alpalhankam dari luar negeri.
5.4.5
Kebijakan Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan MEF TNI merupakan bagian dari kebijakan pertahanan
negara
dalam
rangka
pencapaian
pembangunan
kekuatan, kemampuan dan gelar TNI menuju postur ideal. Untuk lebih mengintensifkan pengelolaan pembangunan perlu adanya mekanisme pelaporan periodik yang dilaksanakan secara bertahap dalam rangka pengawasan dan pengendalian. Fungsi pengawasan dan pengendalian pembangunan MEF TNI diselenggarakan secara internal dan eksternal oleh seluruh pemangku kepentingan.
Kemhan, Kemkeu, Kem-PPN/Bappenas,
Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan berperan dalam pengawasan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 55
PEMBANGUNAN MEF TNI
dan pengendalian sesuai tataran kewenangan masing-masing. Untuk lebih mengoptimalkan pengelolaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pembangunan MEF TNI, kebijakan pengawasan dan pengendalian diprioritaskan kepada: a.
Mengoptimalkan
monitoring
dalam
pengawasan
dan
pengendalian terhadap penyelenggaraan pembangunan MEF TNI dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. b.
Mengoptimalkan penyelesaian atas rekomendasi dari setiap temuan hasil pengawasan dan pengendalian, baik internal maupun eksternal.
c.
Meningkatkan pola pengawasan dan pengendalian yang mengacu kepada paradigma baru, yaitu pre audit, current audit dan post audit .
111 56
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Bab 6 TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
6.1 Umum Pembangunan MEF TNI merupakan kesinambungan dari pembangunan pada tahap sebelumnya dalam rangka menuju pencapaian pembangunan Postur ideal. Pembangunan MEF TNI pada Tahap II tetap difokuskan kepada modernisasi Alutsista, peningkatan Harwat dan pengembangan organisasi, serta sarana prasarana yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan lingkungan strategis dan ketersediaan anggaran. Kebijakan pembangunan MEF TNI pada Tahap II diharapkan dapat memantapkan pencapaian sasaran yang telah diproyeksikan, sekaligus memberikan landasan yang kuat untuk pembangunan MEF TNI pada Tahap III.
6.2
Pembangunan MEF TNI Tahap II Tahun 2015-2019 Pembangunan MEF TNI Tahap II diselenggarakan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan pertahanan negara yang tangguh guna mendukung pembangunan nasional. Pembangunan pada tahap ini diorientasikan dalam suatu sistem pengelolaan dan penyelenggaraan pertahanan negara yang dilaksanakan secara komprehensif,
sehingga
diperlukan
suatu
kebijakan
terhadap
berbagai aspek terkait pertahanan negara. Kebijakan pertahanan negara bersifat eksibel dan adaptif yang diwujudkan melalui arah dan sasaran kebijakan. Penyelenggaraan pembangunan MEF TNI Tahap II ini tetap menerapkan empat strategi pembangunan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 57
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
yang meliputi rematerialisasi, revitalisasi, relokasi dan pengadaan dengan tiga aspek pemenuhan meliputi Alutsista, pemeliharaan dan perawatan (Harwat), serta organisasi dan sarana prasarana. Namun demikian harus tetap memperhatikan aspek pendukung yang meliputi profesionalisme prajurit, peningkatan kesejahteraan, dan pemberdayaan industri pertahanan nasional. Pembangunan MEF TNI tahap II ini diharapkan dapat mencapai target sekitar 70% dari pencapaian keseluruhan pembangunan MEF.
Strategi pembangunan, aspek pemenuhan, dan aspek pendukung MEF TNI
6.2.1. Mabes TNI Pembangunan
MEF
tahap
II
dilaksanakan
dengan
memfokuskan kepada pembenahan organisasi dan pengadaan berbagai jenis Alutsista dengan berpedoman pada pengadaan meliputi pembangunan/pembentukan/ pengembangan organisasi TNI serta terselenggaranya pengadaan yang dilaksanakan dalam
111 58
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
rangka memenuhi kebutuhan pembangunan baru,
satuan
organisasi,
personel
serta Alutsista sesuai skala prioritas. Pengadaan tersebut meliputi:
Rantis/Ranmor/
Ranpur, suku cadang, munisi berbagai
kaliber,
material
senjata,
khusus/Alpalsus,
alat optik, alat komunikasi, alat elektronika, alat pernika, Alkapsus, Jihandak dan lain sebagainya. kekuatan
Pemenuhan
Matkomlek
Matpernika Sislek
untuk
dan
dan
Siskom, Sispernika
strategis, meliputi: Alkomlek Siskomsat Pam
VVIP
TNI,
Alkom
Kodam
dan
Paspampres, Alkom Passus, Alkom
Pamtas,
Alpernika
TNI, Alat Elektronika Deteksi, Simulator Sislek dan Pernika, Alkom Kodalops, serta mewujudkan peningkatan kemampuan bidang Komlek. Pengadaan Alutsista dan alat peralatan oleh Mabes TNI dijalankan dalam rangka mendukung kegiatan operasi TNI yang bersifat Trimatra Terpadu. Pembangunan MEF Tahap II diantaranya meliputi pengadaan Kapal Motor Cepat 8 paket, Alkom perbatasan 5 paket, Rantis 9 paket, Sea Rider 9 paket, payung udara orang 860 set, Interroperability System 1 paket, Alpernika 6 paket, Radar Pasif 2 paket, dan Alat Sandi 1 paket. Pemeliharaan dan perawatan Alutsista dan pendukungnya diselenggarakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan mempertahankan usia pakai. (Secara terinci periksa Sublampiran 1).
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 59
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
6.2.2. TNI AD Pembangunan MEF tahap II dilaksanakan dengan berpedoman pada strategi pembangunan M EF yang meliputi rematerialisasi menuju pemenuhan 100% TOP/DSPP satuan TNI AD secara bertahap, pemenuhan
sarana
prasarana
dan
organisasi.
Melaksanakan
revitalisasi melalui peningkatan strata satuan/penebalan satuan/materiil setingkat diatasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancam an di wilayah. Melakukan relokasi melalui pembangunan/ pengembangan/ pengalihan satuan, personel dan materiil dari satu wilayah ke wilayah yang diproyeksikan pada fash point untuk mampu memberikan deterence effect dan merespon setiap ancaman. Melaksanakan pengadaan melalui pembangunan/pembentukan organisasi TNI AD dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan satuan baru, organisasi, personel serta Alutsista melalui sistem prioritas dan mendesak di wilayah perbatasan dan daerah rawan, guna mendukung pembangunan MEF TNI agar mampu mewujudkan efek tangkal yang tinggi. Pengembangan organisasi dilakukan dengan mempedomani kebijakan right sizing yang diarahkan untuk mencapai komposisi yang proporsional antara satuan operasional dengan satuan pendukung yaitu 80:20, meliputi: pembentukan satuan baru, pengembangan satuan/ validasi satuan dalam rangka
peningkatan
kemampuan alih
kodal
dan satuan.
Pembangunan kuatan
ke-
personel
dilakukan
dengan
mempedomani kebi jakan
zero
growth,
yang diarahkan untuk pengisian kekurangan akibat adanya proses pemisahan dan alih
111 60
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
golongan. Pengembangan
materiil
Alutsista
dan
Alutsista
diarahkan
untuk
non
modernisasi
melalui pengadaan baru guna memenuhi kebutuhan
satu-
an maupun penggantian ta/non
AlutsisAlustista.
Sedangkan pengembangan fasilitas pangkalan diarahkan untuk melanjutkan pem bangunan pangkalan satuan baru yang belum terpenuhi pada tahap sebelumn ya, sesuai
pembangunan
yang
direncanakan,
dan
melaksanakan
pemeliharaan bangunan perkantoran, perumahan dinas serta fasilitas lainnya dalam rangka mendukung kesiapan satuan. Adapun rencana kebutuhan Alutsista TNI AD yang akan dipenuhi pada Pembangunan MEF Tahap II diantaranya meliputi pengadaan Senjata Berat Armed 2 paket, Ranpur 91 unit, Rantis Armed 1 paket, Rantis Komodo 114 unit, Panser Infantri 130 unit, Panser Kavaleri 28 unit, Helikopter Serbu 8 unit, Helikopter Angkut Sedang 5 unit, Helikopter Angkut Berat 3 unit, Alat penyeberangan Amphibious Ponton Set 2 set, Rudal 1 paket, missile Arhanud Rudal Mistral 50 unit, missile Arhanud Rudal Startreak 152 unit, missile MLRS Avibrasi/Astros II 1 paket, Senjata Ringan Infantri 5 paket, PTTA/UAV 4 paket, Alat Berat Zeni 2 paket, LCU 2 unit. Untuk pemeliharaan dan perawatan akan terus dikembangkan dalam rangka meningkatkan kemampuan
serta
mempertahankan
usia
pakai.
Sedangkan
pengembangan sarana dan prasarana diorientasikan dalam rangka memantapkan pengembangan satuan dan pemantapan satuan, termasuk pembangunan organisasi meliputi pembentukan 1 Divisi Kostrad dan 2 Kodam (Secara terinci periksa Sublampiran 2).
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 61
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
6.2.3. TNI AL Pembangunan MEF tahap II dilaksanakan dengan dengan berpedoman pada strategi pembangunan MEF yang meliputi rematerialisasi melalui pemenuhan menuju 100% TOP/DSPP satuan TNI AL melalui pembangunan secara bertahap, pemenuhan sarana prasarana dalam validasi organisasi.
Melaksanakan revitalisasi
melalui peningkatan strata satuan/penebalan satuan/materiil setingkat di atasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancaman dengan melaksanakan peningkatan dan perbaikan beberapa dermaga serta sarana dan prasarana pendukung lainnya. Melakukan relokasi melalui pembangunan/pengembangan/pengalihan satuan, personel dan materiil dari satu wilayah ke wilayah yang diproyeksikan pada ash point untuk mampu memberikan deterrence effect dan merespon setiap ancaman. Melaksanakan pengadaan melalui pembangunan/ pembentukan/pengembangan organisasi TNI AL. Melaksanakan pengadaan yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan satuan baru, organisasi, personel serta Alutsista sesuai skala prioritas dan mendesak di wilayah perbatasan dan daerah rawan, guna mendukung pembangunan MEF TNI agar mampu mewujudkan efek tangkal yang tinggi, berupa Alutsista berbagai jenis seperti KRI/ KAL, pesawat udara dan Ranpur Marinir serta berbagai senjata dan amunisi, Alkom, Sewaco, pembangunan beberapa pangkalan TNI AL beserta sarana prasarana pendukung lainnya.
111 62
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Pembangunan MEF Tahap II diantaranya liputi Kapal Patrol
me-
pengadaan Offshore Vessel
4
unit, Kapal Angkut Tank 6 unit, KCR60 3 unit, Platform KCR-60
1
unit,
pengembangan Platform KCR-60 1 paket, Kapal Fregate 4 unit, FFBNW Kapal PKR-10514 2 shipset, FCS SAM pengganti Seawolf MRLF 3 Shipset, upgrade FCS SSM Exocet MM 40 Block 2 menjadi Block 3, FCS Kapal MLRF 3 Shipset, Kapal Selam kelas Kilo 2 unit, Kapal Mine Counter Measure 2 unit, meriam kal 40 mm 4 unit, meriam kal 30 mm 8 unit, Pesawat Patroli Maritim 1 unit, Helikopter Angkut 1 unit, Full Combat Mission untuk Helikopter AKS 4 paket, Tank/Ranpur Angkut Personel 12 unit, Tank Ambi BMP-3F 27 unit, MKB (kal 76 mm Otomelara, kal 105 mm Howitzer, kal 40 mm L/70 dan L/60, kal 57 mm Bofors, serta kal 30 mm 7/30 dan 6/30) sebanyak 52.700 butir, Torpedo Kapal Selam 1 paket, Rudal SAM Kapal MRLF 6 unit, Rudal Rudal C-705
C-802 4 unit,
6 unit, Rudal Yakhont 2 unit, dan Rudal Mica VLS
6 unit. Untuk pemeliharaan dan perawatan Alutsista dan sarana prasarana pendukungnya akan terus dikembangkan dalam rangka meningkatkan kemampuan operasional. Sedangkan pembangunan organisasi meliputi pembentukan Steral, Koarmada, Armada II/ Tengah, 1 Pasmar, 1 Wing Udara dan 1 Satlinlamil. (Secara terinci periksa Sublampiran 3).
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 63
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
6.2.4. TNI AU Pembangunan MEF tahap II dilaksanakan dengan berpedoman pada strategi pembangunan MEF yang meliputi rematerialisasi menuju pemenuhan 100% TOP/DSPP satuan TNI AU secara bertahap, pemenuhan sarana prasarana dan validasi organisasi. Melaksanakan revitalisasi melalui peningkatan strata satuan/penebalan satuan/ materiil setingkat diatasnya yang disesuaikan dengan perkembangan ancaman di wilayah. Melakukan relokasi melalui pembangunan/ pengembangan/pengalihan satuan, personel dan materiil dari satu wilayah ke wilayah yang diproyeksikan pada trouble spot untuk mampu memberikan deterrence effect dan merespon setiap ancaman. Melaksanakan pengadaan melalui pembangunan/ pembentukan organisasi TNI AU dalam rangka memenuhi kebutuhan pembangunan satuan baru, organisasi, personel serta Alutsista sesuai skala prioritas dan mendesak di wilayah perbatasan serta daerah rawan, guna mendukung pembangunan MEF TNI agar mampu mewujudkan efek tangkal yang tinggi, berupa Alutsista berbagai jenis seperti pesawat udara, radar dan rudal, beserta sarana prasarana pendukung lainnya. Pembangunan MEF Tahap II diantaranya meliputi pengadaan pesawat pengganti F-5 12 unit, Pesawat NC-212i 9 unit, Pesawat CN-295 Special Mission 1 unit, Pesawat Angkut Berat 4 unit, Pesawat
111 64
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
G-120 TP (Grob) 6 unit, Pesawat KT-1B 10 unit, Pesawat Multi Purpose Amphibious 4 unit, Helikopter Angkut Berat 6 unit, Helikopter Angkut VVIP 2 unit, Radar GCI 4 unit, PSU 3 Satbak, PTTA/UAV 4 unit, Bom (P-250 dan P-100) 2.000 unit, Rudal Jarak Sedang 1 Satbak, kelengkapan Radar 16 set dan senjata Pesawat T-50i 12 set, serta modernisasi Pesawat C-130 H/HS 8 unit. Untuk pemeliharaan dan perawatan Alutsista danpendukungnya terus dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan. Sedangkan pembangunan organisasi meliputi pembentukan Sterau, Koopsau III, Kodiklatau, Disopslatau, 7 Satrad, peningkatan status 3 Lanud tipe B menjadi tipe A (Sim, Smo, Mna), 8 Lanud tipe C menjadi tipe B (Pda, Plg, Rni, Lwi, Trk, Mre, Rba dan Tpi), peningkatan menjadi Lanud tipe C (Batam, Wamena, Selaru/Saumlaki, Putu Sibau dan Liku), Pembentukan 6 Sathar (Sathar 24, 34, 43, 54, 55 dan 65), pembentukan Depohar 80 dengan 3 Sathan, perubahan nomenklatur Wing Paskhas menjadi Grup Komando Paskhas, Denmatra I menjadi Densus Alpha, Denmatra II menjadi Densus Charlie, Satuan Bravo 90 menjadi Resimen Khusus Bravo, Den 901/Intel menjadi Densus 901, Den 902/Aksus menjadi Densus 902, Densus 903/Bansus menjadi Densus 903, pembentukan 2 Resimen Hanud, 4 Denhanud dan 4 Denrudal, 1 Resimen Khusus Bravo, Perubahan nama Satdik Purrat menjadi Sepurrat, Satdik Hanud menjadi Sehanud, Satdik Matra
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 65
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
menjadi Seterpa, Satdik Khusus menjadi Seopssus. (Secara terinci periksa Sublampiran 4).
6.3. Pembangunan MEF TNI Tahap III Tahun 2020-2024 Pembangunan MEF TNI Tahap III adalah tahap akhir pembangunan MEF secara keseluruhan merupakan kelanjutan dan kesinambungan dari pelaksanaan pembangunan MEF Tahap II yang belum selesai dengan tetap difokuskan kepada peningkatan kekuatan dan kemampuan melalui modernisasi Alutsista, pemeliharaan dan perawatan serta pengembangan organisasi dan sarana prasarana yang disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis. Pencapaian pembangunan pada tahap akhir ini diharapkan kepada pencapaian kekuatan dan kemampuan yang melampaui MEF.
6.3.1. Mabes TNI a.
Pengadaan kebutuhan alat peralatan dalam rangka mendukung kegiatan operasi TNI bersifat Trimatra Terpadu meliputi: Rantis dan Ransus, Alpalsus, senjata dan munisi, Alkom, peralatan deteksi,
peralatan
Jihandak,
Siskomsat, Alpernika, Aloptik, isyarat/Sandi
Manuvra
peralatan PUO
intelijen,
dan
K4IPP,
peralatan bantu
Imager. Pengadaan kebutuhan alat
kesehatan dalam rangka mendukung kegiatan operasi TNI bersifat Trimatra Terpadu. b.
Terpenuhinya kekuatan Matkomlek dan Matpernika baik untuk
Siskom,
Sislek
dan Sispernika strategis yang
meliputi:
Alkomlek
Siskomsat
TNI,
Pam
Kodam
VVIP
Paspampres, Passus, Alpernika
111 66
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
Alkom dan
Alkom
Alkom TNI,
Pamtas, Alat
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Elektronika Deteksi, Simulator Sislek dan Pernika, Alkom Kodalops. c.
Terwujudnya peningkatan kemampuan bidang Komlek yang meliputi: TNI
meningkatkan
prosentase
baik untuk serangan
kemampuan
elektronika
perlindungan elektronika (electronic
(electronic
Pernika attack ),
protection) maupun
dukungan Pernika (electronic warfare support ) dalam rangka mendukung tugas-tugas TNI. d.
Terselenggaranya gelar Komlek strategis TNI yang meliputi: Gelar Siskom Pamtas Darat RI dengan negara tetangga, gelar Siskom Pam ALKI, gelar Siskom Kodalops, gelar Siskom Pam VVIP, gelar Sislek dan Pernika TNI.
6.3.2
TNI AD Pembangunan MEF TNI AD pada Tahap III dapat dijabarkan
sebagai berikut: a.
Pengembangan organisasi dilakukan dengan validasi dan likuidasi satuan yang tergelar serta pembentukan satuan baru dan penambahan satuan di sejumlah Balakpus, jajaran Kostrad, Kopassus dan Kodam.
b.
Pembangunan kekuatan personel berpedoman pada kebijakan zero growth, sehingga hanya diarahkan untuk pengisian kekurangan akibat adanya proses pemisahan dan alih golongan.
c.
Pengembangan materiil Alutsista dan Non Alutsista diarahkan untuk modernisasi melalui rematerialisasi terhadap Alutsista yang ada saat ini dan pengadaan baru dengan rincian sebagai berikut: Pemenuhan Materiil diantaranya meliputi senjata ringan dan senjata berat sebanyak 36.976 pucuk, Meriam, Roket, Rudal sebanyak 52 unit, Ranpur, Rantis/ Ranmin/Ransus sebanyak 585 unit, Alangair dan Alperbekud, Bekal, Pesawat Terbang sebanyak 104 unit, Materiil Zeni, Alhub, Matsus Intel, Munisi, Optik, Altop, Materiil Kopassus,
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 67
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
dan Alkes; Rematerialisasi satuan pada tingkat Batalyon dan Kompi; serta pengembangan fasilitas, yang diarahkan untuk melanjutkan pembangunan pangkalan satuan baru yang belum terpenuhi pada Renstra sebelumnya, melaksanakan pembangunan pangkalan satuan baru sesuai pentahapan pembangunan
yang
direncanakan
serta
melaksanakan
pemeliharaan bangunan perkantoran, perumahan dinas dan fasilitas lainnya dalam rangka mendukung kesiapan satuan dan memperpanjang usia pakai.
6.3.3 TNI AL Pembangunan MEF TNI AL Tahap III tetap difokuskan kepada peningkatan kemampuan dan pembangunan Alutsista, pengembangan organisasi dengan melanjutkan pembangunan Armada dan Pasmar pada Tahap II dan kebutuhan organisasi pendukung lainnya disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis. Pembangunan kekuatan TNI AL Tahap III berorientasi pada Trimatra Terpadu. a.
Pembinaan/Pembangunan
Kemampuan, meliputi
Intelijen,
Pertahanan, Keamanan, Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla), dan Dukungan. Pembinaan
intelijen
untuk
mempertahankan
hasil
peningkatan kemampuan pada Tahap II, yaitu kemampuan pengamatan dan penyelidikan aspek laut, spionase, sabotase
111 68
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
dan teror serta kualitas SDM personel intelijen. Pembinaan
Pertahanan
untuk
mempertahankan
kemampuan yang telah dicapai pada Tahap II yaitu, kemampuan peperangan permukaan, bawah permukaan, ranjau dan pernika, kemampuan peperangan ambi dan pertahanan pantai serta kemampuan peperangan khusus dalam menghadapi peperangan asimetris, kemampuan Anglamil. Pembinaan
Keamanan
untuk
mempertahankan
kemampuan yang telah dicapai pada Tahap II yang meliputi, kemampuan
penegakan
hukum
di
laut,
kemampuan
pengamanan lalu lintas laut, kemampuan untuk membantu pelaksanaan operasi militer selain perang serta bantuan kepada Polri dan otoritas sipil, kemampuan anti perompakan dan tindak kriminal di laut serta kegiatan ilegal lainnya di laut. Pembinaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla) untuk mempertahankan kemampuan yang telah dicapai pada Tahap II dalam hal pembinaan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan di bidang maritim, dengan sasaran meningkatkan kegiatan pemberdayaan dan pembinaan wilayah pertahanan negara matra laut baik secara kualitas maupun kuantitas.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 69
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Pembinaan
Dukungan
untuk
mempertahankan
kemampuan yang telah dicapai pada Tahap II, yaitu kemampuan Surta
Hidro-Oseanogra,
kemampuan
dukungan
logistik
operasi, kemampuan pembinaan K4IPP, kemampuan lembaga pendidikan,
kemampuan
penelitian
dan
pengembangan,
kemampuan dalam mendukung operasi kemanusiaan dan bantuan akibat bencana alam (Humanitarian Assistance and Disaster Relief ). b.
Pembinaan Organisasi difokuskan kepada pembinaan sistem dan metode dalam rangka kelengkapan piranti lunak organisasi.
c.
Pembinaan Personel untuk pemenuhan pengawakan organisasi dan Alutsista TNI AL.
d.
Pembinaan Materiil/Alutsista dilakukan dengan pengadaan KRI sebanyak 65 unit (termasuk Kapal Selam 1 unit), pesawat udara sebanyak 36 unit, Ranpur/Almar Marinir sebanyak 232 unit, serta penghapusan KRI sebanyak 54, Pesawat udara 18 unit dan Ranpur/Almar 129 unit, pembangunan/peningkatkan kemampuan pangkalan sebanyak 11 buah.
6.3.4
TNI AU Pembangunan MEF TNI AU pada Tahap III melanjutkan
pembangunan yang difokuskan pada Doktrin, Organisasi, Sumber Daya Manusia dan Kekuatan, sebagai berikut: a.
Sasaran bidang doktrin adalah terlaksananya revisi Doktrin TNI AU Swa Bhuwana Paksa, penyempurnaan buku petunjuk induk tentang
pengamanan/operasi/personel/logistik/pereriksaan;
serta Penyempurnaan buku-buku petunjuk pelaksanaan, teknis maupun protap di seluruh jajaran TNI AU. b.
Sasaran
bidang
organisasi
terwujudnya organisasi yang
efektif dan esien untuk pelaksanaan tugas TNI AU melalui penyesuaian organisasi jajaran TNI AU. c.
Sasaran bidang sumber daya manusia adalah terpenuhinya jumlah prajurit dan PNS.
111 70
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
d.
Sasaran bidang kekuatan meliputi: 1)
Skadron Udara yang memiliki 8 skadron udara tempur dengan penggantian pesawat F-5 dan penggantian pesawat Hawk 109/209; Memiliki 4 skadron udara angkut; Memiliki 2 skadron udara VIP/VVIP; Memiliki 1 skadron udara Intai strategis dan taktis; memiliki 4 skadron udara helikopter; Memiliki 2 skadron latih; dan pengadaan pesawat berkemampuan khusus seperti jet tanker, multipurpose amphibious, dan AEW/C baru yang akan dititipkan di skadron udara yang tipenya sejenis.
2)
Satuan radar yang memiliki 32 Satrad.
3)
Rudal jarak sedang yang memiliki 4 Detasemen Rudal dengan alutsista 72 missiles launcher rudal jarak sedang untuk sistem persenjataan Hanud terminal.
4)
Penangkis Serangan Udara yang memiliki 9 Detasemen Hanud dengan
kekuatan
alutsista 64 pucuk PSU jarak pendek untuk
melengkapi
sistem persenjataan Hanud. 5)
Korpaskhas
yang
memiliki
Grup
3
(membawahi 9 Yonko, 1 Densus Alfa, dan 1 Densus Charlie), 2 Menhanud (membawahi 8 Denhanud dan 4 Denrudal), 1 Mensusbravo (membawahi 3 Densus), 1 Pusdiklat (membawahi 4 Sekolah). 6)
Pangkalan TNI AU yang memiliki 12 Lanud Tipe A dan 20 Lanud Tipe B, 14 Lanud Tipe C, 19 Detasemen dan 40 Pos TNI AU.
7)
Memiliki 8 Depohar yang terdiri atas 33 Sathar.
8)
Memiliki 9 Skatek.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 71
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
6.4
Proyeksi Pembangunan MEF Proyeksi pembangunan MEF yang diselenggarakan dalam tiga tahap dapat digambarkan melalui hasil capaian pembangunan yang diharapkan. Proyeksi ini hanya didasarkan atas data kekuatan Alutsista TNI yang ada sampai berakhirnya Pembangunan MEF Tahap I dan asumsi capaian sesuai target Pembangunan Tahap II dan Tahap III.
6.4.1
Proyeksi Pembangunan MEF Pada Akhir Tahun 2024
Proyeksi Pembangunan MEF TNI untuk aspek Alutsista pada akhir tahun 2024 dapat digambarkan sebagai berikut: Grafk Kuantitas Capaian Alutsista TNI Sebelum MEF dan MEF Tahap I serta Proyeksi Capaian MEF Tahap II dan III
111 72
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Grafk kuantitas capaian pembangunan Alutsista TNI pada tiap tahapan MEF
6.4.2
Proyeksi Pembangunan MEF Dihadapkan dengan Postur Ideal TNI
Proyeksi Pembangunan MEF Dihadapkan dengan Postur Ideal TNI dapat digambarkan sebagai berikut:
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 73
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Rincian aspek kuantitas pembangunan Alutsista TNI hingga akhir tahapan MEF dihadapkan dengan kuantitas Alutsista yang diproyeksikan sebagai Postur Ideal TNI
Pengembangan Alutsista pada Pembangunan MEF TNI AD
111 74
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
TAHAPAN PEMBANGUNAN MEF TNI
Pengembangan Alutsista pada Pembangunan MEF TNI AL
Pengembangan Alutsista pada Pembangunan MEF TNI AU
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 75
Bab 7 ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
7.1. Umum Sebagai upaya mewujudkan pembangunan Postur TNI secara utuh, maka kebijakan pembangunan MEF TNI ini perlu didukung dengan kebijakan pembangunan pada aspek lain. Kebijakan pembangunan pada aspek pendukung tersebut tentunya terpisah dari penganggaran pembangunan MEF TNI. Namun secara spesik pembangunan aspek pendukung tersebut harus dipenuhi untuk mampu mendorong terwujudnya pembangunan MEF secara menyeluruh. Aspek pendukung MEF meliputi industri pertahanan, profesionalisme prajurit, dan kesejahteraan kesejahteraan personel.
7.2. Industri Pertahanan 7.2.1. Pembangunan Industri Pertahanan Industri pertahanan ditetapkan oleh pemerintah dalam rangka menghasilkan Alutsista dan Alpalhankam maupun jasa pemeliharaan untuk memenuhi kebutuhan strategis di bidang pertahanan dan keamanan. Pemerintah telah mencanangkan kebangkitan industri pertahanan,
dengan
mengembangkan
pembangunan
industri
pertahanan yang selaras dengan pembangunan ekonomi dan pertahanan. Kebijakan tersebut menjadikan bidang pertahanan sebagai pendukung utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional ((growth ), dan diharapkan nantinya growth economic support ), terdapat ruang bagi pengembangan dan inovasi teknologi untuk
111 76
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
kepentingan nasional. Hal penting yang
menjadi
merealisasikan dan
atensi
dalam
pemberdayaan
pemberdayaan
industri
pertahanan dalam negeri yaitu: pertama,
pentingnya
kerja
sama lintas sektoral dalam pemenuhan
kebutuhan
pertahanan; aspek
kedua,
manajerial
Indhan (BUMN/BUMS) dapat dikelola dengan baik; ketiga pemenuhan kebutuhan dan
anggaran
kemampuan
SDM
yang memadai; keempat , ketersediaan sarana dan prasarana yang menunjang kelancaran pembangunan. Pembangunan industri pertahanan merupakan bagian terpadu
dari
perencanaan
strategis dalam pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan
pertahanan
negara. Ketersediaan Alutsista dan Alpalhankam selama ini belum sepenuhnya didukung industri
pertahanan
secara
optimal, sehingga masih ada ketergantungan
terhadap
produk Alutsista dan Alpalhankam dari luar negeri. Untuk mewujudkan ketersediaan Alutsista dan Alpalhankam secara
mandiri
yang
didukung
oleh
kemampuan
industri
pertahanan, diperlukan pengelolaan manajemen yang visioner dengan memperhatikan tata kelola pemerintahan yang baik. Hal ini
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 77
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
harus didukung dengan adanya ketentuan peraturan perundangundangan yang memadai sehingga bisa mendorong dan memajukan pertumbuhan
industri
pertahanan
yang
mampu
mewujudkan
kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan Alpalhankam. Penyelenggaraan
pembangunan
industri
pertahanan
bertujuan untuk mewujudkan industri pertahanan yang terintegrasi dan inovatif, mewujudkan kemandirian pemenuhan Alutsista dan Alpalhankam, serta meningkatkan kemampuan produksi dan jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan yang andal.
Sedangkan fungsinya adalah
untuk memperkuat industri pertahanan, mengembangkan teknologi industri pertahanan yang bermanfaat bagi pertahanan, keamanan, dan kepentingan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, kemandirian sistem pertahanan dan keamanan Negara, serta membangun SDM yang tangguh untuk mendukung pengembangan dan pendayagunaan industri pertahanan.
7.2.2. Metode Pengembangan Industri Pertahanan Kemandirian industri pertahanan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan industri nasional yang ditopang oleh industri pertahanan yang memiliki karakteristik teknologi tinggi, akurasi yang tinggi dan diikuti dengan berkembangnya industri pendukung atau industri nasional lainnya. Oleh karena itu pembangunan industri pertahanan harus dilaksanakan secara terpadu termasuk dalam hal penguasaan teknologi,
guna
memantapkan
proses industrialisasi dalam arti seluas-luasnya. Upaya
dalam
mengem-
bangkan industri pertahanan, dilaksanakan melalui langkah-langkah antara lain: Penguatan regulasi, pemanfaatan pengadaan Alutsista dan Alpalhankam dari luar negeri, kerja sama
111 78
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
luar negeri di bidang industri pertahanan, pemetaan industri pertahanan dan teknologi pertahanan dengan tetap mempertahanan kesinambungan pembangunan industri pertahanan. a.
Penguatan Regulasi dan Pemanfaatan dari Pengadaan Alpalhankam dari Luar Negeri. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan menjadi payung hukum bagi Industri Pertahanan dan sekaligus membawa kepastian tentang visi, misi serta arah dari pengembangan Industri Pertahanan. Aturan Pelaksanaan sebagai produk turunan dari UU Nomor 16/2012 telah disusun dan disyahkan baik berupa PP ataupun Perpres. Penguatan regulasi akan terus diupayakan sehingga tercapai kemandirian Industri Pertahanan. Jika industri pertahanan belum mampu memproduksi Alpalhankam sesuai kebutuhan, maka dapat dipenuhi melalui pengadaan dari luar negeri dengan persyaratan adanya imbal dagang, kandungan lokal atau ofset.
b.
Kerjasama Luar Negeri di Bidang Industri Pertahanan. Kerjasama dengan negara atau Industri pemilik teknologi dapat berupa pembuatan Alutsista bersama (Joint Production), pengembangan bersama Alutsista baru (Joint Development ), atau mendirikan usaha bersama di Indonesia ( Joint Venture). Upaya ini harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh agar pemilik teknologi memiliki kepercayaan kepada Indhan dalam negeri layak untuk mendapatkan alih teknologi. Dalam rangka membangun kemampuan pertahanan secara mandiri serta mengembangkan penguasaan di bidang Industri
Pertahanan,
Pemerintah
menetapkan
program
kebijakan yang memberikan arah dan sasaran strategis dalam penguasaan teknologi di bidang pertahanan. Program strategis ini meliputi pengembangan Jet Tempur KF-X/IF-X, pembangunan Kapal Selam, pembangunan Industri Propelan, pengembangan
Roket
Nasional,
pengembangan
Rudal
Nasional, pengembangan Radar Nasional dan pengembangan Tank Sedang, serta produk strategis lainnya.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 79
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
c.
Pemetaan Industri dan Teknologi serta Kesinambungan Pembangunan Industri Pertahanan. Pembinaan dan pengembangan industri pertahanan sangat erat kaitannya dengan perkembangan teknologi. Hubungan industri tidak hanya dilakukan secara vertikal yang meliputi industri pemadu utama (lead integrator ), industri komponen utama, industri komponen dan industri bahan baku, tetapi juga membangun hubungan horizontal dari suatu rumpun teknologi yang meliputi pendukung daya gerak yang terbagi dalam Platform Matra Darat, Platform Matra Laut, Platform Matra Udara. Penguasaan teknologi digunakan pengukuran melalui tingkat penguasaan teknologi atau Technology Readiness Level (TRL) yang meliputi komponen antara lain: kemampuan desain dan rancang bangun, kemampuan menterjemahkan desain menjadi lini produksi, kemampuan sarana prasarana teknologi, kemampuan pendidikan dan ketrampilan SDM, keberadaan sertikasi dan standardisasi, kemampuan perawatan dan pemeliharaan. Dalam pembangunan
rangka industri
mempertahankan pertahanan
kesinambungan
diperlukan
upaya-
upaya dengan mempertahankan komitmen dan konsistensi penggunaan produk Indhan,
meningkatkan daya saing,
membangun kerjasama dengan Multinational Company (MNC), dan menciptakan Alutsista baru sebagai upaya pemerintah dalam mendorong inovasi industri pertahanan.
7.2.3 Pemenuhan Kebutuhan Alutsista TNI Melalui Industri Pertahanan Dalam rangka sinkronisasi dan harmonisasi antara pemenuhan kebutuhan Alutsista dan pengembangan industri pertahanan, telah ditetapkan penyeimbangan tahapan pembangunannya dalam rangka saling mengisi dan saling memperkuat satu sama lain, sebagai berikut:
111 80
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
a.
Pembangunan MEF Tahap I yang menjadi tahapan awal pembangunan
Alutsista,
diiringi
dengan
pembangunan
industri pertahanan yang mencanangkan era Kebangkitan Industri Pertahanan dengan berorientasi pada penetapan program, stabilisasi dan optimalisasi industri pertahanan, penyiapan regulasi industri pertahanan, serta penyiapan new future products. b.
Pembangunan MEF Tahap II yang menjadi tahapan lanjutan pembangunan Alutsista mengarah pada postur, diiringi dengan pembangunan industri pertahanan yang difokuskan untuk mendukung MEF, peningkatan kemampuan kerjasama produksi, dan new product development ;
c.
Pembangunan MEF Tahap III yang menjadi tahapan transisi pembangunan Alutsista menuju postur ideal, diiringi dengan pembangunan industri pertahanan yang difokuskan untuk mendukung postur ideal, industry growth (produk jangka menengah), dan peningkatan kerja sama internasional ( new product development-advance technology ).
d.
Pembangunan postur ideal setelah MEF tercapai, diiringi dengan pembangunan industri pertahanan yang mengarah pada kemandirian industri pertahanan yang signikan, kemampuan
berkolaborasi
secara
internasional,
dan
pengembangan yang sustainable.
7.3. Profesionalisme Prajurit Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI secara jelas menetapkan bahwa salah satu jati diri TNI adalah tentara profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratikasi. Yang dimaksud dengan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 81
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
tentara profesional adalah tentara yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas. Untuk itu, tentara perlu dilatih dalam menggunakan senjata dan peralatan militer lainnya dengan baik, dilatih manuver taktik secara baik, dididik dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik, serta dipersenjatai dan dilengkapi dengan baik. Kriteria profesionalisme yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh prajurit TNI adalah terlatih, terdidik, dan diperlengkapi dengan baik. Ketiga persyaratan tersebut perlu dicapai seiring dengan upaya pemenuhan kebutuhan Alutsista, pemeliharaan dan perawatan, serta organisasi dan sarana prasarana dalam rangka mencapai keberhasilan pembangunan MEF. Terlatih berarti mahir, terampil dan tangkas dalam menjalankan tugas yang diperoleh melalui berbagai latihan dan penugasan. Terdidik berarti ahli dan menguasai bidang pekerjaannya, yang diperoleh dari berbagai macam pendidikan, baik pendidikan pengembangan umum maupun pendidikan spesialisasi. Sedangkan diperlengkapi dengan baik mempersyaratkan bahwa
111 82
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
untuk menunjang profesionalisme perlu didukung pemenuhan kebutuhan perlengkapan yang memadai, baik secara perorangan maupun satuan pada tingkatan yang terendah hingga yang tertinggi.
7.4. Kesejahteraan Kesejahteraan
sebagai
salah
satu
aspek
pendukung
pembangunan MEF dapat diartikan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial prajurit TNI agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan dirinya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara optimal. Kesejahteraan diarahkan untuk dapat mendukung pencapaian MEF, yang meliputi peningkatan penghasilan, pemenuhan kebutuhan perumahan, serta layanan kesehatan dan pendidikan anak. Terjaminnya kesejahteraan prajurit TNI diharapkan dapat mendorong tercapainya sasaran pembangunan MEF secara menyeluruh. Memperhatikan tugas pokok dan fungsi TNI sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan ada,
setiap
harus
rela
jiwa
dan
prajurit
yang TNI
mengorbankan raganya
dalam
setiap pelaksanaan tugasnya dengan kepentingan
mengutamakan bangsa
dan
negara daripada kepentingan pribadi bahkan keluarganya. Sebagai bentuk kompensasi terhadap pengorbanan prajurit TNI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu, pemerintah berkewajiban untuk memberikan dan memperhatikan kesejahteraan prajurit TNI beserta keluarganya. Oleh karena itu dalam pembangunan postur TNI melalui kebijakan pembangunan MEF tidak bisa mengesampingkan pembangunan kesejahteraan prajurit TNI.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 83
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
a.
Peningkatan Penghasilan Berbagai komponen terkait dengan penghasilan prajurit TNI, antara lain gaji, uang lauk pauk, tunjangan kinerja, tunjangan anak dan istri, tunjangan pendidikan anak, kenaikan pangkat dan karir, dana kesehatan, perumahan dan sebagainya. Namun saat ini kesejahteraan prajurit TNI dianggap masih belum memenuhi standar yang memadai sehingga masih perlu untuk terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan negara.
b.
Pemenuhan Perumahan Perumahan
merupakan
fasilitas
yang
prajurit
disediakan
bagi
TNI
PNS
beserta
dan
keluarganya,
untuk memberikan jaminan kepada
prajurit
dalam
melaksanakan tugas. Saat ini jumlah perumahan bagi setiap
prajurit
TNI
dan
PNS telah disediakan oleh negara
sangat
sehingga
perlu
terbatas, adanya
pengembangan fasilitas perumahan dalam rangka mendukung kebutuhan pelaksanaan tugas. c.
Layanan Kesehatan dan Pendidikan Anak Layanan kesehatan dan pendidikan anak merupakan salah satu faktor pendukung kesejahteraan prajurit TNI dan keluarganya dalam melaksanakan tugas
pokoknya.
Upaya untuk menjaga hal
tersebut
didukung
harus oleh
pelayanan kesehatan
111 84
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
ASPEK PENDUKUNG MEF TNI
yang berkualitas, jaminan pendidikan anak, serta pembekalan pengetahuan tentang masalah kesehatan dan pendidikan anak. Untuk itu diperlukan upaya terpadu pada semua bidangbidang terkait, sehingga tercipta visi, pola pikir dan pola tindak yang sinergis dalam pelaksanaan dukungan kesejahteraan. d.
Jaminan Hari Tua Jaminan hari tua dikembangkan antara lain melalui pembenahan sistem pensiun dan layanan memasuki purna bakti.
Sistem pensiun dibenahi untuk menjamin kepastian
ketenangan hidup bagi prajurit beserta keluarganya, memasuki masa purna bakti, sebagai bentuk penghargaan negara atas dedikasi dan pengabdiannya selama berdinas aktif. Sistem pensiun perlu dikelola dengan baik sehingga merupakan suatu langkah positif dalam memperbaiki taraf hidup prajurit, dengan menyediakan berbagai bentuk kompensasi untuk mengeliminir potongan-potongan penghasilan yang diterima selam dinas aktif. Perhitungan pensiun sebaiknya dihitung berdasarkan penghasilan terakhir yang diterima, dan bukan didasarkan atas perhitungan gaji pokok. Sasaran
yang
ingin
dicapai
dalam
pemenuhan
kesejahteraan prajurit dan keluarganya adalah meningkatnya penghasilan yang layak bagi segenap prajurit, tersedianya kebutuhan yang
perumahan
layak
dalam
mendukung
tugas
prajurit TNI, peningkatan layanan kesehatan dan pemenuhan anak,
pendidikan
serta
jaminan
hari tua yang layak bagi para prajurit yang telah memasuki
masa
purna
bakti.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 85
Bab 8 ANGGARAN PEMBANGUNAN MEF TNI 8.1. Umum Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertahanan RI Nomor 8 Tahun 2015 tanggal 9 Juli 2015 tentang Rencana Strategis Kemhan dan TNI Tahun 2015-2019 dijelaskan bahwa indikasi pendanaan belanja prioritas Kemhan dan TNI Tahun 2015-2019 direncanakan sebesar Rp 418.408.2 M (diluar gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, uang makan, dan operasional perkantoran) yang dituangkan dalam matriks kinerja dan pendanaan, selanjutnya digunakan untuk mendanai program dan kegiatan prioritas, termasuk Quickwins/Program lanjutan serta tugas dan fungsi Kemhan dan TNI. Belanja aparatur (belanja gaji, tunjangan yang melekat pada gaji, uang makan, dan operasional perkantoran) akan ditambahkan dalam perencanaan tahunan sesuai dengan kebijakan belanja aparatur dan rencana kebutuhan masingmasing Unit Organisasi Kemhan dan TNI. Untuk mewujudkan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, selanjutnya dijabarkan dalam program Kemhan dan TNI yang terdiri dari 9 program generik dan 18 program teknis dengan kerangka kebutuhan pendanaan yang bersumber dari Rupiah Murni (RM), Pinjaman Dalam Negeri (PDN) dan Pinjaman Luar Negeri (PLN/ KE).
Sesuai dengan sifat dari program yang akan dilaksanakan,
pendanaan rupiah murni merupakan sumber pendanaan yang umum, pinjaman luar negeri hanya diperuntukkan bagi pengadaan Alutsista TNI yang masih akan diadakan dari luar negeri, sedangkan pendanaan dalam negeri, diutamakan dalam rangka meningkatkan upaya pemberdayaan industri pertahanan.
111 86
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
ANGGARAN PEMBANGUNAN MEF TNI
8.2. Alokasi Anggaran Pembangunan MEF TNI Tahap II Tahun 2015-2019 Secara
rinci
relokasi
anggaran
untuk
mendukung
pembangunan MEF TNI Tahap II dapat dijabarkan sebagai berikut: Kebutuhan Anggaran MEF TNI Tahap II Tahun 2015-2019 (dalam Milyar) NO
KEBUTUHAN ANGGARAN
JENIS KEGIATAN
TOTAL 2015
2016
2017
2018
2019
33.133,6 61.255,4
65.097,9
75.790,0
59.118,7
292.954,8
11.140,3
11.953,7
12.863,4
52.883,1
8.490,1
6.562,2
10.894,1
37.325,3
1
ALUTSISTA
2
HARWAT
6.699,2 10.226,5
3
ORGANISASI & SARPRAS
3.581,5
JUMLAH
43.414,4
7.797,4
79.279,3 84.728,4
94.306,0
82.876,1
383.163,2
8.3. Rencana Anggaran Pembangunan MEF Tahap III Tahun 2020-2024 Untuk rencana kebutuhan anggaran pembangunan MEF Tahap III akan diadakan penghitungan sesuai hasil evaluasi dan kajian strategis dari penyelenggaraan pembangunan MEF Tahap II, serta menyesuaikan dengan kebijakan penganggaran dari pemerintah.
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 87
Bab 9 PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
9.1. Umum Penyelenggaraan pembangunan MEF TNI yang dilaksanakan secara berkelanjutan mulai Tahap I sampai dengan Tahap III memerlukan
konsistensi
dan
kontinuitas
penyelenggaraan
sesuai rencana strategis yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu penyelenggaraan pembangunan MEF TNI memerlukan adanya pengawasan dan pengendalian yang optimal, baik secara internal maupun eksternal, dalam lingkup pengawasan dan pengendalian yang terencana dalam memantau pembangunan MEF.
9.2. Fungsi Pengawasan dan Pengendalian Pengawasan
dan
pengendalian secara intensif oleh Tim Monitoring melalui mekanisme
pelaporan
yang
dilaksanakan secara periodik sesuai ketentuan. Pengawasan dan
pengendalian
yang
dilakukan oleh Tim Monitoring dengan
melibatkan
semua
pemangku kepentingan untuk memperoleh
pengelolaan
pengawasan dan pengendalian
88
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
yang optimal sesuai dengan fungsinya. Untuk lebih mengoptimalkan penyelenggaraan pembangunan MEF TNI, maka fungsi pengawasan dan pengendalian diarahkan kepada kepada: a.
Terciptanya
esiensi
dan
efektivitas
penyelenggaraan
pembangunan MEF TNI. b.
Terwujudnya transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pembangunan MEF TNI.
c.
Terwujudnya koordinasi yang baik antar semua pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pembangunan MEF TNI mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan operasional.
d.
Terwujudnya penerapan pola pengawasan dan pengendalian melalui, pre audit, current audit dan post audit .
9.3. Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pembangunan MEF dilaksanakan secara internal oleh satuan kerja struktural instansi terkait yang membidangi tugas pengawasan
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
111 89
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
dan pengendalian, serta
secara eksternal dilaksanakan oleh Tim
Monitoring yang dibentuk secara adhoc berdasarkan kebijakan bersama (collegial policy ) antar semua pemangku kepentingan. Tim Monitoring memiliki tugas melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan pembangunan MEF TNI, baik pada tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaan.
Tim
Monitoring pembangunan MEF TNI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berada dibawah koordinasi Inspektorat Jenderal Kemhan selaku pengemban fungsi pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri. Melalui
Tim
Monitoring
diharapkan
pengawasan
dan
pengendalian pembangunan MEF dapat dilaksanakan secara optimal melalui kegiatan audit, review, evaluasi, dan pemantauan secara terfokus dan komprehensif. Dengan demikian penyelenggaraan pembangunan MEF TNI akan dapat terarah dan mampu mencapai sasaran sesuai yang telah ditetapkan, serta hasil evaluasinya dapat dijadikan referensi yang akuntabel dan transparan bagi kepentingan pertanggungjawaban program kerja dan anggaran pembangunan MEF TNI.
90
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TN I
PENUTUP
Bab 10 PENUTUP
10.1. Pernyataan Risiko Kemungkinan risiko apabila tidak terpenuhi kebutuhan pemenuhan pembangunan MEF TNI ini, maka : a. Belum memiliki kemampuan penangkalan sebagai negara kepulauan dan negara maritim sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengamankan kepentingan nasional. b. Belum memiliki kemampuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dalam menghadapi potensi ancaman, misal: separatisme, maraknya kegiatan illegal fshing , pelanggaran perbatasan negara (pelanggaran lintas udara pesawat asing, penyanderaan di Papua dan sebagainya). c. Belum memiliki kemampuan dalam menjaga dan melindungi wilayah kedaulatan secara menyeluruh yang berpotensi mengancam keutuhan wilayah NKRI. d. Belum memiliki kemampuan dalam menjaga dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari berbagai ancaman nyata, misal: terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian kekayaan alam, wabah penyakit, serangan siber dan spionase, peredaran dan penyalahgunaan narkoba. e. Belum memiliki kemampuan untuk mendukung kebijakan pemerintah terkait PMD, misal: mengamankan Tol Laut, menjaga wilayah yurisdiksi nasional hingga ke ZEE melalui pengerahan Alutsista, memonitor Samudera Hindia dan Pasik, serta membangun infrastruktur pendukung PMD (darmaga, pelabuhan, dan sebagainya).
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 91
PENUTUP
10.2. Petunjuk Akhir Pertama, kebijakan pembangunan MEF TNI secara mendasar adalah untuk mewujudkan kepentingan mendesak pembangunan pertahanan negara dalam kerangka pembangunan postur ideal TNI, yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan strategis dan ancaman aktual yang harus dihadapi. Kedua, pentahapan pembangunan MEF TNI tetap berpedoman
pada strategi rematerialisasi, revitalisasi, relokasi dan pengadaan dengan pemenuhan aspek utama meliputi Alutsista, pemeliharaan dan perawatan (Harwat), serta organisasi dan sarana prasarana yang didukung oleh aspek lainnya, meliputi industri pertahanan, profesionalisme dan kesejahteraan prajurit, yang tertuang dalam program dan anggaran tahunan. Ketiga, kebijakan pembangunan MEF TNI ini, menjadi dokumen
negara bersifat
“Rahasia”
yang hanya boleh digunakan dan
dipedomani oleh kalangan tertentu yang membidangi perencanaan, kebijakan, strategi dan pengelolaan pertahanan negara.
111 92
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
PENUTUP
Keempat, apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan
dalam penulisan data yang tidak sesuai terkait dengan kebijakan pembangunan MEF TNI ini, maka akan diadakan perubahan seperlunya. Dengan terbitnya buku Kebijakan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/ MEF) TNI (Revisi) ini diharapkan dapat menjamin kesinambungan pembangunan guna memperkokoh kekuatan dan kemampuan TNI dalam rangka mendukung terselenggaranya pertahanan negara yang baik. Jakarta, 30 November 2015 MENTERI PERTAHANAN,
RYAMIZARD RYACUDU
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI
111 93
Pertahanan Negara bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman (pasal 4 UU No. 3/2002)
KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STRATEGI PERTAHANAN Jalan Medan Merdeka Barat No. 13-14, Jakarta
PENDAHULUAN
KEMENTERIAN PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL STRATEGI PERTAHANAN Jalan Medan Merdeka Barat No. 13-14, Jakarta
111
MINIMUM ESSENTIAL FORCE TNI