Pengantar Undang-Undang Cukai
BAHAN DIKLAT TEKNIS SUBTANTIF DASAR I
MODUL ( I – II )
MATERI UNDANG-UNDANG CUKAI
OLEH : SRIYONO, S.E., M.M. WIDYAISWARA MADYA PADA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2006
1
Pengantar Undang-Undang Cukai
DIKLAT TEHNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI II
MODUL I PENGANTAR UNDANG-UNDANG CUKAI
KETENTUAN UMUM, PENERIMAAN NEGARA, FASILITAS CUKAI DAN PERIZINAN DI BIDANG CUKAI
DISUSUN OLEH : DRS. ZAINAL ABIDIN M.M WIDYAISWARA WIDYAISWARA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA 2007
2
Pengantar Undang-Undang Cukai
KATA PENGANTAR Puji dan puja syukur kami panjatkan kehadirat
Allah SWT
yang telah
memberikan petunjukNya, sehingga sehingga Modul ini dapat kami selesaikan pada pada waktunya. Modul ini semoga dapat digunakan oleh Pusdiklat Bea dan Cukai dalam memenuhi kebutuhannya dalam proses belajar mengajar, terutama bagi Peserta pendidikan dan pelatihan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan ajar. Modul ini disusun berdasarkan materi yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai. dari Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun Modul dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, sehingga Modul ini dapat disajikan kepada Saudara-saudara sekalian. Kami menyadari akan keterbatasan sarana dan bahan dalam penyusunan Modul ini, oleh karena itu kami harapkan masukkan untuk penyempurnaannya dari Saudara-saudara Saudara-saudara sekalian.
Jakarta, Oktober 2007 Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai
( Drs. Endang Tata )
DAFTAR ISI
3
Pengantar Undang-Undang Cukai
Halaman Kata Pengantar...................................................................................................... 1 Daftar Isi............................................................................................................... 2 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 4 1.2. Deskripsi Singkat.................................................................................. 4 1.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)...................................................... 5 1.4. Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK)…………………………………. 6 2. Kegiatan Belajar (KB) 1 : GAMBARAN UMUM TENTANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................ 9 2.2. Latihan.................................................................................................14 2.3. Rangkuman..........................................................................................15 3. Kegiatan Belajar (KB) 2 : KETENTUAN UMUM DI BIDANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................16 2.2. Latihan.................................................................................................18 2.3. Rangkuman..........................................................................................18 4. Kegiatan Belajar (KB) 3 : PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................20 2.2. Latihan.................................................................................................27 2.3. Rangkuman..........................................................................................27 5. Kegiatan Belajar (KB) 4 : FASILITAS DI BIDANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................29 2.2. Latihan.................................................................................................34 2.3. Rangkuman..........................................................................................35
4
Pengantar Undang-Undang Cukai
6. Kegiatan Belajar (KB) 5 : PERIZINAN DI BIDANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................36 2.2. Latihan.................................................................................................39 2.3. Rangkuman..........................................................................................40 7. Tes Formatif ................................................................................................40 8. Kunci Jawaban Tes Formatif ....................................................................48 9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ..............................................................48 10. Daftar Pustaka............................................................................................48
5
Pengantar Undang-Undang Cukai
PENGANTAR UNDANG-UNDANG CUKAI 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam melaksanakan tugasnya, didasari pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sebagai Perubahan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dimana kedua undangundang tersebut merupakan dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan tugas fungsionalnya dalam pemungutan pajak negara dalam bentuk Bea Masuk dan Cukai. Oleh karena itulah para peserta Diklat Tehnis Substantif Dasar I, walaupun hanya pada tingkat dasar, mereka diberikan materi pelajaran mengenai Pengantar Undang-Undang Cukai.
1.2. Deskripsi Singkat
Mata pelajaran cukai ini dirancang untuk pegawai atau calon pegawai Bea dan Cukai sebagai bekal dalam melaksanakan tugas kedinasan. Hal itu dimaksudkan agar memperlancar tugas pekerjaan Saudara sehari-hari. Selanjutnya untuk mempermudah mempelajari Modul I ini, Penulis susun dalam beberapa kegiatan belajar. Adapun kegiatan-kegiatan belajar tersebut, adalah mengenai : a. Gambaran umum tentang Cukai ; b. Ketentuan Umum dan Pengertian ; c. Penerimaan Negara dari Sektor Cukai ; d. Fasilitas Cukai ; e. Perizinan di Bidang Cukai. Sedangkan kegiatan belajar selanjutnya, dapat dipelajari pada Modul II berikutnya.
6
Pengantar Undang-Undang Cukai
Pembabakan dalam pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1
10 Ketentuan Pidana dan Penyidikan
9 Sanksi, Keberatan dan Banding
8 Wewenang Pejabat Bea dan Cukai
5 Perizinan di Bidang Cukai
6 Sistem Pengawasan Barang dan Cukai
3 Penerimaan Negara dari Sektor Cukai
7 Ketentuan dan Larangan
4 Fasilitas Cukai
2 Ketentuan Umum dan Pengertian
1 Gambaran Umum tentang Cukai
1.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)
Dengan mempelajari materi pelajaran ini, Peserta Diklat dapat memahami secara umum mengenai maksud dan tujuan pemungutan cukai.
7
Pengantar Undang-Undang Cukai
1.4. Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK)
Relevansi dan Manfaat Mata Pelajaran Cukai : Keputusan Menteri Keuangan No. 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001 menyatakan bahwa : Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelenggarakan fungsi antara lain : a. Penyiapan perumusan kebijaksanaan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itulah Saudara sebagai pegawai Bea dan Cukai, sangatlah penting bagi Saudara untuk mempelajari dan memahami tentang perundang-undangan cukai, karena hal ini sangatlah bermanfaat dalam pelaksanaan tugas Saudara sehari-hari. Pengetahuan cukai yang Saudara pelajari ini baru berada pada tahap awal dan Saudara diharapkan dapat mengembangkannya lebih lanjut di kemudian hari. Namun perlu Penulis kemukakan disini, bahwa ada 2 pasal di dalam UndangUndang Nomor 39 Tahun 2007 yang penting, yang semula tidak ada di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yaitu mengenai adanya : 1. Pasal 64 A, Pasal 64 B, Pasal 64 C, Pasal 64 D dan Pasal 64 E dari Bab XIII A tentang Pembinaan Pegawai, yang mengatur mengenai :
1) Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terikat pada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas, dalam hal bila terjadi pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan diselesaikan oleh komisi kode etik.
2) Selanjutnya bila pejabat Bea dan Cukai dalam menghitung atau menetapkan cukai tidak sesuai dengan undang-undang Cukaii, sehingga menyebabkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat Bea dan Cukai tersebut dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Begitu juga bila terdapat indikasi tindak pidana di bidang cukai yang menyangkut pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka Menteri dapat menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan pemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan.
8
Pengantar Undang-Undang Cukai
4) Sebaliknya bila ada orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran di bidang cukai berhak memperoleh premi. Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50 % (lima puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil lelang barang hasil pelanggaran di bidang cukai. Sedangkan barang hasil tangkapan merupakan barang yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh dilelang, besarnya nilai barang sebagai dasar perhitungan premi ditetapkan oleh Menteri.
5) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan insentif atas dasar pencapaian kinerja di bidang cukai yang diberikan melalui APBN.
2. Disamping itu di dalam Pasal 66 mengatur pula tentang :
Adanya pembagian hasil penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia, yang dibagikan melalui Gubernur kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen). Tujuan bagi hasil ini
adalah untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal. Selanjutnya alokasi dana bagi hasil
cukai hasil tembakau diatas, ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun berjalan. Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi penerimaan cukai hasil tembakaunya, dengan komposisi 30% (tiga puluh persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh persen)
untuk
kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga puluh persen) untuk kabupaten/kota lainnya.
Selanjutnya Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal tersebut, yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. Apabila hasil pemantauan dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di
9
Pengantar Undang-Undang Cukai
bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau dimaksud diatas, mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan akan ditindaklanjutinya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
2. Kegiatan Belajar (KB) 1
10
Pengantar Undang-Undang Cukai
GAMBARAN UMUM TENTANG CUKAI 2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Para peserta Diklat yang baik,
Kita semua patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 yang merupakan Perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai pada tanggal 15 Agustsus 2007. Dibuatnya undang-undang cukai Nomor 11 Tahun 1995, dilatarbelakangi oleh perundang-undangan cukai yang lama warisan pemerintah Hindia Belanda, yang terdiri dari 5 Ordonansi Cukai yang pengeterapannya pada saat itu, dirasakan tidak adil. Disamping itu juga dikarenakan ke lima Ordonansi Cukai tersebut bersifat : a. Diskriminatif b. Tidak memenuhi tuntutan pembangunan c. Tidak dapat memenuhi perannya sebagai alat pembaharuan sosial Kemudian untuk menciptakan peraturan perundang-undangan cukai yang bersifat Nasional, disusunlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995, namun undang-undang inipun dirubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, karena undang-undang dimaksud sudah dirasakan tidak sesuai lagi dengan kondisi dan perkembangan yang terjadi dewasa ini. Dalam kegiatan belajar ini pada Modul I ini, Saudara maupun Pembaca akan mendapatkan sajian tentang gambaran umum tentang cukai, yang meliputi antara lain : 1. Arti Cukai ; 2. Jenis Barang Kena Cukai ; 3. Sumbangan Cukai dalam APBN ; 4. Fasilitas di Bidang Cukai ; 5. Pengawasan di Bidang Cukai ; 6. Sanksi di Bidang Cukai
11
Pengantar Undang-Undang Cukai
Ad. 1. Arti Cukai : Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang
tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU ini. Berdasarkan pasal 2 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 tentang Cukai, maka yang dimaksud dengan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik , mengandung arti :
a. konsumsinya perlu dikendalikan ; b. peredarannya perlu diawasi; c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup ; atau
d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.
Barang-barang sebagaimana dimaksud diatas dinyatakan sebagai barang kena cukai. Ad. 2. Jenis Barang Kena Cukai (BKC) :
Dalam benak Saudara mungkin timbul pertanyaan jenis barang apa saja yang termasuk ke dalam golongan BKC itu ?. Ternyata menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Jo. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, dinyatakan bahwa yang termasuk Barang Kena Cukai (BKC) adalah sebagai berikut : •
Etil Alkohol atau Etanol,
dengan tidak mengindahkan bahan yang
digunakan dan proses pembuatannya , berupa : Barang cair, jernih dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi. •
Minuman yang Mengandung dengan
tidak
mengindahkan
Etil bahan
Alkohol,dalam kadar berapapun, yang
digunakan
dan
proses
pembuatannya, termasuk Konsentrat yang mengandung Etil Alkohol, yaitu Semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky dan yang sejenis.
12
Pengantar Undang-Undang Cukai
•
Konsentrat yang mengadung Etil Alkohol adalah : Bahan yang mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.
•
Sigaret adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. (Sigaret Kretek, Sigaret Putih dan Sigaret Kelembak Kemenyan).
•
Sigaret Kretek adalah : Sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya.
•
Sigaret Putih adalah : Sigaret yang dalam pembutannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak atau kemenyan.
•
Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan Mesin adalah : Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin.
•
Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan cara lain daripada Mesin adalah Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
•
Cerutu adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya .
•
Rokok Daun adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun Nipah,daun Jagung (Klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
13
Pengantar Undang-Undang Cukai
•
Tembakau Iris adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
•
Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan tehnologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
Ad. 3. Sumbangan Cukai pada APBN
Walaupun jenis BKC yang ditetapkan hanya tiga jenis barang saja. Namun Saudara mungkin belum mengetahui bahwa sumbangan penerimaan negara dari sektor cukai jauh lebih besar bila dibanding dari sektor bea masuk pada APBN. B. Contoh :
TA 2004 penerimaan negara dari sektor cukai ditargetkan sebesar Rp. 28,4 triliun, sedangkan penerimaan bea masuk hanya sebesar Rp. 11,8 triliun saja ; TA 2005 penerimaan negara dari sektor cukai ditargetkan sebesar Rp. 32,2 triliun, sedangkan penerimaan bea masuk hanya sebesar Rp. 16,9 triliun saja ; TA 2006 penerimaan negara dari sektor cukai ditargetkan sebesar Rp. 38,5 triliun. Ad. 4. Fasilitas Cukai
Apakah Saudara dapat membayangkan bahwa BKC baik yang berasal dari Dalam Negeri, maupun yang berasal dari Impor, yang produksinya perlu dibatasi serta pemakaiannya perlu diawasi, masih perlu diberikan fasilitas atau kemudahan tertentu ?. Ternyata berkaitan dengan pemungutan cukai Pemerintah memberikan berbagai fasilitas yang dapat dinikmati oleh para pengusaha di bidang cukai. Berkaitan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini Penulis akan kemukakan berbagai fasilitas dibidang cukai, yaitu sebagai berikut : a) Tidak dipungut cukai ; b) Pembebasan cukai ;
14
Pengantar Undang-Undang Cukai
c) Pembayaran secara berkala atas pemesanan pita cukai ; d) Penundaan Pembayaran Cukai. Ad. a. Tidak dipungut cukai atas BKC dimaksud disini, adalah : 1. Keringanan yang diberikan kepada masyarakat di beberapa daerah tertentu yang membuat BKC secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian bagi mereka. Namun fasilitas ini dapat diberikan sepanjang
persyaratan yang ditentukan dapat dipenuhi oleh yang bersangkutan dan dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan serta BKC tersebut masih berada dalam pengawasan Bea dan Cukai. 2. BKC yang diangkut terus, berarti : diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean, tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. Sedangkan diangkut lanjut, berarti : diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu. 3. Begitu juga atas BKC yang dimasukkan untuk ditimbun ke dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan yang berasal dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan lainnya atau yang berasal dari Impor, tidak dipungut cukai, karena pemungutan atau pelunasan cukainya baru dilakukan pada saat dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan terakhir. 4. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong, karena cukainya akan dikenakan terhadap barang hasil akhir yang juga merupakan BKC (mis. Etil Alkohol yang digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan MMEA). Ad. b. Pembebasan cukai atas BKC dimaksud disini adalah : Fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang sepanjang peruntukkannya dapat mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri yang menggunakan BKC sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan BKC , baik untuk tujuan ekspor maupun untuk pemasaran dalam negeri (mis. Etil Alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk pembuatan Etil Asetat, Asam Asetat, Obat-obatan dlsb). Ad. d.
Penundaan pembayaran cukai dimaksud disini adalah kemudahan
pembayaran yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dalam bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga. Namun dalam
15
Pengantar Undang-Undang Cukai
pemberian kemudahan ini, Pengusaha Pabrik atau Importir diwajibkan untuk mempertaruhkan jaminan berupa garansi bank atau customs bond ataupun corporate
sesuai
guarantee,
dengan
tingkat
kepatuhan
Pengusaha
bersangkutan. Ad. 5. Pengawasan di Bidang Cukai
Saudara mungkin bertanya-tanya, apakah yang dimaksud dengan pengawasan itu ?. Penulis dapat mengemukakan disini bahwa yang dimaksud dengan pengawasan ádalah segala kegiatan untuk mengawasi agar segala ketentuan atau peraturan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Adapun pengawasan itu dibagai dua yaitu : a. Pengawasan Administrasi , contohnya kewajiban membuat pembukuan. b. Pengawasan Phisik , contohnya pencacahan atas BKC tertentu, yaitu EA dan MMEA. Ad. 6. Sanksi di Bidang Cukai
Penulis yakin bahwa Saudara sependapat dengan Penulis, bahwa tidak semua orang patuh pada peraturan yang berlaku. Maka untuk menegakkan ketentuan dari suatu peraturan, perlu diadakan sanksi. Sanksi di bidang cukai sama dengan sanksi di bidang kepabeanan, yaitu terdiri atas dua j enis, yaitu : a. Sanksi Administrasi, Contoh : Sanksi atas penyalahgunaan Fasilitas Cukai, berupa denda administrasi, maksimum 10 X nilai cukai, dan minimum 2 X nilai cukai yang seharusnya dibayar. b. Sanksi Pidana, Contoh
:
Sanksi
yang
dikenakan
kepada
Pengusaha
BKC
yang
membuat/menggunakan buku atau dokumen palsu atau dipalsukan, berupa Sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp. 150 juta.
2.2. Latihan 1
1. Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai selain melaksanakan tugas sesuai
fungsinya juga mempunyai tugas menyelenggarakan fungsi-fungsi lainnya Sebutkan fungsi-fungsi tersebut !.
16
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Sebutkan dasar pelaksanaaan tugas DJBC terutama dibidang cukai, dan jelaskan apa yang melatar belakangi tugas tersebut !. 3. Jelaskan definisi dari cukai dan apa saja jenis barang yang dikenakan cukai ?. 4. Dalam ketentuan tentang cukai, terdapat fasilitas cukai, coba jelaskan fasilitas cukai tersebut? 5. Jelaskan tentang pengawasan dan sanksi dibidang cukai ?
2.3. Rangkuman
Secara ringkas kegiatan belajar ini membahas hal-hal yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 1. Latar belakang dibuatnya UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 adalah untuk mengganti ordonansi cukai yang lama yang dirasakan sudah ketinggalan jaman. 2. Cukai berarti pungutan negara terhadap barang-barang tertentu yang produksi dan pemakaiannya perlu diawasi dan dibatasi. 3. Jenis BKC saat ini ditetapkan ada tiga jenis, yaitu : a) E.A atau Etanol. b) M.M.E.A c) H.T. 4. Penerimaan negara dari sektor cukai ternyata cukup besar, bila dibandingkan dengan penerimaan negara dari sector bea masuk 5. Dalam pelaksanaan pemungutan cukai, Pemerintah memberikan fasilitas yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 6. Pengawasan dan sanksi perlu diatur secara jelas dan tegas.
17
Pengantar Undang-Undang Cukai
3. Kegiatan Belajar (KB) 2
KETENTUAN UMUM DI BIDANG CUKAI 3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Para Peserta Diklat yang baik !
Mungkin Saudara bertanya-tanya, apa maksud daripada kegiatan belajar 2 ini?. Penulis perlu jelaskan disini, bahwa setiap peraturan perundangundangan haruslah dibuat ketentuan atau aturan yang bersifat umum agar mempermudah bagi pembaca untuk memahaminya. Disamping itu perlu diberikan pengertian yang jelas terhadap hal-hal yang dianggap perlu agar tidak menimbulkan salah pengertian ataupun beda penafsiran.
Sekarang tibalah saatnya Saudara mengetahui secara rinci tentang : 1. Ketentuan Umum di Bidang Cukai.
Ketentuan ini memberikan hal-hal yang bersifat Umum sebelum kita mempelajari batang tubuhnya UU Nomor 11/1995 Jo UU Nomor 39/2007 tentang Cukai, yang diantaranya mengenai : a) Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan ; b) Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undangundang, merupakan penerimaan negara guna dengan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa ; c) Oleh karena itu dalam upaya untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan, serta menggali potensi penerimaan cukai yang optimal, perlu dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam UU Nomor 11/1995, menjadi UU Nomor 39/2007 tentang Cukai ;
18
Pengantar Undang-Undang Cukai
d) Lingkup perubahan sebagaimana tersebut diatas, meliputi : 1. Penegasan batasan obyek cukai ; 2. Tarif cukai paling tinggi ; 3. Pencetakan pita cukai ; 4. Peningkatan pelayanan dan optimalisasi penerimaan ; 5. Pengawasan dan peningkatan kepatuhan ; 6. Pemberatan sanksi di bidang cukai ; 7. Pembinaan pegawai dalam rangka kesetaraan ; 8. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau ; 9. Lain-lain. Dari uraian tersebut dapat diberikan beberapa contoh, yaitu sebagai berikut : •
Pengenaan cukai tidak boleh berdasarkan pertimbangan subyektif pejabat atau didasarkan pada kepentingan pribadi ;
•
Administrasi cukai tidak boleh terlalu menyulitkan dunia usaha ;
•
Tuntutan pembangunan menghendaki tiap tahun perlu adanya kenaikan penerimaan negara dari sektor cukai.
2. Pengertian
Setelah Saudara mempelajari ketentuan yang bersifat umum, maka tibalah saatnya Saudara memahami tentang beberapa pengertian, dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lengkap antara satu dengan yang lainnya, sehingga sejak awal telah dihindari kesalah pahaman penafsiran. Adapun beberapa pengertian yang terutama Saudara harus ketahui adalah mengenai : e) Pabrik : adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman dan lapangan yang
merupakan
bagian
daripadanya,
yang
dipergunakan
untuk
menghasilkan Barang Kena Cukai (BKC) dan/atau untuk mengemas BKC dalam kemasan untuk penjualan eceran. Contoh :
Pabrik Rokok Djarum di Kudus dan Pabrik Bir Bintang di
Tangerang. f) Tempat Penyimpanan : adalah tempat, bangunan dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik yang dipergunakan untuk menyimpan
19
Pengantar Undang-Undang Cukai
BKC berupa Etil Alkohol yang masih terutang cukainya dengan tujuan untuk disalurkan, dijual atau diekspor. Contoh : Tempat Penyimpanan Cokvan di Jakarta. g) Tempat Penjualan Eceran : adalah tempat untuk menjual secara eceran BKC kepada konsumen terakhir. Contoh : Warung penjual rokok, bir atau minuman mengandung etil alkohol lainnya. h) Dokumen cukai : adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan undang-undang cukai, baik dalam bentuk formulir ataupun media elektronik. Contoh : CK.1 adalah dokumen untuk memesan pita cukai hasil tembakau. i) Daerah Pabean : adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku UU Kepabeanan. Penjelasan : hal ini penting Saudara ketahui karena pada prinsipnya UU Cukai berlaku didalam Daerah Pabean.
3.2. Latihan
1. Undang-Undang Cukai adalah peraturan yang menjadi dasar dari kegiatan dibidang cukai. Sebutkan prinsip-prinsip yang diterapkan pada undang-undang cukai dimaksud ! 2. Jelaskan pengertian dari Pabrik ; Tempat Penyimpanan ; dan Tempat Penjualan Eceran! 3. Jelaskan pengertian Daerah Pabean dan apa kaitan cukai dengan daerah pabean tersebut ?.
3.3. Rangkuman
Apa yang Saudara pelajari pada kegiatan belajar 2 ini, dapat penulis rangkum sebagai berikut :
20
Pengantar Undang-Undang Cukai
1. Ketentuan umum dan pengertian yang penulis sajikan akan mempermudah pemahaman atas UU Cukai dengan tujuan untuk menghindari kesalahpenafsiran. 2. Mambayar cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan. 3. Sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan. 4. UU Cukai ini memperhatikan prinsip keadilan, pemberian insentif, pembatasan, netral, kelayakan administrasi, peningkatan penerimaan negara dan pengawasan. 5. Memberikan pengertian yang jelas tentang Pabrik dan Tempat Penyimpanan. 6. Ada korelasi yang jelas antara UU Cukai dengan Daerah Pabean.
21
Pengantar Undang-Undang Cukai
4. Kegiatan Belajar (KB) 3
PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR CUKAI 4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Para Peserta Diklat yang baik !
Sebagaimana Saudara ketahui bahwa peranan uang dalam kehidupan bernegara sangatlah penting. Menurut mantan Menteri Keuangan Mari’e Muhammad, bahwa fungsi uang dalam bernegara bagaikan fungsi darah pada tubuh manusia. Pada dasarnya cukai adalah pajak tidak langsung, dalam hal mana beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, karena sesungguhnya Cukai dimaksud merupakan pajak konsumsi yang mengandung arti bahwa beban pajaknya dipikul oleh konsumen terakhir. Untuk mengetahui seberapa penting peranan Cukai dalam penerimaan negara (APBN), marilah kita simak perkembangan APBN dalam beberapa tahun anggaran (T.A.) yang terakhir ini. Adapun data tersebut dapat Penulis sajikan sebagai berikut : TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN BEA MASUK DAN CUKAI TAHUN ANGGARAN 2001 S/D 2005 (dalam milyar rupiah) No
• •
1.
TH ANGGARAN 2001
BEA MASUK TARGET-REALISASI 9,827.6 9,025.8
CUKAI TARGET- REALISASI 17,621.9 17,394.1
TOTAL
%
26,419.9
27,71
2.
2002
11,839.2
10,399.1
22,469.1
23,341.4
33,740.6
10,38
3.
2003
11,332.6
10,847.3
26,114.2
26,396.4
37,243.7
11,74
4.
2004
11,837.6
12,444.0
28,441.9
29,172.5
41,616.5
15,76
5.
2005 *
16,590.5
14,920.6
32,244.8
33,256.2
48,176.8
Data th .2005 s/d 7 Desember 2005 Sumber : Direktorat PPKC KP DJBC
22
Pengantar Undang-Undang Cukai
Sebagaimana Saudara telah membaca pada kegiatan belajar sebelumnya, Penulis telah menjelaskan tentang 3 jenis BKC. Sedangkan penambahan jenis BKC guna kepentingan penerimaan negara ataupun kepentingan lainnya, diatur lebih lanjut dengan cara ketika Pemerintah membahas mengenai masalah anggaran dengan DPR. 1. Pemungutan Cukai
Agar pelaksanaan pemungutan cukai berjalan secara efektif dan efisien, maka diperlukan dua unsure, yaitu : tarif cukai dan harga dasar. a) Tarif Cukai
Ada dua macam tarif cukai yang berkaitan dengan kedua hal tersebut diatas, yaitu : 1) Tarif spesifik, adalah : Jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan/ ukuran BKC.
Cukai = Tarif Cukai x JSB BKC Tarif Cukai = Rp. ………/satuan BKC
B. Contoh : a). Contoh : Tarif cukai Etil Alkohol = Rp. 2.500,-/liter.
Jadi 10.000 liter E.A. Cukainya adalah : Rp. 2.500,- x 10.000 = Rp. 25.000.000,b) Contoh : Tarif cukai MMEA berkadar 1 % = Rp. 1.300,-/liter. Jadi bila MMEA sebanyak 1.000 karton berisi 48 botol @ botol 250 ml/cc, maka cukainya : 1.000 x 48 x 250/1000 x Rp. 1.300,- = Rp. 15.600.000,2. Tarif advalorem, adalah : Besaran tarif berdasarkan prosentase dari harga dasar.
Cukai = Tarif Cukai x HJE x JSB BKC Harga dasar pada saat ini berdasarkan Harga Jual Eceran (HJE) per kemasan BKC.
23
Pengantar Undang-Undang Cukai
Contoh :
Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebanyak 10.000 bungkus
isi 12 batang perbungkus, HJE Rp. 6.000,- dengan tarif cukai 40 % maka cukainya adalah : 40% x Rp. 6.000,- x 10.000 = Rp. 24.000.000,b) Harga Dasar
Walaupun berdasarkan UU Cukai disebutkan bahwa harga dasar cukai ditetapkan berdasarkan Harga Jual Pabrik (HJP) dan Harga Jual Eceran (HJE). Namun dalam prakteknya harga dasar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan HJE. Harga Dasar (HJE) yang diajukan oleh Pengusaha BKC kemudian disetujui /ditetapkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai. Pengajuan HJE Hasil Tembakau (HT) dirinci dalam formulir yang diseragamkan, yaitu CK-21A untuk HT dalam negeri dan CK-21B untuk HT Impor. 2. Jenis Penerimaan
Jenis penerimaan negara dari sektor cukai adalah sebagai berikut : a. Cukai ; b. PPN Hasil Tembakau ; c. Denda Administrasi ; d. Uang Pengganti (ongkos cetak pita cukai). 3. Terutang Cukai, Pelunasan Cukai, Penagihan dan Pengembalian Cukai
Sebagaimana telah diketahui oleh Saudara bahwa didalam perundangundangan pajak adanya ketentuan mengenai saat pemungutan atas suatu objek pajak, begitu juga mengenai kapan utang pajak harus dilunasi. 1) Terutang Cukai
Perundang-undangan cukai kita sebagaimana diatur dalam UU Nomor 11/1995 Jo UU Nomor 39/2007, menyatakan bahwa : •
Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, saat pemungutan cukai atau saat terutang cukainya, yaitu pada saat selesai dibuat menjadi BKC ;
24
Pengantar Undang-Undang Cukai
•
Sedangkan untuk BKC yang diimpor, saat pemungutan cukai atau saat terutang cukainya, yaitu pada saat pemasukannya ke dalam Daerah Pebean Indonesia.
2) Pelunasan Cukai
Pelunasan cukai diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007, yaitu sebagai berikut : 1. Cukai atas BKC yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ; 2. Cukai atas BKC yang diimpor, dilunasi pada saat BKC diimpor untuk dipakai. Bagaimanakah cara pelunasan dimaksud dilaksanakan ? Cara pelunasan cukai tersebut diatur di dalam pasal 7 ayat (3) UU Nomor 39/2007 dengan tiga cara, yaitu : a. Pembayaran (untuk Etil Alkohol dan MMEA buatan dalam negeri) ; b. Pelekatan pita cukai (untuk Hasil Tembakau (HT) dan MMEA impor) ; c. Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya. Ad. a. Pelunasan cukai dengan cara pembayaran dibuktikan dengan dokumen cukai yang dipersyaratkan. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembayaran cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
Sedangkan untuk barang kena cukai yang di impor , pembayaran cukainya dilakukan pada saat barang kena cukai di impor untuk dipakai. Ad. b. Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik . Sedangkan untuk barang kena cukai yang di impor , pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena cukai tersebut di impor untuk dipakai. Pelekatan pita cukai tersebut dapat
dilakukan di tempat penimbunan sementara (TPS) di Kawasan Pabean, tempat penimbunan berikat (TPB), atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri.
25
Pengantar Undang-Undang Cukai
Ad. c. Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pelunasan cukai lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain : barcode dan hologram. Untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik . Sedangkan untuk barang kena cukai yang di impor , pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai tersebut di impor untuk dipakai. Pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara (TPS) di kawasan pabean, tempat penimbunan berikat (TPB), atau di tempat pembuatan barang kena cukai di luar negeri. 3) Penagihan
Sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007, dinyatakan bahwa penagihan dilakukan atas : 1. Utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya ; 2. Kekurangan cukai ; dan/atau 3. Sanksi administrasi berupa denda Yang dimaksud dengan “utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya”, antara lain adalah : a. utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya secara berkala atas BKC pada saat pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan, tidak dibayar sampai dengan jangka waktu pembayaran berkala berakhir; dan
b. utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya mendapat penundaan pada saat BKC tersebut diimpor, tidak dibayar sampai dengan jatuh tempo penundaan berakhir.
Utang cukai, kekurangan cukai dan sanksi administrasi berupa denda tersebut wajib dibayar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan. Yang dimaksud dengan ”kekurangan cukai”, antara lain:
a. kekurangan
cukai
akibat
kesalahan
hitung
dalam
dokumen
pemberitahuan atau pemesanan pita cukai; dan
26
Pengantar Undang-Undang Cukai
b. kekurangan cukai akibat hasil pencacahan. Sedangkan yang dimaksud dengan ”tanggal diterima” adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar lainnya. Dalam hal surat tagihan dikirim secara langsung, yang dirujuk adalah tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang melebihi jangka waktu (30 hari), dikenai bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari nilai utang cukai, kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dibayar. Dalam hal tertentu, atas permintaan pengusaha pabrik, Direktur Jenderal dapat memberikan kemudahan untuk mengangsur pembayaran tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan. Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud diatas dan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) jumlahnya dibulatkan dalam ribuan rupiah.
Namun dengan dikeluarkannya UU No. 19/1997 dan disempurnakan dengan UU No. 19/2000 maka penagihan cukai mengikuti kedua UU tersebut. 4) Pengembalian
Sebagaimana Penulis kemukakan dimuka bahwa prinsip UU cukai antara lain keadilan dalam keseimbangan. Sehubungan hal tersebut maka berdasarkan pasal 12 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 UU, yaitu sebagai berikut : a. Terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan ; b. Barang kena cukai diekspor ; c. BKC yang diolah kembali ke pabrik atau dimusnahkan ; d. BKC mendapatkan pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ; e. Pita Cukai dikembalikan karena rusak atau tidak dipakai ; atau
27
Pengantar Undang-Undang Cukai
f.
Terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat keputusan Pengadilan Pajak.
Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan" adalah : kesalahan penghitungan dalam perkalian, pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga, atau kesalahan dalam pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang telah dibayar, dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat adanya kesalahan penghitungan tersebut.
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dibayar
cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian, sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup . Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor, dapat diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus dirusak sebelum diekspor. Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang diekspor yang telah dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya, hanya dapat diberikan kepada Pengusaha Pabrik.
Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai, jika belum dilekatkan pada barang kena
cukai, dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain karena : 1. adanya perubahan desain pita cukai ; 2. perubahan tarif cukai atau harga jual eceran ; 3. pita cukai rusak sebelum dilekatkan ; atau 4. Pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi.
Selanjutnya berkaitan dengan kelebihan pembayaran cukai, maka kelebihan tersebut dapat diketahui oleh Pejabat Bea dan Cukai dari hasil pemeriksaan dokumen atau atas permohonan yang bersangkutan. Setelah diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan surat ketetapan pengembalian, namun pengembalian
28
Pengantar Undang-Undang Cukai
inipun dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi oleh Pengusaha bersangkutan. Pengembalian cukai sebagaimana diatas, dilakukan paling lama 30 (tiga puluh)
hari
sejak
ditetapkannya
kelebihan
pembayaran.
Apabila
pengembalian cukai dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut diatas, maka Pemerintah memberikan bunga 2 % (dua persen) perbulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian. Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu) bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1 (satu) bulan penuh ; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan penuh.
Dalam pelaksanaannya secara teknis pengembalian diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan
4.2. Latihan 3
1. Dalam pemungutan cukai, maka faktor yang sangat penting adalah tarif cukai, oleh karena itu sebutkanlah jenis dari tarif cukai yang dikenal! ; 2. Perusahaan A memproduksi MMEA dengan kadar 1 % dalam satu hari mencapai 1500 liter. Dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran satu karton terdiri dari 15 botol @ 1,5 liter. Dengan tarif cukai sebesar Rp. 1.000,per liter berapakah cukai yang harus dibayar dalam satu bulan produksi ?. 3. Apa yang Saudara ketahui tentang Harga Dasar Cukai, Jelaskan !. 4. Sebutkan beberapa jenis penerimaan negara dari sektor cukai ? 5. Apa yang dimaksud dengan terutang cukai, pelunasan cukai, penagihan dan pengembalian cukai, Jelaskan!
4.2. Rangkuman
Peserta Diklat yang berbahagia !
29
Pengantar Undang-Undang Cukai
Untuk mempermudah pemahaman mengenai materi pelajaran ini, penulis merangkum dalam rangkuman berikut ini : 1. Fungsi uang dalam bernegara bagaikan fungsi darah dalam tubuh manusia. Apa yang dimaksud dengan kalimat tersebut, Jelaskan !. 2. Pada awalnya penerimaan negara dari sektor cukai lebih kecil bila dibandingkan dari sektor bea masuk, namun dalam lima tahun terakhir ini penerimaan dari sektor cukai jauh lebih besar, Jelaskan !. 3. Untuk bisa memungut cukai secara optimal dan adil, maka ditentukan jenis tarif cukai, besarnya tarif cukai dan harga dasar cukai, Jelaskan !. 4. Agar pelaksanaan pengumpulan penerimaan negara dari sektor cukai itu berlaku objektif dan adil, maka ada saat terutang cukai, pelunasan cukai, pengembalian dan penagihan cukai, Jelaskan !. 5. Pelaksanaan butir 4 tersebut diatas diatur oleh Menteri Keuangan, Jelaskan !.
30
Pengantar Undang-Undang Cukai
5. Kegiatan Belajar (KB) 4
FASILITAS DI BIDANG CUKAI 5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Para Peserta Diklat yang baik !
Di dalam butir 4 (b) mengenai uraian UMUM dari Penjelasan atas UndangUndang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dinyatakan bahwa materi undang-undang Cukai selain bertujuan membina dan mengatur, juga memperhatikan prinsip : pemberian intensif yang bermanfaat bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk fasilitas pembebasan cukai .
Walaupun pada kegiatan belajar 1 telah disinggung masalah fasilitas cukai ini, namun untuk mempermudah pemahaman atas fasilitas yang diberikan undangundang cukai tersebut, maka Penulis akan jelaskan lebih lanjut dengan katagori sebagai berikut :
1. Fasilitas Tidak Dipungut Cukai Sebagaimana diatur didalam pasal 4 ayat (1) bahwa : Pada dasarnya cukai dipungut atas barang kena cukai, baik yang dibuat di Indonesia maupun yang diimpor. Namun berdasarkan pasal 8 ayat (1) UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007, menetapkan tentang adanya Cukai Tidak Dipungut atas Barang Kena Cukai, berupa : 1). a. Tembakau Iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim
31
Pengantar Undang-Undang Cukai
dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu ; b. Minuman Mengandung Etil Alkohol hasil peragian atau penyulingan yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran ; Fasilitas ini diadakan dengan tujuan untuk memberikan keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian sehari-hari. 2). BKC yang diangkut terus dan diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean 3) BKC yang diekspor ; 4). BKC yang dimasukkan kedalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan ; 5). BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang yang hasil akhirnya merupakan barang kena cukai ; 6). BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik, Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai. Yang dimaksud dengan tidak dipungut cukai disini adalah : fasilitas berupa pemberian keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah tertentu yang membuat barang tersebut secara sederhana yang bagi mereka merupakan sumber mata pencaharian sehari-hari. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Selanjutnya secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1). Tembakau Iris yang berasal dari daun tembakau dalam negeri (Tembakau Iris Tradisional), harus memenuhi ketentuan berikut ini : (a). dalam pembuatannya tidak dicampur/ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri ataupun bahan lain yang lazim digunakan (saus, aroma atau air gula) ;
32
Pengantar Undang-Undang Cukai
(b). pada pengemasnya tidak dibubuhi/dilekati/dicantumkan cap, etiket, merk dagang ataupun tanda khusus lainnya. 2). MMEA yang dibuat secara sederhana oleh rakyat Indonesia (MMEA tradisional), harus memenuhi ketentuan : a). dibuat oleh rakyat Indonesia ; b). pembuatannya secara sederhana dengan peralatan yang sederhana dan lazim digunakan oleh rakyat Indonesia ; c). produksinya tidak melebihi 25 liter per hari ; dan d). tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran. Tembakau Iris dan MMEA tradisional sebagai barang kena cukai yang tidak dipungut cukainya, tidak wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat dan pengangkutannya tidak wajib dilindungi dokumen cukai. 3). Untuk BKC yang diangkut terus/diangkut lanjut, sebagaimana diatur didalam pasal 24 UU Nomor 10 tahun 1995 Jo. UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, dinyatakan bahwa terhadap barang yang diangkut terus ataupun diangkut lanjut, tidak dipungut Bea Masuk dan Pungutan Impor lainnya. BKC yang diekspor juga tidak dipungut cukainya dengan pertimbangan bahwa barang kena cukai dimaksud tidak dipakai di dalam Daerah Pabean Indonesia .
4). Untuk BKC yang dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, termasuk BKC yang tidak dipungut cukainya, karena : BKC yang dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, maka pemungutan cukai baru akan dilakukan ketika BKC tersebut akan dikelurkan dari Tempat Penyimpanan. Untuk BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong yang barang hasil akhirnya merupakan BKC , diatur sebagai berikut : a. BKC yang dimasukkan ke Pabrik yang berasal dari Pabrik lain atau Tempat Penyimpanan ; atau b. BKC yang dimasukkan ke Pabrik yang berasal dari TPS (asal Impor). 5). Untuk BKC yang sebelum dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai telah musnah atau rusak .
33
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Fasilitas Pembebasan Cukai Berdasarkan pasal 9 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 1995 Jo. UU Nomor 39 Tahun 2007, ditetapkan bahwa Pembebasan Cukai dapat diberikan atas Barang Kena Cukai, berupa : a. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan BKC ; b. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan ; c. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik ; d. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan atau Organisasi Internasional di Indonesia ; e. BKC yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan ; f. BKC yang digunakan untuk tujuan sosial ; g. BKC yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat (TPB). Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas BKC tertentu, yaitu : a) Etil Alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum ; b) Minuman Mengandung Etil Alkohol dan Hasil Tembakau yang dikonsumsikan oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah pabean. Yang dimaksud dengan pembebasan cukai disini adalah : fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang . Tujuan dari pemberian
fasilitas
ini
adalah
untuk
mendukung
pertumbuhan
atau
perkembangan industri yang menggunakan Barang Kena Cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan Barang Kena Cukai , baik untuk tujuan ekspor maupun
untuk pemasaran di dalam negeri, seperti Etil Alkohol yang digunakan sebagai bahan penolong untuk pembuatan obat-obatan. Namun Barang Kena Cukai yang diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud diatas, jumlahnya dibatasi sesuai dengan kebutuhan penggunaannya secara wajar.
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai
34
Pengantar Undang-Undang Cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
3. Fasilitas Pembayaran Cukai Secara Berkala Kalau kita membaca pasal 7 A ayat (1) UU Nomor 11 tahun 1995 Jo. UU Nomor 39 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa :
Pelunasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a, pembayarannya dapat diberikan secara berkala kepada Pengusaha Pabrik dalam jangka waktu
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai, tanpa dikenai bunga.
4. Fasilitas Penundaan Pembayaran Cukai
Demikian pula bila kita melihat pada pasal 7 A ayat (2) UU Nomor 11 tahun 1995 Jo. UU Nomor 39 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa : 1). Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada Pengusaha Pabrik dalam jangka waktu :
a. paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang pelaksanaan pelunasannya dengan cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b ; b. paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang kena cukai bagi yang pelaksanaan pelunasannya dengan cara
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c.
2). Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada Importir barang kena cukai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai bagi yang pelaksanaan pelunasannya dengan
cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b.
Yang dimaksud dengan “ penundaan” adalah kemudahan pembayaran yang diberikan
kepada
Pengusaha
Pabrik
atau
Importir
dalam
bentuk
penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.
35
Pengantar Undang-Undang Cukai
Yang dimaksud dengan “sejak tanggal pemesanan pita cukai” adalah tanggal pendaftaran dokumen pemesanan pita cukai. Untuk pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat butir (3) diatas Pengusaha Pabrik
wajib menyerahkan jaminan . Jaminan dapat
berupa jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan perusahaan (corporate guarantee).
Untuk mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada butir 4 (1) dan (2), Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai wajib menyerahkan Jaminan yang jenis dan besaran jaminannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri. Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan tingkat kepatuhan dari Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai selama mendapat penundaan. Misalnya, Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai yang tidak pernah melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat menyerahkan
jaminan
dalam
bentuk
jaminan
perusahaan
(corporate
guarantee). Pengusaha Pabrik yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran berkala sebagaimana dimaksud diatas yang tidak membayar cukai sampai dengan jangka waktu pembayaran secara berkala berakhir , wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang.
Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai yang mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada butir 4 (1) dan (2) yang tidak membayar cukai sampai dengan jatuh tempo penundaan, wajib membayar cukai yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang.
5.2. Latihan
1. Berdasarkan pasal 7 UU Nomor 39 tahun 2007 untuk barang kena cukai yang dibuat di Indonesia pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan, bagaimana halnya dengan BKC yang di impor ?, serta bagaimana pula cara pelunasannya ?. Jelaskan.
36
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Jelaskanlah apa bedanya antara tidak dipungut cukai dengan pembebasan cukai dan berikan contohnya ? 3. Apa yang dimaksud dengan penundaan pembayaran cukai dan berapa lama jangka waktu penundaan tersebut ?. Jelaskan. 4. Apa yang dimaksud dengan melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai?. Jelaskan. 5. Bagaimana cara merusak Etil Alkohol sehingga tidak baik untuk diminum ?.
5.3. Rangkuman
Modul ini mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan adanya fasilitas tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, pembayaran cukai secara berkala dan penundaan pembayaran cukai sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
Cukai. Fasilitas tidak dipungut cukai pada dasarnya diberikan terhadap barang, dalam hal ini barang kena cukai yang tidak dipakai di dalam Daerah Pabean. Sedangkan fasilitas pembebasan cukai diberikan berkaitan dengan tujuan Pemerintah untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan. Begitu juga fasilitas pembayaran cukai secara berkala dan penundaan pembayaran cukai, diberlakukan dengan tujuan untuk menunjang perekonomian nasional dan perlindungan terhadap industri di dalam negeri.
37
Pengantar Undang-Undang Cukai
6. Kegiatan Belajar (KB) 5
PERIZINAN DI BIDANG CUKAI 6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian Para Peserta Diklat yang baik !
Setelah Saudara mempelajari berbagai hal yang bersifat umum mengenai cukai, maka sampailah kita akan mempelajari ketentuan yang bersifat administratif yaitu mengenai Perizinan. Dalam pasal 14 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 mengatur tentang perijinan yang intinya, bahwa para Pengusaha yang menjalankan usahanya di bidang cukai, wajib memiliki ijin dari Menteri Keuangan. Mungkin timbul pertanyaan dibenak Saudara, siapa sajakah yang wajib memiliki ijin dimaksud ?. 1. Pengusaha yang wajib memiliki Izin
Ijin sebagaimana dimaksud diatas diberikan kepada : Setiap orang yang akan menjalankan kegiatannya sebagai : a. pengusaha pabrik ; b. pengusaha tempat penyimpanan ; c. importir barang kena cukai ; d. penyalur ; atau e. pengusaha tempat penjualan eceran, wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai dari Menteri Keuangan. 2. Bentuk Izin
1) Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Penyalur sebagaimana dimaksud pada butir (1) huruf d atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran sebagaimana dimaksud pada butir (1) huruf e berlaku untuk Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol.
38
Pengantar Undang-Undang Cukai
Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Penyalur atau Pengusaha Tempat Penjualan Eceran selain Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol sebagaimana dimaksud diatas, ditetapkan dengan
Peraturan Menteri. Importir barang kena cukai yang telah memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada butir (1) huruf c
dapat melaksanakan impor barang kena cukai. 2) Izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatas, diberikan kepada : •
orang yang berkedudukan di Indonesia ; atau
•
orang yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
3) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada butir (2) huruf a adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut, izin wajib diperbaharui. 3a) Izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) dapat dibekukan , dalam hal : a. adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai ;
b. adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi ; atau
c. pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya.
Yang dimaksud dengan “ dibekukan ” adalah tidak diperbolehkannya melakukan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara.
4) Izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) dapat dicabut, dalam hal : •
atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan ;
•
tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun ;
•
persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi ;
•
pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ;
39
Pengantar Undang-Undang Cukai
•
pemegang izin dinyatakan pailit ; tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ;
•
•
pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan undangundang ini ;
•
pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30 ; atau
•
Izin
berupa
Nomor
Pokok
Pengusaha
Barang
dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan
Kena
Cukai
dengan
orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatas, perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat dicabut .
Izin untuk Badan Hukum atau Orang Pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada butir (2) hanya diberikan
kepada badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lagi mewakili secara sah badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut. Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang bersifat administratif (huruf g). 5) Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatas dicabut, terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
5a) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c dimusnahkan. Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke tempat usaha importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.
40
Pengantar Undang-Undang Cukai
5b) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri .
6) Ketentuan mengenai pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak berlaku bagi Importir barang kena cukai, Penyalur, dan Pengusaha Tempat
Penjualan Eceran. 7) Setiap orang yang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa memiliki izin dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Yang dimaksud dengan "menjalankan kegiatan" adalah segala perbuatan yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan produksi, penyimpanan, impor, penyaluran, atau penjualan barang kena cukai.
Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran yang tidak mengakibatkan kerugian negara. 8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Perizinan ini adalah PP No. 25/1996, namun karena berbenturan dengan perundangundangan Deperindag, maka dikeluarkanlah PP No. 5/1997).
B. Contoh
Pabrik EA di Malang memproduksi Etil Alkohol sebanyak 1.500 liter setiap bulan, namun ketika diperiksa oleh Tim Operasi Pasar, ternyata Perusahaan tersebut belum memiliki NPPBKC. Oleh karena itu Tim membuat Berita Acara, dimana yang bersangkutan akan diproses lebih lanjut untuk disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dan kemungkinannya Perusahaan tersebut bisa dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
6.2. Latihan
41
Pengantar Undang-Undang Cukai
1. Menurut pasal 14 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 mengenai perijinan, siapakah yang bisa memperoleh ijin dan berupa apakah ijin tersebut ?. 2. Pengusaha yang bagaimana yang wajib memiliki ijin tersebut ? 3. Siapakah yang menerbitkan ijin tersebut ?.
6.3. Rangkuman
Para peserta Diklat yang baik!
Penjelasan panjang lebar sebagaimana diuraikan pada kegiatan belajar 5 diatas, dapat penulis rangkum sebagai berikut : 1. Perijinan kegiatan bersifat administratif 2. Yang diberikan ijin adalah : a. Badan Hukum berkedudukan di Indonesia b. Orang Pribadi berkedudukan di Indonesia 3. Perijinan sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007, dilaksanakan dalam bentuk NPPBKC. 4. Yang wajib memilik ijin adalah : a. Pengusaha Pabrik BKC ; b. Pengusaha Tempat Penyimpanan BKC ; c. Pengusaha T.P.E. BKC tertentu ; d. Importir BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai. 5. Bentuk form NPPBKC ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
7. Test Formatif
Pilihan Ganda
Pilih satu jawaban yang menurut Saudara paling tepat! 1. Undang-undang cukai dibuat dilatarbelakangi perundang-undangan cukai yang lama yang terdiri dari 5 Ordonansi dirasakan sudah ketinggalan jaman. Hal itu dikarenakan ke lima ordonansi cukai bersifat, kecuali : a. Diskriminatif
42
Pengantar Undang-Undang Cukai
b. Aspiratif dan Konsekuen c. Tidak memenuhi tuntutan pembangunan d. Tidak dapat memenuhi perannya sebagai alat pembaharuan sosial 2. Definisi dari Cukai adalah : a. Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU Cukai. b. Yang dimaksud dengan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik
yang
ditetapkan
adalah
barang-barang
yang
dalam
pemakaiannya antara lain perlu dibatasi atau diawasi. c. Pajak tidak langsung yang kewajiban pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain. d. Pernyataan a dan b benar. 3. Jenis barang yang termasuk Barang Kena Cukai (BKC) ditentukan dalam undang-undang, yaitu undang-undang : a. UU No. 10/1995 `Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang cukai b. UU No. 10/1995 Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang kepabeanan c. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang cukai d. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang kepabeanan 4. Barang Kena Cukai (BKC) adalah sebagai berikut, kecuali : a. Etil Alkohol (EA) dengan rumus kimia C2 H5 OH, b. Minuman mengandung etil alkohol (MMEA) c. Hasil Tembakau (HT) d. Minuman ringan berkarbonansi 5. Fasilitas dibidang cukai yaitu : a. Tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, penundaan pembayaran atas pemesanan pita cukai. b. Pembayaran cukai sementara. c. Pengembalian cukai d. Audit cukai. 6. Pengawasan di Bidang Cukai dibidang cukai adalah :
43
Pengantar Undang-Undang Cukai
a. Pengawasan Administrasi, contohnya kewajiban membuat pembukuan. b. Pengawasan Fisik, contohnya pencacahan atas BKC tertentu, yaitu EA dan MMEA. c. Pengawasan surveyland. d. Pernyataan a dan b benar. 7. Untuk menegakkan ketentuan dibidang cukai perlu diadakan sanksi. Sanksi di bidang cukai sama dengan sanksi di bidang pabean yaitu ada dua jenis sebagai berikut : a. Sanksi Administrasi, contohnya menyalahgunakan Fasilitas Cukai dikanai denda administrasi maksimum 10 X nilai cukai, minimum 2 X nilai cukai yang seharusnya dibayar. b. Sanksi Pidana, contohnya pengusaha BKC yang membuat/ menggunakan buku atau dokumen palsu dikenakan sanksi penjara maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp. 150 juta. c. Pernyataan a dan b benar. d. Pernyataan a dan b salah. 8. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang cukai memperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut, kecuali : a. Keadilan dalam keseimbangan b. Pemberian insentif bagi pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berprestasi. c. Pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat d. Netral dalam pemungutan cukai 9.
Tempat tertentu termasuk bangunan, halaman dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan Barang Kena Cukai (BKC) dan/atau untuk mengemas BKC dalam kemasan untuk penjualan eceran, adalah definisi dari : a. Pabrik b. Tempat Penyimpanan c. Tempat Penjualan Eceran d. Daerah Pabean
44
Pengantar Undang-Undang Cukai
10. Tempat, bangunan dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari pabrik yang dipergunakan untuk menyimpan BKC berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual atau diekspor, adalah definisi dari : a. Pabrik b. Tempat Penyimpanan c. Tempat Penjualan Eceran d. Daerah Pabean 11. Tempat untuk menjual secara eceran BKC kepada konsumen akhir, adalah definisi dari : a. Pabrik b. Tempat Penyimpanan c. Tempat Penjualan Eceran d. Daerah Pabean 12. Dokumen cukai adalah : a. dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan undang-undang cukai, b. dalam bentuk formulir, atau c. melalui media elektronik. d. Pernyataan a, b dan c benar. 13. Tarif cukai untuk menentukan pungutan cukai terdiri dari : a. Tarif spesifik b. Tarif advalorem c. Tarif dasar d. Pernyataan a dan b benar 14. Tarif advalorem adalah tarif yang berdasarkan : a. Prosentase dari harga dasar b. Prosentase dari harga pasar c. Prosentase dari harga internasional d. Pernyataan a, b dan c tidak benar.
45
Pengantar Undang-Undang Cukai
15. Berdasarkan UU Cukai disebutkan bahwa harga dasar berdasarkan Harga Jual Pabrik (HJP) dan Harga Jual Eceran (HJE), tetapi dalam prakteknya harga dasar ditetapkan oleh : a. Menteri Keuangan berdasarkan HJE. b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan HJE c. Direktorat Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan HJE d. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat berdasarkan HJE 16. Jenis penerimaan negara dari sektor cukai adalah sebagai berikut : a. Cukai b. PPN hasil tembakau c. Denda Administrasi d. Pernyataan a, b dan c ditambah uang pengganti ongkos cetak pita cukai 17. Berdasarkan Undang-undang Cukai, Barang Kena Cukai yang dibuat di Indonesia terutang cukai pada saat : a. Dikeluarkan dari Pabrik b. Selesai dibuat menjadi Barang Kena Cukai c. Dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan d. Dibeli oleh konsumen 18. Sedangkan untuk Barang Kena Cukai yang di Impor terutang cukai pada saat : a. Di Impor Untuk Dipakai b. Di impor untuk di ekspor c. Pemasukannya ke dalam Daerah Pabean Indonesia d. Dikonsumsi oleh Konsumen 19. Pelunasan cukai diatur dalam UU cukai adalah sebagai berikut : a. Untuk BKC yang dibuat di dalam negeri, pelunasannya pada saat pengeluaran BKC dari pabrik atau Tempat penyimpanan. b. Sedangkan untuk BKC impor pelunasan cukai pada saat BKC tersebut diimpor untuk dipakai. c. Pernyataan a dan b salah d. Pernyataan a dan b benar
46
Pengantar Undang-Undang Cukai
20. Etil alkohol dan MMEA buatan dalam negeri cara pelunasannya adalah dengan cara : a. Pembayaran b. Pelekatan pita cukai c. Pembayaran atau Pelekatan pita cukai d. Dengan jaminan bank 21. Hasil Tembakau (HT) dan MMEA impor cara pelunasannya adalah dengan cara : a. Pembayaran b. Pelekatan pita cukai c. Pembayaran atau Pelekatan pita cukai d. Dengan jaminan bank 22. Sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, disebutkan bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai melakukan penagihan terhadap : a. Utang cukai yang tidak dilunasi pada waktunya. b. Kekurangan cukai karena kesalahan perhitungan dalam dokumen pemberitahuan atau pemesanan pita cukai. c. Denda administrasi d. Pernyataan a, b dan c benar. 23. Tagihan atas cukai harus sudah dilunasi paling lambat dalam waktu : a. 14 (empat belas) hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan. b. 28 (dua puluh delapan) hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan. c. 42 (empat puluh dua) hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan. d. 1 (satu) bulan setelah tanggal diterimanya surat tagihan. 24. Untuk melaksanakan prinsip UU cukai antara lain keadilan dalam keseimbangan maka sehubungan dengan hal tersebut ada aturan tentang pengembalian yaitu pada pasal 12 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, disebutkan bahwa pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal a. Terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan, Barang Kena Cukai diekspor atau BKC mendapatkan pembebasan
47
Pengantar Undang-Undang Cukai
b. BKC dimasukkan kembali ke pabrik untuk dimusnahkan atau diolah kembali. c. Penukaran Pita Cukai atau terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat keputusan lembaga banding d. Pernyataan a, b dan c benar 25. Berdasarkan pasal 8 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 dinyatakan bahwa Cukai tidak dipungut terhadap, kecuali : a. Tembakau iris yang bahan bakunya tembakau tanaman dalam negeri yang dibuat secara tradisional, dikemas ataupun tidak, bukan disiapkan untuk penjualan eceran dan minuman mengandung etil alkohol dibuat secara sederhana oleh rakyat di Indonesia, tidak dikemas untuk penjualan eceran dan semata-mata untuk mata pencaharian. b. BKC yang diangkut terus dan diangkut lanjut, BKC yang diekspor dan BKC yang dimasukkan ke dalam Pabrik atau tempat penyimpanan c. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong yang hasil akhirnya merupakan Barang Kena Cukai dan BKC telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik atau tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai. d. BKC Impor Untuk Dipakai. 26. Pembebasan cukai diatur dalam pasal 9 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 dapat diberikan atas Barang Kena Cukai : a. Yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan BKC, untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik. b. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi intenasional di Indonesia, yang digunakan untuk tujuan sosial. c. Etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum, MMEA dan hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana yang berangkat langsung ke luar Daerah Pabean dan yang dibawa oleh
48
Pengantar Undang-Undang Cukai
penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari Luar Negeri dalam jumlah yang ditentukan. d. Pernyataan a, b dan c benar. 27. Pengusaha pabrik atau importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dapat diberi penundaan pembayaran cukai atas pemesanan pita cukai selama-lamanya tiga bulan sejak dilakukan pemesanan pita cukai. Pasal tersebut terdapat di : a. pasal 7 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 b. pasal 8 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 c. pasal 9 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 d. pasal 10 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 28. Ijin yang diterangkan dalam pasal 14 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 diberikan kepada : a. Badan Hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di Indonesia ; b. Badan Hukum atau orang pribadi yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ; c. Setiap perusahaan dibidang BKC ; d. Pernyataan a dan b benar. 29. Yang wajib memiliki ijin adalah para pengusaha sebagai berikut, kecuali : a. Pengusaha yang Wajib Memiliki Izin b. Pengusaha Pabrik Barang Kena Cukai c. Pengusaha Tempat Penyimpanan BKC d. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu. 30. Perijinan di UU No. 11/1995 dilaksanakan dalam prakteknya berupa NPPBKC (Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai), yang mana bentuk form NPPBKC ditetapkan oleh : a. Menteri Keuangan. b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai c. Direktorat Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai d. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat
49
Pengantar Undang-Undang Cukai
8. Kunci Jawaban Test Formatif
1.
b
11.
c
21. b
2.
d
12.
d
22. d
3.
c
13.
d
23. a
4.
d
14.
a
24. d
5.
a
15.
a
25. d
6.
d
16.
d
26. d
7.
c
17.
b
27. a
8.
b
18.
c
28. d
9.
a
19.
d
29. a
10.
b
20.
a
30. a
9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Para Peserta Diklat yang baik,
Latihan dan Tes Formatif telah Anda kerjakan. Namun demikian cobalah periksa kembali dengan teliti, apakah Anda telah menjawabnya dengan benar ?. Apabila Anda telah menjawabnya dengan baik dan benar (yang dimaksud dengan benar bila telah mencapai nilai + 80 %), maka Anda telah mengusai materi pelajaran ini dengan baik. Dengan hasil tersebut, maka Anda dapat mempelajari Modul berikutnya. Selamat Belajar dan Semoga sukses selalu.
10. Daftar Pustaka
1) NKRI
Undang-Undang No. 17/2006 jo. UU No. 10/1995 tentang Kepabeanan ;
2) NKRI
Undang-Undang No. 39/2007 jo. UU No. 11/1995 tentang Cukai ;
3) NKRI
Undang-Undang No. 17/1997 jo. UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak ;
4) NKRI
Undang-Undang No. 19/1997 jo. UU No. 19/2002 tentang Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa ;
50
Pengantar Undang-Undang Cukai
5) NKRI
Undang-Undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana ;
6) Pemerintah RI
Peraturan
Pemerintah
No.
24/1996
tentang
Sanksi
Administrasi di Bidang Cukai ; 7) Pemerintah RI
Peraturan Pemerintah No. 25/1996 tentang Izin Pengusaha Barang Kena Cukai ;
8) Pemerintah RI
Peraturan Pemerintah Pemerintah No. 23/1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai dan produk hukum lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang Cukai
9) Pemerintah RI
Peraturan
Pemerintah
No.
24/1996
tentang
Sanksi
Administrasi di Bidang Cukai 10) Pemerintah RI
Peraturan Pemerintah No. 5/1997 tentang Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) ;
11) Dep.Keuangan Dep.Keuangan Keputusan Menteri Keuangan Keuangan R.I Nomor : 02/KMK.01/ 2001 tentang Struktur Organisasi Departemen Keuangan R.I
51
Pengantar Undang-Undang Cukai
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI II
MODUL II TEHNIK PERDAGANGAN INTERNASIONAL
PEMBAYARAN INTERNASIONAL
DISUSUN OLEH : DRS. ZAINAL ABIDIN M.M WIDYAISWARA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI
PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA 2007
52
Pengantar Undang-Undang Cukai
KATA PENGANTAR Puji dan puja syukur kami panjatkan
kehadirat
Allah SWT
yang telah
memberikan petunjukNya, sehingga Modul ini dapat kami selesaikan pada waktunya. Modul ini semoga dapat digunakan oleh Pusdiklat Bea dan Cukai dalam memenuhi kebutuhannya dalam proses belajar mengajar, terutama bagi Peserta pendidikan dan pelatihan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan ajar. Modul ini disusun berdasarkan materi yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai. dari Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun Modul dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, sehingga Modul ini dapat disajikan kepada Saudara-saudara sekalian. Kami menyadari akan keterbatasan sarana dan bahan dalam penyusunan Modul ini, oleh karena itu kami harapkan masukkan untuk penyempurnaannya dari Saudara-saudara sekalian.
Jakarta, Oktober 2007 Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai
( Drs. Endang Tata )
53
Pengantar Undang-Undang Cukai
DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar................................... Pengantar.......................................................... .............................................. ............................................ .....................
1
Daftar Isi........................................ Isi............................................................... .............................................. .............................................. ......................... ..
2
2. PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang.................................. Belakang......................................................... .............................................. ............................. ......
4
2.2. Deskripsi Singkat...................................... Singkat............................................................. ............................................ .....................
4
2.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)............................................ (TIU)....................................................... ...........
5
2.4. Tujuan Instruksional Instruksi onal Khusus (TIK)…………………………………..
6
2. Kegiatan Belajar (KB) 1 : PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh..................................... contoh............................................................ .........................
8
2.2. Latihan............... Latihan......................................... .................................................. ............................................... ................................. ..........
11
2.3. Rangkuman.......................... Rangkuman................................................. .............................................. ......................................... ..................
11
3. Kegiatan Belajar (KB) 2 : KETENTUAN LARANGAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh..................................... contoh............................................................ .......................
12
2.2. Latihan.................................. Latihan......................................................... .............................................. ........................................ .................
14
2.3. Rangkuman.......................... Rangkuman................................................. .............................................. ......................................... ..................
15
4. Kegiatan Belajar (KB) 3 : WEWENANG BEA DAN CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh..................................... contoh............................................................ .......................
16
2.2. Latihan.................................. Latihan......................................................... .............................................. ........................................ .................
19
2.3. Rangkuman.......................... Rangkuman................................................. .............................................. ......................................... ..................
20
5. Kegiatan Belajar (KB) 4 : SANKSI, KEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh..................................... contoh............................................................ .......................
21
2.2. Latihan.................................. Latihan......................................................... .............................................. ........................................ .................
24
54
Pengantar Undang-Undang Cukai
2.3. Rangkuman.......................... Rangkuman................................................. .............................................. ......................................... ..................
24
6. Kegiatan Belajar (KB) 5 : KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh..................................... contoh............................................................ .......................
26
2.2. Latihan.................................. Latihan......................................................... .............................................. ........................................ .................
30
2.3. Rangkuman.......................... Rangkuman................................................. .............................................. ......................................... ..................
30
7. Tes Formatif .................................................................................................. .................................................................................................. 31 10. Kunci Jawaban Tes Formatif .............................................. ..................................................................... .......................... ... 37 11. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ........................................ ............................................................... ........................... .... 38 10. Daftar Pustaka............................................................................................... 38
55
Pengantar Undang-Undang Cukai
PENGANTAR UNDANG-UNDANG CUKAI 3. PENDAHULUAN
3.1. Latar Belakang
Sebagaimana Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejak tahun 2004 telah melakukan reformasi birokrasi secara bertahap dan pada tahun 2006 telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sebagai Perubahan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan pada tahun berikutnya telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dimana kedua undang-undang tersebut merupakan dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan tugas fungsionalnya dalam pemungutan pajak negara dalam bentuk Bea Masuk dan Cukai. Oleh karena itulah para peserta Diklat Tehnis Substantif Dasar I, walaupun hanya pada tingkat dasar, mereka diberikan materi pelajaran mengenai Pengantar Undang-Undang Undang-Undang Cukai.
1.2. Deskripsi Singkat
Mata pelajaran cukai ini dirancang untuk pegawai atau calon pegawai Bea dan Cukai, sebagai bekal dalam melaksanakan tugas kedinasan. Hal itu dimaksudkan
agar memperlancar tugas pekerjaan Saudara sehari-hari. Untuk mempermudah mempelajari modul ini, penulis susun dalam beberapa kegiatan belajar. Adapun kegiatan-kegiatan belajar tersebut adalah sebagai berikut : a. Pembukuan dan Pencacahan ; b. Ketentuan Larangan ; c. Wewenang Pejabat Bea dan Cukai ; d. Sanksi, Keberatan, Banding dan Gugatan ; e. Ketentuan Pidana dan dan Penyidikan Penyidikan ; Dengan demikian pembelajaran kita mengenai Pengantar Undang Undang Cukai telah selesai. Semoga pembelajaran ini bermanfaat bagi tugas-tugas selanjutnya.
56
Pengantar Undang-Undang Cukai
Pembabakan dalam pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1
10 Ketentuan Pidana dan Penyidikan
9 Keberatan, Banding dan Gugatan
8 Wewenang Pejabat Bea dan Cukai
5 Perizinan di Bidang Cukai
6 Pembukuan dan Pencacahan
3 Penerimaan Negara dari Sektor Cukai
7 Ketentuan Larangan
4 Fasilitas di Bidang Cukai
2 Ketentuan Umum dan Pengertian
1 Gambaran Umum tentang Cukai
2.4. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)
Dengan mempelajari materi pelajaran ini, Peserta Diklat dapat memahami secara umum mengenai maksud dan tujuan pemungutan cukai. 2.5. Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK)
57
Pengantar Undang-Undang Cukai
Relevansi dan Manfaat Mata Pelajaran Cukai : Keputusan Menteri Keuangan No. 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001 menyebutkan bahwa : Dalam melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyelenggarakan fungsi antara lain : a. Penyiapan perumusan kebijaksanaan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itulah Saudara sebagai pegawai Bea dan Cukai, sangatlah penting bagi Saudara untuk mempelajari dan memahami tentang perundang-undangan cukai, karena hal ini sangatlah bermanfaat dalam pelaksanaan tugas Saudara sehari-hari. Pengetahuan cukai yang Saudara pelajari ini baru berada pada tahap awal dan Saudara diharapkan dapat mengembangkannya lebih lanjut di kemudian hari. Pada Modul ke II ini pembahasan akan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Jo. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai akan kita lanjutkan, meliputi pembahasan mengenai : A. Sistem Pengawasan di Bidang Cukai , yang terdiri dari : 2) Pembukuan dan Pencacahan , merupakan salah satu sistem Pengawasan Administratif dan Pengawasan Phisik. Karena melalui pembukuan dan pencatatan yang dilakukan secara tertib dan benar inilah, maka pengawasan secara phisik melalui pencacahan dapat diterapkan secara menyeluruh dan maksimal. 3) Ketentuan Larangan yang berkaitan dengan larangan di Pabrik dan Tempat Penyimpanan dan tempat-tempat lainnya ; 4) Wewenang Pejabat Bea dan Cukai , termasuk Kewenangan Penyidikan dan Penyitaan ; 5) Sanksi , baik yang berkaitan dengan
Sanksi Pidana maupun
Sanksi
Administrasi
B. Keberatan, Banding dan Gugatan
serta upaya hukum setentangnya,
merupakan hak dari Pengusaha untuk memperoleh keadilan atas penetapan keputusan yang telah dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
58
Pengantar Undang-Undang Cukai
Dalam menjabarkan materi tersebut diatas, Penulis berusaha untuk menjelaskan secara berurutan sesuai dengan urutan pembahasannya dalam undang-undang itu sendiri, dengan penjelasan-penjelasan dan juga contoh-contoh. Sehingga diharapkan para Peserta Diklat dapat lebih memahami dan mengeterapkan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan cukai dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Akhirnya Penulis berharap agar para Peserta Diklat dapat belajar dan bekerja dengan baik dan bersungguh-sungguh, sehingga memperoleh hasil yang sesuai dengan harapan yang diinginkan baik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maupun bagi diri pribadi Peserta Diklat itu sendiri.
59
Pengantar Undang-Undang Cukai
3. Kegiatan Belajar 1 :
PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN 2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Para Peserta Diklat yang baik !
Kiranya perlu Penulis kemukakan disini bahwa Pasal 16 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, mengatur mengenai Pembukuan dan Pencacahan. Bila kita melihat dari sudut manajemen, maka setiap adanya
tindakan atau kegiatan dalam suatu organisasi, senantiasa diikuti dengan adanya pengawasan, karena untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh suatu organisasi, maka pengawasan harus berjalan dengan baik. Pengawasan yang berkaitan dengan cukai dilakukan melalui sistem pengawasan secara administratif yaitu berupa pembukuan dan atau pencatatan, dan pengawasan secara phisik yaitu berupa pencacahan.
Maksud sistem pencatatan dan pembukuan serta sistem pencacahan, sematamata
ditujukan
untuk
menjamin
tercapainya
efektifitas
pelaksanaan
perundang-undangan di bidang cukai. Walaupun keberhasilannya tergantung dari para petugas atau manusia yang melaksanakan pengawasan itu sendiri.
Pengawasan Administratif di Bidang Cukai diterapkan dalam bentuk :
1. Pengawasan Administratif
Berkaitan
dengan
pengawasan
administratif
dimaksud
diatas,
maka
berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, mengatur tentang : a. Kewajiban Pembukuan : (1) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC, atau Penyalur, wajib menyelenggarakan pembukuan.
60
Pengantar Undang-Undang Cukai
(2) Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan ad. Pengusaha Pabrik skala kecil, Penyalur skala kecil yg wajib memiliki izin, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran yang wajib memiliki izin. (3) Pengusaha Pabrik wajib memberitahukan secara berkala kpd Kepala Kantor ttg BKC yg selesai dibuat. (4) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC, atau Penyalur yg wajib memiliki izin, yg tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
b. Kewajiban Pencatatan :
a) Kewajiban pencatatan bagi Pengusaha Pabrik, adalah : 1. Mencatat ke dalam Buku Persediaan mengenai BKC yang dibuat di Pabrik, dimasukkan ke Pabrik atau dikeluarkan dari Pabrik. 1. Melaporkan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang telah selesai dibuat. b) Kewajiban pencatatan bagi Pengusaha Tempat Penyimpanan , adalah : 1. Mencatat ke dalam Buku Persediaan mengenai BKC yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan. 2. Melaporkan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
c) Kewajiban bagi Pejabat Bea dan Cukai adalah sebagai berikut : 1. Menyelenggarakan Buku Rekening BKC untuk setiap Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai BKC tertentu yang masih terutang Cukai yang berada didalamnya. 2. Mencatat BKC yang masih terutang Cukai ke dalam Buku Rekening BKC , atas pemberitahuan berkala yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik dan atau Pengusaha Tempat Penyimpanan. Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, biaya, dan arus keluar masuknya BKC .
61
Pengantar Undang-Undang Cukai
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan S tandar Akuntansi Keuangan , kecuali peraturan perundang-undangan di bidang cukai menentukan lain. Hal tersebut dimaksudkan agar pembukuan yang diselenggarakan dapat dipercaya dan , peredaran diandalkan dalam rangka pengawasan terhadap produksi BKC
BKC , dan/atau Nilai Cukai yg seharusnya dibayar . Pembukuan yang diselenggarakan wajib menggunakan huruf latin, angka arab, mata uang rupiah, serta bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan bahasa lain yang diizinkan oleh Menteri. Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usaha si Pengusaha bersangkutan. Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib dijaga keandalan sistem pengolahan data yang digunakan , agar data elektronik yang disimpan dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali suatu saat.
Selanjutnya berkaitan dengan pencatatan diatas, maka terhadap Pengusaha , atau Penyalur Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC
yang wajib memiliki izin , yang tidak melaksanakan ketentuan diatas, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Pengusaha Pabrik skala kecil, Penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran yang wajib memiliki izin , yang tidak melakukan pencatatan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Begitu juga bagi Pengusaha Pabrik yang tidak memberitahukan BKC yang selesai dibuat, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali nilai cukai dari BKC yang tidak diberitahukan .
2. Pengawasan Phisik
Lebih lanjut berkaitan dengan pengawasan Phisik, maka berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, juga mengatur tentang :
62
Pengantar Undang-Undang Cukai
1. Kewajiban Pencacahan (termasuk Pemeriksaan) :
a. Pejabat Bea dan Cukai dapat mencacah BKC tertentu yang ada di Pabrik atau Tempat Penyimpanan. b. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat
Penyimpanan
BKC
yang
belum
dilunasi
cukainya
atau
memperoleh pembebasan cukai. c. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat lain yang dimaksud butir a tersebut. d. Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat lain yang didalamnya terdapat BKC. e. Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta BKC yang berada di atasnya. f. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC guna pengamanan Cukai.
B. Contoh
Suatu ketika Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Kudus melakukan operasi pasar atas BKC yang beredar di wilayah kabupaten Kudus dan sekitarnya. Saat operasi pasar tersebut Tim menemukan adanya Pabrik Rokok skala kecil yang tidak memiliki NPPBKC. Atas temuan tersebut Tim menindak lanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku.
2.2. Latihan
1. Pengawasan dibidang cukai secara garis besar dibagi menjadi dua, apa saja itu dan jelaskan !. 2. Siapakah yang wajib melakukan pengawasan administratif ?. 3. Jelaskan tentang kewajiban masing-masing pengawas ?.
3.3. Rangkuman
63
Pengantar Undang-Undang Cukai
Para peserta Diklat yang baik !
Uraian panjang lebar pada kegiatan belajar diatas dapat Penulis rangkum sebagai berikut : a. Pengawasan mempunyai fungsi yang sangat penting guna pencapaian sasaran yang telah direncanakan. b. Pengawasan dapat dibagi atas dua jenis, yaitu : 1. Pengawasan administrative ; 2. Pengawasan fisik. c. Yang berkewajiban melakukan pengawasan adminitratif adalah : 1. Pengusaha BKC ; 2. Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pelayanan setempat. d. Sedangkan yang berkewajiban melakukan pemeriksaan fisik adalah pejabat Bea dan Cukai Kantor Pelayanan setempat.
64
Pengantar Undang-Undang Cukai
3. Kegiatan Belajar (KB) 2
KETENTUAN LARANGAN 3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Bab IX UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang Cukai mengatur secara khusus mengenai Ketentuan Larangan, yang secara garis besarnya dapat dibagi atas empat, yaitu : 1. Larangan di Pabrik
Didalam Pabrik BKC dilarang menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam surat ijin yang bersangkutan, yaitu NPPBKC yang telah dimiliki Pengusaha tersebut. Selain itu didalam Pabrik BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai juga dilarang hal-hal berikut ini :
a. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai . b. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh . 2. Larangan di Tempat Penyimpanan
Didalam Tempat Penyimpanan dilarang : a. Menyimpan BKC tertentu yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapat pembebasan cukai. b. Menyimpan barang selain BKC tertentu yang ditetapkan dalam surat ijin bersangkutan. Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai, yang kedapatan berada di dalam Tempat Penyimpanan dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai. 3. Larangan di Tempat Usaha Importir
65
Pengantar Undang-Undang Cukai
Ditempat usaha Importir BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dilarang :
a. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai . b. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh. 4. Larangan di Tempat Penjualan Eceran
Sebagaimana ditempat-tempat yang disebutkan di atas, ditempat penjualan eceran BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dilarang pula : a. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh .
b. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh.
B. Contoh
Suatu ketika Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Kediri melakukan operasi pasar atas BKC yang beredar di wilayah kabupaten Kudus dan sekitarnya. Saat operasi pasar tersebut Tim menemukan adanya Tempat Penjualan Eceran Rokok skala kecil yang menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh.
Atas temuan tersebut Tim menindak lanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku.
3.2. Latihan 2
1. Dalam Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai, pada bab berapakah yang membahas perihal larangan ?. 2. Larangan di Pabrik apa saja ?. 3. Larangan di Tempat Penyimpanan apa saja ?. 4. Larangan di Tempat Usaha Importir meliputi apa saja ?. 5. Larangan di Tempat Penjualan Eceran terdiri dari apa saja ?. 3.3. Rangkuman
66
Pengantar Undang-Undang Cukai
Para peserta Diklat yang baik!
Materi yang Penulis uraikan panjang lebar pada kegiatan belajar ini dapat di rangkum sebagai berikut : a. Larangan adalah sesuatu hal yang harus dihindari, sebab bila dilanggar jelas ada sanksi atau resikonya yang akan dibebankan kepada yang bersangkutan. b. Larangan di Pabrik, di Tempat Usaha Importir dan di TPE tidak boleh menyimpan pita cukai bekas. Larangan ini bertujuan agar pita cukai tersebut tidak disalahgunakan (pemakaian berulang). c. Adapun larangan di Tempat Penyimpanan bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan fungsi dari Tempat Penyimpanan itu sendiri.
4. Kegiatan Belajar (KB) 3
67
Pengantar Undang-Undang Cukai
WEWENANG BEA DAN CUKAI 4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Kewenangan Bea dan Cukai diatur pada Bab X dan Bab XIII serta peraturan perundang-undangan lainnya. Secara garis besarnya kewenangan tersebut dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kewenangan Umum
Kewenangan Umum biasa disebut juga sebagai kewenangan administratif . Disebut kewenangan umum, karena berdasarkan Undang-undang Cukai kewenangan ini melekat pada diri semua Pegawai Bea dan Cukai, sebagai contoh dari kewenangan umum ini adalah : Pejabat Bea dan Cukai berwenang a. Memeriksa, mencegah dan menyegel BKC b. Menggunakan senjata api dalam melaksanakn tugas. c. Meminta bantuan kepada instansi lainnya. d. Memeriksa Pabrik, Tempat Penyimpanan dan tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan BKC yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai. e. Memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang didalamnya terdapat BKC. f. Mengambil contoh Barang Kena Cukai. g. Menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut yang mengangkut BKC. h. Memeriksa Buku, Catatan atau Dokumen yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai. i.
Mengunci, menyegel dan atau melekatkan tanda pengaman pada bagianbagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, Tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC, guna pengamanan Cukai.
68
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Kewenangan Khusus
Kewenangan ini biasa disebut juga sebagai kewenangan yuridis . Dapat juga dikatakan sebagai kewenangan khusus, karena kewenangan ini hanya dimiliki secara khusus oleh Pejabat Bea dan Cukai tertentu saja, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
khusus yang mengaturnya. Kewenangan
Khusus ini dapat dibagai atas dua, yaitu :
a. Kewenangan Penyidikan Berkaitan dengan tindak pidana di bidang cukai, maka sesuai UU No. 8/81 tentang KUHP maka yang berhak memeriksa/menyidik, adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNSBC). PPNS Bea dan Cukai karena kewajibannya berwenang : 1. Menerima laporan atau kereangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana dibidang cukai. 2. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi. 3. Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana dibidang cukai. 4. Memotret dan/atau merekam malalui media audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana dibidang cukai. 5. Memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undangundang ini dan pembukuan lainnya. 6. Mengambil sidik jari orang. 7. Menggeledah rumah tinggal, pakaian dan bahan. 8. Menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat didalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana dibidang cukai. 9. Menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Cukai. 10. Memberikan tanda mengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang cukai.
69
Pengantar Undang-Undang Cukai
11. Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. 12. Menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana dibidang cukai serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka. 13. Menghentikan Penyidikan. 14. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.
b. Kewenangan Penyitaan Berkenaan dengan utang cukai yang seharusnya dilunasi, maka tindak selanjutnya harus diupayakan penyelesaiannya. Cukai termasuk pajak, yaitu pajak tidak langsung, maka berdasarkan UU No. 19/97 Jo. UU No. 19/2000 tentang Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa, hal ini mencakup pula mengenai utang cukai. Guna melakukan penagihan utang cukai dimaksud, maka yang berhak melaksanakan penyitaan adalah Juru Sita Bea dan Cukai . Adapun wewenang Juru Sita Bea dan Cukai, adalah : i.
Menyampaikan Surat Paksa ;
ii. Melaksanakan Penyitaan Barang ; iii. Melakukan Pencekalan ; iv. Melakukan Penyanderaan. Untuk butir iii dan iv diatas diterapkan, bila yang bersangkutan memiliki utang cukai sebesar Rp. 100,- juta atau lebih dan berikhtikat melakukan tindakan tidak baik.
Penjelasan singkat : Pada dasarnya kewenangan umum sebagaimana dimaksud diatas, telah melekat pada setiap Pejabat/Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, jadi dalam hal ini tidak diperlukan lagi pengangkatan secara khusus (cukup dengan Surat Tugas atau Penunjukan saja). Sedangkan untuk kewenangan khusus, disamping yang bersangkutan harus mengikuti pendidikan khusus, harus diangkat secara khusus pula berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan khusus yang mengaturnya. Adapun pengangkatan tersebut adalah sebagai berikut : 1. PPNS Bea dan Cukai diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM ;
70
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Juru Sita Bea dan Cukai diangkat oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat setelah memenuhi persyaratan tertentu.
B. Contoh
Suatu ketika Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Malang melakukan penagihan atas utang cukai kepada Pabrik Rokok “AA”. Penagihan tersebut dalam waktu yang telah ditentukan seharusnya sudah dilunasi, namun karena sesuatu dan lain hal, utang cukai tersebut belum dipenuhi. Berkaitan dengan masalah tersebut, sesuai denga ketentuan yang berlaku Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Malang, akan menyampaikan
Surat Paksa kepada yang bersangkutan.
3. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Berdasarkan pasal 40 A Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai, mengatur tentang kewenangan khusus Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang meliputi :
1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai karena jabatan atau atas permohonan dari orang yang bersangkutan dapat : membetulkan surat tagihan atau surat keputusan keberatan yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung ; dan/atau 2) kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang- undang cukai ; atau mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan.
3.3. Latihan 3
1. Dalam Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai, pada bab berapakah yang membahas perihal kewenangan bea dan cukai ?. 2. Sebutkan kewenangsn umum dari Pejabat Bea dan Cukai ? 3. Sebutkan kewenangan khusus dari Pejabat Bea dan Cukai ? 4. Sebutkan kewenangan Juru Sita Bea dan Cukai ?
71
Pengantar Undang-Undang Cukai
5. Kewenangan khusus yang dimiliki Pejabat Bea dan Cukai, disamping harus mengikuti pendidikan khusus (Diklat PPNS), harus pula diangkat secara khusus pula berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan khusus yang mengaturnya. Oleh karena itu sebutkan pejabat yang berhak mengangkat PPNS Bea dan Cukai dan Juru Sita Bea dan Cukai ?.
3.4. Rangkuman
Para peserta Diklat yang baik!
Penjelasan materi yang panjang lebar tersebut diatas dapat penulis rangkum sebagai berikut : 1. Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai memberi wewenang yang luas kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melaksanakan undang-undang tersebut. 2. Secara garis besarnya wewenang Bea dan Cukai dapat dibagi atas dua yaitu : a. Wewenang Umum ; b. Wewenang Khusus. 3. Kewenangan Umum pada dasarnya dimiliki oleh semua Pejabat Bea dan Cukai jadi tidak diperlukan pengangkatan secara khusus lagi. 4. Kewenangan Khusus ini disebut juga sebagai Kewenangan Yuridis, karena ada ketentuan
peraturan
perundang-undangan
lain
yang
secara
khusus
mengaturnya. 5. Kewenangan khusus ini dibagi atas dua, yaitu : a. Wewenang Penyidikan b. Wewenang Penyitaan
4. Kegiatan Belajar (KB) 4
72
Pengantar Undang-Undang Cukai
SANKSI, KEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN 5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Ketika Saudara mempelajari kegiatan belajar 2 diatas, Saudara hanya mengetahui tentang ketentuan larangan saja. Sekarang tibalah saatnya, Saudara mempelajari mengenai sanksi, keberatan, banding dan gugatan sampai dengan proses penyelesaiannya. Untuk lebih jelasnya Penulis utarakan dalam bentuk uraian dibawah ini, agar Saudara dapat mempelajarinya secara rinci sebagai berikut :
1. Sanksi
Secara umum Sanksi berarti suatu hukuman atau imbalan berupa beban yang dikenakan kepada siapa saja yang melalaikan kewajiban atau mengabaikan larangan. Di dalam UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 ini sanksi dibagi atas dua bagian, yaitu : a. Sanksi Administrasi ; berupa denda yang diputuskan oleh Pejabat Bea
dan Cukai. b. Sanksi Pidana ; bisa berupa pengenaan denda atau bisa berupa
hukuman badan atau bisa juga meliputi keduanya yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri. Namun yang Penulis akan bahas disini adalah sanksi administrasi berupa denda, karena hanya sanksi administrasi sajalah yang bisa diajukan keberatan untuk kemudian diajukan banding , sedangkan sanksi pidana
akan dibahas secara tersendiri pada Bab selanjutnya.
Secara rinci sanksi administrasi berupa denda tersebar dari pasal 7 sampai dengan pasal 39 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 yang terdiri dari 17 butir. Untuk lebih jelasnya terlampir daftar perincian sanksi administrasi tersebut.
73
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Keberatan
Sebagaimana kita ketahui bahwa pasal 41 dan pasal 42 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 mengatur tentang keberatan. Keberatan disini bukan berarti tidak kuat memikul beban. Umpamanya seseorang kemampuannya mengangkat barang seberat 75 kg, kemudian disuruh untuk memikul beban seberat 100 kg, jelas ia akan keberatan. Namun yang dimaksud disini, bukanlah masalah sebagaimana dimaksud diatas, tetapi penekanan keberatan pada pengertian tersebut adalah sependapat atau tidak sependapat , bisa menerima atau tidak bisa menerima. Jadi jelas, keberatan yang dimaksud adalah tidak bisa menyetujui atau tidak bisa menerima sanksi atau keputusan yang menyangkut kepentingan yang bersangkutan.
Dalam pasal 41 tersebut secara garis besarnya dapat dijelaskan mengenai ketentuan sebagai berikut : Yang dapat mengajukan keberatan adalah : Orang Pribadi atau Badan Hukum, atas : a. penetapan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa
denda ; atau b. pencabutan izin usahanya bukan atas permohonan sendiri ; atau
Keberatan harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 30 hari, sejak tanggal diterimanya Surat Tagihan, dengan menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan. Lebih lanjut Direktur Jenderal Bea dan Cukai akan memutuskan keberatan dimaksud dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya pengajuan keberatan. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai tidak memberikan keputusannya, maka keberatan yang bersangkutan dianggap diterima dan jaminan akan dikembalikan. Begitu juga bila keberatan yang diajukan dikabulkan (diterima), maka jaminan akan dikembalikan. Sebaliknya bila keberatan ditolak, maka jaminan dicairkan sebagai penerimaan cukai dan/atau denda yang telah ditetapkan.
74
Pengantar Undang-Undang Cukai
Dalam hal jaminan berupa uang tunai, bila pengembaliannya dilakukan setelah jangka waktu 30 hari sejak keberatan diterima, Pemerintah memberikan bunga sebesar 2 % perbulan untuk paling lama 24 bulan.
3. Banding dan Gugatan
Sebelum membahas lebih jauh, marilah kita bahas terlebih dahulu mengenai pengertian dan maksud daripada banding. Hal ini penting, dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman tentang banding. Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern (Muh. Ali), disebutkan bahwa banding : berarti persamaan, berimbang dan juga berarti mengadu kepada pengadilan yang lebih tinggi. Menurut UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, pengadilan dimaksud adalah Lembaga Banding (Pengadilan Pajak).
Yang dimaksud banding (termasuk gugatan) disini, merupakan usaha untuk mencari keadilan dan kepastian hukum yang diajukan kepada lembaga yang lebih tinggi yang berhak untuk memutuskan. Namun keberhasilannya tergantung pada pihak-pihak yang terkait, terutama lembaga yang berkewenangan menetapkan keputusannya. Banding dan Gugatan dibidang Cukai diatur dalam pasal 43 A dan pasal 43 B, yang secara garis besarnya, adalah sebagai berikut : a. Banding diajukan atas penolakan keberatan yang diajukan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, berkaitan dengan penetapan kekurangan pembayaran cukai dan/atau sanksi administasi berupa denda ; dan b. Gugatan diajukan berkaitan dengan
penolakan keberatan yang
diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, atas pencabutan ijin usaha dibidang cukai bukan atas permohonannya sendiri (Pasal 14 ayat (4) huruf b, c, d, e, f, g, h, atau i). Pengajuan permohonan banding dan gugatan tersebut diatas dapat dilakukan paling lama dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak tanggal penetapan atau keputusan, hanya diajukan kepada Pengadilan Pajak.
75
Pengantar Undang-Undang Cukai
B. Contoh
Seorang Pengusaha Pabrik Etil Alkohol di Malang mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Malang, atas penetapan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, ketika dilakukan pencacahan persediaan Etil Alkohol yang ada di pabriknya. Namun atas pengajuan keberatan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai memutuskan untuk menolak keberatan dimaksud. Karena si Pengusaha bersangkutan merasa benar atas pembukuan yang dilakukannya terhadap Etil Alkohol yang ada di pabriknya, maka atas penolakan DJBC tersebut diatas, Pengusaha bersangkutan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak di Jakarta.
5.2. Latihan 4
1. Apa definisi dari sanksi dan apa saja sanksi yang diatur dalam UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang Cukai, akan menyampaikan Surat Paksa kepada yang bersangkutan ?. 2. Sebutkan pasal-pasal yang menjelaskan tentang sanksi-sanksi tersebut dalam Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai ? 3. Upaya hukum dari sanksi tersebut adalah keberatan. Sebutkan pasal-pasal yang mengatur tentang keberatan pada Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai ?. 4. Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan tersebut ?. 5. Apakah yang dimaksud dengan banding, sebutkan pasal-pasal yang mengatur tentang keberatan pada Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai, dan apa bedanya dengan gugatan ?, Jelaskan.
5.3. Rangkuman
Peserta Diklat yang baik!
76
Pengantar Undang-Undang Cukai
Untuk mempermudah Saudara dalam memahami materi kegiatan belajar 4 ini, maka Penulis merangkumnya dalam bentuk sebagai berikut :
a. Untuk tegaknya ketentuan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan
cukai, maka diperlukan adanya Sanksi. b. Sanksi dibagi atas dua jenis, yaitu :
i.
Sanksi Administrasi ;
ii. Sanksi Pidana. c. Demi rasa keadilan dan kepastian hokum, maka bagi mereka yang terkena
sanksi, memiliki hak upaya hukum, yaitu mengajukan : i.
Keberatan ; dan/atau
ii. Banding dan Gugatan d. Yang berhak mengajukan keberatan adalah :
i.
Orang Pribadi atau Badan Hukum ;
ii. Pengusaha Pabrik ; atau iii. Pengusaha Tempat Penyimpanan e. Yang berhak mengajukan banding dan/atau gugatan, adalah :
i.
Orang atau Badan Hukum yang ditolak keberatan yang diajukannya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, berkaitan dengan penetapan kekurangan pembayaran cukai dan/atau sanksi administasi berupa denda ; dan
ii. Orang atau Badan Hukum yang ditolak keberatan yang diajukannya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, berkaitan dengan dicabutnya ijin usahanya dibidang BKC bukan atas permintaan sendiri.
6. Kegiatan Belajar (KB) 5
77
Pengantar Undang-Undang Cukai
KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN 6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh
A. Uraian
Para Peserta Diklat yang baik!
Kini tibalah saatnya Saudara sampai pada kegiatan belajar yang terakhir, yaitu : Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Setelah sekian banyak materi pelajaran yang Saudara telah serap, Penulis yakin Saudara telah banyak menguasai materi tentang cukai. Dalam kegiatan belajar ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ketentuan Pidana
Di dalam UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, kita telah mengenal adanya dua sanksi di bidang cukai, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sedangkan sanksi administrasi telah dibahas di dalam kegiatan belajar 4, maka pada kegiatan belajar 5 ini, kita akan membahas secara khusus mengenai sanksi pidana.
Menurut Prof. Subekti, SH (Mantan Ketua Mahkamah Agung) pengertian pidana yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, mengandung arti : hukuman atau sanksi , sedangkan pengertian sanksi bisa juga berarti pinalti.
Sanksi pidana menurut UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, terdiri dari 9 pasal, tersebar dari pasal 50 sampai dengan pasal 58. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada daftar lampiran yang terlampir pada Modul ini. Undang-Undang tentang Cukai yang baru yaitu UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, mengatur tentang ketentuan pidana, jauh berbeda dengan UndangUndang Cukai yang lama yang sama sekali tidak mengatur tentang ketentuan tersebut. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 lebih menekankan pada akibat yang menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu ketentuan yang berkaitan
78
Pengantar Undang-Undang Cukai
dengan hal tersebut, didefinisikan sebagai tindak pidana. Yang dimaksud dengan kerugian negara adalah tidak diterimanya pungutan negara berupa cukai yang seharusnya menjadi hak negara.
Selanjutnya yang berhak untuk memutuskan sanksi pidana adalah Pengadilan Negeri. Hal ini mengandung arti keputusannya berdasarkan penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri bersangkutan. Apabila keputusan bersangkutan tidak diterima, maka pihak terkait berhak untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud diatas, diatur di dalam pasal 50 sampai dengan pasal 58, meliputi ketentuan antara lain : a) Pelangaran atas perizinan (NPPBKC) yang dilakukan baik oleh orang pribadi atau badan hukum, dengan maksud untuk mengelakan pembayaran cukai yang diwajibkan ; b) Pelanggaran atas pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan, tanpa mengindahkan ketentuan yang berlaku dengan maksud untuk mengelakan pembayaran cukai yang diwajibkan ; c) Pelangaran atas kewajiban menyerahkan pembukuan, catatan, dan/atau dokumen berkaitan dengan kegiatan usaha (termasuk data elektronik) yang palsu atau dipalsukan ; d) Pelangaran atas penyerahan penawaran, penjualan, atau penyediaan untuk penjualan BKC yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati dengan pita cukai, atau tidak dibubuhi dengan tanda pelunasan cukai lainnya ; e) Pelanggaran atas perbuatan melawan hukum berupa : •
Peniruan dan pemalsuan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya ;
•
pembelian,
penyimpanan,
penggunaan,
penjualan,
penawaran,
penyerahan, penyediaan untuk dijual, atau pengimporan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang palsu atau dipalsukan ; atau •
penggunaan, penjualan, penawaran, penyerahan, penyediaan untuk dijual, atau pengimporan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang sudah dipakai.
79
Pengantar Undang-Undang Cukai
f) Pelanggaran atas penimbunan, penyimpanan, kepemilikan, penjualan, penukaran, perolehan, atau pemberian BKC yang diketahuinya atau patut harus diduganya berasal dari tindak pidana ; g) Pelanggaran atas perizinan pembukaan, pelepasan atau perusakan kunci atau tanda pengamanan ; h) Pelanggaran atas penawaran, penjualan, aatau penyerahan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya ; i) Pelanggaran atas ketidak sahan : •
pengaksesan secara elektronik yang berkaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang cukai ;
•
Perbuatan tersebut diatas mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang cukai ini.
Bentuk sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 sampai dengan pasal 58 daiatas, adalah sebagai berikut : i.
Penjara dan denda ;
ii. Penjara dan /atau denda ; atau iii. Denda saja. Perlu dijelaskan disini bahwa apabila pidana denda tidak dibayar oleh yang bersangkutan, maka sebagai gantinya diambilkan dari kekayaan dan/atau pendapatan yang bersangkutan. Jika penggantian tidak dapat dipenuhi maka pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan. Selanjutnya BKC yang tersangkut dengan tindak pidana bersangkutan, dirampas negara, termasuk barang-barang lainnya yang terkait dengan tindak pidana tersebut. Bagaimana kalau tindak pidana itu dilakukan oleh Badan Hukum? Terhadap badan hukum pidana pokok yang dijatuhkan, senantiasa berupa denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Namun apabila tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak menghapuskan pidana denda maka tindak pidana tersebut diancam dengan penjara dan pidana denda.
80
Pengantar Undang-Undang Cukai
2. Penyidikan
a. Pengertian Penyidik
Berdasarkan pasal 1 UU No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana, disebutkan bahwa : penyidik adalah pejabat POLRI atau pajabat Pegawai Negeri Sipil tertentu (PPNS) yang diberi kewenangan khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan.
b. Maksud Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang Hukum Acara Pidana , untuk mencari serta mengumpulkan bukti , yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
c. Kewenangan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Bea dan Cukai.
Sebagaimana diuraikan pada kegiatan belajar 3 butir II a telah diuraikan secara rinci mengenai kewenangan PPNS Bea dan Cukai. Kewenangan tersebut terdiri atas 14 butir. Jadi yang berwenang melakukan penyidikan dalam penanganan tindak pidana di bidang cukai adalah PPNS Bea dan Cukai atau bisa disebut sebagai Penyidik Khusus bukan Penyidik Umum.
d. Hubungan Penyidik, Jaksa dan Hakim telah diuraikan sebelumnya bahwa
tugas penyidik mencari bukti dan menemukan tersangkanya. Sedangkan untuk langkah selanjutnya adalah menyampaikan atau menyerahkan hasil penyidikannya kepada Jaksa selaku Penuntut Umum. Jaksa selaku Penuntut Umum yang mewakili public, meneruskan suatu tindak pidana dalam hal ini tindak pidana di dalam bidang cukai, kepada Pengadilan Negeri. Sedangkan Hakim selaku pelaksana kewenangan Pengadilan Negeri yang melalui Majelis Hakim yang memutuskan perkara tindak pidana di bidang Cukai. Jadi jelaslah keputusan akhir suatu tindak pidana di bidang cukai berada ditangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri.
e. Penghentian Penyidikan
81
Pengantar Undang-Undang Cukai
Proses penyidikan yang sedang berjalan, dapat dihentikan oleh : i.
Penyidik yang bersangkutan, dikarenakan : 1. Tidak cukup bukti ; 2. Bukan merupakan tindak pidana yang dituduhkan ; 3. Demi hukum.
ii. Penghentian penyidikan adalah kewenangan Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan, untuk kepentingan penerimaan negara. Penghentian penyidikan ini hanya dilakukan setelah yang bersangkutan melunasi cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar.
6.2. Latihan 5
1. Coba sebutkan pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dan penyidikan pada UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, tentang cukai ? 2. Ada beberapa definisi tentang sanksi pidana, coba jelaskan masing-masing dan apa bentuk sanksi pidana tersebut ? 3. Jelaskan pengertian dan maksud dari penyidikan ? 4. Apa yang dimaksud dengan penghentian penyidikan, dan apa sebabnya hal tersebut dilaksanakan ? 5. Selain penyidik yang bersangkutan siapa lagi yang dapat menghentikan proses penyidikan tersebut ?
6.3. Rangkuman
Para peserta Diklat yang baik!
Dari uraian yang panjang lebar tersebut diatas, dapat Penulis rangkum dengan maksud agar mempermudah pemahaman Saudara. Rangkuman dimaksud Penulis sajikan sebagai berikut : a. Pidana berarti hukuman atau sanksi yaitu suatu beban atau keadaan yang harus
dipikul oleh terpidana.
82
Pengantar Undang-Undang Cukai
b. Undang-undang
No.
mengklasifikasikan
11/1995 suatu
Jo.
tindakan
UU
No.
sebagai
39/2007 tindak
tentang pidana
Cukai apabila
mengakibatkan kerugian negara. c. Bentuk sanksi pidana dapat berupa sebagai berikut :
i.
Penjara dan denda ;
ii. Penjara dan/atau denda ; atau iii. Denda saja. d. Menurut UU No. 8/1981 penyidik dibagi dua yaitu :
i.
Penyidik Umum (Polri)
ii. Penyidik Khusus (PPNS) e. Tujuan penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan
bukti tersebut membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. f.
Hasil kerja penyidik disampaikan kepada Jaksa selaku Penuntut Umum untuk diteruskan ke Pengadilan Negeri guna mendapatkan kepastian hukum (diputuskan perkaranya).
7. Test Formatif A. Simaklah dengan baik materi yang terkandung dalam Modul i ni. B. Selanjutnya jawablah pertanyaan-pertanyaan secara spontan, artinya pada
waktu Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak diperkenankan melihat ke Modul maupun kunci jawabannya, tetapi jawablah menurut apa yang ada dalam pikiran Anda.
Pilihan Ganda !
1. Pengawasan dibidang cukai secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu : a. Pengawasan Administratif dan Pengawasan Fisik b. Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal c. Pengawasan langsung dan Pengawasan tidak langsung d. Pengawasan terbuka dan Pengawasan tertutup
2. Dalam pengawasan administratif pengusaha pabrik berkewajiban untuk :
83
Pengantar Undang-Undang Cukai
a. Mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang
dibuat di pabrik, dimasukkan ke pabrik atau dikeluarkan dari pabrik. b. Memberikan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang
selesai dibuat. c. Memberikan laporan ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai d. Pernyataan a dan b benar.
3. Dalam pengawasan administratif, kewajiban bagi Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah : a. Mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang
dibuat di pabrik, dimasukkan ke pabrik atau dikeluarkan dari pabrik. b. Mencatat dalam Buku Persediaan mengenai BKC yang dimasukkan ke
atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan. c. Memberikan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang
selesai dibuat. d. Memberikan laporan ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
4. Dalam pengawasan administratif, kewajiban bagi Pejabat Bea dan Cukai sebagai berikut : a. Menyelenggarakan Buku Rekening BKC untuk setiap Pengusaha Pabrik
atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai BKC tertentu yang masih terutang Cukai yang berada didalamnya. b. Mencatat BKC yang masih terutang Cukai atas pemberitahuan berkala
yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik dan pemasukan atau pengeluaran BKC ke atau dari pabrik atau Tempat Penyimpanan ke dalam Buku Rekening Barang Kena Cukai. c. Pernyataan a dan b salah d. Pernyataan a dan b benar.
5. Pada pengawasan fisik pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang di bawah ini, kecuali : a. Pejabat Bea dan Cukai dapat mencacah BKC tertentu yang ada di Pabrik
atau Tempat Penyimpanan, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan BKC yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai dan Pejabat Bea dan Cukai
84
Pengantar Undang-Undang Cukai
berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat lain yang dimaksud poin pertama. b. Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang memeriksa Tempat Penjualan
Eceran atau tempat lain yang didalamnya terdapat BKC dan Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut serta BKC yang berada di atasnya. c. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh BKC untuk
diperiksa lebih lanjut dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. d. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengunci, menyegel, dan/atau
melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC guna pengamanan Cukai. 6. Didalam pabrik BKC dilarang : a. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam
surat ijin yang bersangkutan. b. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai.
c. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh. d. Pernyataan a, b dan c benar. 7. Didalam Tempat Penyimpanan dilarang : a. Menyimpan BKC tertentu yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapat pembebasan cukai. b. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam surat ijin yang bersangkutan. c. Menyimpan barang selain BKC tertentu yang ditetapkan dalam surat ijin bersangkutan. d. Pernyataan a dan c benar. 8. Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam Tempat Penyimpanan dapat dianggap sebagai BKC yang :
85
Pengantar Undang-Undang Cukai
a. Belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai. b. Sudah dilunasi cukainya dan mendapatkan pembebasan cukai. c. Belum dilunasi cukainya tetapi mendapatkan pembebasan cukai. d. Sudah dilunasi cukainya tetapi mendapatkan pembebasan cukai. 9. Ditempat usaha importir BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dilarang : a. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam surat ijin yang bersangkutan. b. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai. c. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh. d. Pernyataan b dan c benar. 10. Di tempat penjualan eceran BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai dilarang: a. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam surat ijin yang bersangkutan. b. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh. c. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh. d. Pernyataan b dan c benar. 11. Wewenang umum dari Pejabat Bea dan Cukai adalah, kecuali: a. Memeriksa, mencegah dan menyegel BKC, Menggunakan senjata api dalam bertugas, Meminta bantuan instansi lainnya dan Memeriksa pabrik, Tempat Penyimpanan dan tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan BKC yang belum dilunasi Cukainya atau memperoleh pembebasan cukai. b. Memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang didalamnya terdapat BKC, Mengambil contoh Barang Kena Cukai dan Menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut yang mengangkut BKC. c. Menahan pelaku yang melakukan tindak pidana.
86
Pengantar Undang-Undang Cukai
d. Memeriksa Buku, catatan atau dokumen yang berkaitan dengan Barang Kena Cukai dan Mengunci, menyegel dan atau melekatkan tanda pengaman pada bagian-bagian dari pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, Tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC, guna pengamanan Cukai. 12. Dikatakan Wewenang khusus adalah wewenang yang dimiliki pejabat Bea dan Cukai
tertentu
saja dikarenakan ada Undang-Undang
lain
khusus
mengaturnya. Wewenang ini biasa disebut juga sebagai : a. wewenang yuridis b. wewenang edukatif c. wewenang eksekutif d. wewenang advokatif 13. Wewenang Khusus terdiri dari : a. Wewenang Penyidikan b. Wewenang Penyitaan c. Wewenang Penangkapan d. Wewenang pada pernyataan a dan b benar 14. Berkaitan dengan tindak pidana di bidang cukai, maka sesuai UU No. 8/81 tentang KUHP maka yang berhak memeriksa/menyidik adalah : a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNSBC). b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). c. Penyidik Polisi Republik Indonesia d. Penyidik Jaksa Penuntut Umum.
15. PPNS Bea dan Cukai karena kewajibannya berwenang, kecuali : a. Menerima laporan atau kereangan dari seseorang tentang adanya tindak pidana dibidang cukai; Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana dibidang cukai; Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
dan Memotret dan/atau merekam malalui media
87
Pengantar Undang-Undang Cukai
audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana dibidang cukai. b. Memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undangundang ini dan pembukuan lainnya; Mengambil sidik jari orang; Menggeledah rumah tinggal, pakaian dan bahan; Memberikan tanda mengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang cukai; dan Menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat didalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana dibidang cukai. c. Melakukan tindakan penyiksaan sebagai sarana mengorek keterangan dalam penyidikan. d. Menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Cukai;Menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana dibidang cukai serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; Menghentikan Penyidikan; dan Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab. 16. Berkenaan dengan utang cukai yang harus dilunasi/ditagih, maka sebagai salah satupajak, yaitu pajak tidak langsung maka UU No. 19/97 jo. UU No. 19/2000 tentang Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa mencakup pula utang Cukai. Yang berhak melaksanakan penyitaan adalah : a. Juru Sita Bea dan Cukai guna melakukan penagihan utang cukai. b. Juru tagih bea dan cukai guna melakukan penagihan utang cukai. c. Juru Bayar Bea dan Cukai guna melakukan penagihan utang cukai. d. Debt Collector swasta guna melakukan penagihan utang cukai. 17. Adapun wewenang juru sita Bea dan Cukai adalah: a. Menyampaikan Surat Paksa b. Melaksanakan Penyitaan Barang c. Melakukan Pencekalan dan Penyanderaan d. Pernyataan a, b dan c benar
88
Pengantar Undang-Undang Cukai
18. Wewenang khusus disamping harus mengikuti pendidikan khusus harus pula diangkat
secara
khusus
berdasarkan
Undang-Undang
khusus
yang
mengaturnya. Adapun pengangkatan tersebut adalah sebagai berikut : a. PPNS Bea dan Cukai diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM b. Juru sita Bea dan Cukai diangkat oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setelah memenuhi persyaratan tertentu. c. PPNSBC dan Juru sita dilantik oleh Badan Pendidikan dan Latihan Bea dan Cukai. d. Pernyataan a dan b benar. 19. Proses penyidikan yang sedang berjalan dapat dihentikan oleh : a. Pejabat Bea dan Cukai b. Penyidik yang bersangkutan c. Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan, untuk kepentingan penerimaan negara. d. Pernyataan b dan c benar 20. Penyidik dapat menghentikan proses penyidikan yang sedang berjalan, dikarenakan, kecuali : a. Tidak cukup bukti b. Atas permintaan Pejabat tertentu c. Bukan cukup pidana yang dituduhkan d. Demi hukum
8. Kunci Jawaban Test Formatif
1. a
11. c
2. d
12. a
3. d
13. d
4. d
14. a
5. c
15. c
6. d
16. a
7. d
17. d
8. a
18. d
89
Pengantar Undang-Undang Cukai
9. d
19. d
10. d
20. b
9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Para Peserta Diklat yang baik,
Latihan dan Tes Formatif telah Anda kerjakan. Namun demikian cobalah periksa kembali dengan teliti, apakah Anda telah menjawabnya dengan benar ?. Apabila Anda telah menjawabnya dengan baik dan benar (yang dimaksud dengan benar bila telah mencapai nilai + 80 %), maka Anda telah mengusai materi pelajaran ini dengan baik. Dengan hasil tersebut, maka Anda dapat mempelajari Modul berikutnya. Selamat Belajar dan Semoga sukses selalu.
10. Daftar Pustaka
1.
NKRI
Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan
2.
NKRI
Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai
3.
NKRI
Undang-Undang No. 17/1997 jo. UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak
4.
NKRI
Undang-Undang No. 10/1997 jo. UU No. 19/2000 tentang Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa
5.
NKRI
Undang-undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana
6.
Pemerintah RI
Peraturan Pemerintah No. 23/1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai dan produk hukum lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan UU No. 11/1995 tentang Cukai
7.
Pemerintah RI
Peraturan Pemerintah No. 24/1996 tentang Sanksi Administrasi di Bidang Cukai
8.
Pemerintah RI
Peraturan
Pemerintah
No.
25/1996
tentan
Izin
Pengusaha Barang Kena Cukai
90